• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggung Jawab Perdata Induk Perusahaan di Dalam Suatu Perusahaan Grup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggung Jawab Perdata Induk Perusahaan di Dalam Suatu Perusahaan Grup"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Perusahaan grup merupakan suatu kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai induk dan anak perusahaan.1 Pertumbuhan perusahaan grup di Indonesia semakin pesat dan perusahaan grup semakin menjadi tren yang dipilih oleh pelaku usaha di Indonesia meskipun belum terdapat pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup. Pertumbuhan pesat jumlah perusahaan grup di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai motif, antara lain meliputi penciptaan nilai tambah melalui sinergi dari beberapa perusahaan, upaya perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang melebihi perusahaan lain, motif jangka panjang untuk mendayagunakan dana-dana yang telah dikumpulkan, ataupun perintah peraturan perundang-undangan yang mendorong terbentuknya perusahaan grup.2

Contoh peraturan perundang-undangan yang mendorong terbentuknya perusahaan grup yaitu Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, khususnya pada Pasal 10 yang menyatakan bahwa, (1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir. (2) Badan Usaha yang melakukan

1

Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2013, h. 16.

2

(2)

Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha Hulu. Kemudian pada Pasal 13 menyatakan bahwa (1) Kepada setiap Badan Usaha atau Bentuk Usaha tetap hanya diberikan 1 (satu) Wilayah Kerja. (2) Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap mengusahakan beberapa Wilayah Kerja, harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap Wilayah Kerja. Pasal-pasal tersebut mengatur mengenai dua ketentuan yang melarang atau membatasi suatu badan usaha untuk menjalankan lebih dari satu kegiatan usaha migas sebagaimana dimaksud, kecuali kegiatan usaha migas tersebut dijalankan melalui konstruksi perusahaan grup.3

Peraturan perundang-undangan lain yang mendorong terbentuknya perusahaan grup terdapat pada ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengizinkan seseorang untuk mendirikan suatu perseroan. Memori penjelasan Pasal 7 ayat (1)

tersebut menjabarkan bahwa yang dimaksud dengan “orang” adalah orang

perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau asing. Memori penjelasan Pasal 7 ayat (1) ini memang tidak ditujukan secara khusus sebagai bentuk pengaturan perusahaan grup. Namun, perbuatan hukum suatu badan hukum untuk mendirikan perseroan lain berimplikasi kepada timbulnya keterkaitan antara dua perseroan melalui kepemilikan saham.4

Dalam suatu perusahaan grup terdapat induk perusahaan5 dan anak perusahaan6 yang dapat dikatakan keduanya memiliki hubungan khusus antar

3

Ibid., h. 65. 4

Sulistiowati, Op.Cit., h. 20. 5

(3)

badan hukum mandiri. Induk perusahaan merupakan pemegang saham mayoritas dari anak perusahaan. Kepemilikan saham induk pada anak perusahaan menjadi alasan keberadaan bagi lahirnya keterkaitan induk dan anak perusahaan. Keterkaitan induk dan anak perusahaan ini memberikan kewenangan kepada Induk perusahaan untuk bertindak sebagai pimpinan sentral perusahaan grup.7 Induk perusahaan atau yang biasa disebut holding company adalah suatu perusahaan yang kegiatan utamanya adalah melaksanakan investasi pada anak-anak perusahaan dan selanjutnya melakukan pengawasan atas kegiatan manajemen anak-anak perusahaan.8 Pengendalian induk terhadap anak perusahaan tersebut ditujukan untuk mendukung operasional dan tujuan strategis dari kepentingan bisnis perusahaan grup.

Pengendalian induk terhadap anak perusahaan memungkinkan induk untuk mendominasi pengurusan anak perusahaan. Hal ini berimplikasi kepada ketidakmandirian yuridis anak perusahaan, karena anak perusahaan harus menjalankan instruksi induk perusahaan. Dominasi induk terhadap pengurusan anak perusahaan tidaklah selalu menimbulkan kerugian, tetapi kemungkinan besar dapat menyebabkan opportunity lost pihak ketiga sebagai akibat dari perbuatan hukum anak perusahaan yang menjalankan instruksi induk

(lanjutan footnote 5) perusahaan grup induk perusahaan dapat mengendalikan kegiatan anak perusahaan. Dikatakan pemegang saham mayoritas karena induk perusahaan memiliki lebih dari 50% saham dari anak perusahaan.

