BAB II
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan mengenai isu hukum yang dipilih yaitu tanggung
jawab perdata induk perusahaan (holding company) di dalam suatu perusahaan
grup, pertama-tama perlu dipaparkan terlebih dahulu kajian mengenai perusahaan
dan sistem pertanggungjawaban. Kajian-kajian tersebut digunakan sebagai tolak
ukur untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban di dalam sebuah
perusahaan grup, khususnya tanggung jawab induk perusahaan terhadap anak
perusahaan. Seperti yang diketahui bahwa di Indonesia belum terdapat peraturan
perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai tanggung jawab di
dalam perusahaan grup, sehingga di Indonesia masih digunakan pendekatan
perseroan tunggal dan menggunakan pengaturan Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Di dalam UU PT terdapat pengaturan bahwa
pemegang saham diberikan perlindungan berupa tanggung jawab terbatas (limited
liability) apabila perusahaan mengalami kerugian ataupun tidak mampu
memenuhi kewajibannya terhadap pihak ketiga. Perlindungan tersebut juga
diterapkan untuk induk perusahaan di dalam suatu perusahaan grup sebagai
pemegang saham dari anak perusahaan.
Meskipun di dalam UU PT terdapat pengecualian terhadap asas limited
liability yaitu diberlakukannya doktrin piercing the corporate veil, namun limited
liability tetap dirasa kurang tepat apabila diterapkan di dalam perusahaan grup.
Bila dilihat dari kewenangannya induk perusahaan berbeda dengan pemegang
lain yang dapat diterapkan dalam perusahaan grup khususnya untuk induk
perusahaan. Dan oleh sebab itu, dirasa perlu untuk melihat pada sistem
pertanggungjawaban perusahaan grup di negara lain, dalam hal ini dipilih negara
Belanda dan Jerman. Alasan dipilihnya dua negara tersebut karena hukum di
Indonesia pada dasarnya berkiblat pada hukum negara Belanda. Kemudian hukum
negara Jerman akan dijadikan sebagai batu pijakan untuk sistem
pertanggungjawaban perusahaan grup seperti apa yang sebaiknya diterapkan di
Indonesia. Karena Jerman merupakan negara yang pertama kali memiliki
pengaturan yang secara khusus mengatur mengenai perusahaan grup.
Sistematika penulisan dalam bab pembahasan ini dibagi ke dalam dua
bagian besar. Pertama, membahas mengenai kajian pustaka. Dalam bagian
pertama ini akan dibahas kajian mengenai perusahaan dan perusahaan grup pada
sub bab pertama, selanjutnya terdapat sub bab mengenai sistem
pertanggungjawaban, yang di dalamnya memuat pengertian tanggung jawab,
pengertian tanggung jawab hukum, perkembangan sistem pertanggungjawaban,
sistem pertanggungjawaban dalam PT, perluasan tanggung jawab pemegang
saham, dan pertanggungjawaban di dalam perusahaan grup, dan sub bab yang
ketiga membahas sistem pertanggungjawaban perusahaan grup di Belanda dan
Jerman. Pada bagian Kedua, penulis akan menguraikan hasil penelitian dan
pembahasan. Di dalamnya memuat tiga sub bab yang masing-masing merupakan
jawaban dari research question yang didapat dari analisis terhadap kajian pustaka
A.
Kajian Pustaka
1. Perusahaan dan Perusahaan Grup
a. Perusahaan
Pengertian perusahaan dapat dijumpai dalam Pasal 1
Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yang
menyatakan, Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang
menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus
didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia
dengan tujuan memperoleh keuntungan/laba.
Pada prinsipnya perusahaan sebagai wahana/pilar pembangunan
perekonomian yang diatur dalam KUHPerdata, KUHDagang, dan
peraturan perundangan lainnya terdiri dari tiga jenis, yaitu sebagai
berikut1:
1) Perusahaan perseorangan, atau disebut dengan perusahaan individu,
adalah badan usaha yang kepemilikannya dimiliki oleh satu orang. Individu dapat membuat badan usaha perseorangan tanpa izin dan tata cara tertentu. Pada umumnya perusahaan perseorangan bermodal kecil, jenis serta jumlah produksi terbatas, memiliki pekerja/buruh yang sedikit, dan penggunaan alat produksi dengan teknologi sederhana. Perusahaan perseorangan dapat berbentuk perusahaan dagang/jasa (toko swalayan atau biro konsultan) dan perusahaan industri (toko kelontong, tukang bakso keliling, pedagang asongan,dll)
2) Perusahaan persekutuan badan hukum yang dapat berbentuk
Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, dan BUMN. Perseroan terbatas adalah organisasi bisnis yang memiliki badan hukum resmi yang dimiliki oleh minimal dua orang, dengan tanggung jawab yang hanya berlaku pada perusahaan tanpa melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di dalamnya. Di dalam perseroan terbatas,
1
pemilik modal tidak harus memimpin perusahaan karena dapat menunjuk orang lain di luar pemilik modal untuk menjadi pimpinan. Untuk mendirikan perseroan terbatas dibutuhkan sejumlah modal minimal dalam jumlah tertentu dan berbagai persyaratan lainnya.
3) Perusahaan persekutuan bukan badan hukum atau disebut juga
perusahaan persekutuan, yang artinya badan usaha yang dimiliki oleh dua orang atau lebih yang secara bersama-sama bekerja sama untuk mencapai tujuan bisnis. Badan usaha yang termasuk dalam badan usaha persekutuan adalah persekutuan perdata, persekutuan firma, dan perseroan komanditer (CV). Untuk mendirikan badan usaha persekutuan dibutuhkan izin khusus pada instansi pemerintah yang terkait.
Dalam penelitian ini, penulis akan lebih khusus membahas
mengenai perusahaan persekutuan badan hukum yang berbentuk
Peseroan Terbatas (PT). Perseroan terbatas adalah suatu bentuk usaha
yang berbadan hukum, yang pada awalnya dikenal dengan nama
naamloze vennotschap (NV). Kata “perseroan” menunjuk kepada
modalnya yang terdiri atas sero (saham). Sedangkan kata “terbatas”
menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak
melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya.2
Semula eksistensi Perseroan Terbatas diatur dalam Pasal 36-56
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Dalam
perkembangannya, oleh karena aturan-aturan yang terdapat dalam
KUHD tersebut dianggap sudah tidak dapat menampung dinamika dan
perkembangan dunia bisnis, maka pemerintah memberlakukan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
2
Beberapa prinsip hukum baru diberlakukan melalui Undang-Undang
No. 1 Tahun 1995, antara lain:3
a) pemberlakuan doktrin-doktrin baru yang apabila dilacak
perkembangan dan pengembangannya berakar dari tradisi common
law, misalnya doktrin piercing the corporate veil, doktrin
derivative action, doktrin business judgement (rule), doktrin ultra vires, doktrin corporate oppotunity,
b) pengaturan terhadap perlindungan pemegang saham minoritas,
utamanya ketika mereka harus berhadapan dengan demokrasi kapitalisme yang mendasarkan pada kekuatan modal,
c) pengaturan terhadap kombinasi perusahaan, yang dapat mengambil
bentuk penggabungan (merger), pengambilalihan (akuisisi) atau
peleburan (konsolidasi).
Setelah diberlakukan kurang lebih selama dua belas tahun,
Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 dirasakan harus dilakukan
berbagai perbaikan, khususnya untuk mengakomodir perkembangan
yang terjadi di masyarakat. Dalam perkembangannya
ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 dipandang tidak
lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat
karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi
dan informasi yang sudah berkembang pesat, khususnya pada era
globalisasi. Disamping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan
layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan
pengembangan dunia usaha sesuai dengan prinsip pengelolaan
perusahaan yang baik (good corporate governance)4.
