• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN DAYA PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH DARI TOLBUTAMIDA DAN DISPERSI SOLIDA TOLBUTAMIDA PVP K - 3 0 ( 2 0 : 80 ) PADA KELINCI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBANDINGAN DAYA PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH DARI TOLBUTAMIDA DAN DISPERSI SOLIDA TOLBUTAMIDA PVP K - 3 0 ( 2 0 : 80 ) PADA KELINCI"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

NOORM A R OSI TA

PERBANDINGAN DAYA PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH DARI

TOLBUTAMIDA DAN DISPERSI SOLIDA TOLBUTAMIDA

PVP K -3 0 (2 0 : 80 ) PADA KELINCI

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANQQA 8 U R A B A Y A

(2)

PERBANDINGAN DAYA PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH DARI

TOLBUTAMIDA DAN DISPERSI SOLIDA TOLBUTAMIDA - PVP K-30 ( 20:80 ) PADA KELINCI

SKRIPSI

DIBUAT UNTUK MEMENUHI SYARAT MENCAPAI GELAR SARJANA FARMASI

PADA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

1989

oleh

NOORMA* ROSITA 058410646

Disetujui oleh pembimbing

(3)

S K R I P S I

NOORMA ROSITA

PERBANDINGAN DAYA PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH DARI

TOLBUTAMIDA DAN DISPERSI SOLIDA TOLBUTAMIDA - PVP K-30 ( 20:80 ) PADA'KELINCI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

(4)

P R A K A T A

Segala puji bagi Allah S.W.T. yang telah melimpahkan

rahmat serta hidayah Nya bagi saya, sehingga saya dapat me

nyelesaikan tugas akhir ini sebagai syarat mencapai gelar

sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Airlang-

ga.

i

Pada kesempatan yang baik ini perkenankanlah saya me

nyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besar

nya kepada dosen pembimbimbing saya,Bapak Drs, Moegihardjo,

Bapak Drs. Roesjdi Gawai, SU; serta Bapak DR. H.A. Azis

Hubeis , yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberi

petunjuk dan bimbingan kepada saya selama masa penelitian

hingga tersusunnya naskah tugas akhir ini.

Rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada P.T. DU

PA Jakarta yang telah merabantu penyediaan bahan obat tol­

butamida, P.T. CORONET CROWN Surabaya yang telah membantu

bahan polivinilpirolidon K-30 ( PVP K-30 ), dan kepada

P.T. OTSUKA Lawang yang memberi bantuan berupa hewan per-

cobaan kelinci yang saya gunakan sebagai subyek pada pene­

litian ini. Kepada seluruh staf pengajar dan karyawan pada

laboratorium Preskripsi-Formulasi serta laboratorium Bio-

farmasetika Farmakokinetika juga saya ucapkan terima kasih

atas segala bantuannya sehingga saya dapat menggunakan fa-

(5)

Tak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada kedua

orang tua saya yang telah membesarkan dan mendidik saya,

saudara-saudara saya yang telah banyak memberikan bantuan

serta dorongan semangat, juga teman dan sahabat yang telah

banyak membantu saya sehingga tugas akhir ini dapat terse-

lesaikan. Akhirnya kepada panitia skripsi yang telah berke

nan memeriksa naskah tugas akhir ini, saya ucapkan terima

kasih. Semoga amal baik yang telah diberikan oleh semua fi

hak yang telah saya sebutkan, maupun yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu mendapat balasan yang sesuai dari

Allah S.W.T.

Saya persembahkan naskah tugas akhir ini kepada alma

mater tercinta Fakultas Farmasi Univorsitas Airlang^a, ha-

rapan saya semoga memberikan manfaat bagi kita semua.

(6)

4 11.1.1. Hubungan bioavailabilitas dengan laju disolusj 7 11.2. Ukuran partikel ... 9

11.6.2. Pengaturan kadar glukosa darah ... 19

11.6.3. Cara penentuan kadar glukosa darah ... 19

(7)

III. ALAT, BAHAN DAN METODA PENELITIAN ... .21

111.1. Alat ...21

111.2. Bahan ... ... .21

111.3. Metoda penelitian ...22

111.3.3.. Identifikasi tolbutamida ... .22

III.3*1.1* Uji kualitatif ... .22

111.3.1.2. Uji kuantitatif ...' 22

111.3.2..Identifikasi PVP-K-30 ... .22

III.-3.3. Pembuatan dispersi solida tolbutamida - PVP K-30 ( 20:80 ) ... 23

111.3./+. Uji hasil dispersi colida ... 23

111.3.5. Uji kit glukosa ... .... 2^

111.3.6. Pembuatan larutan baku induk glukosa ... .2k 111.3.7. Penentuan panjang gclombang rnaksimum glukosa.. 2k 111.3.8. Pembuatan kurva baku'glukosa ... .26

III.3*9. Penentuan daya penurunan kadar glukosa darah secara in vivo ... ... 26

111.3.9.1. Subyek ...26

111.3.9.2. Protokol ... ... .26

III.3.9.3* Penentuan kadar glukosa darah ... .27

III.3.10. Analisa data ... .28

111.3.10.1. Perhitungan daya penurunan kadar glukosa darah ... 28

111.3.10.2. Analisa data dengan statistik ... 28

IV. HASIL PENELITIAN ... 29

IV.1, Identifikasi tolbutamida ... 29

(8)

IV.1.2. UJi kualitatif ...29

IV,2. Identifikasi PVP K - 3 0 ... ... .29

IV.3* Uji dispersi solida ...

29

IV.k* Uji kit glukosa ...30

IV.3- Panjang gelombang maksimum glukosa ... .30

IV. 6. Kurva baku glukosa ... ... .30

IV.7. Penentuan kadar glukosa darah ... .33

IV.8. Analisa data ...34

IV.8.1. Perhitungan daya penurunan kadar glukosa darah 3/+ IV.8.2. Analisa data dengan statxstik ... .35

V..PEMBAHASAN ...4 6 VI. KESIMPULAN ...54

VII. SARAN ...55

VIII. RINGKASAN ... 56

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

Sehubungan dengan profesinya, seorang farmasis diha-

rapkan dapat membuat sediaan obat yang raempunyai efek tera

pi optimum. Umumnya, obat akan dapat raemberikan efek tera-

pi bila obat dalam darah dengan jumlah yang cukup ( 1 ).

Sifat fisika kimia bahan obat w^rupakan salah satu faktor

yang berpengaruh terhadap kemampuan obat untuk berada da­

lam darah ( 1 ). Sehingga untuk dapat membuat sediaan obat

dengan efek terapi optimum, seorang farmasis perlu memper-

timbangkan sifat fisika kimia bahan obat ( 1*2,3 )•

Sebelum sampai ke aliran darah, obat padat yang digu

nakan secara oral dan ditujukan untuk pengobatan eistemik,

akan mengalami proses disintegrasi, deagregasi, disolusi,

dan absorbsi melewati membran ( 1,2,3 )• Khususnya - untuk

obat yang bersifat sukar larut, laju disolusinya lambat se

hingga raerupakan tahap penentu bagi laju absorpsinya ( 1 ).

Keadaan ini akan menyebabkan berkurangnya kadar obat dalam

darah.

Laju disolusi dapat ditingkatkan antara lain dengan

merubah sifat fisika kimia bahan obat, adapun salah satu

contohnya adalah ukuran partikel. Dengan memperkecil uku­

ran partikel, maka semakin luas permukaan bahan obat yang

kontak dengan pelarut, hal ini dapat memperbesar kelarut

(10)

Pengecilan ukuran partikel tidak selalu disertai de­

ngan peningkatan laju disolusi maupun kadar obat dalam da­

rah (bioavailabilitas) . Hal tersebut dapat terjadi karena

efek agregasi, aglomerasi dan adsorbsi udara pada permuka­

an obat, sehingga obat akan sukar terbasahi dan akan menu-

runkan jumlah luas permukaan efektif partikel yang berpe-

ran dalam proses disolusi ( 6,7,8 )

Pada tahun 1961, Sekiguchi dan Obi ( cit 7,9 ) telah

memperkenalkan suatu cara meningkatkan laju disolusi bahan

obat sukar larut, yaitu dengan sistem dispersi solida, di­

mana bahan obat sukar larut didispersikan dalam pembawa

yang bersifat mudah larut. Keuntungan cara ini selain da­

pat memperkecil ukuran partikel, juga tidak menyebabkan e-

fek agregasi, aglomerasi, .. maupun adsorbsi udara oleh par­

tikel, karena partikel diselubungi oleh pembawa ( 7,9 ).