6

Anak perusahaan di dalam suatu grup merupakan perusahaan yang berada di bawah kendali induk perusahaan karena mayoritas saham anak perusahaan dimiliki oleh induk perusahaan, sehingga dalam menjalankan kegiatannya anak perusahaan melaksanakan instruksi dari induk perusahaan dan orientasi bisnis dari anak perusahaan bditujukan untuk mendukung kepentingan bisnis perusahaan grup.

7Ibid. , h. 5. 8

(4)

perusahaan. Karena konstruksi pengaturan ini memberikan peluang kepada munculnya moral hazard atas sikap oportunitas induk perusahaan yang memanfaatkan celah hukum dengan diberlakukannya limited liability9.

Dalam penelitian ini penulis akan lebih membahas pada perusahaan grup yang anggotanya baik induk maupun anak perusahaan merupakan Perseroan Terbatas (PT) karena terdapat pula anak perusahaan dari suatu perusahaan grup berbentuk Firma (Fa) atau Commanditaire Venootschap (CV) yang bukan berbentuk badan hukum. Pada prinsipnya, anak perusahaan dalam perusahaan grup tidak harus berbentuk perseroan.10 Sedangkan untuk induk perusahaan juga tidak ada keharusan bahwa induk perusahaan harus berbentuk PT karena terdapat pula induk perusahaan yang berbentuk yayasan. Bentuk PT dipilih karena PT merupakan badan hukum dan subjek hukum. Selain itu, dalam PT terdapat pemisahan harta antara harta pribadi dan harta perseroan. Dan juga PT merupakan salah satu bentuk badan usaha yang paling dipilih oleh pelaku usaha khususnya di Indonesia.

Bentuk perusahaan grup dapat terjadi melalui dua cara. Cara pertama adalah dengan sengaja didirikan PT baru, cara yang kedua, dengan jalan mengambil alih saham dari PT yang sudah ada dan sudah berjalan yaitu yang lebih dikenal dengan sebutan “akuisisi” atau pengambilalihan.11 Berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih

9

Sulistiowati, Loc.Cit.

10

Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2013, h. 16, dikutip dari Simanjuntak, 1994, Perusahaan Kelompok, h. 5.

11

(5)

saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Terjadinya perusahaan grup juga terdapat cara lain yaitu melalui pemisaham usaha dan joint venture.

(6)

pemegang saham dari anak perusahaan hanya bertanggung jawab sebesar jumlah saham yang dimilikinya atas kerugian yang dialami anak perusahaan atau atas tidak mampunya anak perusahaan memenuhi kewajiban terhadap pihak ketiga. Tanggung jawab terbatas pemegang saham ini biasa disebut sebagai limited liability. Berlakunya prinsip hukum perseroan sebagai subjek hukum mandiri menyebabkan induk perusahaan tidak bertanggung jawab atas perbuatan hukum anak perusahaan.12

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa induk perusahaan merupakan pimpinan sentral dalam suatu perusahaan grup sehingga dapat melakukan pengawasan terhadap kegiatan dari anak perusahaan. Sehingga kurang tepat apabila limited liability diberlakukan kepada induk perusahaan, meskipun induk perusahaan merupakan pemegang saham mayoritas dari anak perusahaan tetapi di sisi lain induk perusahaan juga memiliki posisi sebagai pimpinan sentral dalam suatu perusahaan grup yang dalam hal ini ikut mengatur dan mengawasi kegiatan anak perusahaan.

Limited liability kurang tepat apabila diberlakukan pada induk perusahaan juga dikarenakan induk perusahaan memiliki kewenangan berbeda dibanding dengan pemegang pada umumnya. Melalui Rapat Umum Pemegang Saham, holding company, sebagai pemegang saham dapat13:

1. menentukan anggota Direksi perseroan; 2. menentukan Komisaris perusahaan;

3. melakukan pengawasan terhadap jalannya perseroan dan juga hal-hal lain yang diwajibkan oleh Undang-Undang.