Melalui Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, telah dilakukan pengakomodasian terhadap berbagai
ketentuan mengenai Perseroan Terbatas, baik berupa penambahan
3
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan Telaah Yuridis terhadap Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Griya Media, Salatiga, 2011, h. 7.
4
ketentuan baru, perbaikan, penyempurnaan, maupun mempertahankan
ketentuan lama yang dianggap relevan.5
Berikut beberapa asas, prinsip atau doktrin yang telah dipergunakan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 masih tetap dipergunakan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tetapi pengaturannya mendapat penegasan. Penegasan tersebut antara lain terjadi dalam hal-hal sebagai berikut : (a) Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal. (b) dianutnya teori perjanjian dalam pendirian PT dan setelah PT memperoleh status sebagai badan hukum, (c) kuasa untuk mengurus pendirian Perseroan Terbatas yang hanya dapat diberikan kepada notaris, (d) tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris dan juga diatur mengenai Dewan Komisaris Independent dan Dewan Komisaris utusan, (e) penegasan terhadap pengaturan
pembelian kembali saham (buy back), (f) penegasan terhadap
penggunaan laba perseroan, (g) mempertegas ketentuan mengenai
pembubaran, likuidasi dan berakhirnya status badan hukum perseroan.6
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 menyatakan bahwa,
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Dari batasan pengertian tersebut, maka unsur penting dari suatu
Perseroan Terbatas dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Badan hukum yang merupakan persekutuan modal
Menurut Chaidir Ali, badan hukum pada pokoknya adalah
suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan
melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki
kekayaan sendiri, dapat menggugat dan digugat di depan hakim.7
PT merupakan suatu badan hukum namun bersifat artificial. Untuk
dapat mengaktualisasikan tindakan badan hukum memerlukan
suatu organ untuk mewujudkan fungsi tersebut. Organ yang
mewujudkan tindakan subjek hukum tersebut dikatakan memiliki
fungsi representasi8.
b) Didirikan berdasarkan perjanjian
Setiap perseroan didirikan berdasarkan perjanjian (kontrak).
Artinya harus dilakukan oleh minimal dua orang atau lebih sebagai
pemegang saham, yang sepakat bersama-sama mendirikan suatu
perseroan terbatas yang dibuktikan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia, tersusun dalam bentuk anggaran dasar, kemudian
dimuat dalam akta pendirian yang dibuat di depan notaris.
Ketentuan perseroan yang harus didirikan berdasarkan perjanjian
dan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam KUHPerdata,
khususnya yang bersangkutan dengan syarat sahnya suatu
perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Syarat
sahnya perjanjian ini harus terus berlaku selama perseroan masih
berdiri9. Hal tersebut dikarenakan teori yang dianut dalam
pembentukan PT adalah teori perjanjian. Teori perjanjian dianut
secara konsisten baik pada saat pendirian Perseroan Terbatas
maupun setelah Perseroan Terbatas di sahkan dan beroperasi.10
c) Melakukan kegiatan usaha
8
Tri Budiyono, Op.Cit., h. 33.
9
Zaeni Ashadie dan Budi Sutrisno, Op.Cit., h. 73.
10
Perseroan terbatas melakukan kegiatan usaha, untuk dapat
dikatakan melakukan kegiatan usaha, suatu aktivitas harus
memiliki ciri-ciri dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar
(berhubungan dengan pihak ketiga), bersifat terang-terangan,
mengadakan pembukuan dan melakukan perhitungan rugi-laba.11
Setiap perseroan melakukan kegiatan usaha, yaitu kegiatan dalam
bidang bisnis yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan
dan/atau laba. Supaya kegiatan usaha itu sah, harus memperoleh
izin dari pihak yang berwenang. Melakukan kegiatan usaha artinya
menjalankan perusahaan, yang sudah tentu memerlukan modal12.
Perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan perjanjian
tentunya harus mempunyai objek tertentu, yaitu modal dari
perseroan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan perseroan,
yaitu untuk melakukan kegiatan usaha guna memperoleh
keuntungan atau laba. Perseroan terbatas tidak bisa didirikan dan
dijalankan tanpa adanya tujuan yang jelas, yaitu untuk menjalankan
kegiatan usaha13.
d) Seluruh modalnya terbagi dalam bentuk saham
Setiap perseroan terbatas harus mempunyai modal. Modal
dasar disebut juga modal statuter, yang dalam bahasa inggris
disebut authorized capital. Modal dasar merupakan harta kekayaan
11Ibid.
, h. 34.
12
Zaeni Ashadie dan Budi Sutrisno, Op.Cit., h. 74.
13
perseroan terbatas (badan hukum) yang terpisah dari harta
kekayaan pribadi pendiri, organ perseroan, atau pemegang
saham.14 Modal dasar suatu Perseroan Terbatas habis terbagi dalam
bentuk saham. Bagi suatu Perseroan Terbatas, modal dasar adalah
modal yang bersarnya ditentukan oleh anggaran dasar. Untuk
merubah besarnya modal dasar, Perseroan Terbatas harus
melakukan perubahan anggaran dasar. Modal ini juga merupakan
modal yang harus dibagi sepenuhnya dalam mominal saham yang
diterbitkan oleh Perseroan Terbatas.15
Sebagai suatu badan hukum dengan hak dan kewajiban
yang mandiri, perseroan terbatas terlepas dari hak dan kewajiban
pemegang saham yang mencakup juga pengurusnya; artinya,
perseroan terbatas harus memiliki harta dan kekayaan tersendiri
dalam menjalankan kegiatan usahanya. Untuk itu, pada saat
perseroan terbatas didirikan, para pendiri harus menyetorkan
sekurang-kurangnya 25% dari modal yang ditempatkan atau
dikeluarkan16.
e) Memenuhi persyaratan Undang-Undang dan peraturan
pelaksananya.
Setiap perseroan terbatas harus memenuhi persyaratan
Undang-Undang Perseroan Terbatas yaitu Undang-Undang No.40
14Ibid. 15
Tri Budiyono, Loc.Cit.
16
Tahun 2007 dan peraturan pelaksananya. Ketentuan ini
menunjukkan bahwa undang-undang tersebut menganut sistem
tertutup. Persyaratan yang wajib dipenuhi mulai dari pendirinya,
beroperasinya, dan berakhirnya. Di antara syarat mutlak yang
wajib dipenuhi oleh pendiri adalah adanya akta pendiri harus
dibuat di depan notaris dan harus memperoleh pengesahan dari
Menteri kehakiman.17 Hal tersebut merupakan syarat untuk dapat
mengajukan ijin memperoleh status badan hukum, selain itu organ
perseroan harus ada, kuorum dalam persidangan dan kuorum
pengambilan keputusan, dll. Beberapa persyaratan tersebut
pengaturannya dilakukan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah dari UU.
Perseroan Terbatas yang berhasil didirikan sebagai hasil
serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh pendiri, tidak secara otomatis
akan menjadi pihak dari setiap perjanjian yang dibuat oleh pendiri. Dua
dasar pemikiran untuk mendukung argumen tersebut adalah18:
1) Pendiri ketika menutup suatu perjanjian tidak bertindak untuk dan
atas nama kepentingan dari PT yang didirikan tersebut, sebab PT sebagai badan hukum belum ada ketika perjanjian ditutup dan
karenanya PT tidak dapat bertindak sebagai principal.
2) PT yang kemudian berhasil didirikan merupakan badan hukum
tersendiri yang terpisah dari pendiri, dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban tersendiri.
b. Perusahaan Grup atau Perusahaan Kelompok
17
Ibid.
18
Pada awal pembahasan mengenai kajian perusahaan grup, akan
di paparkan beberapa pengertian dari perusahaan grup. Dalam Pasal 1
angka 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi menyatakan bahwa
Group perusahaan adalah dua atau lebih badan usaha yang sebagian sahamnya dimiliki oleh seorang atau oleh badan hukum yang sama baik secara langsung maupun melalui badan hukum lain, dengan jumlah atau sifat pemilikan sedemikian rupa, sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya badan usaha.