Salah satu contoh bahan obat yang sukar larut adalah

tolbutamida. Tolbutamida merupakan antidiabetika oral golo

ngan sulfonilurea, yang mekanisme kerjanya dengan merang-

sang sel ^ pankreas untuk mengeluarkan hormon insulin (10,

11 ). Nelson dan kawan^-kawan ( 12 ) melaporkan bahwa, laju

disolusi -tolbutamida merupakan fungsi dari laju . absorbsi

nya, sehingga si fat sukar larut dari tolbutamida menyebab-

kan kadar tolbutamida dalam darah kecil, yang ditunjukkan

dengan kecilnya' d a y a penurunan.kadar glukosa darah.

Laju disolusi tolbutamida dapat ditingkatkan dengan

dibuat dispersi solida. Dari penelitian terdahulu ( 13 ) di

(11)

dalam perabawa PVP K-30 lebih tinggi bila dibandingkan laju

disolusi tolbutamida dari campuran fisis tolbutamida - PVP

K-30 maupun tolbutamida murni.Dari berbagai komposisi yang

telah dicoba, dispersi solida tolbutamida - PVP K-30 komx^o

sisi 20:80 menunjukkan peningkatan laju disolusi teroesar,

dimana pada menit ke 2,5 terjadi peningkatan 28,40 kali.

Sampai saat ini masih diasumsikan bahwa makin besar

laju disolusi suatu obat, semakin cepat obat diabsorbsi.

Dengan peningkatan laju disolusi tolbutamida dari dispersi

solida tolbutamida - PVP K-30 ( 20:80 ) maka secara teori-

tis akan menyebabkan peningkatan laju absorbsi tolbutamida

dan kadarnya dalam darah. Semakin besar kadar tolbutami

da dalam daruh, maka daya penurunan kadar glukosa darah yang

merupakan efek farmakologi tolbutamida, juga semakin besar.

Berdasar asumsi tersebut di atas timbul permasalahan

dispersi solida tolbutamida - PVP K-30 ( 20:80 ) yang mem-

punyai laju disolusi lebih tinggi dari tolbutamida murni,

apakah juga menyebabkan penurunan kadar glukosa yang lebih

besar. Oleh karena itu pada tugas akhir ini dilakukan pene

tian tentang pengaruh dispersi solida tolbutamida - PVP K-30

( 20:80 ) terhadap daya penurunan kadar glukosa darah secara

in vivo pada subyek kelinci dengan parameter kadar glukosa

darah.

Tujuan penelitian ini adalah membandingkan daya penu

runan kadar glukosa darah dari tolbutamida dengan dispersi

solida tolbutamida - PVP K-30 ( 20:80 ).

(12)

dalam pengembangan dispersi solida sebagai suatu alterna-

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Bioavailabilitas

Bioavailabilitas dldefinisikan sebagai kecepatan dan

jumlah obat yang berada di sirkulasi sistemik ( aliran da

rah ), yang sangat berpengaruh terhadap daya terapetik, ak

tivitas klinik dan aktivitas toksik suatu obat ( 1 ). Seca

ra hipotetik, hubungan antara bioavailabilitas obat de­

ngan daya terapetik sampai aktivitas .toksik obat dapat di-

garabarkan sebagai berikut :

(14)

Obat akan efektif, bila kadar obat dalam darah diatas KEM

( kurva 2 dan 3 )• Pada kurva 1 meskipun kadar obat dalam

darah di atas KEM tetapi obat dengan tipe kurva demikian

tidak dikatakan efektif karena kadar dalam darah melampaui

KBA, sehingga obat bersifat toksik bagi tubuh. Kecilnya ka

dar obat dalam darah sehingga tidak mencapai KEM,menyebab-

kan vpbat tidak memberikan efek terapi ( kurva if ).

Kecepatan absorbsi obat dan kadar obat dalam darah

juga mempengaruhi mula kerja (a), lama kerja (b) dan inten

sitas kerja obat '(c), seperti yang ditunjukkan . kurva. 2

dan 3* Sehingga untuk mencapai efek terapi yang optimum,

diperlukan kontrol pelepasan obat sedemikian rupa sehingga

didapat bioavaibilitas yang cukup ( 1 ).

Bioavaibilitas suatu produk obat dapat diukur dengan

dua cara, yakni : secara langsung dan tidak langsung ( 1,

11+ ). Secara langsung, .dengan menggunakan data plasma atau

urine, sedangkan cara tidak langsung yaitu dengan mengguna

kan parameter respon klinik atau dengan efek farmakologi a

kut ( 1 ). Beberapa contoh efek farmakologi akut yang da­

pat digunakan untuk penentuan bioavaibilitas obat. secara

tidak langsung adalah : tekanan darah, penyempitan atau pe

lebaran pupil mata, kadar glukosa darah dan lain sebagai

nya ( 1, 1^, 15 ).

Terdapat dua faktor yang berpengaruh terhadap bioavai

labilitas obat, yaitu faktor fisiologis dan faktor farma

setik ( 1 ). Faktor fisiologis meliputi umur, jenis kela-

(15)

motili-tas usus, kemampuan absorbsi membran, adanya penyakit ter-

tentu, jenis makanan, dan pengaruh peraakaian obat lain ( 1,

15 )• Kecepatan pengosongan lambung dan motilitas usus ber

pengaruh terhadap absorbsi obat untuk sampai ke sirkulasi

sistemik ( 1 ). Adanya makanan dalam lambung juga mengaki-

batkan absorbsi obat menjadi lambat, hal .ini disebabkan

terjadinya peningkatan viskositas cairan lambung, sehing­

ga kecepatan pengosongan lambung menurun (

15

). Faktor

farmasetik, meliputi : disintegrasi, pelepasan obat, laju

disolusi, sifat fisika kimia dan faktor formulasi ( 1 ).

Laju disolusi suatu obat merupakan hal yang penting karena

berpengaruh terhadap bioavailabilitasnya, makin besar laju

disolusi semakin cepat pula obat tersebut diabsorbsi dalam

darah ( 1, 2 ).

II.1.1. Hubungan bioavailabilitas dengan la.1u disolusi.

Obat bentuk padat yang digunakan secara oral dan ditu

jukan untuk pengobatan sistemik, umumnya melalui suatu

rangkaian proses yaitu : disintegrasi, deagregasi,disolusi

dan absorbsi obat melewati membran raenuju ke aliran darah

( 1, 2, 3 )• Keadaan tersebut oleh J. Blanchard ( 3 ) di-

gambarkan dengan skema yang ditunjukkan gambar 2. Dari ske

ma dapat dilihat bahwa agar obat dapat diabsorbsi, obat ha

rus dalam keadaan terlarut.

Untuk obat yaftg bersifat sukar larut, tahap disolusi

atau proses dimana suatu senyawa kimia terlarut dalam me­

(16)

SALURAN PENCERNAAN PLASMA

partikol halus

granul / •gregat

obat terlarut

obat padat

Gambar 2. Skema perjalanan obat padat yang diberi- kan secara oral dalam tubuh ( 3 )

Noyes & Whitney ( cit Zf, 16 ) menggambarkan hubungan

antara laju disolusi d.engan sifat fisika kimia obat dengan

persamaan :

^ = k.A ( Cs - Ct ) ... ( 1 )

dimana, ^ = laju disolusi, k =' tetapan disolusi, A= luas

permukaan partikel yang kontak dengan media, Cs = kadar o-

bat dalam larutan jenuh ( kelarutan bahan obat ), Ct = ka­

dar obat pada waktu tertentu. Umumnya kadar obat pada wak-

tu tertentu ( Ct ) relatif sangat kecil dibandingkan de­

(17)

per-samaan 1 menjadi :

= k.A.Cs ... ( 2 )

dC

Dari persamaan 2 terlihat bahwa laju disolusi ( -jj- ) ber-

banding lurus dengan luas permukaan partikel ( A ) dan ke­

larutan bahan ( Cs ). Sehingga untuk meningkatkan laju di­

solusi dapat dilakukan dengan cara memperluas permukaan

partikel dan atau meningkatkan kelarutan bahan (3*^ )

II.2, Ukuran partikel

Dengan memperkecil ukuran partikel, luas permukaan

bahan obat yang kontak dengan media disolusi akan mening-

kat ( 2, 1? ). Selain itu dengan mcmperkecil ukuran par

tikel sampai dengan ukuran mikron, dapat inenycbabkan penin^

katan kelarutan suatu bahan ( 6 ).

Berdasar pada rumus Kelvin ( cit 6 ) :

1 n a- S_ _ 2 • Tf , V— ... ••••( 3 )

So “ 2,303 R.T.r c

dimana g0 = perbandingan kelarutan bahan dengan ukuran ke-

cil ( S ) dengan kelarutan bahan dengan ukuran besar (So),

7S = energi bebas permukaan, v = volume molar, R = teta-

pan gas, T = suhu mutlak dan r = jari-jari ; dapat ditun­

jukkan pengaruh ukuran partikel terhadap kelarutan bahan.

