• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAKNAAN SIMBOL DALAM BUDAYA BIROKRASI : KAJIAN NON VERBAL SIMBOLIK BUDAYA BIROKRASI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMAKNAAN SIMBOL DALAM BUDAYA BIROKRASI : KAJIAN NON VERBAL SIMBOLIK BUDAYA BIROKRASI."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Pemaknaan Simbol dalam Budaya Birokrasi

Kajian Non Verbal Simbolik Budaya Birokrasi

Disusun Oleh: Ivo Nila Sari Nim. 809525010

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Sains

Program Studi Antropologi Sosial

PROGRAM PASCASARJANA

(2)
(3)
(4)

i ABSTRAK

Pemaknaan Simbol dalam Budaya Birokrasi merupakan sebuah kajian non verbal simbolik. Penelitian tentang Budaya Birokrasi telah banyak dilakukan, namun kajian simbolik dalam budaya birokrasi masih belum banyak dilakukan. Penelitian ini dilakukan di instansi Dinas Sosial tingkat I Provinsi Sumatera Utara.

Penelitian ini mencoba untuk mengungkapkan kebudayaan dalam lingkungan in-formaldi Dinas Sosial sebagai instansi pemerintah tingkat provinsi yang banyak melaksanakan program bantuan kepada masyarakat. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk dapat menggambarkan bagaimana budaya yang berkembang dalam sebuah birokrasi diinterprestasikan melalui simbol-simbol yang berjalan pada kelompok instansi Dinas Sosial sebagai bagian dari lembaga pemerintah tingkat provinsi. Dan pada akhirnya, karena ini merupakan sebuah kajian kebudayaan, hasil penelitian ini juga bertujuan untuk mengungkapkan nilai-nilai, norma, aturan-aturan, dan kebiasaaan-kebiasaan yang diinterprestasikan oleh kelompok melalui simbol-simbol yang ada, yang difokuskan pada simbol non verbal.

Nilai-nilai simbol non verbal yang dilihat dalam kajian ini lebih kepada nilai yang berhubungan dengan interaksi di kelompok birokrasi. Dalam proses penelitian simbol-simbol non verbal dalam kelompok birokrasi ini menjadi kajian tanpa ujung pemberhentiannya. Peneliti kemudian membatasi simbol-simbol yang hanya berhubungan dalam kerangka konseptual yang dapat mengungkapkan makna-makna rutinitas gambaran budaya birokrasi pada instansi ini.Temuan hasil penelitian menggambarkan struktur informal yang berjalan, bagaimana para pegawai memaknai kantor sebagai tempat mereka bekerja, ruangan-ruangan yang berbeda antara atasan dan bawahan, Pemaknaan Kegiatan-kegiatan pada Jam Kantor: Kegiatan apel, peralatan pendukung kegiatan, peralatan pegawai biasa, peralatan atasan, kebersihan kantor, Pemberian penghormatan kepada tamu, penghormatan pada atasan, serta Tamu yang tidak diinginkan/tidak dihormati. Penelitian ini juga melihat pakaian seragam sebagai simbol identitas kelompok, Makna Surat sebagai komunikasi tertulis, Makna Kantor yang Sepik arena adanya kegiatan dinas luar, acara meninggal dan acara pesta. Dalam hubungan interaksi yang ada penelitian ini juga menemukan perguliran Keuangan Pegawai, Makna tanggal tua dan tanggal muda, Makna Keuangan Satu Pintu, Arisan/Jula-jula, Pinjaman Bank, Bank Inang-inang bagi Pegawai, dan Pedagang Keliling, Orientasi simbol juga melihat pada pemaknaan Proyek dan ritual menghadap Pimpinan.

(5)

ii ABSTRACT

Interpretation symbol in Bureaucracy Culturalusing non-verbal symbolic study is a analysis of through behavioral of bureaucracy in shaping culture. Culture is a system of symbols , humans will produce symbols and give interpretative to him . This study tries to reveal the culture in the informal environment in the “Dinas Sosial” as a government agency at the level 1st, North Sumatra province , where the agency have roles and responsibilities for implementing relief programs and services to the public. Specifically , this study aims to describe how a growing culture in a bureaucracy interpreted through symbols that runs on groups of bureaucracy in the “Dinas Sosial” as part of a government agency . And in the end , because this is a cultural study , the results of this study also aims to reveal the values , norms, rules, and habits which are interpreted by the group through the existing symbols , which focused on the study of non-verbal symbol.

The values of non-verbal symbols has analyzed in this studyis inclined to the value associated with the interaction in the group bureaucracy . In the process of non-verbal symbols study in bureaucratic groups were analyzed dismissal without end . The researcher restrict the symbols associated only in the conceptual framework that can reveal meanings about a picture of bureaucratic routines in this matter . The findings of the study results illustrate that the informal structure works, how staff interpret their office as a place of work , different spaces between superiors and subordinates, interpretative activities on Office Hours, “Apel” activities, facilities for support activities , equipment for staff , equipment for superior , office cleaning , giving respect to guests , respect for superiors , and also for unwanted guests or not respected guest.The study also looked uniform as a symbol of group identity, the interpretative of a letter as written communication, interpretative office deserted because of the outside activities, obsequies and wedding ceremony. Existing in the interaction of this study also found revolving Finance Staff , interpretative“old date” and “young date” ,

interpretative “Financial through a door” , arisan/ Jula - jula among staff , bank loan ,

interpretative “Inang-inang” Bank for the staff , and Peddler , Orientation symbols also look at the interpretative“Project” and ritual face Leadership.

(6)

KATA PENGANTAR

PujiSyukurkepada Allah SWT karena pada akhirnya Saya dapat menyelesaikan

penelitianini. Sebagai sebuahpenelitian yang difungsikan untuk desertasitesis program

pascasarjana, tentu saja penyelesaian kajian ini merupakan point penting dalam akhir pendidikan

Pasca Sarjana sebagai tugas akhir yang merupakan bagian karyatulis penelitian ilmiah pada

Universitas Negeri Medan.