Emmy Pangaribuan mendefinisikan, perusahaan kelompok
sebagai suatu gabungan atau susunan dari perusahaan-perusahaan yang
secara yuridis mandiri, yang terkait satu dengan yang lain begitu erat
sehingga membentuk suatu kesatuan ekonomi yang tunduk pada suatu
pimpinan yaitu suatu perusahaan induk sebagai pimpinan sentral.19
Pengertian lain menyatakan Perusahaan grup merupakan suatu
kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan berbadan
hukum mandiri yang dipandang sebagai induk dan anak perusahaan.20
Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal memuat pengertian perusahaan grup tetapi di sebut
sebagai afiliasi yang dalam huruf c, d, dan e menyatakan sebagai
berikut:
a. hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama;
b. hubungan antara perusahaan dengan Pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut; c. hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung
maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama
19
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Perusahaan kelompok, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1996, h. 1.
20
Dari beberapa pengertian perusahaan grup di atas maka dapat
dikatakan bahwa perusahaan grup adalah gabungan dari beberapa
perusahaan mandiri biasa disebut induk perusahaan dan anak
perusahaan yang memiliki keterkaitan akibat sebagian besar saham
dari anak perusahaan dimiliki oleh induk perusahaan, sehingga
membentuk kesatuan ekonomi dengan induk perusahaan sebagai
pimpinan sentral, dan keduanya menjalankan kegiatan untuk mencapai
tujuan strategis dari perusahaan grup.
Di Indonesia perusahaan grup juga biasa disebut sebagai
perusahaan konglomerasi. Terdapat beberapa perusahaan grup besar di
Indonesia antara lain Grup Astra, Grup Salim, Lippo Grup, Sinar Mas
Grup, dll.
Grup Astra merupakan perusahaan multinasional yang memproduksi otomotif yang berkedudukan di Jakarta. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1957 dengan nama PT Astra International Incorporated pendirinya adalah Tjia Kian Tie dan William Soerjadjaja. Ruang lingkup kegiatan Perseroan seperti yang tertuang dalam anggaran
dasarnya adalah perdagangan umum, perindustrian, jasa
pertambangan, pengangkutan, pertanian, pembangunan dan jasa konsultasi. Ruang lingkup kegiatan utama entitas anak meliputi perakitan dan penyaluran mobil, sepeda motor dengan suku cadangnya, penjualan dan penyewaan alat berat, pertambangan dll. Beberapa contoh anak perusahaan dari Grup Astra di bidang otomotif adalah PT Toyota Astra Motor, PT Astra Daihatsu Motor, PT Isuzu
Astra Motor Indonesia dan masih banyak lagi pada bidang lainnya.21
Contoh perusahaan grup lainnya adalah Grup salim yang merupakan perusahaan yang didirikan oleh Sudono Salim. Perusahaan ini memiliki beberapa anak perusahaan, termasuk Indofood, produsen mi instan terbesar dunia dan Bogasari, perusahaan operasi tepung terbesar. Beberapa anak perusahaan lain dari Grup Salim adalah Central Asia Raya, Salim Palm Plantation, Indomobil, Indomilk, Lion Corporation,
21 Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas, “Astra Internasional”,
Indomaret, Intikom Berlian Mustika, Indocement, Nestlé Indonesia
dan masih banyak lagi22.
Apabila dilihat dari variasi usahanya, suatu perusahaan grup
dapat digolongkan ke dalam kategori sebagai berikut:23
1) Grup usaha vertikal
Dalam grup usaha seperti ini, jenis-jenis usaha masing-masing
perusahaan satu lain masih tergolong serupa. Hanya mata rantainya
saja yang berbeda. Misalnya ada anak perusahaan yang
menyediakan bahan baku, ada yang yang memproduksi bahan
setengah jadi, bahan jadi, bahkan ada pula yang bergerak di bidang
ekspor-impor. Jadi, suatu kelompok usaha menguasai satu jenis
produksi dari hulu ke hilir.
2) Grup usaha horisontal
Dalam grup usaha horisontal, bisnis dari masing-masing anak-anak
perusahaan tidak ada kaitannya satu sama lain.
3) Grup usaha kombinasi
Terdapat pula grup usaha, di mana jika dilihat dari segi bisnis anak
perusahaanya, ternyata ada yang terkait dalam suatu mata rantai
produksi (hulu ke hilir), di samping ada juga anak perusahaan yang
bidang bisnisnya lepas satu sama lain. Sehingga dalam grup
22 Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas, “Salim Grup”,
https://id.wikipedia.org/wiki/Salim_Group, dikunjungi pada tanggal 23 September 2017 pukul 20.00.
23
tersebut terdapat kombinasi antara grup vertikal dan grup
horisontal.
Dalam suatu perusahaan grup terdiri dari induk perusahaan dan
anak perusahaan, keduanya memiliki hubungan khusus antar badan
hukum dan merupakan suatu kesatuan ekonomi. Berikut pembahasan
mengenai induk perusahaan dan anak perusahaan:
1) Induk Perusahaan
Induk perusahaan atau yang biasa disebut holding company
adalah suatu perusahaan yang kegiatan utamanya adalah
melaksanakan investasi pada anak-anak perusahaan dan
selanjutnya melakukan pengawasan atas kegiatan manajemen
anak-anak perusahaan.24
Dalam Black’s Law Dictionary dikatakan bahwa Holding
Company adalah “A company that ussually confines its activities to owning stock in, and supervising management of other companies. A holding company ussualy owns a controlling interest in companies whose stock it holds”.25
Induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menjadi
pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan
anak-anak perusahaan dalam suatu kesatuan ekonomi. Pimpinan sentral
ini menggambarkan suatu kemungkinan melaksanakan hak atau
pengaruh yang bersifat menentukan. Pelaksanaan pengaruh dalam
perusahaan grup dapat bersifat mengurangi dan atau mendominasi
hak perusahaan lain.26
Terminologi yang digunakan pada Public Utility Holding
Company Act di Amerika Serikat, definisi holding company adalah:
A corporation formed for the express purpose of controlling other corporations by the ownership of a majority of their voting capital stock. In common usage, the term is applied to any corporation which does in fact control other corporation commonly referred to as subsidiaries.
Menurut Garner perusahaan holding adalah suatu
perusahaan yang dibentuk untuk mengontrol perusahaan lainnya,
biasanya dalam membatasi perannya untuk menguasai saham dan
mengelola manajerial.27
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan maka
dapat disimpulkan bahwa holding company atau induk perusahaan
adalah suatu perusahaan dalam perusahaan grup yang merupakan
pemegang saham mayoritas dari anak perusahaan sehingga dapat
dikatakan kegiatan utamanya adalah investasi dan pengawasan
terhadap anak perusahaan dan hal tersebut ditujukan untuk
mendukung operasional dan tujuan strategis dari kepentingan bisnis
perusahaan grup.
Pada umumnya holding company dapat merupakan
perusahaan dengan berbagai macam bentuk dari persekutuan
perdata, persekutuan firma, persekutuan komanditer sampai dengan
suatu Perseroan Terbatas. Dalam hal ini penulis akan lebih
membahas pada induk perusahaan atau holding company yang
berbentuk Perseroan Terbatas.
27
Jika kita lihat holding company, sebagai suatu induk
perusahaan yang kegiatan utamanya adalah melaksanakan investasi
dan pengawasan pada anak-anak perusahaan, maka ada beberapa
ketentuan dalam UU PT yang perlu mendapat perhatian, baik dari
induk perusahaan maupun anak-anak perusahaan yang berada di
bawah pengawasannya. Ketentuan-ketentuan yang memerlukan
perhatian khusus tersebut adalah hal-hal sebagai berikut28:
a) Ketentuan mengenai batas-batas kewenangan dan tanggung
jawab Direksi, Komisaris dan pemegang saham;
b) Ketentuan mengenai merger, konsolidasi dan akuisisi;
c) Ketentuan mengenai kepemilikan saham;
d) Ketentuan mengenai treasury stock;
e) Ketentuan mengenai penjaminan saham dan jual beli saham.
