• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Survey (Observasi) Lapangan

Dalam penelitian ini, secara garis besar penyajian data-data yang dikumpulkan melalui gambar-gambar dari hasil observasi lalu diuraikan bentuk fisik dan ukurannya.

Berikut hasil dan pembahasan pada kondisi bangunan Museum Bahari, terdapat temuan bentuk adaptasi bangunan kolonial Belanda terhadap iklim tropis di Indonesia :

No Elemen Material Ukuran / Bentuk Warna / Tekstur

1 Atap

1.1 Penutup Atap

Genteng tanah liat

Atap Pelana - Cat Berwarna Coklat

- Tekstur tanah

1.2 Listplank atau overstek

Kayu Jati Overstek

= 1-1,5 M

- Coklat

1.3 Dormer Window

- Dinding kayu - Jendela kayu Jati

Persegi - Cat Berwarna Coklat

- Tekstur tanah

(2)

No Elemen Bahan Ukuran / Bentuk Warna / Tekstur 2 DINDING

Dinding bata Tebal = 1 m Cat Berwarna Putih

3 KOLOM

Kayu Jati Tebal 20-30 cm Bentuk kolom persegi

Berwarna Coklat

4

PINTU

4.1 Pintu masuk dan keluar - Kusen : Batu -Pintu : Kayu Jati -Engsel : Besi

Dome + lengkung

“arch”

- Kusen : tekstur batu

-Pintu : cat coklat -Engsel : hitam

4.2 Pintu masuk dan keluar -Kusen : Kayu Jati

-Pintu : Kayu Jati -Engsel : Besi

Persegi panjang - Kusen : cat coklat -Pintu : cat coklat -Engsel : hitam

(3)

No Elemen Bahan Ukuran / Bentuk Warna atau Tekstur 5 JENDELA

5.1 Jendela 1 Kusen : kayu jati Daun Jendela : besi dan kayu Engsel :Besi

Persegi panjang Cat Berwarna coklat

5.2 Jendela 2

Kusen : kayu jati Daun Jendela : besi,kayu,kaca Engsel : Besi

Persegi panjang Cat Berwarna Coklat

6 PLAFOND Kayu jati dan kayu panel (sebagai penutup lantai juga sebagai plafond dibawahnya)

Cat berwarna coklat

7 LANTAI

Ubin keramik atau ubin teraso

20x20 cm

bentuk Persegi Hitam

Tabel 3. Hasil Observasi Lapangan

(4)

4.3 Pengolahan Data

1. Atap

a) Atap Pelana

Purwanto dan Hasbi (2012) menyatakan bahwa atap pada arsitektur tropis merupakan bagian terpenting dari sebuah bangunan. Berdasarkan bidang dan orientasinya atap merupakan bagian bangunan yang paling banyak terkena cahaya, dan merupakan bagian yang paling bertanggung jawab terhadap kenyamanan ruangan. Atap pelana dan limasan dalam perancangan perlu diperhatikan yaitu pemakaian hanya di daerah hangat lembab dengan curah hujan tinggi, dan cocok untuk daerah angin topan, jika kemiringan atap diatas 30°.

Atap pada bangunan kolonial Belanda terdapat bentuk atap limasan dan pelana dengan sudut kemiringan 30° atau lebih (Handinoto, 1996, Samsudi, 2000).

Gambar 4.3.1 Foto atap Museum Bahari Gambar 4.3.2 Foto atap Hermitage museum ,Amsterdam

Atap pada museum ini secara bentuk sudah beradaptasi sesuai dengan iklim di Indonesia dimana secara umum kemiringan sudut 30° yang sesuai dengan gaya arsitektur tradisional maupun arsitektur tropis. Bentuk atap sesuai dengan ciri - ciri arsitektur kolonial (Neo Classic). Pada bahan penutup atapnya menggunakan genteng dari tanah liat yang sesuai dengan material alam di Indonesia.

