• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pembelajaran konstektual terhadap kemampuan koneksi Matematika siswa : studi eksperimen di Kelas X SMK Negeri 11 Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pembelajaran konstektual terhadap kemampuan koneksi Matematika siswa : studi eksperimen di Kelas X SMK Negeri 11 Jakarta"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Disusun oleh:

Dwi Kurniati Zaenab

105017000416

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi berjudul “Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Koneksi Matematik Siswa”, disusun oleh Dwi Kurniati Zaenab, Nomor Induk Mahasiswa 105017000416, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Juni 2010

Yang Mengesahkan

Pembimbing I Pembimbing II

(3)

Kemampuan Koneksi Matematik Siswa” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqasah pada tanggal 14 Juni 2010 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, Juni 2010

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Jurusan/Prodi Tanggal Tanda Tangan

Maifalinda Fatra, M.Pd

NIP. 19700528 199603 2 002 ... ...

Sekertaris Jurusan/Prodi Otong Suhyanto, M.Si

NIP. 19681104 199903 1 001 ... ...

Penguji I

Otong Suhyanto, M. Si

NIP. 19681104 199903 1 001 ... ...

Penguji II

Dra. Muhlisrarini, M.Pd

NIP. 19680712 199903 2 001 ... ... Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(4)

Nama : Dwi Kurniati Zaenab NIM : 105017000416 Jurusan : Pendidikan Matematika Angkatan : 2005

Alamat : Jl. Pengukiran V no. 47 RT. 008/RW. 02, Tambora, Jakarta-Barat, 11240

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Koneksi Matematik Siswa adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Dr. Kadir, M.Pd

NIP : 19670812 199402 1 001 Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika 2. Nama : Firdausi, M.Pd

NIP : 19690629 200501 1 003 Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Juni 2010 Yang Menyatakan

(5)

 

ABSTRAK

DWI KURNIATI ZAENAB (105017000416), “Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Koneksi Matematik Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juni 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kemampuan koneksi matematik siswa setelah diterapkan pembelajaran kontekstual dan pengaruh pembelajaran kontekstual terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematik. Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 11 Jakarta tahun ajaran 2009/2010.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian randomize subjects postest only control group desain. Subyek penelitian ini adalah 62 siswa yang terdiri dari 32 siswa untuk kelompok eksperimen dan 30 siswa untuk kelompok kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas X.

Pengumpulan data dilakukan setelah diberi perlakuan diperoleh dari nilai tes kemampuan koneksi matematik siswa pada pokok bahasan program linear. Tes yang diberikan terdiri dari 7 soal bentuk uraian, dengan koefisien reliabilitas interater 0,67.

(6)

ii 

 

ABSTRACT

DWI KURNIATI ZAENAB (105017000416), “The effect of Contextual Teaching

and Learning to Students Mathematical Connection”. Thesis for Math Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, June 2010.

The purpose of this research is to discover the effect of Contextual Teaching and Learning to Students Mathematical Connection. The research was conducted at SMK Negeri 11 Jakarta for academic year 2009/2010.

The method used in this research is quasi experimental method with the randomize subjects postest only control group desain. Subject for this research are 62 students consist of 32 students for experimental group and 30 for control group which selected in cluster random sampling technique from 10th grade.

The data collection after being given obtained from the test score of students mathematical connection at the subject of linear programming. Test consisted of 7 question in essay, with the coefficient of interater reliability is 0,67.

(7)

iii 

 

KATA PENGANTAR

ﻳﺤرﻟاﻦ ﺤرﻟاﷲا ﺳﺑ

Alhamdulillah segala puji kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat serta hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, do’a, perjuangan, kesungguhan hati dan bimbingan, pengarahan, serta dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika. 3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan

Matematika.

4. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, selaku pembimbing I yang penuh kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan-masukan penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Firdausi, M.Pd, selaku pembimbing II yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Dra. Muhlisrarini, M.Pd, selaku penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan dan nasihat kepada penulis selama proses mengikuti perkuliahan.

7. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Pendidikan Matematika.