Kepemilikan induk perusahaan atas saham anak perusahaan
menjadi salah satu alasan bagi lahirnya keterkaitan induk dan anak
perusahaan. Keterkaitan induk dan anak perusahaan ini memberikan
kewenangan kepada Induk perusahaan untuk bertindak sebagai
pimpinan sentral dalam perusahaan grup.29 Induk perusahaan
berhak melakukan pengawasan dan memberikan instruksi terhadap
anak perusahaan. Keterkaitan induk dan anak perusahaan dalam
konstruksi perusahaan grup juga dapat disebabkan oleh beberapa
hal lain yaitu, rapat umum pemegang saham (RUPS), penempatan
direksi atau komisaris pada anak perusahaan, keterkaitan melalui
perjanjian hak bersuara, dan keterkaitan melalui kontrak.
28
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op.Cit., h. 20.
29
Keberadaan dari holding company mempunyai keuntungan
dan kerugian. Di antara keuntungan dari holding company dalam
suatu perusahaan grup adalah sebagai berikut:30
a) Kemandirian resiko
b) Hak pengawasan yang lebih besar
c) Pengontrolan yang lebih mudah dan efektif
d) Operasional yang lebih efisien
e) Kemudahan sumber modal
f) Keakuratan keputusan yang diambil
Di samping keuntungan-keuntungan dari eksistensi holding
company dalam suatu perusahaan grup, terdapat pula
kerugian-kerugian, antara lain:31
Variasi hubungan hukum antara holding company dengan
anak perusahaan juga terlihat dari klasifikasi holding company
dengan menggunakan berbagai kriteria berupa tinjauan dari
keterlibatannya dalam berbisnis, keterlibatannya dalam hal
pengambilan keputusan, dan keterlibatan dalam equity, sebagai
berikut:32
a) Ditinjau dari segi keterlibatan holding company dalam berbisnis
(1) Perusahaan holding semata-mata, jenis perusahaan holding
ini tidak melakukan bisnis sendiri dalam praktek,
dimaksudkan hanya untuk memegang saham dan
mengontrol anak perusahaannya, tidak lebih dari itu.
(2) Perusahaan holding beroperasi, jenis perusahaan holding ini
di samping bertugas memegang saham dan mengontrol
anak perusahaan, juga melakukan bisnis sendiri.
b) Ditinjau dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan
(1) Perusahaan holding investasi, memiliki saham pada anak
perusahaan semata-mata hanya untuk investasi, tanpa perlu
mencampuri soal manajemen anak perusahaan.
(2) Perusahaan holding manajemen, tidak hanya pemegang
saham pasif, tetapi ikut mencampuri atau setidaknya
memonitor terhadap pengambilan keputusan bisnis dari
anak perusahaan.
c) Ditinjau dari segi keterlibatan equity
(1) Perusahaan holding afiliasi, adalah perusahaan holding
yang memiliki saham pada anak perusahaan tidak sampai
51% dari saham anak perusahaan.
(2) Perusahaan holding subsidiary adalah perusahaan holding
yang memiliki saham pada anak perusahaan sampai 51%
atau lebih.
(3) Perusahaan holding non kompetitif adalah setiap
perusahaan holding yang memiliki saham tidak sampai
51%, tetapi tidak kompetitif dibandingkan dengan
pemegang saham lainnya.
(4) Perusahaan holding kombinasi adalah suatu perusahaan
perusahaan sekaligus, di mana ada yang memegang saham
sampi 51% atau lebih, dan ada yang kurang dari 51%
kompetitif atau non kompetitif.
2) Anak Perusahaan
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tidak memuat
pengertian perusahaan grup ataupun sebab lahirnya anak
perusahaan. Berbeda dengan UU PT yang sebelumnya yaitu
Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 telah memuat mengenai kuasa
lahirnya keterkaitan induk dan anak perusahaan. Ketentuan ini
terdapat pada Penjelasan Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1995
Anak perusahaan adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena:
1) Lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh
induk perusahaan;
2) lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai
oleh induk perusahaannya;
3) kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan dan
pemberhentian direksi dan komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya.
Anak perusahaan di dalam suatu perusahaan grup
merupakan perusahaan yang berada di bawah kendali induk
perusahaan karena mayoritas saham anak perusahaan dimiliki oleh
induk perusahaan, sehingga dalam menjalankan kegiatannya anak
perusahaan melaksanakan instruksi dari induk perusahaan. Direksi
dan Komisaris dari anak perusahaan pada beberapa perusahaan
grup sama dengan Direksi dan Komisaris dari induk perusahaan
terdapat pula Direksi dan Komisaris anak perusahaan yang berbeda
dengan induk perusahaan. Hal tersebut terjadi karena pengangkatan
dan pemberhentian direksi dan komisaris sangat dipengaruhi oleh
induk perusahaan. Dan induk perusahaan sebagai pemegang saham
dari anak perusahaan memperoleh perlindungan berupa limited
liability karena di Indonesia masih digunakan pendekatan
perseroan tunggal yaitu diterapkannya Undang-Undang No 40
Tahun 2007.
3) Keterkaitan Induk dan Anak Perusahaan dalam Perusahaan
Grup
Susunan induk dan anak perusahaan yang terikat secara erat
sehingga membentuk perusahaan grup. Keterkaitan induk terhadap
anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup disebabkan oleh
adanya33:
a) Kepemilikan induk perusahaan atas saham anak perusahaan
b) Rapat umum pemegang saham (RUPS)
c) Penempatan direksi atau komisaris pada anak perusahaan
d) Keterkaitan melalui perjanjian hak bersuara
e) Keterkaitan melalui kontrak
Keterkaitan antara dua perseroan melalui kepemilikan
saham menjadi alasan utama bagi lahirnya keterkaitan-keterkaitan
antara induk dan anak perusahaan, baik melalui pendirian
perseroan, pengambilalihan saham, pemisahan usaha, maupun joint
venture. Keterkaitan induk dan anak perusahaan juga dapat terjadi
33 Sulistiowati, “Doktrin
-Doktrin Hukum Mengenai Tanggung Jawab Hukum dalam
karena aset tak berwujud (intengible aset) yang dimiliki induk
perusahaan. Berbagai perbuatan hukum dalam pembentukan atau
pengembangan perusahaan grup di atas berimplikasi kepada induk
perusahaan memiliki kewenangan untuk bertindak sebagai
pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan
keseluruhan anggota perusahaan grup berdasarkan kesamaan tujuan
dan tatanan yang sama.34
Apabila menggunakan pngertian anak perusahaan yang
terdapat pada Memori Penjelasan Pasal 29 ayat (1) UU No. 1 Tahun
1995, kausa lahirnya keterkaiatan antara induk terhadap anak
perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup adalah sebagai
berikut35:
a) Kepemilikan induk perusahaan atas saham anak perusahaan
Kepemilikan induk atas saham anak perusahaan dalam jumlah signifikan memberikan kewenangan kepada induk perusahaan untuk bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan anak-anak perusahaan sebagai kesatuan manajemen. Induk perusahaan akan mengonsilidasikan anak-anak perusahaan dalam laporan keuangan konsolidasi induk dan anak perusahaan, apabila kepemilikan saham induk perusahaan baik langsung atau tidak langsung pada anak-anak perusahaannya adalah di atas 50% jumlah saham anak perusahaan.