Pada proses pemaknaan simbol-simbol non verbal dalam kelompok birokrasi ini, pada

awalnya Saya tidak menemukan titik temu karena menjadikan kajian ini tanpa ujung

pemberhentiannya. Karena hampir keseluruhan simbol-simbol non verbal yang ada berhubungan

dengan interaksi social kelompok. Pada persimpangan jalan diakhir waktu penelitian kemudian

Saya mencoba membatasi simbol-simbol yang hanya berhubungan dalam kerangka konseptual

yang dapat mengungkapkan makna-makna rutinitas gambaran budaya birokrasi pada instansi ini.

Saya menyadari bahwa kajian ini jauh dari kesempurnaan dan tidak dapat selesai tanpa

bantuan dari berbagai pihak. Hingga dapat selesainya kajian ini Saya mengucapkan terimakasih

kepadaBapak Prof. Dr. Usman Pelly, M.A dan DR.Fikarwin Zuska selaku pembimbing tesis ini

Motivasi dan dukungannya tidak akan pernah Saya lupakan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Demikian juga kepada serta DR.Phil.IchwanAzhari Ketua Prodi PascaSarjanaUnimed,

DR.Hidayat, DR.Deni selaku penguji dan narasumber dalam seminar proposal yang banyak

memberikan sumbangan pemikiran untuk menjadikan kualitas kajian lebih bermakna. Para

Dosen Pasca Sarjana Unimed. Terima kasih juga kepada seluruh rekan-rekan satu angkatan

Program Pasca Sarjana Unimed Antropologi Sosial yang terus mengingatkan Saya akan tugas

(7)

diskusitesis dan Keluarga Saya tercinta yang selalu memberikan motivasi untuk penyelesaian

tesis ini.

Akhir kata, sebagai sebuah penelitian yang difungsikan untuk desertasi tesis program

pascasarjana, tentu saja penyelesaian kajian ini diharapkan akan sangat bermafaat untuk melihat

gambaran aktifitas pegawai birokrasi guna perbaikan dan peningkatan kinerja di lingkungan

birokrasi dalam sebagai penyelenggara pemerintah di daerah.

Medan, Desember 2013

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

4.2. IkatanLatarBelakangPegawai ………... 42

4.3 StrukturOrganisasi di DinasSosial …..………... 46

4.4 Kelompok Agama danSuku………... 53

BAB V. ORIENTASI PEMAKNAAN SIMBOL……….. 62

5.1. Simbol-simbol Non Verbal ... 62

5.2. Makna Kantor sebagaiTempatBekerja ………... 63

5.2.1. Ruangan-ruangan ………..……….... 70

(9)

5.3. PemaknaanKegiatan-kegiatanpada Jam Kantor ………... 82 5.8. Sumber Dana danPerguliranKeuangan di Kantor ………... 5.8.1.MaknaTanggalMudadanTanggalTua ……….

BAB VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………. 135

7.1. Kesimpulan ……...…... 135

7.2. Rekomendasi.………... 137

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Pegawai Kantor 50 Tabel 2. JumlahPegawaiberdasarkanJenisKelamin 52

Tabel 3. PersentasePengelompokkanJumlahberdasarkan Agama dankesukuan,

55

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Pegawai berdasarkan Absensi Harian

(12)

2

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Analisis kebudayaan merupakan sebuah kajian masyarakat yang menggambarkan tentang

tatanan nilai-nilai, norma-norma, kepercayaan dan prilaku masyarakatnya. Dalam analisis

budaya birokrasi kita akan melihat budaya dalam kelompok pemerintahan sebagai bagian

masyarakat tersebut. Nilai-nilai, norma, kepercayaan akan dihasilkan oleh pekerja pemerintahan

yang pada akhirnya akan menghasilkan sebuah budaya birokrasi dalam menjalankan sistem

pemerintahannya.

Dalam perjalanan sejarah birokrasi pemerintahan kita, telah terjadi pergeseran paradigma

dalam sistem pemerintahan secara cepat yakni dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Reformasi

pemerintahan ini berdampak kepada perubahan beberapa gaya pemerintahan yang secara lambat

laun pasti akan mempengaruhi kebiasaan yang biasanya berlaku. Reformasi politik yang terjadi

pada pemerintahan Indonesia dan perubahan sistem pemerintahan dari desentralisasi menjadi

otonomi daerah secara langsung akan berdampak pada perubahan sistem kinerja birokrasinya.

Kekuasaan politik secara penuh di daerah otonomi merupakan hal yang tampak terlihat dengan

banyaknya komentar-komentar tentang kekuasaan raja-raja kecil daerah. Sepanjang proses

reformasi sistem pemerintahan ini, walau sudah berjalan selama kurun waktu empat belas tahun

(sejak tahun 1998), Saya masih menganggapnya dalam proses masa transisi perubahan

prilaku.Transisi pola perubahan prilaku iniakan terus berjalan mengikuti sistem dan aturan yang

berlaku sepanjang pemerintahan kita. Karena bagaimanapun wujud prilaku yang dihasilkan

(13)

3

Dalam managemen pemerintahan Negara ini, Saya menganologikan manajemen

pemerintahan kita seperti sebuah pohon yang saling terhubung antara akar, kulit, batang, daun

dan buah. Akar pohon merupakan jantungnya sebuah pohon. Akar tersebut akan mempengaruhi

pertumbuhan fungsi komponen lainnya. Akar yang rusak maka akan mempengaruhi kualitas

batang, daun dan buah. Begitulah dengan Pemerintahan Negara ini yang tergantung pada kualitas

para pekerjanya dan alat perangkat yang digunakannya dalam mendukung kinerjanya. Interaksi

antar tiap birokrat pada sebuah organisasi pemerintah akan membentuk kebiasaan dan tatanan

nilai baru, tatanan nilai baru ini kemudian akan mencirikan sistem birokrasi yang dianut oleh

para pekerja birokrat. Kebiasaan yang merupakan nilai-nilai, aturan-aturan, norma, adat, dan

sebagainya yang diungkapkan melalui prilaku birokrat inilah yang bisa kita sebut sebagai

Budaya Birokrasi.