12

Sulistiowati, Op.Cit., h. 11. 13

(7)

Selain itu pemberlakuan limited liability pada perusahaan grup dirasa tidak tepat apabila anak perusahaan mengalami kerugian atau tidak mampu memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga akibat melaksanakan instruksi dari induk perusahaan, sementara induk perusahaan memperoleh perlindungan

limited liability dengan bertanggung jawab tidak melebihi jumlah saham yang dimiliki pada anak perusahaan. Tidak mampunya anak perusahaan dalam hal ini adalah aset dari anak perusahaan yang tidak mencukupi untuk membayar utang kepada kreditor (pihak ketiga) dan tidak mampunya anak perusahaan tersebut terjadi dikarenakan anak perusahaan melaksanakan instruksi dari induk perusahaan yang merupakan pimpinan sentral dalam suatu grup perusahaan.

(8)

disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.

Penerapan dan adopsi prinsip limited liability merupakan respon terhadap aspek ekonomi dari perusahaan tunggal, sehingga tidak diarahkan kepada perusahaan grup.14 In the simple corporation, the insulation of the shareholder as investor from liability for the debts of the enterprise was

accomplished by limited liability for the investor. In the corporate group, the

extension of limited liability to the parent was not necessary to accomplish

this result.15 Pada perusahaan tunggal tanggung jawab pemegang saham sebagai investor atas hutang perusahaan di selesaikan dengan tanggung jawab terbatas. Pada perusahaan kelompok, perluasan dari tanggung jawab terbatas pada induk perusahaan tidak diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Karena pada dasarnya induk perusahaan diuntungkan dari adanya

limited liability.

Dalam UU PT juga diberlakukan doktrin piercing the corporate veil.

Secara harafiah piercing the corporate veil berarti mengoyak/menyingkapi tirai/kerudung perusahaan. Sedangkan dalam ilmu hukum perusahaan istilah tersebut sudah merupakan suatu doktrin atau teori yang diartikan sebagai suatu proses untuk membebani tanggung jawab ke pundak orang atau perusahaan lain atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perusahaan pelaku (badan hukum), tanpa melihat pada fakta bahwa perbuatan tersebut

14

Sulistiowati, Op.Cit., h. 64.

15Phillip I.Blumberg, “Limited Liability

(9)

sebenarnya dilakukan oleh perseroan pelaku tersebut.16 Doktrin piercing the corporate veil diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UU PT yang menyatakan,

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila: a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak

langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;

c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau

d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

(ketentuan ayat (1) mengatur mengenai limited liability)

Doktrin piercing the corporate veil mengasumsikan tanggung jawab terbatas diibaratkan seperti cadar yang berpotensi untuk di salah gunakan oleh pemegang saham (khususnya pemegang saham mayoritas atau pengendali) untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Dengan memposisikan PT sebagai alter ego atau dummy (boneka) dari pemegang saham mayoritas atau pengendali. Dan PT dijadikan instrumen untuk kepentingan pemegang saham tersebut. Dengan demikian, sangat mungkin terjadi percampuran kepentingan PT dengan kepentingan pemegang saham secara pribadi. Atau dengan kata lain, secara substansial, tidak ada pemisahan harta lagi PT dengan harta pribadi pemegang saham17.

Dalam bukunya yang berjudul Doktrin-Doktrin Modern dalam

Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, Munir Fuady, menuliskan beberapa contoh fakta yang secara universal mestinya teori

piercing the corporate veil dapat diterapkan, diuraikan pada poin 12 yaitu .... Perusahaan holding dalam kelompok usaha lebih besar, kecenderungannya untuk dimintakan tanggung jawab hukum atas kegiatan anak perusahaannya

16

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, h. 7.

17

(10)

ketimbang pemegang saham individu dari perusahaan tunggal....18. Pada dasarnya induk perusahaan memang berbeda dengan pemegang saham pada perusahaan tunggal. Penerapan doktrin piercing the corporate veil dalam perusahaan grup bertujuan untuk melindungi pihak ketiga dari anak perusahaan apabila induk perusahaan dengan sengaja memanfaatkan limited liability untuk menghindari tanggung jawab atau memperoleh keuntungan.

Permasalahnya adalah, keuntungan yang diterima oleh pemegang saham dalam hal ini induk perusahaan menimbulkan kerugian pada pihak-pihak lain yang juga memiliki kepentingan terhadap perseroan. Untuk mengimbanginya, tanggung jawab pemegang saham yang semula bersifat terbatas kemudian diabaikan dan kepadanya diberlakukan tanggung jawab secara pribadi.19 Sehingga untuk perusahaan grup khususnya untuk induk perusahaan yang merupakan pemegang saham mayoritas anak perusahaan, doktrin piercing the corporate veil dapat diterapkan apabila terbukti induk perusahaan memanfaatkan limited liability yang diberikan untuk menghindari tanggung jawab atau memperoleh keuntungan bagi induk perusahaan ataupun untuk perusahaan grup.