Pengendalian induk terhadap anak perusahaan dapat
ditimbulkan dari keterkaitan saham, atau kepemilikan saham dari anak, sehingga induk perusahaan sebagai pimpinan sentral
dapat mengendalikan dan mengkoordinasikan anak
perusahaan36.
b) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Induk perusahaan memiliki kewenangan untuk mengendalikan anak perusahaan melalui mekanisme RUPS anak perusahaan. Dalam RUPS anak perusahaan, induk perusahaan dapat menetapkan hal-hal strategis yang dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi, antara lain
melalui penetapan sasaran jangka panjang perusahaan dalam
bentuk business plan selama lima tahun yang dikenal dengan
rencana strategis37.
c) Penempatan Direksi/Komisaris pada Anak Perusahaan
Melalui kepemilikan atas saham anak perusahaan, induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menempatkan anggota direksi dan/atau dewan komisaris induk perusahaan untuk merangkap menjadi direksi atau komisaris anak perusahaan. Penempatan orang-orang induk perusahaan pada anak-anak perusahaan merupakan bentuk pengendalian operasional secara tidak langsung. Dengan fungsi pengendalian tersebut, induk perusahaan dapat mengetahui perkembangan kegiatan usaha dari masing-masing anak perusahaan. Pengendalian induk terhadap anak anak perusahaan dapat lebih efektif, karena direksi/komisaris yang ditempatkan dianggap memahami kepentingan bisnis perusahaan grup, sehingga pengurusan anak perusahaan sehari-hari tidak melenceng dari kepentingan
perusahaan sebagai kesatuan ekonomi38.
Di samping itu, keterkaitan induk dan anak perusahaan
dalam konstruksi perusahaan grup dapat disebabkan oleh
keterkaitan melalui perjanjian hak bersuara dan keterkaitan melalui
kontrak. Keterkaitan induk dan anak perusahaan dapat terjadi
karena perjanjian hak bersuara yang dilakukan antara pemegang
saham pendiri yang menyepakati bahwa penunjukan direksi dan
dewan komisaris ditentukan oleh salah satu pemegang saham
pendiri. Sementara itu, keterkaitan melalui kontrak dapat dilakukan
ketika suatu perseroan menyerahkan kendali atas manajemen
kepada perseroan lain melalui Perjanjian Pengelolaan Perusahaan39.
4) Perusahaan Grup Sebagai Kesatuan Ekonomi
Keterkaitan induk dan anak perusahaan tidaklah menghapus
status badan hukum anak perusahaan sebagai subjek hukum
mandiri. Pengakuan yuridis terhadap induk dan anak perusahaan
yang berbadan hukum mandiri menjadikan perusahaan grup
sebagai bentuk jamak secara yuridis. Sebaliknya, pengendalian
induk terhadap anak perusahaan dan realitas bisnis perusahaan
grup diarahkan untuk mendukung kepentingan bisnis perusahaan
grup sebagai kesatuan ekonomi40.
Prinsip hukum mengenai kemandirian induk dan anak
perusahaan dengan fakta pengendalian induk terhadap anak
perusahaan dari realitas bisnis perusahaan grup menimbulkan
kontradiksi karena penggabungan keduanya dalam ranah hukum
perseroan. Prinsip hukum mengenai kemandirian dari badan hukum
induk dan anak perusahaan berada dalam ranah hukum perseroan,
sebaliknya pengendalian induk terhadap anak perusahaan
merupakan fakta dari realitas bisnis yang diorganisasikan dalam
suatu perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi41. Bentuk jamak
secara yuridis dan kesatuan ekonomi dalam konstruksi perusahaan
grup menjadi keniscayaan, ketika kerangka pengaturan perusahaan
grup masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal.42
Pengaturan perusahaan grup pada ranah hukum perseroan
akan berimplikasi kepada ketegangan yang terjadi antara fakta
pengendalian induk terhadap anak perusahaan dengan kemandirian
dari badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai berikut43:
40
Ibid., h. 46.
41Ibid. 42Ibid.
, h. 47.
43
a) Pengendalian induk terhadap anak perusahaan menjadi alasan keberadaan dari integrasi perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi. Pengendalian induk terhadap anak perusahaan
menimbulkan ketidakmandirian secara ekonomi anak
perusahaan. Sebaliknya, bentuk jamak secara yuridis dari anggota perusahaan grup memiliki korelasi dengan struktur tata kelola perusahaan grup yang menyangkut keberadaan perusahaan grup, yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan alokasi kekuasaan dalam suatu perusahaan grup. Pengabaian terhadap konteks realitas bisnis perusahaan grup akan memberikan peluang kepada anak perusahaan untuk mengelola dirinya sendiri, sebagai badan hukum mandiri yang mengelola kegiatan bisnis sesuai kepentingan ekonomi dari perseroan yang bersangkutan.
b) Implikasinya, perusahaan grup sebagai bentuk baru dari
organisasi perusahaan, merupakan bentuk jamak secara yuridis yang berada di bawah kesatuan ekonomi. Keterkaitan antara induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup, merupakan relasi di antara berbagai badan hukum mandiri. Hubungan ini terjadi apabila pimpinan kegiatan ekonomi, dua atau lebih perusahaan, dikonstruksikan sedemikian rupa sehingga antara sesama perusahaan itu terdapat susunan yang erat dalam aspek ekonomi, keuangan, dan organisasi.
Apabila dicari benang merah yang menghubungkan satu
anak perusahaan dengan anak perusahaannya lainnya, ataupun
dengan induk perusahaan, hanya dapat ditemukan melalui
kedudukan dan peran yang dimainkan oleh para pemegang
sahamnya. Yakni melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS), yang secara yuridis memang mempunyai
kedudukan tertinggi dan menentukan dalam suatu perusahaan. Atau
dapat juga benang merah tersebut diciptakan melalui ikatan-ikatan
kontraktual yang bersifat temporer, sejauh tidak bertentangan
dengan anggaran dasar perusahaan44.
44 Bambang Hariyanto, “Grup Perusahaan Sebagai Kesatuan Ekonomi”,
Maka pendekatan ekonomi terhadap hubungan antara
perusahaan-perusahaan dalam suatu grup perusahaan konglomerat
ternyata berbeda dengan pendekatan dari segi hukum. Di satu pihak,
pendekatan ekonomi lebih dilatarbelakangi dan di dadasari oleh
kebutuhan-kebutuhan dalam praktek bisnis, jadi lebih praktis dan
pragmatis, sementara pendekatan yuridis lebih bersifat
konvensional, sehingga lebih teoritis. Tentu saja perbedaan
pandangan dari sektor ekonomi dan sektor hukum ini tidak
reasonable untuk dipertahankan terus. Titik temu di antara
keduanya tentu harus dicari45.
Secara yuridis anak perusahaan merupakan badan hukum
mandiri sehingga induk perusahaan sebagai pemegang saham anak
perusahaan mendapatkan perlindungan berupa limited liability.
Kontradiksi antara bentuk jamak secara yuridis dan kesatuan
ekonomi menimbulkan celah hukum atau loopholes dalam
perusahaan grup. Celah hukum ini dapat mendorong munculnya
sikap oportunistik induk perusahaan yang menyalahgunakan
konstruksi perusahaan grup.
Konstruksi perusahaan grup dapat pula mendorong
munculnya moral hazard. Dan Moral hazard ini muncul apabila
limited liability berlaku secara mutlak.46 Sehingga menurut penulis
dalam kontruksi perusahaan grup sebaiknya bentuk jamak secara
yiridis dikesampingkan atau diterobos, sehingga induk perusahaan
45
Ibid.
46
dan anak perusahaan merupakan kesatuan ekonomi bukan sebagai
badan hukum mandiri. Oleh karena itu induk perusahaan tidak
mendapatkan perlindungan berupa limited liability atas kepemilikan
saham dari anak perusahaan. Agar tidak menimbulkan dominasi
tanpa tanggung jawab dari induk perusahaan. Apabila dalam
kesatuan ekonomi induk perusahaan tidak memperoleh limited
liability maka harus ditentukan bentuk tanggang jawab yang lebih
tepat diterapkan untuk induk perusahaan.