Kajian tentang Birokrasi Pemerintahan di Indonesia sepertinya sudah banyak dilakukan,

dan secara umum kajian yang dilakukan lebih kepada analisa kinerja. Pada kajian analisis kinerja

birokrasi maka akan lebih terfokus pada akuntabilitas kinerja birokrasi sebagai pelayan

masyarakat dan aparatur pemerintahan. Kajian-kajian ini jika saya asumsikan cenderung

menggambarkan evaluasi kinerja birokrasi yang lambat. Sebuah kajian kebudayaaan pada sebuah

komunitas institusi pemerintahan daerah diharapkan dapat menggambarkan secara menyeluruh

institusi tersebut dalam kesehariannya untuk mewujudkan pemerintahan yang baik sebagai

bagian dari tujuan otonomi daerah. Secara lebih luas, dapat menjadi tolak ukur melihat

keberhasilan pemerintah tingkat provinsi maupun Kabupaten/kota dalam pengembangan otonomi

daerahnya.

Dalam sebuah lingkungan birokrasi, kita akan melihat banyak ekspresi dari prilaku yang

(14)

4

yang diberikan kelompok tersebut terhadap benda-benda dan peristiwa. Makna-makna inilah

kemudian ada dalam pikiran dan dituangkan dalam bahasa mereka serta di ekspresikan melalui

prilaku dan tindakan mereka. Dahlan Iskan Menteri BUMN Tahun 2009-2014 dalam kunjungan

ke sebuah BUMN menemukan penampilan ruang-ruang kerja dan ruang-ruang rapatnya masih

bernada feodal. Dia melihat bahwa ada ruang rapat yang kursi pimpinan rapatnya berbeda

dengan kursi-kursi lainnya. Kursi pimpinan rapat itu lebih besar, lebih empuk, dan sandarannya

lebih tinggi (Dahlaniskan.wordpress.com). Pantauan Dahlan iskan sangat menarik menganalisa

bentuk kursi rapat sebagai tempat duduk dalam pertemuan pimpinan dengan staffnya. Bentuk

kursi yang berbeda tersebut mengekpresikan bahwa pimpinan begitu sangat dihormati sehingga

kursi yang lebih besar, empuk dan sandarannya lebih tinggi menunjukkan perbedaan pimpinan

dari bawahan atau ada makna lainnya.

Sumatera Utara merupakan daerah yang terindikasi banyak melakukan tindakan korupsi

yang melibatkan aparat daerah1. Terkait dengan buruknya citra birokrasi di provinsi Sumatera

Utara, melalui kajian ini mencoba melihat dan mengungkapkan makna benda-benda yang

diinterprestasikan dalam kehidupan keseharian sebagai bagian dari kebiasaan, nilai dan tatanan

yang ada yang dimungkinkan juga dapat menggambarkan prilaku para birokrasi. Hasil

pemaknaan dari benda-benda yang digunakan dimungkinkan juga dapat menjadi alat ukur untuk

melihat gambaran citra birokrasi pada instansi penelitian ini. Kajian birokrasi dalam persfektif

antropologis ini akan lebih melihat kebudayaan itu dilukiskan dalam bentuk paparan mata-pelaku

tentang segala sesuatu dari lingkungan keseharian kumunitas pegawai pemerintah tersebut. Ada

makna-makna dari benda-benda yang diinterprestasikan oleh lingkungan birokrasi sebagai

1

(15)

5

sebuah nilai-nilai yang menjadi kepercayaan oleh sebuah komunitas tersebut. Sebuah komunitas

tidaklah hanya dikenal dalam lingkup masyarakat desa ataupun wilayah. Sebuah lingkungan

departmen juga merupakan komunitas yang juga menghasilkan kebudayaannya tersendiri.

Mengutip ungkapan Marvin Haris tentang Konsep Kebudayaan bahwa konsep kebudayaan

terlihat dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompok-kelompok

masyarakat tertentu, seperti adat (custom) atau cara hidup masyarakatnya (Marvin Haris, 1968:

16).

Sebuah organisasi menghasilkan kondisi lingkungan budaya melalui komunikasi yang

terjadi dalam komunitas organisasi tersebut. Kebudayaan pada organisasi menghasilkan

pemaknaan atas simbol-simbol, baik simbol verbal maupun simbol non verbal. Interpretasi

dibutuhkan dalam memahami makna dari sesuatu yang dilakukan oleh kelompok manusia.

Clifford Geertz (1973) mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu sisitem keteraturan dari makna

dan simbol-simbol, dengan makna dan simbol tersebut individu-individu mendefinisikan dunia

mereka, mengekspresikan perasaan-perasaan mereka, dan membuat penilaian mereka. suatu pola

makna-makna yang ditransmisikan secara historis yang terkandung dalam bentuk-bentuk

simbolik, yang melalui bentuk-bentuk simbolik tersebut manusia berkomunikasi, memantapkan,

dan mengembangkan pengetahuan mereka mengenai dan bersikap terhadap kehidupan,

Kebudayaan merupakan suatu peralatan simbolik bagi pengontrol perilaku, sumber-sumber

ekstrasomatik dari informasi; dan oleh karenanya kebudayaan adalah suatu sistem simbol, maka

proses kebudayaan harus dipahami, diterjemahkan, dan diinterpretasi. Bahasa simbolik dari

kebudayaan adalah publik, dan oleh sebab itu peneliti tidak boleh berpura-pura telah

(16)

6

Fungsi simbolik itu universal, dan manusia tidak dapat memahami kebudayaan suatu masyarakat

tanpa fungsi ini, yang bekerja di sepanjang kode genetik itu sendiri (Geertz 1973).

Ungkapan Geertz menjelaskan bahwa menjadi manusia berarti berkebudayaan yang dapat

dilihat melalui komunikasi dan simbol-simbol yang ditunjukkannya. Makna-makna simbol

diinterpretasikan sebagai sebuah penjelasan kebudayaan. Simbol adalah sebuah objek yang

dapat dimaknai melalui bunyi, bahasa, dan benda-benda pengantarnya. Benda-benda

dikomunikasikan dalam bentuk, pakaian, tata ruang, bangunan, meja, kursi, mimik wajah,

perhiasan dan sebagainya. Melalui simbol-simbol yang ditunjukkan kita dapat mengetahui sisi

gelap bahkan dalam pikiran individu manusia, apalagi manusia sebagai sebuah kelompok.