Pada tabel I berikut, dapat dilihat peningkatan kelarutan

suatu bahan obat yang mempunyai berat molekul =

300

,

ener-2 3

gi bebas permukaan = 50 erg/cm , berat jenis = 1 g/cm , di

perkecil ukurannya menjadi 10“^, 10_/+, 10-^ dan 10”^ cm ,

(18)

TABEL I

PENGARUH UKURAN PARTIKEL TERHADAP KELARUTAN ( 6 )

Dari tabel di atas tampak bahwa peningkatan kelarutan aki-

bat pengecilan ukuran partikel baru berarti, bila ukuran

partikel mencapai daerah mikron.

Hubungan ukuran partikel terhadap laju dicolusi da-

pat ditunjukkan pada gambar 3> yang merupakan hasil uji di

solusi fenasetin dari berbagai ukuran partikel dalam cai-

ran lambung,■dimana fenasetin dengan ukuran yang paling ke

oil menunjukkan laju disolusi yang paling besar ( 8 ).

Gambar 3. Pengaruh ukuran partikel terhadap laju

(19)

Oleh karena dengan meraporkecil ukuran partikel bahan

obat sukar larut dapat meningkatkan laju disolusinya, maka

laju absorbsi dan kadar obat dalam darah pun meningkat. Pe

ngaruh ukuran partikel terhadap kadar obat dalam darah da­

pat dilihat pada gambar Pada pemberian fenasetin dengan

berbagai ukuran partikel yang diberikan dalam bentuk sus-

pensi menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel fena

setin, kadar fenasetin yang ada dalam plasma semakin besar.

Finholt dan. kawan-kawan ( 8 ) melaporkan bahwa penge

cilan ukuran partikel tidak selalu dapat meningkatkan laju

disolusi obat. Dari penelitian yang telah dilakukan terha­

dap fenobarbital, ternyata laju disolusinya menurun dengan

semakin kecilnya ukuran partikel ( Gambar 5 )• Hal ini da­

pat disebabkan semakin kecil ukuran partikel,energi bebas 10-1

Waktu ( jam )

(20)

permukaan akan meningkat dan adanya gaya van der Wdals an-

tara molekul-molekul sehingga terbentuk agregat dan aglome

rat, sehingga . luas permukaan efektif bahan yang berperan

dalam proses disolusi menjadi berkurang ( 7 ).

. Gambar 5. Pengaruh ukuran partikel terhadap laju disolusi fenobarbital ( 8 )

II.3* Dispersi solida

Dispersi solida adalah dispersi satu atau lebih .ba­

han aktif dalam pembawa inert padat yang dibuat dengan ca­

ra pelarutan, peleburan atau kombinasi pelarutan dan pele-

buran ( 7 ) •

Dispersi solida merupakan salah satu cara yang dapat

digunakan uituk meningkatkan laju disolusi bahan obat su-

kar larut. Bila bahan obat didispersikan dalam pembawa i-

nert padat yang bersifat mudah larut, bahan obat akan ter-

dispersi dalam pembawa dengan ukuran sangat halus, sehing­

ga laju disolusinya akan meningkat. Hal ini juga disebab -

(21)

larut sehingga tidak terjadi agregasi, aglomerasi dan ad­

sorbs! udara ( 7 ).

Sejak teknik pembuatan dispersi solida diperkenalkan

pertama kali oleh Sekiguchi dan Obi pada tahun 1961 hingga

sekarang, lebih dari 270 publikasi tentang dispersi solida

dari bahan-bahan sukar larut ( 7,9 ). Salah satu contoh a-

dalah dispersi solida asetaminofen - urea ( Gambar 6 ), di

mana laju disolusi asetaminofen dari bentuk dispersi soli­

da dalam pembawa urea lebih tinggi dibandingkan dengan cam

puran fisis maupun asetaminofen murni ( 18 ).

Dibandingkan laju disolusi griseofulvin yang tidak

diperkecil ukurannya, dispersi solida griseofulvin .dalam

pembawa PVP mempunyai laju disolusi yang lebih besar ( 9 ).

Besar peningkatan laju disolusi dapat dilihat pada t'abel II

TABEL II

LAJU DISOLUSI RELATIF* GRISEOFULVIN ( 9 )

B a h a n 1 menit if menit

Griseofulvin ukuran mikron 1,0 1,0 Griseofulvin - PVP ( 1:5 ) 6,1 5,1 Griseofulvin - PVP ( 1:10 ) 7,2 6,1 Griseofulvin - PVP ( 1:20 ) 11,0 7,3

* = dibandingkan griseofulvin yang tidak diperkecil ukurannya.

Dispersi solida griseofulvin dalam PVP komposisi 1:20 niom-

(22)

da menit pertaraa dan 7,3 kali pada menit ke empat. Sedang-

kan griseofulvin dalam ukuran mikron pcningkatannya hanya

satu kali.

C5 0) o

a

•H 6 cC -P <1) CO

b cfl cd

Gambar 6. Laju disolusi asetaminofen (18 )

Keterangan :

: dispersi'solida asetaminofen-*- urea : carapuran fisis asetaminofen - urea : asetaminofen murni

Peneliti terdahulu ( 13 ) juga telah membuktikan bah

wa dengan dibuat dispersi solida dalam pembawa PVP K-30,la

(23)

murni. Dengan mencoba pada berbagai komposisi, ternyata

besar peningkatan laju disolusi .tolbutamida pada 2,5 me­

nit pertama bervariasi ( Tabel III )

TABEL III

PENINGKATAN LAJU DISOLUSI TOLBUTAMIDA

DARI BENTUK DISPEPSI SOLIDA TOLBUTAMIDA - PVP K-30 BERBAGAI KOMPOSISI PADA MENIT KE-2,5 ( 13 )

B a h a n

Peningkatan laju disolusi Tolbutamida - PVP K-30

90:10

12,10

80:20 16,69

70:30 22,01

60:40 15)6*6

50:50 ‘ 8,44

40

: 60

14,88

30:70 18,07

20:80 28,40

10:90 26,31

Dari tabel III dapat dilihat bahwa pada semua komposisi

terjadi peningkatan laju disolusi,. dan peningkatan ter-

besar ditunjukkan oleh dispersi solida tolbutamida - PVP K-30

(24)

II.J+, Tolbutamida

Il.if.l. Si fat fisika kimia ( 19.20.21 )

Rumus bangun : H^CH^C S02— NHCONH(CH2 )

Nama lain l-butil-3-p-toluilsulfonil-ureum

N-( ^ metil-benzensulfonil )-N'-n-

butil urea

ngan penambahan alkali membentuk

garam yang mudah larut dalam air,

larut dalam etanol ( 95% ) P dan

dalam kloroform P,

sedikit larut dalam eter.

sampai 180 °C membentuk p-tolil-

sulfonamida dan n-butil iso sia-

nat

Tolilsulfonilbutilurea

Nama dagang : Orinase

Rastinon

Pemerian serbuk halus, putih, tidak berbau

dan rasa agak pahit

praktis tidak larut air, tapi ds-Kelarutan

Jarak lebur : antara 126 sampai 132 °C

antara 128,3 sampai

129»5

°C

Stabilitas : terurai oleh panas pada suhu 160

II.if.2. Khasiat dan pen^gunaan ( 10,11,19)20 )

(25)

pankreas untuk mengeluarkan insulin, zat yang di

butuhkan dalam transpor glukosa darah dalam sel. Se

hingga tolbutamida hanya dapat digunakan untuk pe-

ngobatan diabetes tipe II jenis dewasa (“maturity -

onset0 ) dimana pankreasnya masih aktif.

Kadar maksimal dicapai dalam darah setelah 2-4 jam,

dan mempunyai masa kerja 6-12 jam.

Dosis permulaan oral 3 kali sehari 0,5-1 g

selama makan ( guna menghindari iritasi lambung ),

dosis pemeliharaan 2 kali sehari 0,5 g*

11*5. Polivinilpirolidon ( PVP ) ( 9*2.2. )

merupakan polimer dari 1-vinilpiro-

lid-2-on.

( c6h9n o )n

bervariasi mulai dari 10.COO sampai

7 0 0 .0 0 0

polividon, povidon

serbuk putih atau putih kekuningan,

tidak berbau, tidak berasa dan sedi

kit higroskopis.

(26)

roform , tetapi tidak larut dalam

eter.

Kelarutan PVP tergantung pada be­

rat molekulnya. Semakin besar be­

rat molekulnya, semakin berkurang

kelarutannya karena viskositas la

rutannya meningkat.

