• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Sistem Pertanggungjawaban Perusahaan Grup di Belanda

Belanda tidak mengatur secara khusus perusahaan grup dalam

perusahaan grup di Belanda dibangun atas konsepsi perusahaan

tunggal. Sebagai badan hukum mandiri, public company (NV) dan

private company (BV) memiliki kepentingan ekonomi yang mandiri

untuk memenuhi tujuan perseroan yang dijalankan oleh broad of

management. Kerangka pengaturan ini berlaku bagi perusahaan yang dijalankan sebagai badan hukum yang terpisah maupun perusahaan grup94.

Di Belanda yang dimaksud dengan perusahaan grup atau concern adalah suatu susunan dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang terkait satu dengan yang lain secara organisatoris sehingga membentuk suatu kesatuan ekonomis yang tunduk pada suatu pimpinan dari suatu perusahaan induk sebagai pimpinan sentral. Semua anggota perusahaan grup merupakan badan hukum yang mandiri atau saparate legal entity, walaupun concern merupakan suatu kesatuan

ekonomi95.

Perusahaan-perusahaan di dalam suatu concern terkait satu

sama lain melalui penyertan modal atau melalui cara lain seperti melalui perjanjian atau melalui suatu fakta. Perusahaan-perusahaan yang tergabung di dalam perusahaan grup dianggap sebagai kesatuan ekonomi, implikasinya ke dalam sektor hukum antara lain berupa diterobosnya batas-batas kemandirian badan hukum dari anak

perusahaan maupun perusahaan induk96.

94

Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2013, h. 81.

95

Ibid., h. 82.

96

Sebagai konsekuensi logis, berkembangnya teori-teori hukum

tentang ikut ditariknya induk perusahaan atau holding company maupun

anak perusahaan lain dalam satu grup dalam hal-hal tertentu mempertanggungjawabkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh salah satu atau lebih anak perusahaan. Pihak perusahaan induk atau

perusahaan holding dalam batas-batas tertentu berwenang untuk

mencampuri urusan bisnis anak perusahaan97.

Sejauh mana hak, kewajiban, dan kewenangan perusahaan induk terhadap anak perusaahaan sangat bervariasi. Dalam perusahaan grup yang di dalamnya berlaku prinsip sentralisasi, perusahaan induk sangat jauh terlibat langsung sehingga anak perusahaan hanya

menjalankan tugas-tugas rutin saja (day to day operation) tanpa bisa

menentukan keputusan. Akan tetapi dalam perusahaan grup yang menerapkan desentralisasi, anak perusahaan diberi kewenangan sangat

besar. Oleh karena ikut campur tangan perusahaan induk atau holding

company tersebut akan terkait dengan kepentingan berbagai pihak, maka berbagai benturan kepentingan baik antara perusahaan- perusahaan yang tergabung di dalam perusahaan grup maupun antara perusahaan-perusahaan dalam perusahaan grup dengan pihak ketiga seperti kreditur dan pemegang saham minoritas sangat mungkin terjadi98.

Konsepsi pengaturan perusahaan di Belanda telah mengalami perubahan. Perubahan ini diarahkan untuk mengadopsi kepentingan

97Ibid.

, h. 83.

98

yang lebih luas dengan melakukan pemisahan kepemilikan dan kontrol pada suatu perseroan dibandingkan kerangka pengaturan sebelumnya, ketika perseroan dipandang sebagai kongsi yang dikualifikasikan menjadi instrumen dari pemegang saham. Kerangka pengaturan Belanda mengakui bahwa korporasi sering kali tidak menjalankan kegiatan bisnis sebagai perusahaan tunggal. Sejumlah organisasi bisnis

terdiri dari holding company, berupa subholding company, dan

beberapa anak perusahaan99.