Sebuah Organisasi adalah sebuah kelompok manusia, keberadaan individu dalam

oraganisasi terjadi karena latar belakang mapun tujuan tertentu. Sama halnya dengan

kelompok-kelompok manusia lainnya seperti kelompok-kelompok agama, suku, kepercayaan, kelompok-kelompok pemuda, dan

sebagainya. Pada sebuah organisasi birokrasi, simbol-simbol yang ditunjukkan mempunyai

makna yang terkadang hanya dipahami oleh organisasi birokrasi tertentu. Kelompok Birokrasi

adalah sebuah organisasi yang dibentuk dan dibangun oleh Pemerintah secara seragam. Namun,

pengaruh wilayah/kedaerahan sebagai tempat/lokasi institusi akan ikut juga mempengaruhi

budaya yang dihasilkannya. Dimungkinkan interpretasi simbol terhadap benda tertentu dimaknai

tidak sama dengan organisasi birokrasi pada institusi lainnya.

Simbol-simbol ini juga dapat mempengaruhi prilaku manusianya, begitu juga sebaliknya.

Karena kebudayaan merupakan peralatan simbolik untuk mengontrol prilaku manusia. Di

Sumatera Utara, kelompok masyarakat tertentu merasa bangga ketika keluarganya menjadi PNS,

berpakaian PNS dengan logo-logo dipakaiannya. Orang lain akan melihatnya sebagai PNS, yang

(17)

7

pakaian itu dibandingkan dengan pakaian biasa. Pada era keterbukan media pasca reformasi,

berita-berita tentang prilaku miring orang-orang birokrasi tidak memudarkan rasa bangga

masyarakat tertentu dengan orang yang mengenakan pakaian PNS. Saya melihat berbagai

persepsi yang cenderung negatif dalam mengamati prilaku pegawai birokrasi pemerintahan

menjadi hal yang biasa. Fenomena ini sering disebut dengan istilah patologi birokrasi (penyakit

birokrasi). Dalam Penelitian ini, interpretasi simbol yang digambarkan mungkin juga dapat

mengungkapkan sebuah patologi birokrasi yang dihasilkan melalui prilaku birokrasinya.

Penelitian ini menjadi warna tersendiri dari banyaknya penelitian dan tulisan-tulisan tentang

prilaku birokrasi. Gambaran kajian prilaku mungkin tidak secara jelas pengungkapannya,

gambaran dan penjelasan makna-makna simbol yang ada pada budaya birokrasi yang akan

dijelaskan. Benda-benda yang digunakan dalam prilaku manusia merupakan simbol non verbal

dari prilaku manusia. Pemaknaan simbol-simbol yang ada secara langsung menjelaskan prilaku

birokrasi yang terkadang sulit untuk dikaji dalam sebuah analisis prilaku birokrasi.

Tulisan-tulisan tentang prilaku birokrasi telah banyak dilakukan, salah satunya Tulisan-tulisan Siagian yang

menjelaskan tentang prilaku birokrasi bahwa;

(18)

8

Tulisan-tulisan ini cendrung mengungkapkan tentang bagaimana prilaku brirokrasi

sebagai bagian dari budaya yang secara umum melekat dalam badan birokrasi. Tulisan Eko

Suharjo pada harian Kompas 1 Juli 2009, ada empat sumber penyakit birokrasi. Pertama, adanya

budaya menguasai bukan melayani publik dalam birokrasi yang diakibatkan proses pengisian

jabatan-jabatan dalam birokrasi berdasarkan kedekatan dengan penguasa, masalah kedua,

ketidakmampuan melayani dalam birokrasi karena proses penerimaaan pegawai dilakukan

dengan cara-cara tidak profesional dan sarat kepentingan. Masalah ketiga, adanya kerusakan

moral dalam birokrasi yang selalu berpikir mendapatkan uang dari proyek-proyek yang

dilakukan. Ungkapan seperti “Gaji PNS Cuma bisa hidup untuk 7-10 hari, hanya dengan

melakukan kejahatan untuk tambahan uang dia bisa hidup selama sebulan”. Kempat, Partai

politik menganggap birokrasi sebagai sumber uang, “siapa yang menguasai birokrasi dia yang

menguasai uang negara”.

Proyek-proyek merupakan bagian dari simbol program yang dijalankan dalam

melakanakan tugas dan fungsi para birokrat. Orientasi pada proyek juga merupakan hal yang

menarik untuk dianalisa. Bagaimana proyek-proyek ini dilakukan, benda-benda apa yang dipakai

dalam penanganan sebuah proyek hingga menghasilkan prilaku seperti yang diungkapkan Ejo

Suharjo dalam Harian Kompas diatas.

Beberapa analisa tentang prilaku birokrasi yang ada dijelaskan juga karena dampak

kenaikan harga bahan pokok dan naiknya kebutuhan lainnya yang membebani masyarakat,

merupakan anggapan munculnya mentalitalitas birokrasi yang negatif. Gaji pekerja birokrat yang

(19)

9

birokrasi sering diidentikan orang luar dengan mental 4D, yang artinya Duduk, Datang, Diam

dan (dapat) Duit. Kesan birokrasi ini meluas pada pemahaman yang menganggap sebagai

penyebab munculnya budaya negatif yang mencerminkan prilaku keseluruhan bangsa ini. Hal ini

berseberangan dengan pendapat ideal Weber pada tiga abad silam sampai abad ke dua puluh

bahwa birokrasi dipercaya sebagai satu-satunya organisasi yang bisa mengatur mekanisme

pemerintahan secara efisien. Menurut Amri Marzali (2005:101) kita memerlukan manajer

pemerintahan yang cenderung kepada “menjelaskan tugas” ketimbang “memerintahkan

tugas”kepada anak buahnya yang mengarah pada komunikasi dua arah bukan yang ABS (Asal

Bapak Senang), yang menggalakkan dan memuji inisiatif dan sebaliknya berani menghukum

penyelewengan, yang menilai bawahan atas dasar motrocracy bukan atas dasar perkoncoan dan

familisme, yang menciptakan lingkungan di mana pegawai merasa dirinya dikenal dan diakui

secara pribadi oleh atasannya dan bukan hanya dianggap sebagai nomor dan label saja.