Berdasar kelarutannya, PVP dibagi dua macam

yaitu larut dalam air dan yang tidak larut 'dalam

air. PVP yang larut air, contohnya PVP K-18, PVP

K-25 dan PVP K-30, yang amumnya digunakan sebagai

zat pendispersi, penyalut tablet, dan sebagai pem

bawa dalam pembuatan dispersi solida suatu 'bahan

obat yang sukar larut. PVP yang tidak larut dalam

air contohnya PVP GL dan PVP KL,jenis ini umumnya

digunakan sebagai disintegrator pada tablet.

II.6. Glukosa darah ( 11.25.2U.25.26 )

III.6.1. Sumber glukosa darah

Selain didapat dari proses glikogenesis da

ri glikogen hati dan glikoneogenesis dari berba-

gai senyawa glukogenik, glukosa darah juga dipe£

oleh dari pemecahan karbohidrat yang terkandung

dalam makanan. Di dalam saluran pencernaan, kar­

bohidrat diubah menjadi glukosa, fruktosa dan ga Stabilitas : terurai pada titik leburnya 275°C

(27)

laktosa. Glukosa akan langsung diserap melalui vo

na porta, sedangkan fruktosa dan galaktosa sejjera

diubah menjadi glukosa oleh hati

III.6.2. Pengaturan kadar glukosa darah

Kadar glukosa darah manusia pada keadaan se-

telah makan karbohidrat berkisar antara1120-130 mg;6.

Sedangkan pada keadaan "post absorbsi” , kadar glu­

kosa darah akan turun menjadi 80-100 mg$. Penuru-

nan semakin besar saat manusia puasa, yaitu anta-

ra 60-70 mg$.

Apabila kadar glukosa dalam cairan ekstra sel

meningkat akibat makan karbohidrat yang berlebihan,

maka peningkatan lersebut akan diikuti dengan pe-

ningkatan pengeluaran insulin dari sel ^ pankreas.

Insulin akan meningkatkan Iranspor glukosa dari on.

iran-ekstra sel menuju intra sel melalui membran,

Pada orang yang terlalu gemuk dan orang yang lan-

jut usia, ser.ingkali mengalami kekurangan hormon

insulin sehingga menggangu metabolisme glukosa da­

lam tubuh dan menyebabkan kadar glukosa darah men­

jadi tinggi.

III.6.3* Cara nenentuan kadar glukosa’ darah

Kadar glukosa darah dapat ditentukan dengan

beberapa cara, antara lain : metoda Somogyi Nelson,

metoda Hoffman, metoda o-toluidin dan metoda enzi-

(28)

di-pakai metoda o-toluidin karena pclaksanaannya ce-

derhana dan mempunyai spesifikasi yang relatif

tinggi. Pada metoda ini reaksinya tidak didc^sar-

kan dari sifat reduksi glukosa sehingga tidak di-

pengaruhi oleh bahan-bahan fisiologis yang ada da

lam serum.

Prinsip reaksi dari metoda ini adalah pem-

bentukan senyawa kompleks yang berwarna biru kehi

jauan, hasil reaksi antara. glukosa dengan o-tolui

din dalam suasana asam asetat panas. . Intensit-as

warna senyawa kompleks yang terbentuk dapat diu-

kur dengan spektrofotometer pada panjang golombang

makuimum larutan glukosa

Metoda o-toluidin dapat digunakan langsung

untuk menentukan kadar glukosa yang terdapat pada

serum, plasma, urine dan cairan serebrospinal. Te,

tapi bila digunakan pada sampel darah, perlu dila

kukan deproteinisasi terlebih dahulu. Sebagai pe-

ngendap protein dapat dipakai asam tungstat atau

(29)

ALAT, BAHAN DAN METODA PENELITIAN

III.l. Alat

- "Differential Scanning Calorimeter" ( DSC ) merk

Shimadzu

- "Double Beam Spektrophotometer UV" li|0-02 rnork

Shimadzu

- "Hot: Plate Stirrer" merk Corning tipe PC-3^1

- "Porta Centrifuge" merk Sugico

- "Vortex" merk Genic tipe K-^bO-GE

- Ekaikator hampa

- Penangas air

BAB III

III.2. Bahan

- Tolbutamida p.g. ( PT. DUPA )

- PVP K-30 p.g* ( PT. Coronet Crown )

- Etanol absolut p.a. ( E. Merck )

- Natrium hidroksida p.a. ( E. Merck )

- Heparin

- Clukosa P*a. ( Ferak )

TM

- Seronorm Routine ( E. Merck )

- Kit Glukosa ( E. Merck )

terdiri dari :

(30)

reagensia warna ( 800 mmol/ 1 larutan o-toluidin

dalam asam asetat )

larutan standar g l u k o s a ... 5,55 mmol/ 1

III.3* Metoda penelitian

III.3*1* Identifikasi tolbutamida

III.3.1*1- U .11 kualitatif ( 21)

Dilakukan penentuan titik lebur tolbutamida de­

ngan menggunakan alat DSC. Dari termogram yang

dihasilkan dapat diketahui titik lebur tolbuta­

mida.

111.3.1.2. U.ii kuantitatif ( 19 )

Dilakukan dengan cara asidi-alkalimetri :

Ditimbang teliti 500 mg tolbutamida, dilarutkan

dalam

30

ml etanol 95$ netral, kemudian ditam-

bah 20 ml air suling. Dititrasi dengan natrium

hidroksida 0,1 N menggunakan indikator larutan

fenolftalein P.

1 ml natrium hidroksida 0,1 N setara dengan

27,04 mg C12H18N2°3S *

111.3.2. Identifikasi PVP K-^0 ( 19 )

Dilakukan uji kualitatif dengan reaksi warna.

- Pada 10 ml larutan Z% PVP ditumbalikan JO ml 1IC1

. 1 N dan 5 ml larutan I^Cr^O

(31)

1 1 1 .3.3 • Pembnatan dispersi solida Loi.bn laniida - PVP K-oO

( 20:80 )

Dilakukan dengan cara pelarutan ( 2? ):

- PVP K-30 yang telah ditimbang dilarutkan dalam

etanol panas di atas "Hot Plate Stirrer".

- Ke dalam larutan tersebut, ditambahkan tolbuta

mida dengan jumlah sesuai komposisi dan diaduk

hingga semua terlarut.

- Etanol diuapkan sampai kering.

- Campuran yang telah kering dimasukkan ke dalam

eksikator hampa selama 2X\ jam,

- Campuran digerus dan diayak dengan B^q.

111.3.4. U.1i hasil dispersi solida ( 9 )

Ditentukan titik lebur dengan menggunakan alat

DSC :

- Dispersi solida sebanyak Z-k mg dimasukkan da­ lam sampel pan,

- Sampel pan dipanaskan dalam oven DSC bersama -

sama pembanding.

- Perubahan sampel selama pemanasan direkan pada

termogram.

- Titik lebur dihitung dengan cara menentukan ti­

tik potong antara garis singgung dengan garis

dasar.

Kemudian profil termogram yang dihasilkan

(32)

III.3.

Serbuk serum baku "Seronorm Routine" dilarutkan

dengan 5>0 ml air suling, kemudian dikocok perla-

han hingga terlarut semua. Selanjutnya dilakukan

penetapan kadar glukosa dalam serum baku sebanyak

lima kali pada panjang gelombang 630 nm,

Penentuan kadar glukosa dilakukan dengan caru se-

perti yang tertera pada tabel IV. Bila hasil uji

memenuhi rentang kadar yang dipersyaratkan, maka

kit dapat digunakan untuk penentuan kadar glukosa

dengan metoda o-toluidin.

6. Pembuatan larutan baku induk glukosa

Ditimbang teliti 1,0 g serbuk glukosa dan dilarut

kan dalam air suling sampai volume 100,0 ml.

7. Penentuan pan.iang gelombang maksimum glukosa

Diamati harga resapan dari larutan glukosa kadar

80 dan 120 mg%, hasil pengenceran larutan baku in

duk glukosa dengan air suling, pada panjang gelom

bang antara 620-635 nm dengan cara seperti tabel

IV. Panjang gelombang dengan nilai resapan m^ksi-

mum digunakan sebagai panjang gelombang maksimum

(33)

TABEL IV

CARA PENENTUAN KADAR GLUKOSA

' MENGGUNAKAN KIT GLUKOSA METODA O-TOLUIDIN ( 28 )

Dipipet ke dalam tabung sentrifus :

Sampel Standar Blangko

Larutan asam trikloroasetat 1,0 ml 1,0 ml 1,0 ml

Sampel ( tscrum baku/ larutan

glukosa/ darah ) 0,1 ml _

-Larutan standar - 0,1 ml

-Air suling - - 0,1 ml

Campur komudian disen Lrii'us selama

30

menit. Dipipet dalam tabung reaksi :

Supernatan bebas protein 0,5 ml -

-Campuran standar - 0,5 ml

-Campuran blangko - - 0,5 ml

Reagensia warna 2,0 ml 2,0 ml 2,0 ml

Campur dan diinkubasikan selama 8 menit dalam penangas

air mendidih, kemudian segera didinginkan.