2. Sistem Pertanggungjawaban
a. Pengertian Tanggung Jawab
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
Tanggung jawab adalah kewajiban wewenang dan hal yang melekat
pada suatu kedudukan.47 Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah
suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah
diwajibkan kepadanya.48 Menurut hukum, tanggung jawab adalah
suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya
yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu
perbuatan.49
Berdasarkan beberapa pengertian tanggung jawab diatas dapat
dikatakan bahwa tanggung jawab adalah suatu keharusan atau dapat
47
Muhammad Ali, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001, h. 619.
48
Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005.
49
juga disebut sebagai suatu kewajiban untuk melaksanakan suatu
perbuatan dan keharusan tersebut berkaitan dengan etika atau moral.
Pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang
menyebabkan timbulnya hak bagi seorang untuk menuntut orang lain
sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban orang lain untuk
memberi pertanggungjawaban.50
b. Tanggung Jawab Hukum
Secara etimologis, tanggung jawab hukum atau liability sering
kali dipertukarkan dengan responsibility. Dalam Black Law Dictionary
menyatakan bahwa terminologi liability memiliki makna yang luas.
Pengertian legal liability adalah a liability which courts recognize and
enforce as between parties51.
Konsep tanggung jawab hukum berhubungan dengan konsep kewajiban hukum, bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi bila
perbuatannya bertentangan.52 Tanggung jawab hukum dapat dibedakan
atas pertanggungjawaban individu dan pertanggujawaban kolektif. Pertanggungjawaban individu adalah tanggung jawab seseorang atas
pelanggaran yang dilakukannya sendiri, sedangkan
pertanggungjawaban kolektif adalah tanggung jawab seorang individu
atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain53.
Konsep pertanggungjawaban hukum pada dasarnya terkait,
namun tidak identik, dengan konsep kewajiban hukum. Seorang
50
Titik Triwulan dan Shinta Febrina, Perlindungan Hukum Bagi Pasien, Pretasi Pustaka, Jakarta, 2010, h. 48.
51
Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2013, h. 118.
52
Hans Kelsen, Toeri Umum Tentang Hukum dan Negara, Nusamedia, Bandung, 2014, h. 95.
53
individu secara hukum diwajibkan untuk berperilaku dengan cara
tertentu, jika perilakunya yang sebaliknya merupakan syarat
diberlakukannya tindakan paksa. Namun tindakan paksa ini tidak mesti
ditujukan terhadap individu yang diwajibkan “pelaku pelanggaran”
namun dapat ditujukan kepada individu lain yang terkait dengan
individu pertama dengan cara yang ditetapkan oleh tatanan hukum.
Individu yang dikenai sanksi dikatakan “bertanggung jawab” atau
secara hukum bertanggung jawab atas pelanggaran54.
Terdapat pula apa yang disebut sebagai tanggung gugat
(liability/aansprakelijkheid) yang merupakan bentuk spesifik dari
tanggung jawab. Pengertian tanggung gugat merujuk kepada posisi
seseorang atau badan hukum yang dipandang harus membayar suatu
bentuk kompensasi atau ganti rugi setelah adanya peristiwa hukum
atau tindakan hukum. Istilah tanggung gugat berada dalam ruang
lingkup hukum privat55. Kesalahan bukan merupakan unsur yang harus
dipenuhi pada setiap kasus agar seseorang bertanggung gugat. Di
samping itu, seseorang atau badan hukum dimungkinkan bertanggung
gugat atas tindakan orang atau badan hukum lainnnya.56
c. Perkembangan Teori Pertanggungjawaban
Dalam hukum terdapat beberapa teori mengenai
pertanggungjawaban. Namun teori yang pertama dikenal dalam hukum
54
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Nusamedia, Bandung, 2008, h. 136.
55
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, h. 258.
56
adalah tanggung jawab berdasarkan atas unsur kesalahan (liability
based on fault). Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan
adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan
perdata. Prinsip ini menyatakan seseorang baru dapat dimintakan
pertanggungjawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang
dilakukannya. Diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang dikenal
sebagai pasal tentang Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu a) adanya
perbuatan; b) adanya unsur kesalahan; c) adanya kerugian yang
diderita; d) adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan
kerugian57.
Menurut konsep tersebut, setiap perbuatan melawan hukum
yang menimbulkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan kepada
orang yang karena perbuatannya menimbulkan kerugian untuk
mengganti kerugian yang telah ditimbulkan58. Menurut teori ini unsur
kesalahan harus dibuktikan terlebih dahulu sehingga dapat
memunculkan tanggung jawab. Dalam hal ini beban pembuktian ada
pada pihak yang mendalilkannya, sehingga dalam sistem ini dikenal
presumtion of innocent (praduga tidak bersalah).
Seiring dengan perkembangan jaman, teori tanggung jawab
berdasarkan kesalahan tidak lagi dirasa sebagai teori
57 Sukarmi, “Prinsip Tanggung Jawab”,
https://www.google.co.id/amp/s/vanbanjarechts.wordpress.com/2013/01/01/prinsip-tanggung-jawab/amp/, dikunjungi pada tanggal 12 September 2017, Pukul 08.15.
58
pertanggungjawaban yang paling adil. Sehingga muncul beberapa teori
pertanggungjawaban lain, sebagai berikut :
1. Praduga Selalu Bertanggung Jawab (Presumtion of liability)
Praduga selalu bertanggung jawab adalah prinsip praduga
selalu bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan ia tidak
bersalah. Dasar dari teori pembalikan beban pembuktian adalah
seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat
membuktikan sebaliknya59.
2. Praduga Selalu Tidak Bertanggung Jawab (Presumtion of
non-liability)
Prinsip praduga untuk selalu tidak bertanggung jawab
hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat
terbatas, dan pembatasan demikian biasanya common sense dapat
dibenarkan. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum
pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi
kabin/bagasi tangan yang biasanya dibawa dan diawasi si
penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang.
Dalam hal ini, pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat diminta
pertanggungjawabannya60.
3. Tanggung Jawab Mutlak (Strict liability)
Dalam Black’s Law Dictionary, strict liability diartikan
“liability that does not depend on actual negligence or intent to
harm, but that is based on the breach of an absolute duty to make
59Ibid. 60
something safe. Strict liability most often applies either to
ultrahazardous activities or in products liability cases”61.
Tanggung jawab mutlak adalah suatu tanggung jawab hukum yang dibebankan kepada pelaku perbuatan melawan hukum tanpa melihat apakah yang bersangkutan dalam melakukan perbuatannya itu mempunyai unsur kesalahan ataupun tidak. Dalam hal ini pelakunya dapat dimintakan tanggung jawab secara hukum, meskipun dalam melakukan perbuatannya itu dia tidak melakukannya dengan sengaja, dan tidak pula mengandurng
unsur kelalaian, kekurang kehati-hatian, atau ketidakpatutan62.
Karena itu, terhadap tanggung jawab mutlak sering juga
disebut sebagai tanggung jawab tanpa kesalahan. Kesalahan
disini dimaksudkan sebagai kesalahan dalam artian hukum. Bila
saja perbuatan tersebut masih merupakan kesalahan secara moral.
Tetapi banyak juga tanggung jawab terhadap perbuatan, baik
yang disengaja maupun kelalaian, yang menggerogoti
kepentingan orang lain, kepentingan mana dilindungi oleh
hukum, merupakan tanggung jawab tanpa kesalahan secara
hukum maupun moral63.