Di dalam perusahaan grup, setiap PT dipandang mempunyai kedudukan yang mandiri, sekalipun diantara beberapa PT itu mempunyai hubungan sebagai induk perusahaan dan anak perusahaan, atau hubungan

sister company. Hubungan antara induk perusahaan dengan anak perusahaan, atau hubungan sister company itulah dalam peraturan perundang-undangan

fiskal disebut sebagai “hubungan istimewa”. Dan manakala dalam bidang

18

Munir Fuady, Op.Cit., h. 9. 19

(11)

fiskal antara dua PT terdapat hubungan istimewa, maka keadaan antara kedua PT tidak dipandang sebagai dua badan yang mandiri, melainkan dipandang sebagai satu kesatuan ekonomis20. Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang-Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, menyatakan bahwa deviden termasuk menjadi objek pajak.21 Tetapi menurut kententuan dan penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf f, menyatakan hal tersebut dapat dikecualikan terhadap perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan istimewa (dalam hal ini perusahaan yang memiliki saham minimal 25% saham perseroan lain).

Penyatuan orientasi kegiatan usaha induk dan anak-anak perusahaan yang ditujukan untuk membentuk suatu kesatuan ekonomi dapat menggunakan analogi dari tiga tingkatan stategi yang bersifat hierarkis, yang meliputi sebagai berikut22:

1. Strategi korporasi merupakan strategi pada tingkat perusahaan grup. Induk perusahaan merumuskan strategi korporasi, termasuk tujuan dan cara pencapaiannya, yang dijabarkan menjadi strategi bisnis anak-anak perusahaan.

2. Strategi bisnis anak-anak perusahaan ini ditujukan untuk mendukung kepentingan perusahaan grup, sebagaimana yang diformulasikan dalam strategi korporasi.

3. Direksi anak perusahaan menjabarkan strategi fungsional untuk masing-masing fungsi yang meliputi keuangan, produksi, pemasaran, dan sumber daya manusia untuk mendukung strategi bisnis anak perusahaan.

Setiap perusahaan grup menjalankan fungsi sebagai kesatuan ekonomi. Induk perusahaan bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan dan mensinergikan kegiatan bisnis anak-anak perusahaan dalam suatu kesatuan ekonomi yang secara kolektif mendukung kepentingan bisnis kelompok.

20

Kesatuan ekonomi disini merupakan gabungan dari perseroan-perseroan tunggal yang terkait secara ekonomi oleh suatu kepemimpinan sentral. Sehingga perusahaan-perusahaan tersebut menjadi satu kesatuan untuk mencapai tujuan yang sama.

21

Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, h. 236.

22

(12)

Perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi ditunjukkan melalui penyajian laporan keuangan konsolidasi perusahaan grup, yaitu ketika induk perusahaan mengonsolidasikan laporan keuangan anak-anak perusahaan menjadi laporan keuangan konsolidasi induk dan anak perusahaan.23 Pengendalian induk terhadap anak perusahaan bersifat faktual dari realitas bisnis perusahaan grup, sehingga menyababkan ketidakmandirian secara ekonomi anak perusahaan.

Implikasi dari tergabungnya anak perusahaan dalam perusahaan grup menciptakan kontradiksi antara aspek yuridis dan realitas bisnis. Anak perusahaan memiliki kemandirian yuridis untuk melakukan perbuatan hukum. Sebaliknya, perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi berimplikasi kepada ketidakmandirian secara ekonomi anak perusahaan, karena sebagian atau seluruh pengurusan anak perusahaan diarahkan untuk mendukung kepentingan perusahaan grup.24 Namun menurut penulis, apabila dikaitkan dengan tanggung jawab dari induk perusahaan terhadap tidak mampunya anak perusahaan memenuhi kewajiban terhadap pihak ketiga khususnya yang dikarenakan anak perusahaan menjalankan instruksi dari induk perusahaan, maka seharusnya induk perusahaan dan anak perusahaan dalam suatu perusahaan grup dipandang sebagai suatu kesatuan ekonomi. Sehingga kedudukan mandiri perseroan sebagai bentuk jamak secara yuridis diterobos. Konsekuensinya, induk perusahaan tidak mendapatkan perlindungan berupa

limited liability seperti pemegang saham pada perseroan tunggal. Sehingga

23

Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2013, h. 44.