Diukur resapan sampel ( Rs ) dan resapan standar ( Rst )

terhadap blangko,secara spektrofotometrik pada panjang

gelombang tertentu.

(34)

111.3.

111.3.

111.3.

III.3.

8. Pembuatan kurva baku glukosa

Diamati harga resapan dari larutan .glukosa kadar

20,

40

, 60, -80, 100, 120, dan 200 mg%, hasil pe-

ngenceran larutan- baku induk glukosa dengan air

suling, pada panjang gelombang maksimum dengan ca

ra seperti tabel IV. Dari pengamatan dibuat kur­

va kadar terhadap resapan.

9* Penentuan dava penurunan kadar glukosa darah

secara in vivo

9.1. Subyek

Penelitian dilakukan pada enam ekor kelinci pu

till, jantan, sehat, dengan berat £,5-3j3 kg (27).

Sebelum dilakukan percobaan, subyek diadaptasi

kan dengan lingkungan percobaan selama 1 mingg-

gu. Subyek dipertahankan hidupnya dengan diberi

air dan makanan tertentu, dengan jumlah yang di

sesuaikan berat badannya.

9.2. Protokol

Sebelum dilakukan percobaan, subyek dipuasakan

sepanjang malam, tetapi tetap diberi minum. Se-

telah dilakukan penimbangan, subyek ditempatkan

dalam kandang pengendalian untuk mempermudali pe

ntfambilan sampel darah. Darah diambil dari vena

(35)

Setiap subyek mendapat tiga perlakuan dengan

rancangan saling silang ( ’’cross over design” ).

Antara dua perlakuan diberi selang waktu sela-

satu minggu.

Perlakuan I : Sebagai kontrol, tanpa pemberi

an obat.

Perlakuan II : Diberi tolbutamida murni sebanyak

0,25 &/ kg berat badan ( 2y,30 ).

Perlakuan III: Diberi dispersi solida tolbutami­

da - PVP K-30 ( 20:80 ) , dengan

jumlah setara tolbutamida 0,25 g/

kg berat badan.

Pada jam ke-1 dari tiap perlakuan*, subyek diberi

glukosa sebanyak 1 g/ kg berat badan secara oral

dalam bentuk larutan glukosa

50

% , sebagai tes

toleransi glukosa/ GTT ( 29)30 ). Pemberian obat

pada perlakuan II dan III secara oral dalam ben­

tuk suspensi dalam air suling 5 ml/ kg berat ba­

dan (

31

) segera setelah pengambilan darah pu-

asa ( jam ke-0,0 ) ( 29 )

Pengambilan sampel darah dilakukan pada jam ke :

0,0; 0,5; 1|0; 1,5; 2,0; 4,0 dan 6,0 segera iscte

lah pengambilan darah puasa.

III.3.9.3. Penentuan. kadar ftl.ukosa darah

(36)

an, ditentukan dengan cara seperti tabol IV yang

pengamatannya dilakukan pada panjang gelombang

maksimum glukosa.

III.3-10* Analisa data

III.3.10.1. Perhitungan dava penurunan kadar glukosa darah

Untuk menghitung daya penurunan kadar glukosa

darah akibat pemberian obat, dilakukan dengan

cara sebagai berikut :

- Ditentukan perubahan kadar glukosa darah pa

da tiap perlakuan, dengan menghitung selisih

kadar glukosa pada setiap w&ktu terhadap ka­

dar glukosa darah awal ( C^-Cq )

- Daya penurunan kadar glukosa darah akibat

pemberian obat = selisih antara perubahan ka

dar glukosa kontrol dengan perubahan kadar

glukosa darah akibat pemberian obat ( tolbu­

tamida/ dispersi solida tolbutamida - PVP

K-30 ( 20:80 ) ) = {( Ct-CQ )kt - ( Ct-CQ )Qb}

III.3*10.2. Analisa data dengan statistik

Daya penurunan kadar glukosa darah dihitung dg.

ngan metoda statistik secara ANAVA, percobaan

faktorial dari rancangan blok lengkap yang di-

acak ( "Randomized Complete Block Design" /

(37)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

IV.1. Identifikasi tolbutamida

IV.1.1. U.ii kualitatif

Perneriksaan titik lebur sesuai metoda penelitian

( DSC ), diperoleh titik lebur tolbutamida 131»90°C.

Termogram DSC dapat dilihat pada lampiran 1.

IV.1.2. U.ii kuantitatif

Penotapan kadar tolbutamida yang ditentukan rnenu-

rut metoda ponolitian

111

.

3

*

1.2

, memberikan ha-

sil sebesar

99

,

53

%*

IV.2. Identifikasi PVP K-50

- dengan pereaksi HC1 1 N dan larutan K^C^O,-, : ter

bentuk endapan warna jingga

- dengan pereaksi larutan iodium 0,1 N : terjadi

warna merah tua

IV.3. U.ii dispersi solida

Sesuai metoda penelitian III.3.4> dispersi solida ha

sil pembuatan diperiksa dengan DSC. Pada termogram

tidak tampak adanya puncak titik lebur ( Lampiran 2,

3

, dan i|. ) dan mempunyai profil yang idontik dengan

termogram dispersi solida dari penelitian terdahulu

(38)

IV.if. U.ii kit glukosa

Dilakukan seperti yang telah disebutkan dalam meto­

da penelitian III.3.5. Hasil uji tercantum pada ta-

bel V.

TABEL V

HASIL UJI KIT GLUKOSA

No. Rs Ret Kadar glukosa ( m )

1

. 0,315 0,255 123,53

2

. 0,281 0,255 110,19

3.

0,302

0,255 118, if3

if. 0,295 0,255 115,69

5. 0,299 0,255 117,25

Kadar rata-rata = 117,02 + if,82 mg%

.'IV. 5. Pan.iang gelombang maksimum glukosa

Nilai resapan yang ditentukan secara spektrofotome­

trik sesuai metoda penelitian

111

.

3* 7

, pada kadar

glukosa 73,5if mg% dan

110,30

mg% .memberikan hasil

seperti yang tercantum pada tabel VI dan gambar 7,

Berdasar data dan gambar, diperoleh panjang gelom-

bang maksimum

630

nm

IV.

6

. Kurva baku glukosa

Nilai resapan larutan glukosa dengan kadar tertentu

untuk pembuatan kurva baku dapat dilihat pada tabel

(39)

TABEL VI

NILAI RESAPAN LARUTAN GLUKOSA PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG

Panjang gelombang ( nm )

Nilai resapan pada kadar

73>54 mg# 110,30 mg?'?

620 0,221 0,321

622

0,222 0,323

624 0,223 0,325 .

626

0,223 0,327

628 0,224 0,328

629

0,224 0,328

630

0,225

. 0,329

631 0,224 0,328

632 0,223 0,327

(40)

Ni

la

i

r

e

s

a

p

a

n

0,330

0,325

0,320

0,225

0,220

L

"6 5 5 652 624 6 2 6 6 2 6 6 3 0 632 634

---- Panjang gelombang ( nm )

Gambar 7. Kurva nilai resapan terhadap

(41)

NILAI RESAPAN RATA-RATA LARUTAN GLUKOSA DARI BERBAGAI KADAR PADA 630 nm

TABEL VII

Kadar ( mg% ) Nilai resapan rata-rata

18,38 0,084

36,77 0,125

55,15 0,179

73,54 0,225

91,92 0,270

110,30

0,329

183,8if 0,502

Setelah dilakukan analisis regresi linier, diperoleh

koefisien korelasi (r) = 0,9993

05-5

" ^

dengan persamaan

Y = 2,556^.10'3X + 0,0367

X = kadar glukosa ( mg% )

Y = nilai resapan pada panjang gelombang maksimum ( 630 nm )

IV.7. Penentuan kadar glukosa darah

Dilakukan sesuai metoda penelitian III.3*9«3» Kadar

glukosa darah pada tiap waktu pengambilan sampel ,

pada perlakuan I, II dan III masing-masin£ subyuk,

(42)

Ni

Gambar

8

. Kurva nilai resapan terhadap kadar larutan glukosa pada A =

630

nm

IV.

8

. Analisa data

IV.8.1. Perhitungan dava penurunan kadar glukosa darah

Dihitung dengan cara seperti yang disebutkan da-

lam metoda penelitian Ili.