Selain prinsip umum perbuatan melawan hukum dengan
unsur kesalahan seperti yang terdapat dalam Pasal 1365
KUHPerdata, maka KUHPerdata juga mengenal semacam prinsip
tanggung jawab tanpa kesalahan (tanggung jawab mutlak) dalam
arti yang terbatas, sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1367,
1368, dan 1369 KUHPerdata, yakni model-model tanggung
jawab sebagai berikut64:
a. Tanggung jawab guru terhadap tindakan muridnya.
b. Vis Maior, yakni tanggung jawab orang tua atas perbuatan anaknya.
c. Tanggung jawab kepala tukang/mandor terhadap para tukang
di bawah pengawasannya.
d. Tanggung jawab majikan atas perbuatan yang dilakukan oleh
buruh, atau tanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh binatang miliknya/peliharaannya.
e. Res Ruinosa, yakni tanggung jawab pemilik gedung atas robohnya gedung tersebut. Dalam hal ini, pemilik gedung tidak dapat mengelak dari tanggung jawabnya dengan mengatakan bahwa dia tidak mengetahui/patut menduga tentang adanya kerusakan pada gedung/konstruksi gedung tersebut, atau tidak kuasa untuk mencegah gedung tersebut dari kehancurannya.
Teori hukum adat dan kebiasaan pada prinsipnya
menerapkan semacam tanggungjawab mutlak, yaitu dengan
menerapkan teori “kantong tebal” (deep pocket theory), artinya
yang harus bertanggung jawab adalah yang paling mungkin
membayar, yaitu pihak yang uangnya lebih banyak.65 Dalam ilmu
hukum tentang tanggung jawab perdata dikenal pula deep pocket
theory yang mengajarkan bahwa sesuatu pihak dalam hal-hal
tertentu dapat dimintakan tanggung jawabnya atas perbuatan
yang dilakukan oleh orang lain66. Dalam deep pocket theory,
orang yang dirugikan dapat meminta pertanggungjawaban kepada
pihak yang paling mungkin untuk memberikan
pertanggungjawaban (dalam hal ini yang berkantong tebal).
4. Absolute Liability
Seseorang yang melakukan pelanggaran maka harus
dikenai sanksi. Jika sanksi tidak ditujukan terhadap pelaku
pelanggaran namun terhadap individu lain, maka
pertanggungjawaban itu bersifat absolut. Karena tidak terdapat
kaitan dalam antara individu yang bertanggungjawab dan
kejadian yang tidak dikehendaki yang dimunculkan atau yang
dibiarkan oleh perilaku dari orang lain. Subjek yang bertanggung
jawab harusnya tidak mengirakan atau menyengajakan
berlangsungnya kejadian itu. Dalam hal ini pertanggungjawaban
tersebut memiliki karakter pertanggungjawaban berdasarkan
kesalahan yang berhubungan dengan si pelanggar, dan
pertanggungjawaban absolut yang berkenaan dengan objek
pertanggungjawaban67.
Pertanggungjawaban absolut dapat disamakan dengan
pertanggungjawaban mutlak (strict liability) karena dalam bahasa
inggris absolute berarti mutlak. Dalam kedua
pertanggungjawaban tersebut orang yang bertanggung jawab
tidak identik dengan pelakunya. Namun dalam
pertanggungjawaban hukum terdapat perbedaan antara
petanggungjawaban absolute dan pertanggungjawaban mutlak.
Perbedaan tersebut terletak pada subjek yang bertanggungjawab.
Dalam pertanggungjawaban mutlak subjek yang
67
bertanggungjawab masih memiliki celah untuk membuktikan
bahwa dirinya tidak seharusnya bertanggungjawab seperti apa
yang telah dibebankan terhadapnya. Sedangkan dalam
pertanggungjawaban absolute subjek yang bertanggung jawab
sudah tidak memiliki celah untuk dapat membuktikan lagi
sehingga mau tidak mau harus bertanggungjawab.
5. Pembatasan Tanggung Jawab (Limitation of lliability)
Limitation of lliability adalah prinsip tanggung jawab
dengan pembatasan. Pertanggungjawaban ini sangat disenangi
oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi
dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Misalnya dalam
perjanjian cuci cetak film, ditentukan, bila film yang ingin di
cuci/ dicetak itu hilang atau rusak (termasuk akibat kesalahan
petugas) maka si konsumen hanya dibatasi ganti kerugian sebesar
sepuluh kali harga satu roll film baru. Prinsip tanggung jawab ini
sangat merugikan konsumen bila diterapkan secara sepihak oleh
pelaku usaha. Ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan
konsumen seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak
menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk
membatasi maksimal tanggung jawabnya, jika ada pembatasan,
mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan
yang jelas68.
68 Sukarmi, “Prinsip Tanggung Jawab”,
Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas terdapat
pembatasan tanggung jawab bagi pemegang saham. Pemegang
saham bertanggungjawab atas kerugian yang dialami perseroan
tidak melebihi jumlah saham yang dimilikinya. Asas ini dalam
perseroan terbatas disebut sebagai tanggung jawab terbatas atau
limited liability.
6. Tanggung Renteng
Tanggung renteng berarti menanggung secara
bersama-sama (tentang biaya yang harus dibayar dan sebagainya).
Tanggung renteng diterapkan dalam PT yang merupakan
tanggung jawab anggota direksi. Tanggung renteng diterapkan
apabila dalam suatu PT terdapat lebih dari satu anggota direksi.
Dalam Pasal 97 ayat (4) UU PT menyatakan bahwa dalam
hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih,
tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku
secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. Apabila
salah seorang anggota direksi lalai atau melanggar kewajiban
pengurusan secara itikad baik dan penuh tanggung jawab sesuai
lingkup aspek-aspek itikad baik dan penuh pertanggungjawaban,
maka setiap anggota direksi sama-sama ikut memikul tanggung
jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian yang dialami
perseroan.69
69
d. Sistem Pertanggungjawaban Pada Perseroan Terbatas (PT)
Sistem pertanggungjawaban dalam perseroan terbatas melekat
pada diri perseroan sebagai badan hukum terpisah dan berbeda dari
pemegang saham dan pengurus perseroan. Pada dasarnya tanggung
jawab bidang hukum perdata, tidak menimbulkan problema hukum,
diakui memiliki kapasitas melakukan perbuatan hukum seperti
membuat kontrak atau transaksi dengan pihak ketiga sepanjang hal itu
sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang ditentukan
dalam anggaran dasar70.
Selain daripada mempunyai kapasitas membuat kontrak atau
transaksi dengan pihak ketiga berdasar persetujuan yang digariskan
Pasal 1315 jo. Pasal 1320 KUHPerdata, Perseroan dapat juga
melakukan perikatan yang timbul dari undang-undang atau sebagai
akibat perbuatan perseroan berdasar Pasal 1352 KUHPerdata. Bisa
berupa perbuatan yang halal sesuai ketentuan Paal 1354 KUHPerdata
seperti mewakili urusan orang lain tanpa perintah dan persetujuan
orang tersebut. Bisa juga merupakan perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad, wrongful act) yang merugikan orang lain, seperti
yang ditentukan pada Pasal 1365 KUHPerdata. Kedua jenis tanggung
jawab perdata adalah sebagai berikut71:
1) Tanggung Jawab Kontraktual Perseroan
70Ibid.
, h. 116.
71
Pada diri perseroan sebagai subjek hukum yang independen
terpisah dan berbeda dari pemegang saham dan pengurus, melekat
tanggung jawab kontraktual atas perjanjian yang atau transaksi
yang diperbuatnya untuk dan atas nama perseroan. Tanggung
jawab kontraktual lahir dan melekat pada diri perseroan dari
perjanjian yang dibuatnya dengan pihak lain.
Perseroan dapat melakukan segala bentuk hukum perjanjain
yang dibenarkan undang-undang sepanjang hal itu sesuai dengan
kapasitas yang ditetapkan dalam anggaran dasar. Perseroan tidak
ada bedanya dengan subjek hukum perseorangan, mempunyai hak
dan kewajiban dalam hukum perorangan, juga mempunyai hak dan
kewajiban dalam hukum. Perseroan berhak mencari bantuan dan
perlindungan hukum di depan pengadilan seperti halnya hukum
perorangan, dapat mencari bantuan dan perlindungan hukum di
depan pengadilan.