(5)

Gambar 4.3.5 Jendela pada atap Museum Bahari

Gambar 4.3.4 Foto overstek pada Hermitage Museum, Amsterdam Gambar 4.3.3 Foto overstek pada

Museum Bahari

Gambar 4.3.6 Jendela pada atap Hermitage Museum, Amsterdam

b) Listplank & Overstek

Pada bangunan Kolonial tidak ada listplank, tetapi ada overstek namun tidak terlalu panjang dikarenakan kondisi di Negara asal arsitekturnya tidak memiliki curah hujan yang tinggi. Pada arsitektur tropis, terdapat listplank yang berfungsi sebagai penutup usuk dari tampias air hujan. Arsitektur tropis dan tradisional overstek dibuat panjang agar teras dan dinding luar tidak terkena tampias air hujan.

c) Dormer Window

Pada awal mulai fungsi dormer window pada bangunan museum bahari adalah sabagai pengering rempah-rempah karena bangunan ini digunakan untuk menyimpan bahan rempah-rempah. Dan juga sebagai ventilasi agar terjadi aliran udara di bawah atap. Dalam adaptasi dengan kondisi iklim di Indonesia terdapat perubahan pada atap,daun jendela dan warna cat. Daun jendela beradaptasi dengan iklim tropis dan arsitektur tradisional Betawi yaitu

(6)

Gambar 4.3.7 Foto dinding pada Museum Bahari

Gambar 4.3.8 Foto dinding pada Hermitage Museum, Amsterdam

mengunakan material kayu dan berbentuk panel-panel, warna cat juga mengalami perubahan.

2. Dinding

Purwanto dan Hasbi (2012) mengutip pernyataan bahwa dinding pada arsitektur tropis di daerah lembab berbeda sama sekali, di sini hanya berfungsi untuk mencegah hujan dan angin ketebalan dinding 10 – 20 cm (Georg.

Lippsmeier,1980).

Dinding pada bangunan kolonial Belanda tebal (dua batu), 40 cm dinding di pelester dan di cat warna putih (Peter J.M.Nas dan Martien de Vietter, 2007).

Tebal dinding sekitar 1 meter mengikuti gaya arsitektur asalnya yaitu tebal empat setengah batu, namun bahan dinding bahan yang digunakan bata merah menyesuaikan dengan kondisi alam di Indonesia.

(7)

Gambar 4.3.9 Foto kolom pada Museum Bahari

Gambar 4.3.10 Foto model kolom pada Arsitektur Kolonial Neo Klasik

3. Kolom

Kolom pada arsitektur tropis dapat mengunakan kayu, batu bata, maupun beton, dll.

Bentuk dan material kolom yang ada di Negara asalnya menggunakan beton.

Dan untuk Museum Bahari menggunakan kayu jati menyesuaikan gaya arsitektur di Indonesia dengan penyesuaian terhadap iklim tropis dan tradisionalisme. Pada Museum Bahari ini menggunakan kolom yang terbuat dari kayu jati dengan ketebalan 20-30 cm. Kolom kayu kokoh ini membuat kesan bangunan ini elegan dan khas Indonesia.

4. Pintu

Bukaan pintu dan jendela di daerah tropis memiliki fungsi yang lebih luas dibandingkan di daerah beriklim sedang karena sangat menunjang pengendalian iklim –mikro didalam bangunan. Untuk daerah tropikal-kering lubang-lubang sebaiknya dibuat sekecil mungkin. Di daerah tropika-basah lubang pada dinding pada sisi sebelah atas dan bawah, angin sebisa mungkin berukuran besar (Georg. Lippsmeier,1980).

Bukaan pintu dan jendela pada bangunan kolonial Belanda berukuran besar dan tinggi dan berirama monoton (Peter J.M.Nasdan Martien de Vietter, 2007).

(8)

Gambar 4.3.11 Foto pintu 1 Gambar 4.3.12 Foto pintu 2

Bentuk pintu sesuai dengan arsitektur asalnya yaitu pada bukaan pintu berukuran besar dan tinggi, terdapat penyesuaian pada material yang digunakan untuk daun pintu, material tersebut menggunakan bahan dan motif dari arsitektur tradisional.