(13)

dibutuhkan sistem pertanggungjawaban lain yang tepat diterapkan untuk induk perusahaan.

Dalam membahas mengenai tanggung seperti apa yang seharusnya diterapkan dalam perusahaan grup di Indonesia, perlu dibahas pula pengaturan mengenai perusahaan grup di dua negara lain yaitu Belanda dan Jerman. Sama halnya dengan Indonesia, kerangka pegaturan perusahaan grup di Belanda khususnya untuk sistem pertanggungjawaban dibangun atas konsepsi perusahaan tunggal. Di Belanda struktur perusahaan grup tidak terbatas pada perusahaan grup besar yang memiliki jangkauan bisnis internasional dengan banyak anak perusahaan. Perusahaan-perusahaan dengan skala menengah sering kali dijalankan dengan menggunakan konstruksi perusahaan grup, biasanya terdiri dari satu induk perusahaan dengan satu atau lebih anak perusahaan.25 Seperti juga induk perusahaan yang merupakan badan hukum terpisah dengan badan hukum lainnya, anak perusahaan yang pada umumnya berbentuk PT juga mempunyai kedudukan yang mandiri. Sebagai badan hukum, anak perusahaan merupakan penyandang hak dan kewajiban sendiri dan juga mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah secara yuridis dengan harta kekayaan pemegang saham, tidak terkecuali apakah pemegang sahamnya itu merupakan perusahaan induk atau perusahaan holding ataupun tidak. Karena perusahaan-perusahaan yang tergabung di dalam perusahaan grup dianggap sebagai kesatuan ekonomi, implikasinya ke dalam sektor hukum antara lain berupa diterobosnya batas-batas kemandirian badan hukum anak

25

(14)

perusahaan maupun perusahaan induk. Sebagai konsekuensi logis, berkembanglah teori-teori hukum tentang26:

a. Ikut ditariknya perusahaan induk atau perusahaan holding ataupun anak perusahaan lain dalam satu grup dalam hal-hal tertentu untuk mempertanggungjawabkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh salah satu atau lebih anak perusahaan;

b. Berwenangnya pihak perusahaan induk atau perusahaan holding dalam batas-batas tertentu untuk mencampuri urusan bisnis anak perusahaan.

Lain halnya dengan Jerman, yang merupakan negara yang pertama kali mengatur secara khusus hukum perusahaan grup (konzernrecht) melalui amandemen Stock Corporatian Act atau Aktiengesetz (AktG) pada tahun 1965.

Konzernrecht menjadi standar atas pembebanan tanggung jawab induk perusahaan dalam kerangka perusahaan grup yang mengatur secara khusus dan menyeluruh perusahaan grup dan afiliasi, yang meliputi peraturan perundang-undangan yang kontekstual dengan tanggung jawab dalam relasi induk-anak perusahaan.27 Kerangka pengaturan perusahaan grup di Jerman dibedakan atas perusahaan grup kontraktual dan perusahaan grup faktual. Pada perusahaan grup kontraktual, alasan keberadaannya adalah sifat sukarela dari induk perusahaan yang mengendalikan dan anak perusahaan yang dikendalikan. Selanjutnya induk dan anak perusahaan menyusun perjanjian pengendalian. Induk perusahaan menjalankan kesatuan ekonomi memiliki kekuasaan untuk mengarahkan anak perusahaan. Kekuasaan ini dilegitimasi oleh kontrak khusus dengan anak perusahaan.28 Sedangkan pada perusahaan grup faktual, karakteristik perusahaan grup faktual tidak didasarkan pada

26

Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Group di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2010, h. 47.

27

Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga, Jakarta , 2013, h. 86.

28

(15)

perjanjian pengendalian antara induk dan anak perusahaan terhadap pengelolaan jalannya perusahaan grup. Sebaliknya, secara de-facto group merupakan persilangan murni dalam penyusunan anggaran dasar yang menjadi eksistensi dari isi pengaturan kelompok faktual.29 Dalam perusahaan grup faktual hubungan induk dan anak perusahaan diatur dalam skema yang terdapat dalam anggaran dasar anak perusahaan.