Perseroan dapat melakukan hubungan hukum dan tindakan
hukum dengan pihak lain baik dengan perseorangan maupun
dengan badan hukum lain, yang diwakili oleh Direksi. Dengan
demikian menurut Pasal 1338 KHUPerdata, perseroan telah
mengikat dirinya kepada orang atau pihak lain. Apabila perikatan
dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata,
menurut Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian itu mengikat sebagai
undang-undang kepada perseroan, dan harus dilaksanakan
diri perseroan telah timbul kewajiban hukum untuk memenuhi isi
perjanjian serta sekaligus pada dirinya melekat tanggung jawab
kontraktual kepada pihak lain tersebut.
Apabila perseroan cidera janji atau wanprestasi
dikualifikasikan melakukan pelanggaran perjanjian/kontrak atau
dikatakan tidak memenuhi kewajiban, sehingga dapat dituntut
memenuhi perjanjian serta membayar penggantian biaya, ganti
kerugian, dan bunga berdasar Pasal 1243 jo. Pasal 1267
KUHPerdata. Sehubungan dengan tanggung jawab kontraktual,
perseroan dapat juga dituntut tanggung jawab secara renteng
dengan pihak lain.
2) Tanggung Jawab Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Perseroan
a) Tanggung Jawab PMH Berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata
Kehendak perseroan dibentuk dalam pikiran para
anggotanya. Pada saat para anggota membentuk dan
memformulasi kehendak tersebut, mereka bertindak sebagai
organ perseroan, yakni sebagai bagian dari organisme yang
berwujud orang. Dengan demikian, kehendak dimaksud
merupakan kehendak dari perseroan itu sebagai badan hukum.
Organ perseroan adalah orang yang melakukan fungsi
perseroan. Apabila tindakan perseroan dilakukan oleh orang
yang mempunyai wewenang dan kapisitas untuk bertindak
melakukan perbuatan hukum sesuai dengan fungsi yang
melanggar hukum atau hak orang lain, perseroan dianggap
memenuhi unsur kesalahan berdasarkan Pasal 1365
KUHPerdata.
Dalam UU PT organ yang esensial posisinya adalah
Direksi dan Dewan Komisaris. Dengan demikian, segala
tindakan PMH yang dilakukan Direksi dapat dituntut
pertanggungjawaban perdatanya berdasarkan Pasal 1365
KUHPerdata apabila hal itu dilakukannya untuk dan atas nama
perseroan serta sepanjang tindakan itu masih dalam kapasitas
melaksanakan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
perseroan (tugas direksi adalah menjalankan pengurusan untuk
kepentingan perseroan).
b) Tanggung Jawab PMH Berdasarkan Pasal 1367 KUHPerdata
Tanggung jawab PMH yang dikonstruksikan dari Pasal
1367 KUHPerdata disebut “tanggung jawab orang yang
mewakili”. Maknanya, tanggung jawab perdata yang
dipaksakan hukum kepada seseorang atas PMH yang dilakukan
orang lain. Sebab perbuatan atau kelakuan pelaku dianggap
berlaku atau dikonstruksikan berhubungan dengan orang lain
itu.
Sistem pertanggungjawaaban yang demikian,
dikonstruksi berdasar asas the liability of a principal for the
tort of his agent. Doktrin ini dibakukan dalam terminus:
lebih superior bertanggung jawab atas PMH yang dilakukan
bawahannya. Doktrin ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1367
KUHPerdata. Dapat diterapkan dalam kerangka hubungan
hukum antara majikan atau principal dengan karyawan atau
agen asal dapat dibuktikan perbuatan yang dilakukan itu dalam
ruang lingkup pelaksanaan tugas.
Terkait dengan sistem pertanggungjawaban perdata yang telah
diuraikan pada poin sebelumnya terdapat tanggung jawab berdasarkan
kesalahan, praduga selalu bertanggungjawab, praduga selalu tidak
bertanggungjawab, tanggung jawab mutlak, tanggung jawab absolut,
pembatasan tanggung jawab, dan tanggung renteng. Dari beberapa
teori pertanggungjawaban tersebut dalam Perseroan Terbatas (PT)
menerapkan limited liability yang merupakan pembatasan tanggung
jawab pemegang saham dan tanggung renteng untuk anggota Direksi.
Berikut akan dibahas mengenai limited liability dan doktrin yang
mengesampingkan asas limited liability yaitu piercing the corporate
veil. Keduanya berhubungan dengan sistem pertanggungjawaban
dalam PT yang juga diterapkan pada konstruksi perusahaan grup,
sebagai berikut:
1. Asas Limited Liability
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Pasal 40 ayat (2) dinyatakan bahwa pemegang saham tidak
bertanggung jawab lebih dari pada jumlah penuh dari
memiliki tanggung jawab terbatas atau biasa disebut limited
liability. Bagi seorang pemegang saham, asasnya mereka memikul
tanggung gugat terbatas.72 Tanggung gugat ini secara jelas dapat
dibaca dari ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU PT yang menyatakan:
Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara
pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak
bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang
dimiliki.
Digunakannya pendekatan perseroan tunggal menyebabkan
induk perusahaan memperoleh limited liability. Dari ketentuan
tersebut dapat dikatakan bahwa induk perusahaan sebagai
pemegang saham dari anak perusahaan tidak bertanggung jawab
melebihi jumlah saham yang dimilikinya atas kerugian yang
dialami anak perusahaan atau atas tidak mampunya anak
perusahaan memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga (kreditor).
Namun demikian limited liability adalah asas yang dalam keadaan
dan kondisi tertentu dapat disimpangi. Karena dalam penerapannya
sering ditemukan penyalahgunaan terhadap asas limited liability
khususnya oleh induk perusahaan.
Para ahli mengajukan kritik terkait penerapan prinsip
hukum limited liability pada relasi antara induk dan anak
perusahaan. Prinsip hukum limited liability dipandang sebagai
insentif pengambilan resiko yang mengizinkan suatu korporasi
72
untuk menghindari biaya penuh dari kegiatan usahanya. Penerapan
limited liability dari pemegang saham dalam kasus perbuatan
melawan hukum menjadi prinsip hukum yang berlaku untuk
perseroan atau korporasi. Berlakunya limited liability menciptakan
insentif bagi perbuatan hukum beresiko tinggi yang memungkinkan
perseroan untuk menghindarkan biaya yang timbul dari tindakan
mereka73.
Prinsip hukum limited liability dianggap dapat menciptakan
moral hazard bagi induk perusahaan untuk mengeksternalisasikan
kegiatan usaha yang beresiko kepada anak perusahaan.74 Apabila
resiko yang dimaksud terjadi, anak perusahaan dibebani tanggung
jawab hukum atas kerugian dari kegiatan usaha tersebut, sementara
itu, induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan
memperoleh limited liability75.
Penerapan limited liability dalam perusahaan grup dapat
disalahgunakan oleh induk perusahaan. Induk perusahaan secara rutin mengeksternalisasikan resiko dari lahirnya tanggung jawab atas suatu perbuatan melawan hukum kepada anak perusahaan, meskipun mereka memperoleh keuntungan dari kegiatan yang sangat beresiko. Bahkan, sebagian anak perusahaan dibentuk oleh induk perusahaan yang bergerak pada industri yang beresiko untuk membatasi gugatan tanggung jawab atas adanya perbuatan
melawan hukum76.
Selain dengan mengeksternalisasi kegiatan usaha yang
beresiko kepada anak perusahaan, terdapat bentuk penyalahgunaan
lain, induk perusahaan dapat mengalihkan sebagian aset dari anak
-Doktrin Hukum Mengenai Tanggung Jawab Hukum dalam
Perusahaan Grup”, Jurnal Hukum Bisnis, Volumen 31, 2012, h. 9.
76