(8)

iv 

 

9. Ibu Dwi Novianti, S.Pd, selaku guru pamong tempat penulis mengadakan penelitian.

10. Teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Abul Khair dan Umi Maryam yang selalu penulis banggakan dan sayangi. Mereka tak henti-hentinya mendo’akan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Teristimewa untuk keluargaku, kakak dan adikku tersayang, Sakinah dan Muhammad Rayhan yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Siswa dan siswi SMK Negeri 11 Jakarta Barat, khususnya kelas AP 1 dan AP 2 yang telah membantu selama penulis mengadakan penelitian.

13. Sahabat-sahabat seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan 2005, kelas A dan B yang tidak dapat disebutkan satu persatu. semoga kebersamaan kita menjadi kenangan indah untuk mencapai kesuksesan dimasa mendatang.

14. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan, dan informasi serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan umumnya.

Jakarta, Juni 2010 Penulis

(9)

v

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Maslah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II DESKRIPSI TEORITIK DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 10

A.Deskripsi Teoritik ... 10

1. Kemampuan Koneksi Matematik ... 10

a. Pengertian Matematika ... 10

b. Koneksi Matematik ... 12

1. Pengertian dan Tujuan Koneksi Matematik ... 12

2. Jenis-jenis Koneksi Matematik ... 15

c. Kemampuan Koneksi Matematik ... 18

2. Pembelajaran Kontekstual ... 19

a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 19

b. Pembelajaran Kontekstual ... 22

3. Pembelajaran Konvensional ... 32

(10)

C.Kerangka Berpikir ... 36

D.Hipotesis Penelitian ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

B. Metode dan Desain Penelitian ... 38

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 39

D. Teknik Pengumpulan Data ... 40

1. Variabel yang Diteliti ... 40

2. Sumber Data ... 40

3. Instrumen Penelitian ... 40

a. Definisi Konsep Kemampuan Koneksi Matematik ... 40

b. Definisi Operasional Kemampuan Koneksi Matematik ... 41

4. Uji Instrumen Penelitian ... 41

a. Uji Validitas ... 41

b. Reliabilitas Interrater ... 44

E. Teknik Analisis Data ... 44

1. Uji Persyaratan Analisis ... 44

a. Uji Normalitas ... 45

b. Uji Homogenitas ... 46

2. Uji Hipotesis Penelitian ... 47

F. Hipotesis Statistik ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Deskripsi Data ... 49

1. Kemampuan Koneksi Matematik Kelompok Eksperimen ... 50

2. Kemampuan Koneksi Matematik Kelompok Kontrol ... 51

B. Hasil Analisis Data ... 54

1. Hasil Pengujian Prasyarat ... 54

a. Uji Normalitas ... 54

(11)

2. Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ... 55

a Pengujian Hipotesis ... 56

b Pembahasan ... 58

C. Keterbatasan Penelitian ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(12)

viii 

[image:12.612.114.523.142.549.2]

 

Tabel 1. Perbandingan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran

Konvensional ... 33

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Tes ... 42

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kemampuan Koneksi Matematik Kelompok Eksperimen ... 50

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kemampuan Koneksi Matematik Kelompok Kontrol ... 52

Tabel 5. Perbandingan Hasil Tes Kemampuan Koneksi Matematik Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 54

Tabel 6. Hasil perhitungan Uji Normalitas ... 55

Tabel 7. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 56

(13)

ix 

 

[image:13.612.114.522.130.546.2]

Gambar 1. Standar Proses Koneksi Matematik ... 13 Gambar 2. Desain Penelitian ... 38 Gambar 3. Grafik Historam dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan

Koneksi Matematik Kelompok Eksperimen ... 51 Gambar 4. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan

(14)

 

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas Eksperimen .... 68

Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 92

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas Kontrol ... 119

Lampiran 5. Penilaian Instrumen Kemampuan Koneksi Matematik Oleh para rater ... 136

Lampiran 6. Hasil Penilaian Validitas Isi Oleh Para Rater ... 143

Lampiran 7. Reliabilitas Interrater ... 144

Lampiran 8. Instrumen Tes ... 146

Lampiran 9. Pedoman Penskoran ... 149

Lampiran 10. Nilai Kemampuan Koneksi Matematik ... 155

Lampiran 11. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan, dan Kurtosis Kelompok Ekspermen ... 156