Setiap perusahaan di dalam suatu grup atau concern harus

dipandang sebagai pemegang hak dan kewajiban mandiri. Asas ini berlaku juga dalam hubungan antara perusahaan grup dengan pihak ketiga terhadap siapa perusahaan itu betanggung jawab berdasarkan

kewajibannya. Pada prinsipnya perusahaan-perusahaan dalam

perusahaan grup tidak ada urusannya dengan hak dan kewajiban keluar

dari perusahaan satu sama lain. Mereka tidak dapat

dipertanggungjawabkan terhadap pihak ketiga dan juga tidak memperoleh hak mereka berdasarkan hubungan hukum antara salah

satu perusahaan di dalam concern dengan pihak luar atau pihak

ketiga100.

Kedudukan pihak ketiga yang berhubungan dengan suatu perusahaan, seperti kreditur dan pemegang saham minoritas, dapat dengan mudah dipengaruhi oleh fakta keterikatan debitur mereka atau perusahaan mereka dengan perusahaan lain dalam perusahaan grup atau

99Ibid

.

100

menjadi salah satu mata rantai dari susunan suatu concern. Peristiwa

tertentu yang sedang dihadapi suatu concern dapat berpengaruh

terhadap kedudukan pihak ketiga101.

Dari segi hukum pihak ketiga tidak dapat dirugikan hanya karena perusahaan-perusahaan diorganisasikan sebagai suatu kelompok, tetapi secara faktual mereka dapat menderita rugi sebagai akibat dari perusahaan terikat dari aspek ekonomi dalam suatu grup. Yang perlu dipikirkan adalah perlindungan hukum bagi mereka untuk menuntut ganti kerugian, apakah sarana hukum untuk menuntut ganti kerugian yang tersedia di dalam hukum telah mencukupi untuk tujuan ini ataukah

harus dibuat suatu peraturan khusus102.

Di Belanda, induk perusahaan dapat bertanggungjawab tetapi harus ada bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh perusahaan induk, misalnya dengan memberikan modal yang tidak mencukupi untuk anak perusahaan sehingga menimbulkan kerugian jangka panjang, dan banyak penyalahgunaan lainnya sehingga induk perusahaan yang memberikan instruksi harus beratanggungjawab.

What the different national provisions have in common is that for liability to exist there must be a form of abuse of power by the parent company, for example because it has provided insufficient capital for the subsidiary, has failed to intervene in loss-making activities over a long period or has engineered transactions within the

101Ibid

.

102

group designed to work to the detriment of creditors.103 Basically, under this scheme a parent company that issues instructions to a subsidiary must guarantee any debts of that subsidiary.104 Sehingga walaupun masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal dan masih mengakui bahwa induk dan anak perusahaan sebagai badan hukum mandiri tetapi dalam hal-hal tertentu yang secara faktual menimbulkan dampak yang buruk bagi anak perusahaan, induk perusahaan harus ikut bertanggung jawab.

Di Belanda juga terdapat undang-undang yang disebut Wet Op

Misbruik van Rechtpersonen. Menurut undang-undang ini, apabila suatu perusahaan jatuh pailit di mana penyebab utama dari jatuhnya pailit tersebut adalah karena direksinya tidak bertindak secara pantas, maka direksi yang bersangkutan secara pribadi atau secara bersama- sama yang harus bertanggung jawab secara hukum kepada pihak ketiga. Dalam hal ini, yang harus bertanggung jawab tidak hanya direksi semata-mata. Melainkan juga termasuk pihak-pihak lain yang dalam kenyataanya menentukan dalam mengambil keputusan

perusahaan. Misalnya, para pemegang saham/pemilik

perusahaan/holding company.

b. Sistem Pertanggungjawaban Perusahaan Grup di Jerman

103A.G. Castermans, J.A. van der Weide dan Leiden, “The

legal liability of Dutch parent

companies for subsidiaries’ involvement in violations of fundamental, internationally recognised rights”, Business Journal, 2009, h. 36.