3

«

10

.

1

.

Perubahan kadar glukosa dara.li dari keadaan awal

akibat perlakuan dapat dilihat pada tabel IX ,

(43)

Dari gambar yang dihasilkan, terlihat adanya pe-

nyimpangan profil kurva pada subyak

6

( gambar

14

).

Setelah dilakukan "Rejection of a Result", hasil

nya data dari subyek

6

harus di "reject", sehing-

ga untuk pengolahan data selanjutnya hanya dipa-

kai data dari 3 subyek kelinci.

Daya penurunan kadar glukosa darah akibat pemberi

an tolbutamida dan dispersi solida tolbutamida

PVP K-30 ( 20:80 ) tiap selang waktu pengamaian

pada masing-masing subyek dapat dilihat pada ta­

bel X. Sedangkan daya penurunan maksimum dapat di

lihat pada tabel XI.

IV.8.2. Analisa data dengan statistik

Sesuai metoda penelitian III.3.10.2 , daya penuru

nan kadar glukosa darah diolah dengan statistik

se'cara ANAVA dengan percobaan faktorial RCBD.

Ringkasan hasil statistik dapat dilihat pada ta­

(44)
(45)

HIUftAKAI tAMt 611K0SA IAIAI Mil KAMA* AVAl ACIBA1 PillACUAIt

37

ADLN

-

PERPUSTAKAAN

UNIVERSITAS

AIRLANGGA

PERBANDINGAN

DAYA PENURUNAN

KADAR

GLUKOSA

DARAH

DARI ...

(46)

Gambar 9. Kurva perubahan kadar glukosa darah dari

keadaan awal akibat pemberian glukosa se­

bagai kontrol (□ — D), tolbutamida (O— O ) , dispersi solida tolbutamida-PVP K30=20:80

(47)

Gambar 10. Kurva perubahan kadar glukosa darah dari

keadaan awal akibat pemberian glukosa so

(48)

Gambar 11. Kurva perubahan kadar glukosa darah dari

keadaan awal akibat pemberian glukosa so

bagai kontrol (□ — O ) , tolbutamida (O— O),

dispersi solida tolbutamida-PVP K30-20:^0

(49)

Gambar 12. Kurva perubahan kadar glukosa darah dari

keadaan awal akibat pemberian glukosa se

(50)

Gambar 13. Kurva perubahati kadar glukosa darah dari

keadaan awal akibat pemberian glukosa sc-

(51)

Gambar 14« Kurva perubahan kadar glukosa darah dari

keadaan awal akibat pemberjan glukosa se

ba^ai konlrol (□ — Q) , tolbutamida (O— O) ,

(52)
(53)

DAYA PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH MAKSIMUM AKIBAT PEMBERIAN BAHAN OBAT

TABEL XI

Subyek

Penurunan kadar glukosa darah maksimum (ro.£%)

Tolbutamida mida - PVP K-30 ( 20:80 )Dispersi solida tolbuta­

1 72,37 69,56

2 42,13 43,59

3 35,68 38,40

4 24,87 69,91

5 54,47 67,45

Rata-rata 45,90 ±18,27 57,78 + 15,46

TABEL XII

RINGKASAN HASIL PERHITUNGAN STATISTIK SECARA ANAVA RCBD

Sumber variasi df ss MS Fhitung **=0,05

Bahan obat 1 3570,19 3570,19 7,22 4,06

Waktu 5 4034,30 806,86 1,63 2,43

Interaksi

obat-waktu 5 612,24 122,45 0,25 2,43

Subyek 4 3141,28 785,32 1,59 2,58

Residu 44 21760,42 494 > 56

(54)

BAB V

P E M B A H A S A N

Tolbutamida merupakan antidiabetika oral yang kini

jarang dipakai dalam praktek antara lain karena sifatnya

yang sukar larut dalam air, sehingga absorbsi dan daya pe

nurunan kadar glukosa darahnya kecil. Menurut Nelson dkk

(

12

) laju absorbsi tolbutamida yang ditunjukkan oleh da

ya penurunan kadar glukosa darah, merupaKan fungsi d a n

laju disolusi. Lambatnya laju disolusi tolbutamida menye-

babkaft laju absorbsi yang lambat pula, sehingga bioavaila

bilitas tolbutamida menjadi rendah.

Laju disolusi tolbutamida dapat ditingkatkan dengan

cara dibuat dispersi solida dalam pembawa PVP K-30>dimana

pada komposisi 20:80 menunjukkan peningkatan laju disolu­

si terbesar ( 13 ). Untuk mengetahui pengaruh dispersi so

lida tolbutamida - PVP K-30 ( 20:80 ) terhadap bioavaila-

bilitas tolbutamida, dilakukan penelitian terhadap efek far;

makologinya yaitu daya penurunan kadar glukosa darah,yang

dapat digunakan sebagai parameter untuk penentuan bioavai

labilitas secara tidak langsung.

Tahap awal dari penelitian ini dilakukan identifi-

kasi bahan aktif maupun bahan pembawa yang digunakan un­

tuk membuat dispersi solida tolbutamida - PVP K-30 (J0:60).

Secara kualitatif hasil yang diperoleh dari titik lebur

(55)

u-ji kuantitatif asidi alkalimetri, kadar tolbutamida sebagai

bahan baku = 99,53%.( F.I. Ed.Ill = 98,0-110,0% ). Berda

sarkan reaksi warna sebagai uji kualitatif, PVP K-30 mem

berikan reaksi yang sama dengan yang tertera pada F.I.Ed.

III. Dengan demikian tolbutamida maupun PVP K-30 yang di

guna-kan memenuhi persyaratan Farmakope Indonesi edisi III.

Seperti yang dilakukan Sekikawa ( 27 ) dan Emi ( 13 )

dispersi solida tolbutamida - PVP K-30 dibuat dengan me­

toda pelarutan, dimana dari pustaka (

9

) juga diaolmt-

kan bahwa muloda pelarutan merupakan metoda terbaik uniuk

pembuatan dispersi solida dalam pembawa PVP. Dispersi so

lida hasil pembuatan diperiksa dengan DSC. Termogram yang

dihasilkan mempmiyai proJ'.U yang ideutik dengan termogram

dispersi solida dari penelitian terdahulu, yaitu tidak ada

puncak titik lebur dari suhu 30-200 °C ( lampiran 2,3 dan

i+ ). Keadaan tersebut menggambarkan bahwa dispersi solida

yang dibuat identik dengan hasil dispersi solida pada pe­

nelitian terdahulu. Dispersi solida yang pembuatannya ti­

dak sempurna, pada termogram DSC akan terlihat adanya pun

cak titik lebur seperti yang terlihat pada lampiran

6

. A-

danya puncak titik lebur tersebut diakibatkan tolbutamida

tidak terdispersi secara sempurna dalam PVP, sehingga pa­

da suhu 132 °C yang merupakan suhu lebur tolbutamida tor-

lihat puncak pada termogramnya.

Penentuan kadar'glukosa darah dilakukan secara spek

trofotometri, sehingga perlu dibuat kurva baku glukosa pada

(56)

nm ). Dari analisa regresi yang dilakukan, diperoleh per-

samaan Y = 2,556if.lO”'Sc + 0,036? dengan koefisisen korelg,

si (r) = 0,9993 ^=0,005; 5 = ). Metoda yang

dipa-kai untuk menentukan kadar glukosa adalah metoda o-tolui-

din, yang sederhana dalam pelaksanaannya dan spesifikasi-

nya relatif tinggi ( 25)26 )• Oleh karena dalam pelaksan&

an penentuan kadar glukosa darah dengan metoda o-toluidin

digunakan kit, maka perlu dilakukan uji kit sebelum meng­

gunakan kit tersebut. Dari hasil uji kit dengan serum ba- TM

ku Seronorm Routine didapat kadar glukosa 117,02 + i+,82

ms% ( rentang kadar yang dipersyaratkan :

108-133

mg# ) ,

sehingga kit glukosa dapat digunakan untuk penentuan ka­

dar glukosa darah dengan metoda otoluidin.

Penentuan daya penurunan kdar glukosa darah . dari

tolbutamida dan dispersi solida tolbutamida - PVP K-30

( 20:80 ) digunakan subyek kelinci. Kelinci dipilih yang

sehat, berat antara 2,5-3>3 kg dan berkelamin jantan. Ke­

linci betina tidak digunakan sebagai subyek dalam peneli­

tian ini karena dikhawatirkan adanya pengaruh hormonal p£

da kadar glukosa darahnya. Selain itu, dipilih kelinci d£

ngan warna putih ( albino ) untuk mengurangi pengaruh per

bedaan genetik. Makanan yang diberikan pada kelinci berjj?

nis sama dan jumlahnya disesuaikan dengan berat badannya.

