v 0987034
Secara yuridis induk perusahaan dan anak perusahaan yang tergabung dalam satu perusahaan grup masing-masing merupakan badan hukum yang bersifat mandiri, walaupun secara ekonomi merupakan satu kesatuan. Hal ini merupakan konsekuensi yuridis dari digunakannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas terhadap perusahaan grup. Dalam praktik bisnis sangat sering terjadi ketika anak perusahaan melakukan perjanjian kredit dengan kreditur, induk perusahaan bertindak sebagai penjamin atas utang tersebut melalui perjanjian pengikatan jaminan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan hukum antara induk perusahaan dengan anak perusahaan dan bentuk koordinasi dari induk perusahaan terhadap anak perusahaan serta bentuk pertanggungjawaban induk perusahaan bilamana induk perusahaan bertindak sebagai penjamin (Corporate Guarantor) atas utang anak perusahaan ketika anak perusahaan dinyatakan pailit.
Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Yuridis Normatif, sifat penelitiannya yaitu metode deskriptif analitis, dengan metode pendekatan penelitian konseptual dan pendekatan Undang-Undang. Teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dari data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode analisisnya adalah metode analisa kualitatif. Penilitian yuridis normatif ini dilakukan dengan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dari penelitian ini didapatkan hasil penelitian hubungan hukum yang terjadi antara induk perusahaan dengan anak perusahaan adalah masing-masing induk dan anak perusahaan merupakan badan hukum mandiri, di mana induk perusahaan bertindak sebagai pemilik saham anak perusahaan. Induk perusahaan yang juga merupakan pimpinan sentral dalam perusahaan grup, berdasakan Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas melalui saham yang dimiliknya dapat mengkoordinasikan anak perusahaan melalui mekanisme RUPS dan penempatan direksi di anak perusahaan. Induk perusahaan yang bertindak sebagai
Corporate Guarantor atas utang anak perusahaan, dapat dimintakan pertanggung
jawabannya bilamana anak perusahaan mengalami kepailitan. Induk perusahaan yang tidak melepaskan hak istimewanya hanya bertanggung jawab melunasi sisa utang anak perusahaan, sedangkan bagi induk perusahaan yang melepaskan hak istimewanya mengakibatkan kedudukan induk perusahaan sebagai penjamin menjadi sama dengan anak perusahaan sebagai debitur dan akan bertanggung jawab secara bersama untuk melunasi utang anak perusahaan tersebut.
vi 0987034
Legally, a parent company and its subsidiary affiliated in one group company are each a separate independent legal person, though they are economically integrated. That is a juridical consequence of the implementation of Law No. 40 of 2007 on Limited Company to group companies. In business practices, when a subsidiary enters into a credit agreement with a creditor its parent company often acts as the guarantor of the debt by a guarantee binding agreement. The objective of the research was to find the legal relation between a parent company and its subsidiary and the form of coordination conducted by the parent company to its subsidiaries and the form of its responsibility in case it acts as a Corporate Guarantor of its subsidiary’s debt when the latter is declared as being insolvent.
The research used a juridical-normative research method. The nature of research was descriptive-analytical method, by a research approach method of conceptual and a an approach of laws. The data collection techniques used were library study to obtain secondary data to supplement the research, consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials. The analysis method used was a qualitative analysis method. The juridical-normative research was conducted on a basis of Law No. 40 of 2007 on Limited Company. From the research it could be concluded that the legal relationship between a parent company and its subsidiary was a relation in share holding, where the parent company acted as the shareholder of the subsidiary. The parent company is also the central leader in a group company. According to Law No. 40 of 2007 on Limited Company, by its share holding a parent company can coordinate its subsidiary through a Shareholders’ General Meeting (RUPS) mechanism and assignment of the board of directors in the subsidiary. A parent company that acts as a corporate guarantor of its subsidiary’s debt is liable in case the subsidiary undergoes insolvency. Moreover, a parent company that doesn’t weave its privilege right is liable to pay the remainder of its subsidiary’s debts, while for a parent company that weave its privilege right its position as guarantor become the same as the subsidiary as debtor and should be liable jointly to pay the subsidiary’s debts.
Based on the discussion above, the writer concluded the importance of a special legislation to provide for group companies in Indonesia, given the increasingly developed practices of group companies in business practices of Indonesia that lead to probable more complex problems occurring from the practices of group companies itself.
x
Pernyataan Keaslian ... i
Persetujuan Skripsi ... ii
Pengesahaan Pembimbing ... iii
Persetujuan Panitia Sidang... iv
Abstrak ... v
Abstract ... vi
Kata Pengantar ... vii
Daftar isi... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 15
C. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 16
D. Kegunaan Penelitian ... 16
E. Kerangka pemikiran ... 18
F. Metode penelitian ... 25
xi
A. Perseroan Terbatas Sebagai Subjek Hukum ……… 31
B. Perusahaan Grup Dalam Sistem Hukum Di Indonesia ... 42
C. Tinjauan Terhadap Perusahaan Induk (Holding Company) ... 55
BAB III TANGGUNG JAWAB HUKUM PERSEROAN TERBATAS
SEBAGAI SUBJEK HUKUM DAN KEDUDUKANNYA SELAKU
PENJAMIN DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN
A. Tanggung Jawab Hukum Perseroan Terbatas Dalam Perusahaan Grup
………... 62
B. Kedudukan Corporate Guarantor Selaku Penjamin Dalam Hukum
Jaminan Di Indonesia ... 73
C. Tinjauan Umum Terhadap kepailitan ... 90
BAB IV KAJIAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB HUKUM
INDUK PERUSAHAAN SEBAGAI CORPORATE GUARANTOR
xii
B. Bentuk koordinasi Induk Perusahaan terhadap Anak Perusahaan Yang
Berada Dalam Satu Perusahaan Grup Ditinjau Dari Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 ... 117
C. Tanggung Jawab Hukum Induk Perusahaan Yang Berperan Sebagai Corporate Guarantor Terhadap Utang Anak Perusahaan Yang Berada Dalam Satu Perusahaan Grup Dalam Hal Kepailitan………... 125
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 153
B. Saran ... 157
DAFTAR PUSTAKA ... 159
1 A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam
yang melimpah. Hal ini menyebabkan Indonesia merupakan negara yang
memiliki potensi besar untuk kegiatan usaha. Selain faktor sumber daya alam
tersebut, dari segi faktor sumber daya manusia seperti misalnya upah tenaga
kerja Indonesia yang relatif murah juga menjadikan Indonesia sebagai tujuan
utama para investor asing maupun lokal untuk menginvestasikan modalnya di
Indonesia. Hal ini dapat memicu perkembangan dunia usaha di Indonesia dari
tahun ke tahun mengalami perkembangan yang sangat pesat yang dapat kita
lihat dalam praktek–praktek bisnis yang terjadi di Indonesia sendiri.
Indonesia sebagai suatu negara tentunya memiliki tujuan untuk
mensejahterahkan rakyatnya. Tujuan Negara Indonesia sendiri terdapat
dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia,
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahterahan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan – tujuan Negara Indonesia tersebut kemudian dijabarkan
kembali di dalam suatu konstitusi yaitu Undang – Undang Dasar 1945 yang
dan bernegaranya. Sebagai pandangan fundamental dalam menjalankan
kehidupan berbangsa dan bernegara, Undang – Undang Dasar 1945
disamping sebagai konstitusi politik, juga merupakan konstitusi ekonomi,
bahkan konstitusi sosial. “Undang – Undang Dasar 1945 sebagai sebuah
konstitusi negara secara substansi, tidak hanya terkait dengan pengaturan
lembaga-lembaga kenegaraan dan struktur pemerintahan semata. Namun
lebih dari itu, konstitusi juga memiliki dimensi pengaturan ekonomi dan
kesejahteraan sosial yang tertuang di dalam Pasal 33 UUD 1945.”1
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan bagi sistem
ekonomi Pancasila, yang lebih dikenal dengan demokrasi ekonomi.