Kebiasaan yang berjalan pada lingkungan birokrasi ini merupakan kebudayaan lokal

dalam bentuk performance (penyelenggaraan tradisi). Kebiasaan yang menjadi ritual tersebut

penuh dengan makna dan simbol-simbol yang membentuk culture system (sistem budaya) pada

masyarakatnya. Culture system menghasilkan wujud budaya berupa adat istiadat yang

berhubungan dengan sistem sosial dan kebudayaan fisik, sehingga terwujud totalitas kebudayaan

yang meliputi ide-ide, aktivitas, dan karya manusia dalam kelompok masyarakatnya.

Melalui sebuah proyek Pemerintah yang kemudian menempatkan saya di lingkungan

birokrasi adalah catatan lain yang ternyata lebih mempermudah Saya dalam proses penelitian

budaya birokrasi dalam proses kacamata orang luar. Hal utama yang membuat Saya tertarik

dalam penelitian Budaya Birokrasi adalah ketika Saya melihat sebuah kebudayaan yang berbeda

(20)

10

Sumatera Utara menjadi dasar utama untuk melakukan penelitian lebih dalam. Namun ketika

melihat budaya birokrasi, makna simbol sebagai bagian dari simbol-simbol yang digunakan dan

diinterprestasikan menjadi spesifik analisis yang menarik pada penelitian ini. Dengan

menggunaan metode etnografi dalam penelitian merupakan bagian penting untuk mencapai

tujuannya dengan perbedaan antara sudut pandang orang luar dengan sudut pandang orang

dalam. Keseharian dan keterlibatan dalam pelaksanaan proyek pemerintah menjadikan saya

dapat lebih dalam melakukan penelitian ini secara antropologis. Saya berharap kajian ini dapat

menjadi sebuah analisa yang berbeda dari penelitian-penelitian lainnya. Kenapa analisa prilaku

birokrasi atau ungkapan-ungkapan prilaku orang-orang birokrasi, managerial, proyek-proyek

yang dihasilkan dan sistem perkantoran cenderung sama. Apa sebenarnya benda-benda yang

dipakai sebagai alat/sarana mediasi mereka untuk mendukung pekerjaan mereka. Tesis ini juga

merupakan sebuah catatan perjalanan observasi dan keterlibatan secara langsung yang

harapannya dapat diungkapkan dalam akhir penelitian ini. Para pelaku birokrasi yang berperan

sebagai pelayan masyarakat yang secara etika dan moral menjadi sebuah dogma yang dituntut

dalam implikasinya menghasilkan kinerja yang bermanfaat bagi masyarakat banyak. Karena

Saya adalah orang awam yang berasal dari masyarakat biasa dan sama sekali tidak mengenal dan

bersentuhan secara langsung dengan lingkungan birokrasi pemerintahan sebelumnya. Sebagai

orang luar, saya dan secara umum masayarakat yang selalu melakukan banyak tuntutan terhadap

kinerja birokrasi. Sebagai orang luar yang kemudian masuk ke dalam lingkungan birokrasi

menjadikan saya lebih membuka mata dan mendapatkan banyak pembelajaran bahwa ada

tatanan nilai-nilai, adat dan kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam birokrasi pemerintahan

kita. Tatanan nilai-nilai, adat dan kebiasaan-kebiasaan ini merupakan pandangan dan

(21)

11

Pandangan dan pola pikir ini tidak dituangkan secara tertulis dalam Standar Operasional dan

Prosedur Kepegawaian. Namun berjalan secara turun-temurun layaknya sebuah warisan budaya

dari komunitas tersebut. Adanya nilai-nilai, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasan ini yang

kemudian saya simpulkan sebagai sebuah kebudayaan dari komunitas birokrasi di institusi pada

penelitian ini.

Pandangan Geerzt bahwa analisis kebudayaan adalah menduga-duga makna, menilai

dugaan itu, dan menggambarkan kesimpulan-kesimpulan ekplanatoris dari

dugaan-dugaan yang lebih baik dari kacamata komunitas yang kita teliti. Sebuah kebudayaan tidak bisa

dilihat, dalam proses sebuah kebudayaan manusia berinteraksi dengan simbol. Melalui

simbol-simbol inilah kebudayaan dapat dilihat. Menurut Saya, kajian mengenai budaya birokrasi pada

instansi pemerintah daerah memiliki nilai yang amat strategis.Informasi mengenai budaya

birokrasi pada instansi pemerintah dan faktor-faktor yang ikut membentuk budaya dan

simbol-simbol sebagai sebuah nilai yang diyakini dalam sistem birokrasi itu amat penting untuk dikaji

dan dianalisa, sehingga sebuah kebijakan yang disimpulkan sebagai kebijakan holistik untuk

memperbaiki kinerja birokrasi atau yang melatar belakanginya dapat mengahasilkan perbaikan

yang lebih baik. Kebijakan reformasi birokrasi tidak akan mampu menyentuh semua dimensi

persoalan yang selama ini menghambat upaya perbaikannyakarena tanpa didasari oleh informasi

yang akurat dan nyata berdasarkan penelitian melalui metode etnografi. Pengalaman selama ini

menunjukkan bahwa berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki kinerja

birokrasi tidak pernah mampu menghasilkan perubahan yang berarti dalam menyelesaikan

berbagai persoalan yang ikut memberikan kontribusi pada rendahnya kinerja birokrasi yang

(22)

12

Berbagai persoalan dalam keseharian di lingkungan birokrasi pemerintah khususnya pada

instansi Dinas Sosial yang Saya temui pada observasi awal menjadi amat penting sebagai sebuah

kepercayaan dan nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungan mereka. Dalam kajian ini akan

melihat persoalan dalam budaya Birokrasi secara sederhana pada lingkungan in-formal yakni

lingkungan yang dibentuk tidak secara tertulis namun menjadi sebuah nilai yang diyakini dan

diinterprestasikan oleh komunitas birokrasi ini, yang akhirnya membentuk praktik, prilaku,

nilai-nilai, adat, kebiasaan dari para pelaku birokrasi yang berjalan secara in-formal sebagai bagian

dari kebudayan mereka di dalam institusi pemerintahan Dinas Sosial Tingkat Provinsi.