Sebelum dilakukan percobaan, subyek dipuasakan sepanjang

malam agar saat diberi obat lambung dalam keadaan kosong.

Adanya makanan dalam lambung menyebabkan viskositas cair-

(57)

si obatnya ( 15 ). Mas'ing-masing subyek mondapat tiga per

lakuan, dimana antara perlakuan subyek diiestirahatkan se-

lama satu minggu. Tujuan diberikannya selang waktu terse-

but adalah untuk menghilangkan pengaruh dari perlakuan se

belumnya, sehingga diharapkan efek farmakologi yang ditim

bulkan benar-benar diakibatkan dari perlakuan pada saat i

tu. Pada saat perlakuan pemberian obat : tolbutamida atau

dispersi solida tolbutamida - PVP K-30 ( 20:80 ), subyek

diberikan glukosa sebagai tes toleransi glukosa ( "Gluco­

se Tolerance Test"/ GTT ). GTT merupakan metoda yang umum

digunakan dalam penentuan daya penurunan kadar glukosa da

rah suatu anti antidiabetes, bila tidak digunakan alloxan

untuk membuat subyek menderita diabetes. Oleli karena GTT

juga berfungsi untuk menghindari terjadinya "hypoglicemic

shock" akibat pemberian obat, maka glukosa diberikan pada

jam ke

-1

dengan harapan, agar saat terjadi absorpsi muksi

mum tolbutamida juga terjadi absorpsi maksimum glukosa.

Dengan adanya perlakuan GTT pada perlakuan II' dan III, ma

ka perlu adanya kontrol akibat pemberian glukosa saja yai

tu pada perlakuan I.

Dari data kadar glukosa yang diperoleh ( tabel VIII )

terlihat bahwa kadar glukosa darah awal ( kadar glukosa -

darah puasa/ saat t=

0

,

0

) berbeda untuk tiap perlakuan, mes

kipun pada subyek yang sama. Keadaan ini dapat disebabkan

oleh pengaruh lingkungan percobaan yang berbeda, misalnya

kebisingan dan lain-lain,sehingga dapat mempengaruhi emo-

(58)

da kadar glukosa dairah ( 1,14 ). Untuk mengetahui peruba-

han kadar glukosa darah akibat perlakuan, perlu dikoreksi

terhadap keadaan awalnya.Hasilnya dapat dilihat pada ta -

bel IX dan kurva perubahan kadar glukosa darah tersebut

dapat dilihat pada gambar

9

-

14

. .

Dari gambar terlihat bahwa umumnya kurva kontrol

berada di atas kurva tolbutamida maupun kurva dispersi so­

lida tolbutamida' - PVP K-30 ( 20:80 ), yang berarti bahwa

kadar glukosa darah sebelum diberi obat lebih tinggi di­

banding setelah diberi obat. Tetapi pada gambar 14, atau

data dari subyek

6

terlihat hal yang sebaliknya, sehingga

dicoba dilakukan ’’Rejection of a Result” secara statistik.

llasilnya, data dari subyek

6

harus di ’’reject” , sehingga

untuk pengolahan data selanjutnya hanya dipakai data dari

lima subyek ( data dari subyek

6

tidak digunakan ).

Untuk menentukan daya penurunan kadar glukosa darah

akibat pemberian bahan obat ( perlakuan II dan III ),per

lu dilakukan koreksi terhadap kontrol ( perlakuan I ) de­

ngan cara seperti yang disebutkan dalam metoda penelitian

III.3.10.1. Besarnya daya penurunan kadar glukosa darah a

kibat pemberian obat pada masing-masing subyek dapat dili

hat pada tabel XI.

Hasil perhitungan dengan, statistik secara ANAVA

RCBD dari data daya penurunan kadar glukosa darah pada ma­

sing-masing subyek dapat dilihat pada tabel XII. Terlihat

bahwa F hitung akibat pemberian obat =7,22 y F tabel

(59)

dar glukosa darah dari dispersi solida tolbutamida - PVP

K

-30

( 20:80 ) dan tolbutamida berbeda secara bermakna

dimana daya penurunan kadar glukosa darah dari dispersi

solida tolbutamida - PVP K-30 ( 20:80 ) lebih besar dari

tolbutamida murni. Daya penurunan kadar glukosa darah mak

simum dispersi solida tolbutamida - PVP K-30 ( 20:80 ) =

57,78 ± 15,46 mg% dan tolbutamida = 45,90 + 18,27 mg%.Se

dangkan F hitung dari subyek, waktu, dan interaksi obat-

waktu hasilnya lebih kecil dariF tabel, sehingga dapat

dikatakan bahwa daya penurunan kadar glukosa darah yang

disebabkan faktor-faktor tersebut tidak berbeda bermakna.

Bila hasil penelitian ini dikaitkan dengan penoli-

tian terdahulu, yang menyatakan bahwa laju disoliuji dij-

persi solida tolbutamida lebih besar dari tolbutauiida mur

ni, maka dapat dikatakan bahwa peningkatan laju disolusi

tersebut diikuti dengan peningkatan efek farmakologi tol

butamida atau peningkatan bioavailabilitasnya.

Penelitian ini mendukung penelitian yang telah dila

kukan Sekikawa dkk (27). Dilaporkan bahwa ada pengaruh da

ri bentuk dispersi solida tolbutamida dalam pembawa PVP

terhadap laju disolusi in vitro dan bioavailabilitasnya. Dari

gambar

15

taippak bahwa laju disolusi dispersi solida tol­

butamida - PVP ( 1:10 ) lebih besar dibandingkan campuran

fisis maupun tolbutamida murni. Peningkatan laju disolusi

tersebut tcrnyata diikuti dengan peningkatan kocepatan dan

jumlah tolbutamida yang mencapai plasma, setelah diberi

(60)

Waktu ( menit )

Gambar 15. Profil laju disolusi tolbutamida pada me­ dia disintegrasi (JP IX) pada suhu 37 °C

keterangan :

— O— : dispersi solida tolbutamida-PVr = 1:10 *— : dispersi solida tolbutamida-PVP = 1:5

— a— : dispersi solida tolbutamida-PVP = 1:3

— *— * : campuran fisis tolbutamida-PVP = 1:3 — •— : tolbutamida murni

(61)

Data teryebut sesuai dengan teori yang menyebutkan

bahwa laju disolusi dari bahan obat yang bersifat sukar

larut merupakan tabap penentu bagi proses absorbsinya (

1

).

Dengan meningkatnya laju disolusi, akan meningkatkan laju

absorbsi sehingga jumlah obat dalam darah semakin besar.

Jumlah tolbutamida dalam darah dapat ditunjukkan dengan

besarnya efek farmakologi yang ditimbulkan, yaitu daya

penurunan kadar glukosa darah ( 1 4 ) . Sehingga daya penu

runan kadar glukosa darah dari dispersi solida tolbutami

da - PVP K-30 ( 20:80 ) yang lebih besar dari tolbutami­

da murninya menunjukkan bahwa terdapat peningkatan bioa-

availabilitas tolbutamida.

Berdasarkan si fat sukar larut dari tolbutamida yan£

mengakibatkan lambatnya efek farmakologi yang ditimbulkan

dan berdasarkan meningkatnya bioavailabilitas tolbutamida

bila dibuat dispersi solida dalam pembawa PVP K-30, khu-

susnya pada komposisi 20:80,maka perlu dilakukan peneli­

tian lebih lanjut untuk menentukan formula dan perbandi-

ngan yang tepat antara tolbutamida murni dan dispersi so

lida tolbutamida - PVP K-30 ( 20:80 ) sehingga diperoleh

suatu sediaan obat diabetes dengan efek terapi yang opti

(62)

BAB VI

K E S I M P U L A N

Berdasarkan data yang diperoleh dari perlakuan terha

dap lima subyek kelinci, dapat disimpulkan :

1. Ada perbedaan yang bermakna antara daya penurunan kadar

glukosa darah dari dispersi solida tolbutamida - PVP

K-30 ( 20 : 80 ) dan tolbutamida murni, dimana daya pe­

nurunan kadar glukosa darah dari dispersi solida tolbu-

mida - PVP K-30 ( 20 : 80 ) lebih besar dibundingkan de

ngan tolbutamida murni,

2. Besar daya penurunan kadar glukosa darah maksimum dari

dispersi solida tolbutamida - PVP K-30 ( 20 : 80 ) ada-

lah 37,78 + 15,46 mg% dan tolbutamida murni adalah

(63)

BAB VIII

R I N G K A S A . N

Tolbutamida merupakan anti antidiabetika oral yang

bersifat sukar larut. Oleh karena sifat sukar larut terse­

but, laju disolusi menjadi penentu bagi bioavailabilitasnya.