Konstitusi ekonomi tersebut terlihat pada materi, yang berbunyi:
1. “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian Indonesia diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.”
Dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi “hanya
perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ditangani
seorang”. Hal ini berarti bahwa selain pemerintah, perusahaan swasta juga
mempunyai andil di dalam sistem perekonomian Indonesia. Dengan demikian
1Kuntana Magnar, Inna Junaenah, dan Giri Ahmad Taufk. Tafsir MK Atas Pasal 33 UUd 1945:
terdapat tiga pelaku utama yang menjadi kekuatan sistem perekonomian di
Indonesia, yaitu perusahaan negara (pemerintah), perusahaan swasta, dan
koperasi. Ketiga pelaku ekonomi tersebut akan menjalankan
kegiatan-kegiatan perekonomian di Indonesia sesuai dengan demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 33 ayat (4) Undang– Undang Dasar 1945. Tujuan perekenomian suatu
negara akan terwujud jika sistem ekonominya berjalan dengan baik, sehingga
penting bagi pelaku-pelakunya dapat saling bekerja sama dengan baik dalam
mencapai tujuannya. Dengan demikian sikap saling mendukung di antara
pelaku ekonomi sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan ekonomi
kerakyatan.
Salah satu pelaku ekonomi selain pihak pemerintah dan koperasi yang
memiliki peran penting dalam menumbuhkan perekonomian di Indonesia
adalah pihak swasta. Ada banyak bentuk badan usaha swasta di Indonesia,
ada yang berbentuk badan hukum dan ada yang tidak berbentuk badan
hukum. Bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum adalah Perseroan
Terbatas ( PT ), Koperasi, Yayasan, dan yang terakhir adalah Dana Pensiun.
Sedangkan bentuk badan usaha yang tidak berbadan hukum adalah Firma,
Usaha Dagang Perorangan ( UD ), CommanditaireVennotschap ( CV ).
Dari beberapa bentuk badan usaha tersebut baik yang berbadan hukum
badan usaha yang paling diminati oleh para pelaku ekonomi swasta dalam
melakukan kegiatan ekonominya. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Peseroan Terbatas, khususnya dalam Pasal 1 ayat (1)
mendefinisikan Perseroan Terbatas (PT) sebagai berikut :
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”
Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan hukum (rechtperson / legal
entity ), yang artinya bahwa Perseroan Terbatas memiliki wewenang untuk
bertindak untuk dan atas nama sendiri, baik di dalam pengadilan maupun di
luar pengadilan. Selain itu hakekat Perseroan Terbatas sebagai badan hukum
juga mengakibatkan Perseroan Terbatas dapat bertanggung jawab secara
hukum, memiliki harta kekayaan sendiri, dan memiliki pengurus yang dapat
bertindak untuk dan atas nama Perseroan. Perseroan Terbatas dapat
melakukan perbuatan hukum selaiaknya manusia sebagai subjek hukum
melalui pengurusnya yaitu komisaris atau direksi dan akibat hukum dari
tindakan tersebut juga tidak menjadi tanggung jawab komisaris atau direksi
melainkan pertanggung jawabannya diserahkan kepada Perseroan Terbatas
yang perbuatannya diwakilkan melalui pengurusnya. Hal ini dikenal dengan
tanggung jawab terbatas Perseroan Terbatas, dimana jika Perseroan Terbatas
mengalami kerugian, pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar
Dewasa ini perkembangan Perseroan Terbatas dalam praktik bisnis di
Indonesia telah mengarah kepada perkembangan bentuk perusahaan yang
terdiri dari kumpulan beberapa Perseroan Terbatas, hal ini dapat dilihat
semakin maraknya suatu badan usaha berbentuk Perusahaan Grup /
Kelompok.
Perusahaan grup / kelompok atau yang sering disebut dengan
konglomerasi merupakan topik yang sangat menarik untuk dibahas, bila
dilihat perkembangan dan pertumbuhan dari perusahaan grup itu sendiri
dalam realita bisnis di Indonesia.
Melihat perkembangan dunia bisnis di Indonesia, perusahaan grup
merupakan salah satu pilihan bentuk usaha yang banyak dipilih oleh para
pelaku-pelaku bisnis di Indonesia. Terlihat dari realita perkembangan bisnis
di Indonesia dimana adanya dominasi perusahaan grup dibandingkan
perusahaan tunggal di Indonesia yang ditunjukkan oleh dimana
perusahaan-perushaan berskala besar tidak lagi dijalankan dalam bentuk perusahaan
tunggal, melainkan menggunakan kontruksi perusahaan grup. Berbagai
bentuk perusahaan grup di Indonesia dapat kita temui seperti Perusahaan
Grup Semen Gresik, Grup Astra, Grup Bakrie.
Ada beberapa hal yang menjadi alasan dari pembentukan perusahaan
grup di Indonesia yang menurut Sulistiowati dalam bukunya dikelompokan
menjadi dua, yaitu:
“upaya pelaku usaha untuk mengakomodasi ketentuan dalan suatu
suatu perusahaan grup. Sementara itu, kepentingan bisnis pengembangan konstruksi perusahaan grup bertujuan untuk meningkatkan daya saing melalui sinergi anggota perusahaan grup melalui strategi pertumbuhan eksternal dengan membentuk struktur
atau konstruksi perusahaan grup.”2
Sulistiowati memberikan definisi perusahaan grup sebagai berikut:
“ perusahaan grup adalah susunan induk dan anak-anak perusahaan yang berbadan hukum mandiri yang saling terkait erat sehingga induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menjadi pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-anak perusahaan bagi tercapainya tujuan kolektif perusahaan grup sebagai kesatuan
ekonomi.”3
Anak-anak perusahaan yang berada dalam satu perusahaan grup
merupakan perusahaan-perusahaan yang berstatus badan hukum seperti
Perseroan Terbatas. Akan tetapi Emmy Pangaribuan dalam bukunya
berpendapat bahwa :“tidak tertutup kemungkinan bahwa anak perusahaan
yang tidak tergolong dalam badan hukum pun dapat bergabung dalam
perusahaan grup, seperti misalnya Firma, CV ( Commanditeir
Vennootschaap) menjadi anak perusahaan dari induk perusahaan yang
berbentuk badan hukum.”4
Keberadaan dari perusahaan grup di Indonesia yang semakain
berkembanag, ternyata tidak menjadikan suatu alasan kepada pemerintah
bagi perlunya pengaturan secara khusus terhadap status perusahaan grup. Hal
ini terlihat dari belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai perusahaan grup. Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang
2
Sulitiowati. Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. Jakarta: Erlangga. 2010. hlm. 1.
3Op.Cit. hlm. 23.
4 Emmy Pangaribuan. Perusahaan Kelompok. Yogyakarta : Seri Hukum Dagang Fak. Hukum
Perseroan Terbatas itu sendiri secara tidak langsung telah memberikan suatu
legitimasi hukum bagi lahirnya suatu konstruksi perusahaan grup.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas selanjutnya
disebut UUPT secara jelas telah memberikan suatu legitimasi kepada suatu
perseroan untuk memiliki atau memperoleh saham pada perseroan lain.
Legitimasi ini ini terlihat dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007
yang isinya “ Perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta
notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.” Di dalam memori penjelasan
Pasal 7 ayat (1) yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan,
baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau
asing. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor
40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas tersebut dan memori
penjelasannya, dapat disimpulkan bahwa suatu perseroan berbentuk badan
hukum berhak untuk mendirikan suatu perseroan. Hal inilah yang telah
memberikan legitimasi bagi munculnya realitas konstruksi perusahaan grup.