104

Jerman merupakan negara yang pertama kali mengatur secara

khusus hukum perusahaan grup (Konzernrecht) melalui Stock

Corporation Act atau Aktiengesetz (AktG) pada tahun 1965. Konzernrecht menjadi standar atas pembebanan tanggung jawab induk perusahaan dalam kerangka perusahaan grup yang mengatur secara khusus dan menyeluruh perusahaan grup dan afiliasi, yang meliputi peraturan perundang-undangan yang kontekstual dengan tanggung

jawab dalam relasi induk-anak perusahaan105.

Konzernrecht menggunakan pendekatan atas realitas yang terjadi pada perusahaan grup, berupa batasan kritis atas pemisahan dua jenis perusahaan grup berbeda yang berkorespondensi dengan kerangka regulasi berbeda pula, meliputi perusahaan grup kontraktual dan

perusahaan grup faktual atau de facto group. Berbeda dengan hukum

perseroan yang menekankan keterkaitan antara perseroan dengan pemegang saham perseorangan, maka kerangka pengaturan perusahaan grup di Jerman merupakan artikulasi dari tanggung jawab induk perusahaan berdasarkan perbedaan skema tanggung jawab dari masing-

masing kategori106.

Kerangka pengaturan korporasi Jerman merupakan wujud dari tanggung jawab induk perusahaan, sebagai kebalikan dari investor individu-pemegang saham. Pemerintah Federal Jerman merumuskan

versi terbaru Stock Corporation Act, berupa provisi UU yang

membedakan secara khusus dua kategori perusahaan grup berdasarkan

105

Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2013, h. 86.

106

perbedaan skema tanggung jawab dari masing-masing kategori. Kerangka pengaturan perusahaan grup di Jerman dibedakan atas

perusahaan grup kontraktual dan faktual sebagai berikut107:

1) Perusahaan Grup Kontraktual

Alasan keberadaan dari perusahaan grup kontraktual adalah sifat sukarela dari induk perusahaan yang mengendalikan dan anak perusahaan yang dikendalikan. Selanjutnya, induk dan anak

perusahaan menjalankan perjanjian pengendalian atau

beherrschungsvertrag. Induk perusahaan menjalankan kesatuan ekonomi dan memiliki kekuasaan untuk mengarahkan anak perusahaan. Kekuasaan ini dilegitimasi oleh kontrak khusus dengan

anak perusahaan108.

Ketentuan ini memberikan manfaat berupa terbukanya deviasi dari hukum perusahaan klasik yang hanya mengatur mengenai perseroan tunggal. Hukum memberikan justifikasi berupa hak yang lebih luas kepada induk perusahaan untuk memberikan instruksi kepada anak perusahaan dan menjalankan kegiatan bisnis dengan lebih mengutamakan kepentingan kelompok. Syaratnya, induk perusahaan dibebani terlebih dahulu dengan suatu kewajiban untuk menutup seluruh kerugian yang timbul atau tanggung jawab

kolektif atas penyelesaian pinjaman109.

Perjanjian pengendalian memberikan legitimasi kepada induk perusahaan untuk menjalankan kuasa manajerial pada anak 107Ibid. , h. 88. 108Ibid . 109 Ibid., h. 89.

perusahaan. Anggaran dasar mengizinkan induk perusahaan untuk mengarahkan dan mempengaruhi korporasi, bahkan ketika anak

perusahaan harus mengalami kerugian atau detrimental, sepanjang

arahan induk perusahaan dapat memenuhi dua persyaratan. Pertama, induk perusahaan mengutamakan kepentingan bisnis keseluruhan perusahaan grup secara konsisten. Kedua, induk perusahaan tidak membahayakan eksistensi yuridis dari anak perusahaan. Dengan kata lain, pengendalian induk terhadap anak perusahaan pada perusahaan grup kontraktual, bertujuan untuk kepentingan perusahaan grup dan induk perusahaan tidak membiarkan anak

perusahaan berada dalam insolvency110.