Dari penelitian terdahulu diketahui bahwa dispersi solida

tolbutamida - PVP K-30 ( 20:80 ) mempunyai .laju disolusi

yang lebih tinggi dari tolbutamida murni. Secara teori pe­

ningkatan laju disolusi obat sukar larut akan menyebabkan

peningkatan laju absorbsi dan kadar obat dalam darah, se­

hingga dapat memperbaiki bioavailabilitasnya.

Bioavailabilitas tolbutamida dapat ditentukan dengan mg,

nentukan daya penurunan kadar glukosa darahnya, yang meru­

pakan cara penentuan bioavailabilitas cara tidak langsung.

Sehingga untuk membuktikan kebenaran teori tersebut telah

dilakukan penelitian pengaruh'dispersi solida tolbutamida-

PVP K-30 ( 20:80 ) dengan membandingkan daya penurunan ka­

dar glukooa darahnya terhadap tolbutamida murni* dengan tQ,

leransi glukosa pada subyek kelinci. Kadar glukosa darah

ditentukan dengan metoda o-toluidin secara spektrofotometri.

Dari data yang diperoleh, kemudian diolah dengan per

hitungan statistik secara ANAVA dengan percobaan faktorial

dari rancangan blok lengkap yang acak ( "Randomized Com­

(64)

pada oC =

0,05

menunjukkan bahwa antara daya penurunan ka­ dar glukosa darah dari dispersi solida tolbutamida - PVP

K

-30

( 20:80 ) dengan tolbutamida murni ada perbedaan yang

bermakna, dimana daya penurunan kadar glukosa darah dari

dispersi solida tolbutamida - PVP K-30 ( 20:80 ) lebih be­

sar dari tolbutamida murni, Besar daya penurunan kadar glu

kosa darah dari dispersi solida tolbutamida - PVP K-30 (2

( 20:80 ) =

57

j

78

+, 15,4-6 mg% dan tolbutamida murni = 45,94

+ 18,27 mg#.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa pe­

ningkatan laju disolusi dari dispersi solida ' tolbutamida

- PVP K-30 ( 20:80 ) menyebabkan peningkatan bioavailabili

las tolbutamida, yang ditunjukkan dengan poningkatan dava

(65)

BAB IX

DAFTAR PUSTAKA

1. Shargel L. and Yu A.B.C. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. 2nd edition. Norwalk, Conecticut : A Apieton-Century-Croft,

1985

:

26

-

7

,

67

-

100

,

129

-

40

.

2. Wagner J.G, Biopharmaceutics and Relevant Pharmacokine-s t

tics* 1 edition. Hamilton: Drug Intelegence Publica­ tion Inc, 1971:91, 98-9.

3* Blanchard J. Formulation Factors Afi'octin^ Dru^ [Uoav^i, bility. Amer. J. Pharm. Sept-Oct, 1978:133-6.

4. Polderman J. Formulation Preparation of Dosage Forms. Oxford: Elsevier, 1977:215-23.

5. Martin A.N. Physical Pharmacy. Philadelphia: Lea and Fe biger, 1969:91-3, 289-324

6

. Shefter Eli. Solubilization by Solid State Manipulation in Techniques of Solubilization of Drug. Marcel Dekker Inc, 1981:170-4.

7. Chiou W.L. and Riegelman S. Pharmaceutical Application of Solid Dispersion Systems. J. Pharm. Sci. 1971; 60 : 1281-4.

8

. Lesson L.J. and Cartensen J.T. Dissolution Technology . Washington: The Industrial Pharmaceutical Technology Sec tica of The Academy of Pharmaceutical Science, 1974s

8

, 125, 153-5.

9. Ford J.L. The Current Status of Solid Dispersions. Pharm. Acta Helv. 1986; 6l:.69-88.

(66)

11. Sulistia Gan, Farmakologi dan Terapi. edisi ke-2. Ja -

karta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedckteran Universi

tas Indonesia, 1980:353-7.

1'2. Nelson E., Knoechel E.L., Hamlin W.E. , and Wagner J.G. Influence of the Absorption Rate of Tolbutamide on the Rate of Decline of Blood Sugar Levels in Normal Humans. J. Pharm. Sci. 1962; 51 (6):509-14.

13. Yuniastuti E. Studi Penggunaan PVP K-25 dan PVP K-30 Terhadap Kecepatan Melarut Tolbutamida Dalam Sistem Dis persi Solida. Surabaya: Universitas Airlangga, 1988 .

50-106 pp. Skripsi.

14. Metzler C.M. Bioavaibility - A Problem in Equivalence . Biometrics, 1974; 50:309-17.

o t 15. Ritschel W.A. Handbook of Basic Pharmacokinetics. 1 e

edition. Hamilton: Drug Intelligence Publications Inc , 1976:62-75, 281-6.

16. Noyes A.A. and Whitney W.R. The Rate of Solution of So­ lid Substances in Their Own Solutions. J, Am. Chom,1897

; 19:930-3.

17* Gibaldi M. Biopharmaceutics and Clinical Pharmaceutics. r>ri

3 edition. Philadelphia: Lea and Febiger, 1984-49-70.

18. Goldberg A.H., Gibaldi M., Kanig J.L., Increasing Disso lution Rates and Gastrointestinal Absorption of Drug - .via Solid Solution and Eutectik Mixture II. J. Pharm .

Sci. 1966; 55:482.

19. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indo nesia. edisi III. Jakarta, 1979:610,738.

t h

20. Martindale, The Extra Pharmacopoeia. 28 edition. Lon­ don: The Pharmaceutical Press, 1982:859-60.

21. Florey K. Analytical Profiles of Drug Substances, volu­ me 3* New York: Academic Press, 1974:514-43*

(67)

23# Hazmam M.W. Endokrinologi dan Metabolisine, Bandung: Uni versitas Padjadjaran, 1968:13-42.

24« Harper H.A. Review of Physiological Chemistry ( Bioki - mia: terjemahan dr, Martin ). California: Lange Medical Publications, 1979:284-315*

25. Henry R.J, Cannon and Winkellman. Clinical Chemistry Principles and Technics. 2nc* edition. New York: Harper and Row, 1974*

26. Gerald R. and Cooper M.D. Workshop Manual of Methods, for the determination of Glucose. Washington D.C.

1966

: 70-5.

27* Sekikawa H., Naganuma T., Fujiwara J., Nakano M., and - Arita T. Dissolution Behavior and Gastrointestinal Ab - sorption of Tolbutamide in Tolbutamide-Polyvinylpyroli- done Coprecipitate. Cherm. Pharm, Bull. 1979;27 (1):31-7.

28, Merck E. Diagnosis Merck. Buku Pedoraan Kerja Klinik, E. Merck, D a r m s t a d t 1979*

29, Brahmachari H.D. and Augusti K.T. Oral Hypoglycemic Com pound, Indian J. Physiol. Pharmacol. 1964; 8 (l):60-4.

Gambar

Gambar 1. Gambaran hipotetik hubungan bioavailabilitas
Gambar 2. Skema perjalanan obat padat yang diberi-
TABEL IPENGARUH UKURAN PARTIKEL TERHADAP KELARUTAN ( 6 )
Gambar i+. Pengaruh ukuran partikel terhadap laju
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagi seseorang yang melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang hingga tinggi dengan frekuensi serta durasi yang teratur bisa sebagai terapi bagi yang berisiko

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas produk, harga, promosi dan citra merek terhadap keputusan pembelian pada sepeda motor Honda Beat. Populasi yang

Kesan yang berbeza-beza terhadap setiap individu inilah yang akan mencetuskan minda untuk mengingat dan mengaitkan sesuatu irama itu dengan peristiwa di dalam bahan

Hama putih akan menjadi kepompong, sarung/kantong yang selalu dibawanya akan ditanggalkan dan dilekatkan pada abtang padi, kemudian dimasukinya lagi dan tidak keluar sampai

Kegiatan penelitian mendukung pengcmbangan ilmu serta terapannya. Dalam ha1 ini, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Padang berusaha mendorong dosen untuk melakukan

Skripsi dengan judul “Reaksi Pasar Terhadap Publikasi Laporan Laba Dan Dampaknya Terhadap Harga Saham Perusahaan Nonreporter: Studi Empiris Di Bursa Efek Indonesia” disusun

Untuk mempelajari prinsip dasar gerak permainan bola besar melalui permainan bolavoli sebagai alat pada pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan,

Fungi Mikoriza Arbuskular merupakan suatu kelompok jamur tanah biotrof obligat yang tidak dapat hidup apabila terpisah dari inangnya. Bioaktivator tanaman adalah bahan yang