Perusahaan grup walaupun secara ekonomi merupakan satu kesatuan
akan tetapi secara yuridis setiap perusahaan yang tergabung didalamnya
merupakan perusahaan yang berdiri sendiri yang artinya induk dan anak
perusahaan merupakan legal entity yang satu sama lain merupakan subjek
hukum mandiri. Hal ini berimplikasi kepada hubungan koordinasi yang
terjadi antrara induk perusahaan dengan anak-anak perusahaan yang
tergabung dalam perusahaan grup tersebut dapat dilihat dari dua aspek yaitu
pemilik saham dari anak perusahaan, induk perusahaan memiliki beberapa
hak dan wewenang di anak perusahaan layaknya seseorang pemegang saham
yang memiliki saham di suatu perusahaan yang berbentuk Peseroan Terbatas.
Hak dan wewenang tersebut diatur dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas yaitu dapat menggunakan hak suara dalam RUPS,
mengangkat anggota direksi dan/atau dewan komisaris. Sedangkan jika
dilihat dari aspek ekonomi,
“Induk perusahaan bertindak sebagai pimpinan sentral dalam
perusahaan grup, dapat mengendalikan dan mengoordinasikan kegiatan usaha anak-anak perusahaan dalam suatu kesatuan ekonomi yang secara kolektif mendukung kepentingan bisnis kelompok. Perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi ini ditunjukkan melalui penyajian laporan keuangan konsolidasi perusahaan grup ketika induk perusahaan mengonsolidasikan laporan keuangan anak-anak perusahaan menjadi
laporan keuangan induk dan anak perusahaan.”5
Ada banyak contoh perusahaan grup di Indonesia yang dapat
mendeskripsikan model konstruksi perusahaan grup di Indonesia sendiri.
Perusahaan-perusahaan tersebut pada umumnya adalah
perusahaan-perusahaan besar yang berskala nasional. Beberapa contoh perusahaan-perusahaan grup
di Indonesia salah satunya adalah Telkom Group. Telkom Group merupakan
Gabungan dari seluruh anak Perusahaan yang dimiliki oleh PT Telkom
Indonesia Tbk (Telkom). Adapun anak Perusahaan yang ada di bawah
naungan Telkom Group yaitu:
1. “PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel)
65% saham Telkom dimiliki oleh PT Telkom dan sisanya dimiliki oleh SingTel, Singapura.
2. PT Metranet (Metra-Net/Mojopia)
100% saham Metra dimiliki oleh Telkom.
3. PT Telekomunikasi Indonesia International (TII/Telin) 100% sahamnya dimiliki oleh Telkom.
4. PT PINS Indonesia (PINS/Pramindo)
100% saham Pramindo dimiliki oleh Telkom. 5. PT Infomedia Nusantara (Infomedia)
51% sahamnya dimiliki langsung oleh Telkom. 6. PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel/Dayamitra)
100% sahamnya dimiliki oleh Telkom. 7. PT Indonusa Telemedia (TelkomVision)
Sahamnya dimiliki oleh 4 perusahaan yaitu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (35%), PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) (25%), PT Megacell Media (20%) dan PT Datakom Asia (20%) 8. PT Graha Sarana Duta (TelkomProperty/GSD)
GSD merupakan sebuah perusahaan properti terpadu yang dimiliki oleh Telkom pada tahun 2001, dengan porsi kepemilikan saham Telkom sebesar 99,99%.
9. PT Napsindo Primatel Internasional (Napsindo)
Napsindo yang 60% saham dimiliki oleh Telkom dan lebihnya dimiliki oleh PTInfoasia Teknologi Global Tbk (IATG).”6
Perusahaan dalam menjalankan usahanya, sangat membutuhkan modal
yang sangat besar. Tidak semua perusahaan memiliki modal yang sangat
besar untuk membiayai kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan
tersebut . Dalam hal ini, agar dapat menjalankan kegiatan usahanya, biasanya
perusahaan melakukan peminjaman uang kepada pihak lain melalui
perjanjian kredit. Hal ini merupakan hal yang lumrah terjadi dalam dunia
bisnis.
Bank merupakan sumber dana konvensional yang cukup populer bagi
dunia bisnis. Bentuk penyaluran dana dari bank kepada perusahaan yang
sangat populer terjadi dalam dunia bisnis adalah bentuk pinjaman kredit bank.
Kegiatan pinjam meminjam ini biasanya pihak bank sebagai kreditur
akan lebih percaya untuk memberikan pinjaman kepada suatu perusahaan
apabila perusahaan tersebut dijamin suatu harta benda yang memiliki nilai
yang sama dengan besarnya nilai utang debitur terhadap kreditur ditambah
adanya jaminan dari seseorang (personal guarantee) /perusahaan lain
(corporate guarantee) yang tentunya memiliki kekayaan yang cukup untuk
memenuhi seluruh utang debitur kepada bank sebagai kreditur apabila debitur
lalai atau tidak mampu memenuhi utangnnya kepada bank sebagai kreditur.
Pada kenyataannya, penjaminan suatu perusahaan (corporate
guarantee) terhadap utang dari perusahaan lain sering terjadi dalam
perusahaan grup. Di sini induk perusahaan (holding company) bertindak
sebagai corporate guarantee dari perjanjian kredit yang dilakukan oleh anak
perusahaan, atau bahkan dapat pula sebaliknya, dimana anak perusahaan akan
bertindak sebagai corporate guarantee dari perjanjian kredit yang dilakukan
oleh induk perusahaan.
Khusus bagi perusahaan grup, terdapat suatu kemudahan dalam
melakukan pinjaman kepada bank. Menurut Munir Fuady, keuntungan
tersebut adalah mudahnya pihak bank untuk mengucurkan dana kepada
perusahaan yang bersangkutan dengan berbagai pertimbangan antara lain :
1. “Perusahaan tersebut ikut dibonceng oleh prestiusnya perusuhaan grup yang bersangkutan
2. Lebih mudah lagi, jika dalam grup yang bersangkutan ada bank, dan dana yang diperoleh dari bank yang bersangkutan. Hal ini diperbolehkan dalam batas-batas legal lending limit.
4. Dapat dimintakan corporate guarantee dari induk perusahaan (holding) atau dari perusahaan lain dari grup yang sama
5. Dapat dimintakan personal guarantee dari pemilik grup konglomerat
tersebut.”7
Sering terjadi debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk
membayar utangnya, baik itu dari segi jumlah maupun dari segi waktu jatuh
tempo. Ketidakmampuan debitur dan kelalaian/ ketidakmauan/
ketidakmampuan penjamin untuk membayar utang-utangnya sesuai jumlah
dan waktu yang disepakati dalam klausula perjanjian adalah keadaan yang
dijadikan pihak kreditur sebagai alasan untuk mengajukan permohonan pailit
terhadap debitur atau bahkan kepada si penjamin dengan harapan akan
mendapatkan paling tidak sebagian dari utang-utang yang belum dibayarkan
oleh debitur tersebut.