Lingkungan formal tidak akan dilihat secara mendalam, namun hanya perlu saya ketahui. Karena

saya menganggap lingkungan formal merupakan sebuah hasil dari kebijakan yang berlaku secara

formal berdasarkan aturan dan ketentuan secara tertulis dalam standart operasional kepegawaian

yang telah ditetapkan. Kajian pada lingkungan formal ini saya pandang sangat terstruktur dalam

kerangka berpikir pelaku dan sedikit mempengaruhi kebudayaan komunitas birokrasi. Pemisahan

persfektif yang difokuskan pada lingkungan in-formal ini diharapkan hasil kajiannya akan

mendeskripsikan interprestasi budaya birokrasi pada instansi lokasi penelitian dengan

mengungkapkan simbol-simbol yang ada. Kajian melalui metode etnografi ini diharapkan dapat

lebih menggali secara mendalam interprestasi simbolik di lingkungan birokrasi. Sehingga hasil

penelitian dapat secara penuh menggambarkan keseluruhan budaya yang ada di instansi lokasi

penelitian.

1.2.Perumusan Masalah dan Lingkup Penelitian

Ketika merencanakan penelitian Budaya Birokrasi ini, pada awalnya saya berpikir akan

(23)

13

dilingkungan birokrasi pada objek penelitian. Namun seperti yang sudah saya uraikan pada latar

belakang, ketika saya mulai melakukan observasi awal, ketertarikan kemudian lebih difokuskan

pada makna-makna yang ada di lingkungan birokrasi yang interprestasikan dari sebuah hasil

kebudayaan. Nilai-nilai budaya yang mempunyai makna khusus, kebiasaan yang menjadi sebuah

ritual kelompok, pandangan-pandangan yang berlaku secara komunal begitu menarik untuk lebih

dianalisa secara mendalam. Pengungkapan ini akan lebih dalam dikaji melalui material-material

dan alat-alat pendukung kinerja yang mempunyai makna-makna tersendiri, bentuk dan luas

ruangan yang berbeda antara satu bidang divisi dengan divisi lainnya, meja, kursi yang

mempunyai makna khusus kepemilikannya, ruangan pertemuan dan makna sarana ibadah,

pakaian dinas dan banyak hal lainnya yang merupakan sebuah interprestasi simbol yang

ditujukkan oleh kelompok birokrasi. Sehingga untuk menarik permasalahan dari kajian birokrasi

ini, saya menyimpulkan dalam satu perumusan masalah utama kajian ini, yakni:

“Bagaimana budaya yang berkembang dalam sebuah birokrasi diinterprestasikan melalui

simbol-simbol non verbal yang berjalan pada kelompok di lokasi penelitian”.

Perumusan masalah utama ini tidak menutup kemungkinan untuk memunculkan

permasalahan-permasalahan yang lebih spesifik atau khusus. Bagaimanapun saya akan melihat

kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam kesehariannya seperti: bagaimana kegiatan apel pagi

dan sore dilakukan, bagaimana proses surat menyurat berjalan, bagaimana ruangan-ruangannya

(bentuk ruangan, kursi, meja dan peralatan lain yang diberikan kepada seorang pegawai), sekilas

tentang kekerabatan yang terjalin, bagaimana ketika menyambut tamu luar. Simbol-simbol yang

diungkapkan adalah simbol-simbol non verbal. Benda-benda akan dibatasi tidak pada seluruh

benda. Ketika Saya melihat ini ada banyak benda-benda terkait dengan aktifitas seluruh pegawai

(24)

14

Penelitian kemudian terkonsentrasi pada keseluruhan simbol yang dibatasi dalam kegiatan yang

dapat menggambarkan kebiasaan yang berjalan dan pada akhirnya akan menggambarkan

nilai-nilai, norma, aturan yang berlaku secara in-formaldilingkungan birokrasi ini.

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini mencoba mengungkapkan kebudayaan dalam lingkungan in-formaldi

instansi Dinas Sosial Provinsi. Secara khusus penelitian ini bertujuan dapat

menggambarkanbagaimana budaya yang berkembang dalam sebuah birokrasi diinterprestasikan

melalui simbol-simbol yang berjalan pada kelompok instansi Dinas Sosial. Dan pada akhirnya,

karena ini merupakan sebuah kajian kebudayaan, hasil penelitian ini akan mengungkapkan

nilai-nilai, norma, aturan-aturan, dan kebiasaaan-kebiasaan yang diinterprestasikan oleh kelompok

sebagai sebuah kebudayaan mereka.

1.4.Manfaat Penelitian

Sebagai sebuah penelitian yang difungsikan untuk desertasi tesis program pasca sarjana,

tentu saja penyelesaian kajian ini akan sangat bermafaat bagi saya dalam penyelesaikan tugas

akhir yang dapat disumbangkan sebagai bagian karya tulis penelitian ilmiah pada Universitas

Negeri Medan.

Secara lebih luasnya penelitian ini pastinya akan sangat bermanfaat; Bagi masyarakat

umum sebagai penelitian ilmiah tentang budaya birokrasi melalui metode etnografi; Sebagai

bahan analisis untuk perbaikan dan peningkatan kinerja lingkungan birokrasi dalam

penyelenggaraan pemerintah di daerah; serta dapat menjadi salah satu bahan kajian untuk

(25)

131

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1.KESIMPULAN

Sepanjang perjalanan yang panjang dalam penelitian ini, dihubungkan dengan tujuan

awal pada penelitian ini, kesimpulan Saya dalam melakukan kajian budaya birokrasi di instansi

penelitian melalui kajian simbolik, menyimpulkannya bahwa;

1. Melalui Kajian kebudayaan dalam lingkungan in-formalanalisa pemaknaan simbolik

dapat dilihat sebagai bagian dari kebudayaan di instansi Dinas Sosial Provinsi.

Melihat pada pemahaman konsep kebudayaan oleh Clifford Geertz dan Spradley bahwa

Kebudayaan adalah kumpulan totalitas pola-pola yakni rangkaian simbol-simbol yang bermakna

teratur (Geertz, 1992: 150), bahwa Kebudayaan merujuk pada pengetahuan yang diperoleh, yang

digunakan untuk menginterprestasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku sosial

(Sparadley, 2006:6). Bahwa lingkungan kantor Dinas Sosial adalah merupakan sebuah kumpulan

para pegawai instansi yang bekerja dan berinteraksi bersama baik antara internal para pegawai

maupun orang-orang luar yang berhubungan dengan kantor. Keseluruhan proses prilaku yang

ada menghasilkan sebuah budaya birokrasi pada instansi ini.