Aktiengesetz menerapkan respon kontraktual melalui bentuk

campuran dari statutory contractual yang menjadi quid pro quo dari

hapusnya limited liability induk perusahaan sebagai pihak yang

berhadapan dengan anak perusahaan yang dikontrol. Dengan berlakunya ketentuan ini, induk perusahaan melakukan perjanjian kontrol dengan anak perusahaan dengan membentuk kelompok

kontraktual yang menggunakann asumsi berupa statutory obligation

yang diciptakan bagi kepentingan jalannnya perjanjian kontrol sebagai kompensasi yang diberikan kepada anak perusahaan terhadap kerugian yang diakibatkan oleh kontrol yang dijalankan induk perusahaan selama periode perjanjian kontrol berlangsung. Hal yang perlu dicatat bahwa tanggung jawab dari induk perusahaan

110

terhadap kompensasi anak perusahaan di seluruh dunia dijalankan tidaklah mengacu kepada relasi faktual, ataupun hubungan kausalitas antara kerugian anak perusahaan dan fakta pengendalian yang dijalankan oleh induk perusahaan. Jika induk perusahaan menolak untuk membayar kewajiban anak perusahaan terhadap kreditor, kreditor dari anak perusahaan dapat memaksa anak perusahaan menuntut kompensasi dari induk perusahaan sesuai

dengan pengaturan German bankcruptcy111.

2) Perusahaan Grup Faktual

Kategori kedua perusahaan grup di Jerman adalah

perusahaan grup faktual atau de facto concern. Karakteristik

perusahaan grup faktual tidak didasarkan pada perjanjian pengendalian antara induk dan anak perusahaan terhadap

pengelolaan jalannya perusahaan grup. Sebaliknya, de facto group

merupakan persilangan murni dalam penyusunan anggaran dasar yang menjadi eksistensi dari isi pengaturan kelompok faktual yang

memenuhi dua persyaratan berikut112:

a) Melalui kepemilikan saham mayoritas induk terhadap anak

perusahaan, ada praduga yang berimplikasi kepada

ketidakmandirian anak perusahaan untuk menjalankan instruksi induk perusahaan.

b) Keberadaan kesatuan ekonomi atau einheitliche leitung yang

diterapkan oleh induk perusahaan yang menjadi pemegang

111Ibid.

, h. 90.

112

saham mayoritas dan memegang seluruh kepemilikan saham anak perusahaan, sebagaimana yang terjadi pada kedua perusahaan jika dijalankan sebagai perusahaan tunggal. Kepemimpinan kegiatan bisnis terkait dengan manajemen korporasi dan kontrol.

Konsekuensi dari kelompok faktual adalah induk perusahaan harus bertanggung jawab terhadap pinjaman dari anak perusahaan, dengan megikuti skema anggaran dasar yang berbeda dengan penerapan kelompok kontraktual. Di samping munculnya tanggung jawab terhadap seluruh pinjaman anak perusahaan, sebagaimana

penerapan contractual concern di Jerman berdasarkan aktualisasi

dari kerugian yang disebabkan oleh kontrol induk perusahaan, tanggung jawab diantara anggota kelompok dalam kelompok faktual menekankan kepada upaya untuk mengisolasi terhadap adanya kasus campur tangan induk perusahaan yang mengakibatkan kerugian saja. Hal ini sebagaimana terjadi pada pengabaian kemandirian anak perusahaan yang diekspresikan secara seragam, struktur manajemen yang terpusat ada pada kelompok faktual, dan

beberapa tambahan dari wrongful conduct oleh induk perusahaan

yang merugikan anak perusahaan113.

Tanggung jawab diantara anggota kelompok juga

membutuhkan keterkaitan sebab untuk mengukur kerugian yang disebabkan oleh induk perusahaan dan kerusakan atau kerugian

113

yang dialami anak perusahaan. Hal ini membatasi upaya perbaikan terhadap anak perusahaan, hanya terbatas pada kerugian yang secara langsung disebabkan oleh pihak tertentu, berupa campur tangan yang menyebabkan kerugian terkait ketidakmandirian yuridis anak perusahaan. Realitas korporasi pada perusahaan grup faktual kadang ditandai oleh keterkaitan antarperusahaan yang erat dengan multitude dari campur tangan induk perusahaan, bahkan dimungkinkan menggunakan dasar kegiatan sehari-hari. Secara prosedural, tidak dimungkinkan suatu anak perusahaan dikontrol secara ketat oleh induk perusahaan secara khusus, yang ketika menjalankan fungsi kontrol menyebabkan kerugian yang berdiri sendiri dan dapat dikuantifikasikan secara tepat untuk kepentingan

perbaikan anak perusahaan114.