Konsekuensi dari kelompok kontraktual dan faktual adalah induk perusahaan harus bertanggungjawab terhadap pinjaman dari anak perusahaan berdasarkan apa yang diatur dalam perjanjian pengendalian untuk kelompok kontraktual atau dengan mengikuti skema anggaran dasar untuk kelompok faktual. Sudah terdapatnya kerangka pengaturan perusahaan grup di Jerman, maka dapat dikatakan bahwa di Jerman tidak lagi menggunakan pendekatan perseroan tunggal dan tidak adanya limited liability yang berikan kepada induk perusahaan, sehingga induk perusahaan harus bertanggungjawab atas instruksi yang diberikan kepada anak perusahaan. Berbeda dengan pengaturan di Indonesia dan Belanda yang masih menerapkan pengaturan perseroan tunggal untuk perusahaan grup karena belum terpadat peraturan perundangan yang mengatur secara khusus mengenai tanggung jawab di dalam perusahaan grup.

Dari apa yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk meneliti

mengenai “Tanggung Jawab Perdata Induk Perusahaan Di Dalam Suatu

Perusahaan Grup”. Tanggung jawab induk perusahaan disini dikhususkan

pada tanggung jawab induk perusahaan terhadap anak perusahaan. Di

29

(16)

Indonesia diterapkan limited liability untuk induk perusahaan dan hal tersebut dirasa kurang tepat sehingga harus ditemukan bentuk tanggung jawab seperti apa yang sebaiknya diterapkan untuk induk perusahaan di dalam suatu perusahaan grup. Sehingga dalam penelitian ini akan dibahas sistem pertanggungjawaban perusahaan grup di Belanda dan Jerman. Dipilih sistem pertanggungjawaban perusahaan grup di Belanda karena Belanda merupakan negara yang dirasa sebagai kiblat sistem hukum Indonesia. Sedangkan Jerman sebagai negara pertama yang mengatur mengenai perusahaan grup akan dijadikan sebagai batu pijakan oleh penulis untuk dapat menganalisis bagaimana seharusnya sistem pertanggungjawaban perusahaan grup di Indonesia.

B.

Rumusan Masalah

1. Research Issue

Tanggung jawab perdata30 induk perusahaan (holding company) di dalam suatu perusahaan grup.

2. Research Question

a. Bagaimana hubungan induk perusahaan dan anak perusahaan di dalam suatu perusahaan grup di Indonesia ?

b. Bagaimana sistem pertanggungjawaban yang sebaiknya diterapkan pada perusahaan grup di Indonesia ?

30

(17)

c. Bagaimana pertanggungjawaban induk perusahaan terhadap anak perusahaan yang tidak mampu melaksanakan kewajiban terhadap pihak ketiga akibat melaksanakan instruksi dari induk perusahaan ?

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui hubungan induk perusahaan dan anak perusahaan di dalam suatu perusahaan grup.

2. Untuk mengetahui sistem pertanggungjawaban yang sebaiknya diterapkan untuk perusahaan grup di Indonesia.

3. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab induk perusahaan terhadap anak perusahaan yang tidak mampu melaksanakan kewajiban terhadap pihak ketiga akibat melaksanakan instruksi dari induk perusahaan.

D.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teooritis

(18)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi perusahaan yang tergabung dalam suatu grup yaitu bagi induk perusahaan adalah dapat lebih mempertimbangkan posisi dan eksistensi dari anak perusahaan dalam memberikan instruksi dan melakukan pengawasan untuk mencapai tujuan dari perusahaan grup. Khususnya dapat lebih memperhatikan posisi dari pihak ketiga (kreditor), pemegang saham minoritas dan karyawan dari anak perusahaan. Sedangkan bagi anak perusahaan adalah untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban induk perusahaan apabila anak perusahaan mengalami kerugian atau tidak mampu melaksanakan kewajiban dikarenakan melaksanakan instruksi dari induk perusahaan. Sehingga anak perusahaan dapat lebih mempertimbangkan langkah kedepannya dan diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi kreditor, pemegang saham minoritas, dan karyawan..

b. Bagi pemerintah adalah dapat menjadi pertimbangan untuk pemerintah menyusun peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus mengenai perusahaan grup di Indonesia.

E.

Metode Penelitian

(19)

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipilih oleh penulis adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab isu hukum yang akan diteliti.31 Atau sering dikatakan bahwa penelitian yuridis normatif membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum.32 Dalam hal ini isu hukum yang di teliti adalah tanggung jawab perdata induk perusahaan di dalam suatu perusahan grup, untuk itu perlu dibahas mengenai Undang-Undang Perseroan Terbatas, asas limited liability, doktrin piercing the corporate veil, dll yang kemudian digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pada research question..