Seperti yang diungkapkan Morgan (1986) dalam Wright (1994:18) bahwa sistem formal

didalam organisasi tidak mempengaruhi kebudayaan. Bahwa Sistem informallah yang

menghasilkan kebudayaan, karena sistem Informal melihat hubungan antara individu dan

kelompok dengan yang lainnya di dalam organisasi. Dalam kajian ini persepsi lingkungan Dinas

Sosial merupakan sebuah kantor. Kantor sebagai sebuah ruang penting untuk mempertemukan

(26)

132

Dikantor para pegawai ini akan berinteraksi antar sesama pegawai dan orang diluar kantor

melalui tamu-tamu yang datang.

2. Kebudayaan dalam sebuah birokrasi dapat dilihat dari interprestasi simbol-simbol yang

ada, sehingga sebagai sebuah kebudayaan dapat diungkapkan nilai-nilai, norma,

aturan-aturan, dan kebiasaaan-kebiasaan yang diinterprestasikan oleh pegawai Dinas Sosial

sebagai sebuah kebudayaan mereka.

Kebudayaan adalah suatu sistem simbol. Manusia akan menghasilkan simbol dan memberi

makna kepadanya. Menurut Brown (1998:22) bahwa Simbol adalah kata-kata, benda, kondisi,

tindakan atau karakter-karakter dari orang yang menunjukan sesuatu yang berbeda atau lebih

luas dari diri mereka sendiri, dan memiliki makna untuk individu dan kelompok. Pada dasarnya

bahwa hampir setiap aspek, kejadian dan proses yang terjadi dalam suatu organisasi terbuka

diinterprestasikan sebagai sebuah simbol. Tugas sulitnya bagi bagi Saya adalah

mengidentifikasikan pada orientasi pemaknaan simbol-simbol yang paling signifikan, pekerjaan

apa yang berarti bagi mereka dalam lingkungan organisasi Dinas Sosial, dan melihat bagaimana

mereka saling berhubungan satu sama lain secara penuh dalam sistem budaya birokrasi.

Pada orientasi pemaknaan simbol kemudian difokuskan pada Bab V laporan penelitian

ini dengan menganalisa pemaknaan simbol-simbol dalam aktifitas kantor yakni: Makna Kantor

sebagai Tempat bekerja pegawai, Pemaknaan Kegiatan-kegiatan pada Jam Kantor,

Penghormatan, Makna Pakaian Seragam sebagai identitas kelompok, Kebiasaan dan

Tradisi-tradisi, Makna Surat sebagai komunikasi tertulis, Makna Kegiatan program kantor, sebagai

bagian proyek.Makna dari aktifitas inilah kemudian peneliti dapat mengungkapkan makna

(27)

aturan-133

aturan, dan kebiasaaan-kebiasaan diinterprestasikan oleh pegawai Dinas Sosial sebagai sebuah

kebudayaan.

6.2.Rekomendasi

Rekomendasi dari catatan hasil penelitian ini diharapkan dapat ditindak-lanjuti sebagai

bahan masukan instansi lokasi penelitian serta sebagai masukan bagi layanan birokrasi lainnya di

Sumatera Utara, beberapa catatan rekomendasinya adalah:

1. Kantor merupakan sebuah ruang penting untuk mempertemukan para pegawai menjalankan

dan melaksanakan perannya sebagai pegawai kantor, dukungan prasarana kantor merupakan

hal penting untuk para pegawai dapat menghasilkan pekerjaan yang lebih baik.

2. Loyalitas tidak hanya diberikan oleh bawahan terhadap atasan, namun dapat juga diberikan

oleh atasan kepada bawahan. Begitu juga dengan ruangan-ruangan dan fasilitas kantor

hendaknya dapat diberikan sama kepada kepada seluruh pegawai kantor karena dapat

menghasilkan keseimbangan kualitas kerja.

3. Penghargaan kerja (kenaikan pangkat maupun golongan) adalah merupakan penghargaan

terhadap kualitas kerja seorang pegawai yang dapat dianalisa berdasarkan evaluasi kinerjanya

bukan berdasarkan pengurusan pangkat maupun golongan.

4. Mendorong transparansi dan akuntabilitas keuangan instansi menjadi lebih baik.Rekomendasi

didalam penganggaran keuangan hendaknya dicantumkan berapa persentase yang boleh

diambil oleh Kepala Kantor, Pelaksana Program maupun pengelola lainnya dalam mengelola

(28)

134

rewardyang lebih baik agar potensi-potensi korupsi bisa dihapuskan di instansi pemerintah

dimanapun di Indonesia.

(29)

DaftarPustaka

Anderas, Loko, 2004, Kepemimpinandankinerjaorganisasiisuteoridansolusi, Yogyakarta, amara books.

Ahmad, Setiawan, 1998, PrilakuDemokrasidalamPengaruhPahamKebiasaanJawa,

PustakaPelajar, Yokyakarta.

Brown, Andrew D, 1998, Organizational Culture, Financial Times Management, London.

Barnard, Alan, 2004, History and Theory in Anthropology, Cambridge University Press, Australia.

Bohannan, Paul, 1988, High Point in Anthropology, Pan American University, New York.

Craib, Ian, 1986, Teori-teoriSosial Modern, Rajawali, Jakarta.

Darsono, P, 2009, BudayaOrganisasi :KajianOrganisasiBisnis, Ekonomi, Sosial, Pendidikan,

danPolitik, Nusantara Consulting, Jakarta.

Dahlaniskan.wordpress.com; http://dahlaniskan.wordpress.com/2011/12/12/kursi-feodal-bertabur-puntung-rokok/

Deal, Teerence. 1982, Corporate Culture, Canada, Wesley Publising Company Inc.

Deal, Teerence. 2000, The New Corporate Cultures, Cambridge, Purseus Publishing.

Geertz, Clifford. 1992, TafsirKebudayaan, Yogyakarta, Kanisius.

Geertz, Clifford. 1985. Ikatan-ikatan primordial danpolitikkebangsaan di

negara-negarabaru. dalamJuwonoSudarsono (Ed) Pembangunan

politikdanperubahanpolitik. Jakarta: Gramedia.