5. Jendela

Gambar 4.3.13 Foto jendela 1 Gambar 4.3.14 Foto jendela 2

(9)

Gambar 4.3.15 Foto jendela pada Hermitage Museum, Amsterdam

Gambar 4.3.16 Foto jendela pada Hermitage Museum, Amsterdam

Tinggi jendela dengan lantai pada negara asalnya sangat tinggi namun dari tahun ke tahun permukaan tanah terus menurun dan itu terjadi juga di Indonesia. Pada jendela yang material terbuat dari kayu jati dan pegangannya terbuat dari besi. Terdapat teralis terbuat dari kayu dan besi, jendela yang ke 2 bentuknya mengadopsi arsitektur betawi. Sedangkan jendela dalam menggunakan panel panel kaca yang bentuknya mengadopsi dari arsitektur asalnya, hal tersebut juga dilakukan untuk beradaptasi dengan kondisi tropis.

6. Plafond

Gambar 4.3.17 Foto plafond

Pada Museum Bahari hampir seluruh konstruksinya memakai kayu, terdapat pada bagian kolom dan balok yang menopang lantai 2 dan 3. Penutup lantai pada lantai 2 dan 3 juga memakai konstruksi kayu panel, dan tidak adanya penutup plafond sehingga bisa dikatakan bahwa kayu panel yang digunakan

(10)

sebagai penutup lantai di lantai 2 dan 3 juga berperan sebagai plafond pada lantai di bawahnya.

7. Lantai

Gambar 4.3.18 Foto lantai

Lantai pada arsitektur tropis lantai keras (lantai batu) dianjurkan untuk bangunan dengan pengudaraan alamiah karena konstruksinya terbuka, sangat di pengaruhi oleh iklim, ganggunan binatang kecil dan kotoran. Lantai batu buatan yang licin (teraso) sangat mudah dirawat dan dibersihkan. Yang lebih murah dan lebih sering di pakai yaitu ubin keramik atau ubin teraso.

Lapisan lantai yang dikenal luas secara international. Untuk batu dan kayu cocok digunakan untuk bangunan dengan penyejuk udara penuh (Georg.Lippsmeier,1980).

Lantai pada bangunan kolonial Belanda terdiri dari ubin marmer berwarna biru atau merah, lantai semen abu-abu atau berwarna (Peter J.M.Nas dan Martien deVietter, 2007).

Elemen lantai terdapat adaptasi dikarenakan penggunaan elemen lantai pada bangunan Museum Bahari menggunakan kayu jati,ubin keramik, dan ubin teraso (berwarna hitam), sesuai dengan gaya arsitektur tropis.

(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)

Gambar

Tabel 3. Hasil Observasi Lapangan
Gambar 4.3.1 Foto atap Museum Bahari   Gambar 4.3.2  Foto atap Hermitage  museum ,Amsterdam
Gambar  4.3.5  Jendela  pada  atap  Museum Bahari
Gambar  4.3.7  Foto  dinding  pada  Museum Bahari
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dia menyatakan: “Sampai tingkat di mana variabilitas yang diobservasi tentang sebuah tren eamings yang dilaporkan mempengaruhi ekspektasi subjektif investor atas hasil dari eamings dan

Seluruh Dosen di Jurusan Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia, terimakasih penulis ucapkan atas segala bentuk ilmu yang telah

Ikan pantau merupakan ikan berukuran kecil (panjang tubuh maksimum 7,3 cm), tubuhnya pipih memanjang, bukaan mulut kecil dengan posisi mulut menga- rah ke atas, memiliki dua

Pihak yang pesimis umumnya beranggapan bahwa bangunan tinggi sudah memiliki periode yang tinggi, sehingga peningkatan flexibilitas struktur dengan tinggi sudah

Temuan penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan positif antara perhatian orang tua dengan kematangan karir siswa SMK Swasta Al-Maksum Stabat. Semakin

Penilaian yang reliable (ajeg) memungkinkan perbandingan yang reliable dan menjamin konsistensi. Misal, guru menilai dengan unjuk kerja, penilaian akan reliabel

Sebab seluruh bentuk kekerasan fisik yang terjadi bersumber dari dorongan ideologi para pelakunya, baik itu dari kalangan orang-orang tidak beragama yang

Hal yang dapat dilakukan dalam manajemen stres adalah dengan cara berfikir positif. Apabila stresor memiliki komponen psikologis, individu didorong untuk membicarakan