Salah satu contoh kasus yang terjadi adalah kasus antara American
Expres Bank Ltd. Singapore et.al dan kreditur-kreditur lainnya yang
tergabung dalam anggota kredit sindikasi yang mengajukan permohonan
pailit terhadap PT. Ometraco Corporation Tbk. Yang merupakan induk
perusahaan dari PT. Ometraco Multi Artha yang merupakan debitur yang
tidak dapat memenuhi prestasinya untuk membayar utangnya kepada
American Expres Bank Ltd. Singapore beserta kreditur sindikasinya. Dalam
kasus ini American Expres Bank Ltd. Singapore beserta sindikasinya juga
mengajukan permohonan pailit kepada PT. Ometraco Corporation Tbk. yang
merupakan induk perusahaan dari PT. Ometraco Multi Artha sekaligus
7Munir Fuady. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung: PT Citra Aditya
bertindak sebagai corporate guarantor atas perjanjian kredit yang dilakukan
antara American Expres Bank Ltd. Singapore beserta sindikasinya dengan
PT. Ometraco Multi Artha tertanggal 3 Desember 1996 dimana American
Expres Bank Ltd. Singapore beserta sindikasinya memberikan fasilatas kredit
maksimal sebesar US$ 75 juta kepada PT. Ometraco Multi Artha. Selain
sebagai penjamin atas utang anak perusahaannya, PT. Ometraco Corporation
Tbk. juga melakukan perjanjian kredit sindikasi pada tanggal yang sama
dengan American Expres Bank Ltd. Singapore beserta sindikasinya dengan
fasilitas kredit sebesar maksimal U$$ 125 juta. Utang Debitur PT. Ometraco
Multi Artha dan PT. Ometraco Corporation Tbk. jatuh temponya pada tanggal
20 Januari 1998, namun berdasar kesepakatan para bank kreditur, hutang
diperpanjang untuk 14 hari, sehingga hutang tersebut jatuh tempo 3 Februari
1998. Namun sampai dengan 7 Juli 1998 PT. Ometraco Corporation Tbk.
tidak mampu membayar utang sebesar U$$ 61 juta disamping dia juga harus
menanggung utang dari PT. Ometraco Multi Artha yang juga tidak mampu
membayar utang yang jumlahnya sebesar U$$ 66 juta.
Pdengadilan Kasasi menolak permohonan pailit yang diajukan oleh
American Expres Bank Ltd. Singapore terhadap induk perusahaan karena
ketidakmampuan pemohon pailit dalam hal ini adalah American Expres Bank
Ltd. Singapore dalam membuktikan adanya utang yang jatuh tempo dan dapat
ditagih, akan tetapi dalam penelitian ini penulis lebih menekankan kepada
pembahasan mengenai hubungan hukum antara induk perusahaan dengan
perusahaan serta bagaimana tanggung jawab hukum dari induk perusahaan
yang bertindak sebagai corporate guarantor atas utang dari anak
perusahaannya dalam hal kepailitan.
Mengingat bahwa semakin meningkatnnya variasi bentuk usaha dalam
prektek bisnis di Indonesia seperti contohnya adalah perusahaan grup maka
akan semakin kompleks pula masalah yang ditimbulkan. Dalam perusahaan
grup induk perusahaan dan anak perusahaan masing-masing merupakan
entitas berdiri sendiri sehingga perseoalan mengenai akibat hukum dari
perbuatan hukum yang dilakukan oleh anak perusahaan akan dapat
dipertanggung jawabkan kepada induk perusahaan begitu juga sebaliknya
akan menjadi persoalan yang tidak mudah, apalagi jika berbicara masalah
kepailitan dimana dampak hukumnya melibatkan banyak pihak seperti
pemohon pailit, termohon pailit dan para kreditur. Selain itu adanya
kemungkinan kembali terjadinya kasus suatu perusahaan mengadakan
kerjasama dengan salah satu perusahaan yang bernaung dalam suatu
perusahaan grup yang juga melibatkan induk perusahaan dan tidak akan
menutup kemungkinan permasalahan yang sama seperti yang terjadi dalam
kasus antara American Expres Bank Ltd. Singapore dengan PT. Ometraco
Corporation Tbk.akan terjadi lagi.
Berangkat dari permasalahan – permasalahan yang ada tentang
perusahaan grup serta kasus- kasus yang pernah terjadi di Indonesia, penulis
tertarik untuk menulis skripsi yang dalam pembahasannya akan membahas
dan bentuk koordinasi induk perusahaan terhadap anak perusahaan serta
bagaimana tanggung jawab hukum dari induk perusahaan yang bertindak
sebagai corporate guarantor atas utang dari anak perusahaannya dalam hal
kepailitan.
Oleh sebab itulah berdasarkan latar belakang yang penulis telas
jabarkan sebelumnya, penulis tertarik untuk mengangkat skripsi yang
berjudul “ Tanggung Jawab Hukum Induk Perusahaan Sebagai
Penjamin (Corporate Guarantor) Atas Utang Anak Perusahaan Dalam
Kepailitan”.
B. Identifikasi Permasalahan
Berdasarkan pada latar belakang masalah sebagaimana yang sudah
dipaparkan di atas, maka dirumuskan dua permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan hukum antara induk perusahaan dengan anak
perusahaan yang berada dalam satu perusahaan grup ditinjau dari
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
?
2. Bagaimana bentuk koordinasi dari induk perusahaan terhadap anak
perusahaan yang berada dalam satu perusahaan grup ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas?
3. Bagaimana pertanggung jawaban hukum induk perusahaan sebagai
Corporate Guarantor terhadap utang anak perusahaan dalam suatu
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui hubungan hukum yang terjadi antara induk
perusahaan dengan anak perusahaan ditinjau dari Undang-Undang
Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
2. Untuk mengetahui bentuk koordinasi dari induk perusahaan terhadap
anak perusahaan jika ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas.
3. Untuk mengetahui apa yang menjadi tanggung jawab hukum induk
perusahaan sebagai Coporate Guarantor dari utang anak
perusahaannya dalam hal kepailitan.
D. Kegunaan Penelitian
Selain tujuan – tujuan tersebut di atas, penulisan skripsi ini juga
diharapkan bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya :
1. Secara Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
pemikiran secara teoritis dalam pengembangan ilmu hukum
khususnya dalam bidang hukum perusahaan dan hukum
kepailitan.
b. Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah – masalah dalam
pemahaman mengenai penyelesaian masalah kepailitan dari anak
perusahaan yang juga melibatkan pertanggung jawaban hukum
dari induk perusahaan sebagai pemberi jaminan (Corporate
Guarantee).
2. Secara Praktis
Pembahasan ini diharapkan dapat :
a. Menambah wawasan ilmiah dan masukan bagi para
kalangan praktisi hukum dalam menyelesaikan dan
memutus sengketa pailit.
b. Memberikan masukan bagi pembaca terutama bagi para
pihak yang terlibat dalam kepailitan mengenai akibat hukm
dari pemberian jaminan oleh induk perusahaan terhadap
anak perusahaan dalam perkara kepailitan
c. Memberikan informasi bagi masyarakat terutama kalangan
dunia usaha tentang hukum kepailitan khususnya tentang
pertanggungjawaban induk perusahaan sebagai penjamin
dalam kepailitan anak perusahaan yang berada dalam satu
perusahaan grup.
E. Kerangka Pemikiran
Selain manusia (naturlijkeperson), badan hukum (rechtpersoon) juga
termasuk sebagai subjek hukum perdata. Sebagaimana halnya subjek hukum
kewajiban-kewajiban serta dapat pula mengadakan hubungan hukum baik antara badan
hukum yang satu dengan yang lain maupun antara badan hukum dengan
manusia. Badan hukum (rechtpersoon) menurut pendapat Wirjono
Prodjodikoro suatu badan yang disamping manusia/perorangan juga dapat
bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban
dan kepentingan-kepentingan hukum terhadap orang lain atau badan lain.
Keberadaan badan hukum yang dapat dipersamakan dengan manusia
sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban serta dalam
kehidupan nyata dapat melakukan perbuatan hukum dengan sesama subjek
hukum didukung oleh beberapa teori-teori tentang badan hukum yang
dikemukakan para ahli hukum dunia. Ada lima teori badan hukum yang
sering dikutip oleh penulis-penulis ahli hukum di Indonesia:
1. Teori Fiksi
Teori ini dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny (1779 –
1861). Teori ini dianut oleh beberapa negara antara lain Belanda.