Penelitian yuridis normatif berbeda dengan penelitian sosiolegal. Penelitian sosiolegal merupakan penelitian yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.33 Perbedaan lain terletak pada sumber datanya, pada penelitian yuridis normatif menggunakan peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan sebagai bahan hukum primer dan bahan kepustakaan sebagai sebagai bahan hukum sekundernya. Penelitian sosiolegal juga menggunakan data sekunder sebagai data awalnya, yang kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan. Selain itu, dalam penelitian sosiolegal terkadang diperlukan

31

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Jawa Timur, 2009, h. 45.

32

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, h. 24. 33

(20)

hipotesis, sedangkan penelitian yuridis normatif tidak memerlukan hipotesis34.

2. Metode Pendekatan

Dalam penelitian mengenai tanggung jawab perusahaan di dalam suatu perusahaan grup yang khususnya membahas mengenai tanggung perdata induk perusahaan (holding company) di dalam suatu perusahaan grup, metode pendekatan yang digunakan adalah:

a. Pendekatan Konseptual (Conceptual Aproach)

Pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada. Hal itu dilakukan karena memang belum atau tidak ada aturan hukum untuk masalah yang dihadapi. Dalam menggunakan pendekatan konseptual, peneliti perlu merujuk prinsip-prinsip hukum. Prinsip-prinsip-prinsip dapat diketemukan dalam pandangan-pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum. Meskipun tidak secara eksplisist, konsep hukum dapat juga diketemukan di dalam undang-undang35. Dalam penelitian ini penulis mencoba menemukan sistem pertanggungjawaban yang seharusnya diterapkan dalam perusahaan grup khususnya tanggung jawab induk perusahaan terhadap anak perusahaan.

34

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, h. 133.

35

(21)

b. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)

Pendekatan perbandingan dilakukan dengan mengadakan studi perbandingan hukum. Studi perbandingan hukum merupakan kegiatan untuk membandingkan hukum suatu negara dengan hukum negara lain atau hukum dari suatu waktu tertentu dengan hukum dari waktu yang lain36. Dalam penelitian ini penulis membahas sistem pertanggungjawaban perusahaan grup di negara Belanda dan Jerman.

3. Jenis Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan terdiri dari: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Buku III tentang

Perikatan).

2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

3) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahan penelitian hukum sekunder adalah bahan-bahan berupa

36

(22)

semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.37 Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku teks dan jurnal yang terkait dengan hukum perusahaan, perusahaan grup dan hukum bisnis.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah Black’s Law Dictionary.

F. Tabel Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya

No Nama

(23)
(24)

Dalam Suatu Perusahaan Kelompok

perusahaan dengan anak perusahaan dalam perusahaan kelompok yang dibentuk

melalui merger

?

2. Bagaimana tanggung jawab induk

perusahaan terhadap

perikatan yang dilakukan anak perusahaan dalam perusahaan kelompok ?

oleh penulis yaitu pertanggungjawa ban seperti apa yang seharusnya diterapkan pada induk perusahaan apabila anak perusahaan mengalami kerugian akibat melaksanakn instruksi dari induk

Referensi

Dokumen terkait

Dalam sistem pendidikan, hendaknya pendidik dalam mendisiplinkan muridnya diperbolehkan/diizinkan untuk dapat menggunakan kekeralsan seperti mencubit, melempar dengan

Perusahaan yang efektif melakukan penawaran umum perdana (IPO) tahun

Berdasarkan diagram 1.3 diketahui bahwa wisatawan yang mengikuti perjalanan wisata ke Yogyakarta 13% wisatawan pernah mengalami mabuk perjalanan dan 87% wisatawan

[r]

Permasalahan yang muncul adalah aset portofolio bank Islam tidak memiliki komponen yang kuat untuk melakukan transaksi profit-sharing karena (a) minimnya kerangka

[r]

Hasil dari kuesioner bahwa ibu yang pernah memerah ASI di tempat kerja terdapat 39 ibu (73,58%), sehingga dengan tersedianya pojok ASI dapat mendukung

RCBD dari data daya penurunan kadar glukosa darah pada ma­. sing-masing subyek dapat dilihat pada