Pada perusahaan grup faktual, induk perusahaan tidak dijamin dengan hak untuk memberikan instruksi, diizinkan untuk menggunakan pengaruh dominasi hanya untuk kepentingan dari anak perusahaan dan bertanggung jawab untuk memberikan

kompensasi kepada setiap kerugian yang dialami oleh subsidiary

atas kerusakan atau kerugian yang disebabkan oleh penggunaan

pengaruh induk perusahaan115.

Keseluruhan sistem hukum Jerman yang mengatur mengenai perusahaan grup berdasarkan pada model tradisional dari perusahaan tunggal yang otonom. Model ideal, yang menjadi dasar pengembangan

114Ibid

.

115

model, menggunakan asumsi bahwa perusahaan merupakan unit ekonomi dan entitas hukum mandiri, dari akumulasi ekuitas modal sejumlah pemegang saham perseorangan yang berkepentingan atas tingkat pengembalian investasi dan manajemen yang mempunyai komitmen untuk menjadi badan independen yang menjalankan fungsi sebagai agen dengan ketrampilan untuk memenuhi kepentingan bisnis dari para pemegang saham. Pada model ini, pemegang saham memiliki hak suara yang menjamin keseimbangan di antara pemegang saham lainnya dan homogeitas, untuk menjaga stabilitas antara berbagai

kepentingan pemegang saham individu dengan kepentingan

perusahaan secara keseluruhan. Secara tidak langsung, keselarasan di antara para pemegang saham ini akan menjaga kepentingan pihak

ketiga, seperti kreditur dan karyawan116.

Tabel 1

Tabulasi Perbandingan Sistem Pertanggungjawaban Dalam Perusahaan Grup antara Indonesia, Belanda, dan Jerman

Indikator Indonesia Belanda Jerman

Pengaturan sistem pertanggungj awaban perusahaan grup Di Indonesia terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai konsep perusahaan grup tetapi belum terdapat peraturan perundang- undangan yang secara khusus mengatur

Kerangka pengaturan perusahaan grup di Belanda dibangun atas konsepsi perusahaan tunggal. Pengaturan mengenai perusahaan grup di Jerman terdapat dalam konzernrecht. yang mengatur secara khusus dan menyeluruh

perusahaan grup dan afiliasi.

116

mengenai tanggung jawab di dalam perusahaan grup sehingga masih digunakan pendekatan pengaturan dari perseroan tunggal. Sistem pertanggungj awaban dasar Sistem pertanggungjawaban yang diterapkan untuk perusahaan grup di Indonesia khususnya untuk induk perusahaan adalah tanggung jawab terbatas atau limited liability, karena induk perusahaan merupakan pemegang saham dari anak perusahaan.

Setiap perusahaan di dalam suatu grup atau

concern harus

dipandang sebagai badan hukum mandiri. Perusahaan-

perusahaan dalam perusahaan grup tidak ada urusannya dengan hak dan kewajiban keluar dari perusahaan satu sama lain. Mereka tidak dapat dipertanggungjawabka n terhadap pihak ketiga dan juga tidak mereka berdasar hubungan hukum antara salah satu perusshaan di dalam

concern dengan pihak luar atau pihak ketiga.