Menurut teori Teori Fiksi dari Von Savigny, beliau
berpendapat bahwa :
“badan hukum itu semata-mata buatan negara saja. Badan hukum ituhanyalah fiksi, yakni sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menghidupkannya dalam bayangan sebagai subyek hukum yang dapat melakukan perbuatan
hukum seperti manusia.”8
2. Teori Kekayaan Bertujuan
Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli hukum Jerman
bernama A.Brinz. Menurut teori ini “hanyamanusia saja yang dapat
menjadi subjek hukum. Namun ada kekayaan yang bukan
merupakan kekayaan seseorang, tetapi kekayaan itu terikat pada satu
tujuan tertentu. Kekayaan yang tidak ada dan mempunyai tujuan
tertentu inilah yang dinamakan dengan badan hukum.”9
3. Teori Organ
Teori ini dikemukakan oleh seorang sarjana Jerman bernama
Otto von Gierke (1841-1921). Beliau menyatakan bahwa “badan
hukum itu adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat
kepribadian alam manusia ada didalam pergaulan hukum.”10
“Menurut teori ini badan hukum iru sama layaknya seperti manusia, menjadi penjelmaan yang benar-benar dalam
pergaulan hukum yaitu ‘eine leiblichgeistige Lebensein heit’ yaitu suatu badan yang membentuk kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau organ-organ badan tersebut misalnya anggotanya atau pengurusnya seperti manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan perantaraan mulutnya atau perantaraan tangannya jika kehendak itu ditulis di atas
kertas.”11
4. Teori Kekayaan Bersama (Propriete Collective Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Rudolf von Jhering seorang
sarjana Jerman (1818 – 1892). Pengikut teori ini adalah Marcel
Pleniol dan Molengraaff,kemudian diikuti Star Busmann,
Kranenburg, Paul Scolten dan Apeldoorn.
9
Ali Rido. Badan Hukum Dan kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi,
Yayasan, Wakaf. Bandung :Alumni. 2004. hlm 7-10.
10Agus Budiarto.Seri Hukum Perusahaan: Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri
Perseroan Terbatas. Jakarta: Ghalia Indonesia.2002. hlm 28.
“Teori kekayaan bersama itu menganggap badan hukum sebagai kumpulan manusia. Kepentingan badan hukum adalah kepentingan seluruh anggotanya. Menurut teori ini badan hukum bukan abstraksi dan bukan organisma. Pada hakikatnya hak dan kewajiban badan hukum adalah tanggung jawab bersama-sama. Harta kekayaan badan itu adalah milik bersama seluruh anggota. Para anggota yang berhimpun adalah suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang disebut badan hukum. Karena itu, badan hukum hanyalah suatu kontruksi yuridis belaka. Pada hakikatnya badan hukum itu sesuatu yang
abstrak.”12
5. Teori Kenyataan Yuridis
Teori ini dikemukakan oleh seorang sarjana Belanda yang
bernama E.M. Meijers dan dianut oleh Paul Scholten.
“Menurut Meijers badan hukum itu merupakan suatu realitas,
konkrit, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal, tetapi suatu kenyataan yuridis. Meijers menyebut teori tersebut sebagai teori kenyataan sederhana, karena menekankan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan
manusia itu terbatas sampai pada bidang hukum saja.”13
Menurut teori ini, bahwa badan hukum dapat dipersamakan
dengan manusia merupakan suatu kenyataan yuridis yang artinya
hakikat badan hukum sebagai subjek hukum layaknya manusia tidak
lain karena hukum menciptakannya demikian. Sebagai contoh
Perseroan Terbatas dianggap sebagai badan hukum karena sistem
hukum di Indonesia menghendakinya.
Selain itu, jika terjadi suatu perbuatan melanggar hukum dari suatu
badan usaha, menurut Wirjono Prodjodikoro, ada 3 (tiga) teori yang dapat
menerangkan pertanggungjawaban dari badan hukum dimaksud, yaitu :
12http://click-gtg.blogspot.com/2008/07/teori-badan-hukum.html, 7 Maret 2014.
13Titik Triwulan Tutik. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta : Prenada Media
1. ”Teori Perumpamaan (fichtie-theorie)
Oleh perumpamaan diakui betul, bahwa unsur kesalahan terang benderang tidak ada pada badan hukum, akan tetapi badan hukum itu boleh dianggap seolah-olah seorang manusia (perumpamaan, fictie). Oleh karena badan hukum diumpamakan seorang manusia, terlepas dari orang-orang manusia,maka tindakan orang-orang manusia, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum itu sebagai pengurus tidak dapat dianggap tindakan langsung dari badan hukum itu melainkan sebagai tindakan seorang lain, atas tindakan mana badan hukum itu juga bertanggung jawab.
2. Teori Peralatan (organ theorie)
Teori peralatan memandang suatu badan hukum tidak sebagai suatu perumpamaan (fictie), melainkan sebagai suatu kenyataan (realita), yang tidak berada dari pada manusia dalam bertindak dalam masyarakat. Orang manusia bertindak dengan mempergunakan alat-alat berupa tangan, kaki, jari, mulut, otak dan lain lain. Demikian juga badan hukum mempunyai alat-alat (organen) berupa rapat anggota dan orang-orang pengurus bermacam-macam, yang semua bertindak sebagai alat belaka dari badan hukum itu. Oleh karena alat-alat itu berupa orang-orang manusia juga, maka sudah selayaknya syarat-syarat dalam peraturan hukum, yang melekat pada badan seorang manusia, seperti hal kesalahan subjek perbuatan melanggar hukum, dapat dipenuhi juga oleh- badan-badan hukum. Maka perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh seorang manusia, yang kebetulan merupakan suatu alat dari suatu badan hukum, boleh dianggap sebagai perbuatan langsung dari badan hukum itu, artinya harus tidak ke luar dari lingkungan pekerjaan badan hukum itu dan harus bertindak menurut anggaran dasar dari badan hukum itu. 3. Teori kepemilikan bersama (theori van de gezamenlijke eigendom
atau propriete colletive).
Teori kepemilikan bersama ini menganggap badan hukum sebagai kumpulan dari orang-orang manusia. Menurur teori ini kepentingan- kepentingan badan hukum tidak lain dari pada kepentingan-kepentingan segenap orang-orang yang menjadi ”background” dari badan hukum itu, yaitu dari satu negara segenap penduduk atau segenap warga negara, dari suatu korporasi segenap anggota, dari suatu yayasan segenap orang-orang yang mendapat hasil dari bekerjanya yayasan itu. Teori ini menganggap badan hukum langsung betanggung jawab hanya atas perbuatan melanggar hukum, yang dilakukan oleh badan kekuasaan tertinggi dalam
organisasi badan hukum.”14
14Wirjono Prodjodikoro. Pebuatan Melanggar Hukum Dipandang dari Sudut Hukum Perdata.
“Jadi perihal perbuatan melanggar hukum, bahwa apabila suatu alat
perlengkapan dari badan hukum bertindak melanggar hukum, langsung bertanggung jawab, menurut teori perumpamaan badan hukum sama sekali tidak dapat langsung, menurut teori kepemilikan bersama badan hukum hanya langsung bertanggung jawab apabila perbuataannya dilakukan oleh badan kekuasaan yang tertinggi dalam organisasi badan
hukum.”15
Menurut sistem Hukum di Indonesia, Perseroan Terbatas (PT)
merupakan salah satu badan usaha yang berbentuk Badan Hukum. Perseroan
Terbatas sebagai badan hukum memilki arti bahwa Perseroan Terbatas
memilki hak dan kewajiban, dapat melakukan perbuatan hukum serta dapat
memiliki harta kekayaan sendiri.