Geertz, Clifford. 1989. Abangan, Santri, PriyayidalamMasyarakatJawa. Pustaka Jaya, Jakarta.

Hamada, Tomoko. 1990, Cross-Cultural Management and Organizational Culture, Williamsburg, Studies in Third World Societies.

Haris, Marvin. 1968, The Rise of Anthrology Theory, New York, Crowell.

Hasibuan, Malayu, 2002, ManagemenSumberDayaManusia. EdisiRevisiCetakankeenam, PT.BumiAksara, Jakarta.

Ihromi, T.O, 2006, Pokok-pokokAntropologiBudaya, YayasanObor Indonesia, Jakarta.

Kurniawan, Agung, 2005, TransformasiPelayananPublik, Pembaharuan, Yogyakarta.

(30)

136

Kotter, P. John danheskett, L, James, 1997. DampakBudaya Perusahaan terhadapKinerja

(Corporate Culture and Performance), PT.Prenhallido, Jakarta.

KompasTanggal 23 Februari 2011, RisetICW:Sumatera Utara Paling Banyakkorupsi, http://nasional.kompas.com/read/2011/02/23/19332394/Sumatera.Utara.Paling.Bany ak.Korupsi, di download padatanggal 18 Januari 2012.

KompasTanggal 9 April 2010, Remunerasi Ujung ReformasiBirokrasi,

http://nasional.kompas.com/read/2010/04/09/16005933/function.simplexml-load-file, didownloadpadatanggal 17 Januari 2012.

KompasTanggal 24 Desember 2008, KinerjaBirokrasiMemprihatinkan, Dunia Usaha

Terhambat,http://nasional.kompas.com/read/2008/12/24/1346573/kinerja.birokrasi.m r.Penyakit.Birokrasi, di download padatanggal 17 Januari 2012.

KompasTanggal 22 Agustus 2008, Inilah 18 Modus Operandi Korupsi di Daerah,

http://nasional.kompas.com/read/2008/08/22/19465330/inilah.18.modus.operandi.kor upsi.di.daerah, didownloadpadatanggal 17 Januari 2012.

KompasTanggal 9 Desember 2008, IndeksPersepsiKorupsiDitentukanOlehLayananPublik, http://nasional.kompas.com/read/2008/12/09/13292427/Indeks.Persepsi.Korupsi.Dite ntukan.Oleh.Layanan.Publik, didownloadpadatanggal 17 Januari 2012.

Layn, SafrusdinBustam. 2008. DimanikaIkatan Patron Klien (SuatuTinjauanSosiologis), dalamJurnalPopulisVol 3 no 1. September 2008.

Marzali, Amri, 2007, Antropologidan Pembangunan Indonesia, Kecana, Jakarta.

Muschan, 1982, PengangkatandalamPangkatPegawaiNegeriSipil, Liberti, Yogyakarta.

Saifuddin, ahmadFedyani, 2006, AntropologiKontemporer, SuatuPengantarKritisMengenaiParadigma, KencanaPrenada Media Group, Jakarta.

Selat, Norazit, 1993, KonsepAsasAntropologi, DewanBahasadanPustaka, Kuala Lumpur.

Siagian, Sondang, P. 1994, PatologiBirokrasi: AnalisisIdentifikasidanTerapinya, Jakarta, Ghalia Indonesia.

(31)

137

Supartono, 2004, IlmuBudayaDasar, Bogor, Ghalia Indonesia

Tjandra, W.Riawan, dkk, 2005, PeningkatanKapasitasPemerintah Daerah danPelayananPublik, Pembaharuan, Yogyakarta.

Tika, Moh. Pabundu, 2006, BudayaOrganisasidanPeningkatanKerja Perusahaan,

BumiAksara, Jakarta.

The United States Agency for International Development (USAID) and Millenium

Challenge, MateriPresentasihasilsurveipengukurankorupsi TI-Indonesia di 50 kota di seluruh Indonesia, Corporation (MCC), http://www.scribd.com/doc/58785278/Materi-Presentasi-Ipk-Indonesia-2008-Dan-Indeks-Suap, di download padatanggal 18 Januari 2012.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 TentangOtonomi Daerah.

Weber, Max, 2009, Sosiologi, PustakaPelajar, Yokyakarta.

Wright, Susan. 1994, Anthropology of Organizations, London, Routledge.

Winarto, Yunita T, 2001, PengayaanPengetahuanLokal, Pembangunan PranataSosial: PengelolaanSumberdayaAlamdalamKemitraan, dalamJurnalAntropologi Indonesia XXV, 64, JurasanAntropologi Indonesia, Jakarta.

Waspada Online, PPATK: Sumatera Utara Korup 3 Besar, 28 Desember 2011,

Gambar

Tabel 1.  Tabel 2.

Referensi

Dokumen terkait

Ada beberapa tahap yang dilakukan pada proses interpretasi hibrida antara lain : (a) interpretasi visual untuk menentukan satuan pemetaan kerapatan hutan sekaligus sebagai

Kasus yang diteliti adalah tindak pidana korupsi yang disangkakan kepada Anas Urbaningrum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa mesin penghitung uang ke

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa angka kepatuhan dokter dalam melaksanakan cuci Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa angka kepatuhan dokter dalam

Ternyata laki-laki tua tersebut adalah sang dukun yang telah ditunggu- tunggu kehadirannya oleh Datuk Marsam dan seluruh penduduk Desa Paseban. “Sejuknya malam membungkus hati,

Ada tiga teknik analisis yang digunakan yaitu (1) teknik deskriptif, dengan menyajikan sistem akuntansi penjualan tunai perusahaan meliputi prosedur, dokumen, dan catatan yang

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: “ Analisis Akumulasi PDRB Antar Kabupaten Sebagai Indikator Ekonomi se-Karesidenan Besuki 2001.1- 2008.12 (Pendekatan

Tuliskan huruf yang tepat untuk setiap kalimat yang benar dalam kotak yang

Tambahpemesan.php <?php require_once('../Connections/conntaxi.php'); ?> <?php session_start(); $MM_authorizedUsers = "admin"; $MM_donotCheckaccess =