Konzernrecht

menjadi standar atas pembebanan tanggung jawab induk perusahaan dalam kerangka perusahaan grup. Dalam Konzernrecht membedakan perusahaan grup menjadi kelompok kontraktual dan faktual. Dalam perusahaan grup kontraktual, tanggung jawab induk perusahaan diatur dalam perjanjian pengendalian. Sedangkan dalam kelompok faktual, tanggung jawab induk perusahaan diatur dalam anggaran dasar dari anak perusahaan. Pengecualian atau syarat dari sistem pertanggungj awaban yang berlaku Ada kemungkinan limited liability disimpangi dan diterapkan Doktrin Piercing The

Corporate Veil pada perusahaan grup apabila memenuhi salah satu dari 4 ketentuan yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Di Belanda

berkembangnya teori- teori hukum tentang ikut ditariknya induk perusahaan atau

holding company

maupun anak perusahaan lain dalam satu grup dalam hal- hal tertentu mempertanggungjawa bkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh salah satu atau lebih anak perusahaan. Di Belanda terdapat Undang-undang yang

Dua persyaratan bagi perjanjian pengendalian adalah sebagai berikut: pertama, induk perusahaan mengutamakan secara konsisten kepentingan bisnis keseluruhan perusahaan grup. Kedua, induk perusahaan tidak membahayakan eksistensi yuridis dari anak perusahaan.

disebut Wet Op

Misbruik van

Rechtpersonen,

apabila suatu perusahaan pailit karena direksi tidak bertindak secara pantas, maka yang bertanggung jawab tidak hanya direksi tetapi pihak-pihak lain

yang dalam kenyataanya menentukan dalam mengambil keputusan termasuk holding company. Derajat pengendalian induk perusahaan terhadap anak perusahaan Derajat pengendalian induk terhadap anak perusahaan

dipengaruhi oleh sejauh mana anak perusahaan dapat mendukung pencapaian tujuan kolektif perusahaan grup, sehingga ketidakmampuan direksi anak perusahaan untuk menjalankan pengurusan anak perusahaan dapat menjadi alasan bagi induk perusahaan untuk meningkatkan derajat pengendalian induk terhadap anak perusahaan. Dalam perusahaan grup di Belanda berlaku prinsip sentralisasi dan desentralisasi untuk derajat pengendalian induk perusahaan terhadap anak perusahaan. Untuk perusahaan grup kontraktual sejauh mana pengendalian induk perusahaan diatur dan disepakati dalam perjanjian pengendalian. Sedangkan Untuk perusahaan grup faktual, derajat pengendalian dapat di lihat dalam skema pertanggungjawaban yang terdapat dalam anggaran dasar dari anak perusahaan.

Berdasarkan tabulasi perbandingan diatas, antara sistem

pertanggungjawaban perusahaan grup di Indonesia dan Belanda terdapat beberapa kemiripan, seperti pada pengaturan sistem pertanggungjawaban pada perusahaan grup. Baik Indonesia maupun Belanda masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal. Kemiripan lain pada pengecualian dari sistem

pertanggungjawaban yang berlaku, di Indonesia terdapat doktrin piercing the corporate veil yang menyebabkan induk perusahaan tidak mendapatkan

perlindungan berupa limited liability apabila memenuhi ketentuan tertentu,

untuk di Belanda terdapat undang-undang yang disebut Wet Op Misbruik van

Rechtpersonen yang membuka kemungkinan induk perusahaan ikut mempertanggungjawabkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh anak perusahaan. Berbeda dengan sistem pertanggungjawaban perusahaan grup di

Jerman yang sudah diatur dalam konzernrecht. Jerman merupakan negara

yang pertama kali mengatur secara khusus mengenai perusahaan grup. Di

Jerman perusahaan grup dibedakan menjadi perusahaan grup kontraktual dan perusahaan grup faktual. Kedua perusahaan grup tersebut mengatur tanggung jawab induk perusahaan dalam perusahaan grup di dalam suatu perjanjian pengendalian untuk perusahaan grup kontraktual dan diatur dalam anggaran dasar anak perusahaan untuk perusahaan grup faktual. Dalam perjanjian pengendalian dan anggaran dasar anak perusahaan diatur pula derajat pengendalian dari induk perusahaan.