Mengenai Perseroan sebagai badan hukum kita mengenal Otto Van
Gierke yang menyatakan :
“Badan hukum suatu yang abstrak atau anggapan dalam pikiran
manusia tetapi suatu yang rill atau nyata. Badan hukum adalah organ seperti halnya manusia yangdapat melakukan perbuatan atau menyatakan kehendak melalui organnya seperti pengurus, Direksi atau Komisaris atas nama badan hukum menjalankan tujuan badan hukum
tersebut”16
Pengikuti teori organ ini selain Otto Van Gierke adalah Z.E.
Polano,menyatakan :
“Badan hukum menurut teori ini bukan abstrak (fiksi) dan bukan
kekayaan (hak) yang tidak bersubjek. Tetapi badan hukum adalah organisme yang rill, yang menjelma sungguh-sungguh dalam pergaulan hukum yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan perantaraan alat-alat yang ada padanya (pengurus,anggota-anggotanya), seperti manusia biasa yang
mempunyai organ (panca indera) dan sebagainya.”17
15
Ibid. hlm 58.
16Otto Van Gierke, dalam Sutarno. Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Cetakan Ketiga.
Bandung: Alfabeta.2005. hlm 12.
17Otto Van Gierke dan Z.E. Polano dalam Titik Triwulan Tutik. Pengantar Hukum Perdata di
“Jadi menurut teori organ ini badan hukum itu tidak berbeda dengan
manusia, mempunyai sifat kepribadian yang sama dengan manusia, karena
badan hukum mempunyai kehendak yang dibentuk melalui alat-alat
perlengkapannya seperti RUPS, Pengurus Direksi dan Dewan Komisaris.”18
Dalam Perseroan Terbatas, pemegang saham memiliki tanggung jawab
terbatas terhadap Perseroan Terbatas tersebut. Tanggung jawab terbatas dari
pemegang saham dan direksi suatu Perseroan Terbatas ini berasal dari teori
Salomon yang muncul dari putusan pengadilan kasus Salomon v Salomon &
Co. Ltd (1897).
“Teori tersebut mengungkapkan bahwa sebuah pembentukan Perseroan Terbatas, perusahaan menjadi bagian terpisah dari orang yang membentuknya atau menjalankannya, dimana perusahaan tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang berkaitan erat dengan aktivitasnya bukan kepada orang yang memiliki atau menjalankannya.”19
Maksud dari tanggung jawab terbatas dari Perseroan Terbatas
sebagaimana didasarkan dari teori tersebut adalah pendiri suatu Perseroan
Terbatas yang sering disebut dengan pemegang saham memiliki harta
kekayaan yang terpisah dengan harta kekayaan Perseroan Terbatas, artinya
apabila suatu Perseroan Terbatas mengalami kerugian, pemegang saham tidak
akan bertanggung jawab sampai kepada harta kekayaan pribadinya,
18
Gatot Supramono.Kedudukan Perusahaan sebagai subjek dalam Gugatan Perdata di
Pengadilan .Jakarta: Rineka Cipta.2007.hlm 130.
19Cristopher L. Ryan, Company Direitors, Liabilities, Right and Dutie. Cts. Editions Limited Thirt
Edition, dalam Janet Dine. Company Law, Macwillan Press Ltd. 198. dalam Bismar Nasution. UU No. 40 Tahun 2007. Persepektif Hukum Bisnis Pembelaan Direksi melalui Prinsip Business
melainkan terbatas pada modal yang telah disetorkan pemegang saham
tersebut.
PerusahaanGrup menurut Sulistiowati adalah “susunan induk dan anak
-amak perusahaan yang berbadan hukum mandiri yang saling terkait erat
sehingga induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menjadi pimpinan
sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-anak perusahaan
bagi tercapainya tujuan kolektif perusahaan grup sebagai kesatuan
ekonomi.”20
Menurut Emmy Pangaribuan, Perusahaan Grup adalah “gabungan atau
susunan perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang satu sama
lain terkait begitu erat sehingga membentuk satu kesatuan ekonomi yang
tunduk kepada satu pimpinan perusahaan induk sebagai pimpinan sentral.”21
Indonesia merupakan salah satu negara yang belum mempunyai
peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang perusahaan
grup. Menurut Phillip I. Blumberg :
“pada negara-negara yang belum mengatur secara khusus mengenai perusahaan grup seperti Indonesia, kerangka pengaturan perusahaan grup biasanya menggunakan pendekatan terhadap hubungan khusus antara induk dan anak perusahaan grup sebagai relasi di antara perseroan-perseroan tunggal. Digunakannya pendekatan perseroan tunggal terhadap pengaturan perusahaan grup berimplikasi terhadap berlakunya prinsip hukum induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan dilindungi oleh limited liability terhadap tanggung
jawab perbuatan hukum anak perusahaan.”22
F. Metode Penelitian
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuannya lebih terarah dan
dapat dipertanggung jawabkan, maka metode penelitian hukum yang
digunakan penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
1. Sifat Penelitian
Tipe penelitian hukum yang digunakan adalah metode
deskriptif analitis. Dalam hal penelitian deskriptif analitis, penulis
menggambarkan konstruksi perusahaan grup yang ada di Indonesia.
Kontruksi perusahaan grup ini kemudian dianalisis permasalahan
hukumnya di Indonesia bahwa didalam sistem hukum di Indonesia
tidak memiliki satu peraturan khusus yang mengatur tentang
perusahaan, dan masih menggunakan Undnag-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Peseroan Terbatas degan menggunakan
pendekatan peseroan tunggal.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode pendekatan
konseptual (conceptual approach) dengan pendekatan
undang-undang (statute approach). Pendekatan konseptual digunakan
berkenaan dengan konsep-konsep yuridis yang berkaitan dengan
prinsip-prinsip perusahaan. Pendekatan konseptual ini dilakukan
Pendekatan secara undang-undang digunakan berkenaan dengan
peraturan hukum yang mengatur hukum perusahaan dan hukum
kepailitan. Pedekatan tersebut dilakukan melalui Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
3. Bahan Hukum
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari
aturan hukum mulai dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995
Jo Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang
Kepailitan, Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku,
pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum yang terkait dengan
pembahasan tentang kepailitan penjamin dalam perusahaan grup.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
seperti ensiklopedi, kamus bahasa maupun kamus hukum.
4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis
adalah dengan Studi Kepustakaan. Studi Kepustakaan dilakukan
untuk mencari teori-teori, pendapat-pendapat yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti penulis. Berkenaan dengan
metode penelitian yang penulis gunakan, maka penulis melakukan
dengan memakai teknik studi kepustakaan yang merupakan data
sekunder yang berasal dari berbagai bahan-bahan hukum sebagai
berikut:
1) Data Sekunder bahan hukum sekunder yang berupa
buku-buku, literatur tentang hukum, artikel, serta
hasil-hasil penelitian berupa skripsi di bidang hukum, jurnal,
makalah dan teori hukum.
2) Data sekunder berupa bahan hukum tersier yang berupa
kamus hukum, kamus bahasa, majalah serta media
massa.
b. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Menurut Sunaryati Hartono, pendekatan kualitatif adalah
penafsiran sosiologis, penafsiran teologis, penafsiran fungsional, atau penafsiran futuristik.23
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar
memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahami makna dari
penulisan skripsi ini. Keseluruhan sistematika itu merupakan satu kesatuan
yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain yang dapat dilihat
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, Rumusan Masalah dan
Indentifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka
Pemikiran, Metode Penelitian yang terdiri dari sifat penelitian, pendekatan
penelitian, jenis data, teknik pengumpulan data dan analisis data serta
sistematika penulisan.
BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI SUBJEK HUKUM DAN
KEDUDUKAN PERUSAHAAN GRUP, INDUK PERUSAHAAN
DALAM LALU LINTAS BISNIS
Bab ini akan membahas mengenai kedudukan perusahaan grup dalam
lalu lintas bisnis di Indonesia. Pembahasan bab kedua ini akan dimulai dari
pembahasan mengenai kedudukan Perseroan Terbatas sebagai subjek hukum,
kemudian akan dilanjutkan dengan pembahasan mengenai tinjuan umum
23 Sunaryati Hartono. Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke-20. 1994. Bandung:
terhadap perusahaan grup dan selanjutnya pembahasan mengenai tinjauan
unum mengenai induk perusahaan.
BAB III TANGGUNG JAWAB HUKUM PERSEROAN TERBATAS
SEBAGAI SUBJEK HUKUM DAN KEDUDUKANNYA SELAKU
PENJAMIN DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN
Bab ketiga akan membahas mengenai bagaimana tanggung jawab induk
perusahaan selaku penjamin utang anak perusahaan dalan hal terjadi
kepailitan pada anak perusahaan. Pembahasan bab ketiga ini akan dimulai
dengan pembahasan tentang tanggung jawab hukum Perseroan Terbatas.
Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai kedudukan induk
perusahaan selaku Corporate Guarantor dalam sistem hukum jaminan di
Indonesia kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai tinajuan
umum mengenai kepailitan.
BAB IV IDENTIFIKASI MASALAH
Bab ini berisikan analisis dan pemaparan berdasarkan identifikasi
masalah akan dibahas secara detail. Penulis akan menganalisa mengenai
bagaimana hubungan hukum yang terjadi antara induk perusahaan dengan
anak perusahaan dalam perusahaan grup, bagaimana bentuk koordinasi dari
induk perusahaan kepada anak perusahaan serta bagaimana bentuk
pertanggungjawaban hukum dari induk perusahaan yang bertindak sebagai
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan penulisan
dan saran yang berfungsi untuk memberikan masukan bagi perkembangan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan-permasalahan dalam
skripsi ini, yaitu sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
merupakan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang menjadi
pedoman hukum utama yang mengatur tentang Perseroan Terbatas. Dalam
undang-undang tersebut diatur mengenai semua yang berkaitan dengan
Perseroan Terbatas, dimulai dari definisi Perseroan Terbatas, cara
mendirikan Perseroan Terbatas, sampai kepada hak dan tanggung jawab
masing-masing organ Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, memberikan suatu legitimasi
kepada setiap orang ataupun badan hukum untuk menjadi pemilik saham
suatu Perseroan Terbatas. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan yuridis
lahirnya praktek bisnis perusahaan grup di Indonesia. Beberapa tindakan
hukum menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas yang mengakibatkan kepemilikan saham induk
perusahaan pada anak perusahaan dapat dilakukan cara akuisisi, joint
venture, dan pemisahan. Melalui tindakan-tindakan hukum tersebut, induk
memiliki peluang untuk mendirikan ataupun menguasai
perseroan-perseroan lain yang kelak akan manjadi anak perusahaan yang mendukung
tujuan kolektif perusahaan grup secara umum, dan kepentingan induk
perusahaan secara khusus. Bergabungnya anak perusahaan dengan induk
perusahaan dalan satu perusahaan grup dikarenakan adanya keterikatan
kepemilikan saham pemilikan saham. Sehingga dapat disimpulkan
hubungan yang terjadi antara induk perusahaan dengan anak perusahaan
adalah hubungan kepemilikan saham antara dua badan hukum mandiri
dimana induk perusahaan sebagai pimpinan sentral peruusahaan grup
bertindak sebagai pemilik saham anak perusahaan.
2. Digunakannya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas sebagai hukum perseroan di Indonesia untuk melihat hubungan
yang terjadi antara induk dan anak perusahaan memiliki konsekuensi
yuridis hubungan yang terjadi diantara induk dan anak perusahaan adalah
hubungan kepemilikan saham, di mana induk perusahaan bertindak
sebagai pemegang saham anak perusahaan. Induk perusahaan sebagai
pemegang saham anak perusahaan memiliki kewenangan bertindak
sebagai pimpinan sentral dalam perusahaan grup. Sebagai pimpinan
sentral, induk perusahaan berwenang untuk mengkoordinasikan seluruh
anak-anak perusahaan demi tercapainya tujuan kolektif perusahaan grup.
Mekanisme koordinasi induk perusahaan terhadap anak perusahaan
menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
dalam anak perusahaan tersebut. Bentuk koordinasi induk perusahaan
dalam rangka mengkoordinasi anak-anak perusahaan dapat dilakukan
melalui beberapa mekanisme, yaitu:
a. Kepemilikan saham mayoritas anak perusahaan oleh induk perusahaan
akan memberikan kewenangan bagi induk perusahaan untuk
mengendalikan anak-anak perusahaan.
b. Induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan
memberikan konsekuensi yuridis berupa kepemilikan hak suara dalam
RUPS anak perusahaan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 52 ayat
(1) huruf a Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas. Melalui RUPS anak perusahaan, induk perusahaan dapat
menetapkan kebijakan-kebijakan yang harus diimplementasikan oleh
anak perusahaan.
c. Melalui kepemilikan saham akan memberikan kewenangan kepada
pemegang saham mayoritas untuk menempatkan orang-orangnya dalam
organisasi anak perusahaan yang kelak akan menjadi wakil langsung
induk perusahaan di anak perusahaan.
3. Dalam praktek bisnis di Indonesia sering terjadi induk perusahaan melalui
pengikatan jaminan bertindak sebagai penjamin atau corporate guarantor
atas utang anak perusahaan kepada kreditur.Konsep corporate guarantor
sendiri merupakan pengembangan dari konsep penanggungan/borgtoch
sebagimana diatur dalam Pasal 1820 KUH Perdata, sehingga peraturan
penanggungan/ borgtocht. Apabila induk perusahaan bertindak sebagai
corporate guarantor dengan mengikatkan diri sebagai penjamin atas utang
dari anak perusahaan, maka induk perusahaan dapat dimintakan
pertanggungjawaban atas utang anak perusahaan tersebut. Apabila suatu
ketika anak perusahaan dipailitkan oleh krediturnya, maka kepada induk
perusahaan yang bertindak sebagai corporate guarantor dapat dimintakan
pertanggungjawaban hukum oleh kreditur anak perusahaan tersebut.
Bentuk pertanggungjawaban induk perusahaan yang bertindak sebagai
corporate gurantor berbeda-beda, tergantung pada induk perusahaan
melepaskan hak-hak istimewanya sebagai penjamin atau tidak melepaskan
hak istimewanya tersebut. Bagi induk perusahaan yang tidak melepaskan
hak istimewanya, kewajiban induk perusahaan hanya sebatas kewajiban
pemenuhan sisa utang anak perusahaan yang belum terbayar dan status
dari induk perusahaan tetap sebagai penjamin yang artinya tidak dapat
dipailitkan. Sedangkan dalam hal induk perusahaan yang melepaskan hak
istimewanya, akan membawa akibat hukum bagi induk perusahaan yaitu
induk perusahaan selaku corporate guarantor akan memiliki kedudukan
yang sama dengan anak perusahaan selaku debitur, dan akan bertanggung
jawab secara tanggung menanggung dengan debitur untuk melunasi utang
anak perusahaan kepada kreditur dan dalam hal ini juga induk perusahaan
tentunya juga dapat dimintakan permohonan pailit oleh kreditur induk
perusahaan selama induk perusahaan memenuhi syarat kepailitan
Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang.
B. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan
sebelumnya, penulis mencoba untuk memberikan beberapa saran yang
diharapkan dapat memberikan manfaat. Adapun saran-saran tersebut adalah:
1. Akademisi
Akademisi yang merupakan calon-calon praktisi dimana akan terjun
langsung ke dalam dunia bisnis ataupun sebagai akademisi yang kelak
akan memberikan sumbangsihnya berupa pemikiran-pemikiran baru
mengenai konsep hukum perusahaan grup, mengingat saat ini
perkembangan perusahaan grup sudah sangat berkembang pesat.
2. Prsktisi
a. Perusahaan-perusahaan yang merupakan induk perusahaan yang
bertindak sebagai corporate guarantor atas utang anak perusahaan
kepada kreditur perlu lebih memperhatikan beberapa
ketentuan-ketentuan mengenai tanggung jawabnya apabila anak perusahaan
mengalami kepailitan dengan lebih memperhatikan beberapa
yurispudensi dari kasus-kasus yang telah ada sebelumnya agar dapat
dijadikan pedoman sebelum memberikan pengikatan jaminan agar tidak
b. Bagi penegak hukum khususnya hakim-hakim yang memutus masalah
kepailitan, penting memiliki wawasan mengenai konsep hukum
perusahaan grup di Indonesia dengan lebih memperhatikan beberapa
yurispudensi dari kasus-kasus terdahulu untuk dijadikan pedoman
hukum dalam memutus kasus kepailitan yang melibatkan induk dan
anak perusahaan dalam satu perusahaan grup. Hal ini mengingat tidak
adanya aturan khusus yang mengatur tentang perusahaan grup di
Indonesia sedangkan kasus yang melibatkan induk perusahaan dalam
hal sebagai penjamin atas utang anak perusahaan sudah sering terjadi di
Indonesia.
3. Pemerintah / Regulator
Bagi pemerintah sudah seharusnya Indonesia memiliki peraturan khusus
yang mengatur tentang perusahaan grup, mengingat perkembangan
konstruksi perusahaan grup dalam praktek bisnis di Indonesia sudah sangat
berkembang, sehingga sangat diperlukan adanya suatu peraturan
perundang-undangan khusus yang mengatur mengenai perusahaan grup di
Indonesia, karena Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas yang selama ini dijadikan acuan dasar, dianggap
kurang memadai untuk dijadikan sebagai pedoman hukum untuk mengatur
perusahaan grup, selain itu semakin sering terjadi kasus yang berkaitan
dengan perusahaan grup di Indonesia yang akan menjadi permasalahan
bilamana tidak ada aturan khusus yang mengaturnya. Hal ini penting bagi
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adrian Sutedi. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2009.
Agus Budiarto.Seri Hukum Perusahaan: Kedudukan Hukum dan Tanggung
Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Jakarta: Ghalia Indonesia,2002.
Ali Rido. Badan Hukum Dan kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,
Koperasi, Yayasan, Wakaf. Bandung: Alumni, 2004 .
Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia. Organ Perseroan Terbatas. Jakarta :
Sinar Grafika, 2009.
Emmy Pangaribuan. Perusahaan Kelompok. Yogyakarta: Seri Hukum Dagang
Fak. Hukum Universitas Gadjah Mada, 1994.
Freddy Harris dan Teddy Anggoro. Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban
Pemberitahuan Oleh Direksi. Bogor: Ghalia Indonesia, 2013.
Gatot Supramono. Kedudukan Perusahaan sebagai subjek dalam Gugatan
Perdata di Pengadilan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007.
Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi. Penanggungan Utang dan Perikatan
Tanggung Menanggung. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Hans Kelsen. Teori Hukum Murni, Terjemahan Pure Theory of Law, Cetakan IV.
Jakarta: Penerbit Nusa Media, 2008.
H.M.N. Purwosutjipto. Pengertian Pokok Hukum Dagang. Jakarta: Djambatan,
J. Satrio. Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Pribadi. Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1996.
Muhammad Djumhana. Hukum Ekonomi Sosial Indonesia. Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1994.
Mulhadi. Hukum Perusahaan Bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia. Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010.
Munir Fuady. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung:
Citra Aditya Bhakti, 1999.
Munir Fuady. Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global.
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.
Munir Fuady. Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya
Dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010.
M. Yahya Harahap. Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni, 2002.
Rachmadi Usman. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Rahayu Hartini. Hukum Kepailitan. Malang: UMM Press, 2008.
Riduan Syahrani. Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni,
2000.
Ridwan Khairandy. Perseroan Terbatas, Doktrin, Peraturan
Perundang-undangan, dan Yurisprudensi. Yogyakarta: Total Media, 2009.
Rudhi Prasetya. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai dengan Ulasan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.
Salim, H.S. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004.
Soedjono Dirdjosisworo. Hukum Perusahaan Menegenai Bentuk-Bentuk Badan
Usaha Di Indonesia. Bandung: Mandar Maju, 1997.
Sulitiowati. Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia.
Jakarta: Erlangga, 2010.
Sunarmi. Hukum Kepailitan. Jakarta: Sofmedia, 2010.
Sunaryati Hartono. Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke-20.
Bandung: Alumni, 1994.
Sutarno. Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank. Bandung: Alfabeta, 2003.
Titik Triwulan Tutik. Pengantar Hukum Perdata di Indonesia. Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher, 2006.
Titik Triwulan Tutik. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta :
Prenada Media Group, 2008.
Tri Budiyono. Hukum Perusahaan Telaah Yuridis Terhadap Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Peseroan Terbatas. Salatiga: Griya Media,
2011.
Wirjono Prodjodikoro. Pebuatan Melanggar Hukum Dipandang dari Sudut
Hukum Perdata. Bandung : Mandar Maju, 2000.
JURNAL
Jhon F. Sipayung, Bismar nasution dan Mahmul Siregar. Tinjauan Yuridis
Prespektif Hukum Perusahaan. Jurnal Hukum Ekonomi. Volume 1.
Februari-maret 2013.
Kuntana Magnar, Inna Junaenah, dan Giri Ahmad Taufk. Tafsir MK Atas Pasal
33 UUd 1945: (Studi Atas Putusan MK Mengenai Judicial Review UU
No. 7/2004, UU No. 22/2001, dan UU No. 20/2002). Jurnal Konstitusi.
Volume 7. Februari 2010.
SKRIPSI DAN TESIS
Anju Ciptani Putri Manik. Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin Di Dalam
Permohonan Perkara Pailit. Medan : Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. 2007.
Sulistiawaty. Tanggung jawab perusahaan Induk Terhadap Kreditur Perusahaan
Anak. Tesis Pasca Sarjana. UGM, 2008.
Rita Dyah Widawati. Tanggung jawab Induk Perusahaan Terhadap perikatan
Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan. Tesis pasca Sarjana. USU, 2009.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang–Undang Dasar 1945
Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Peseroan Terbatas
Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
WEBSITE
http://id.wikipedia.org/wiki/Telkom_Group
http://click-gtg.blogspot.com/2008/07/teori-badan-hukum.html
http://skripsi.blog.dada.net/post/620069/
http://9oro.blogspot.com/2011/06/prinsip-tanggung-jawab-terbatas-dalam.html
http://tampubolon.wordpress.com/2012/09/19/piercing-the-corporate-veil-dalam-hukum-perusahaan-indonesia/
http://id.wikipedia.org/wiki/PT_Pupuk_Indonesia.
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/ekonomi/11/01/02/155887-pusri-resmi-jadi-holding-bumn-pupuk.
http://prayitnobambang.blogspot.com/2011/11/bab-i-kontrak-joint-venture.html