Lampiran 12. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan, dan Kurtosis Kelompok Kontrol ... 159

Lampiran 13. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 162

Lampiran 14. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 164

Lampiran 15. Perhitungan Uji Homogenitas ... 166

Lampiran 16. Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 167

Lampiran 17. Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) ... 169

(15)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif, dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa kalah bersaing dalam menjalani era globlisasi tersebut. Pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia tertuang dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadilah ayat 11 yaitu:

 

Artinya: …. niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Mujadilah: 11)

Berdasarkan ayat di atas, Allah memberikan perbedaan untuk orang yang berilmu serta meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. Oleh karena itu manusia memiliki kewajiban untuk selalu belajar agar memperoleh ilmu pengetahuan.

Pendidikan merupakan keseluruhan proses dimana seorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai positf dalam masyarakat ditempat hidupnya.1 Salah satu jalur pendidikan yang sangat akrab di lingkungan kita adalah pendidikan formal yang pelaksanaannya telah diatur oleh pemerintah. Pendidikan formal pada intinya

1

(16)

adalah kegiatan belajar mengajar. Komponen yang terlibat dalam proses belajar ini meliputi: guru, siswa, kurikulum dan sarana penunjang pendidikan. Siswa merupakan komponen utama diantara komponen-komponen yang lain, sebab siswa merupakan obyek yang akan dididik dan dibimbing untuk menjadi manusia-manusia yang berkualitas dan tangguh dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin maju.

Salah satu mata pelajaran yang diberikan disetiap jenjang pendidikan adalah matematika. Pendidikan matematika yang diberikan di sekolah memberikan sumbangan penting bagi siswa dalam pengembangan kemampuan yang sejalan dengan tujuan pendidikan. Menurut Depdiknas (2006:388) menyatakan bahwa mata pelajaran matematika di SD, SMP, SMA, dan SMK bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:2

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Tujuan tersebut di atas hanya bisa dicapai melalui pembelajaran yang berakhir pada pemahaman siswa yang komprehensif tentang materi yang disajikan. Artinya pemahaman siswa tidak sekedar memenuhi tuntutan pembelajaran matematika secara substansif saja, akan tetapi diharapkan muncul “efek ringan” dari pembelajaran matematika. Astuti dan Zubaidah mengatakan bahwa efek ringan tersebut adalah (1) memahami keterkaitan antar topik

2 Fadjar Shadiq, Apa dan Mengapa Matematika itu Begitu Penting?, dari

(17)

matematika, (2) memahami akan pentingnya matematika bagi bidang lain, (3) mampu berpikir logis, kritis dan sistematis, (4) kreatif dan inovatif dalam mencari solusi pemecahan masalah, (5) peduli pada lingkungan sekitar.3

Berdasarkan data hasil studi TIMSS tahun 2007 untuk siswa kelas VIII, menempatkan siswa Indonesia pada urutan ke-36 dari 49 negara dengan nilai rata-rata untuk kemampuan matematika secara umum adalah 397. Nilai tersebut masih jauh dari standard minimal nilai rata-rata kemampuan matematika yang ditetapkan TIMSS yaitu 500. Prestasi siswa Indonesia ini berada dibawah siswa Malaysia dan Singapura. Siswa Malaysia memperoleh nilai rata-rata 474 dan Singapura memperoleh nilai rata-rata 593.4 Skala matematika TIMSS-Benchmark Internasional menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada peringkat bawah, Malaysia pada peringkat tengah, dan Singapura berada pada peringkat atas. Padahal jam pelajaran matematika di Indonesia 136 jam untuk kelas VIII, lebih banyak dibanding Malaysia yang hanya 123 jam dan Singapura 124 jam.5 Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya prestasi belajar matematika.

Rendahnya prestasi belajar matematika dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya kurangnya pemahaman terhadap konsep-konsep yang telah diajarkan karena proses pembelajaran di sekolah pada umumnya berpusat pada guru. Pelaksanaan pembelajaran matematika sebaiknya harus mengacu pada empat pilar pendidikan universal yang disarankan UNESCO, yaitu learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together.6

Melalui proses learning to know siswa akan memiliki pemahaman dan penalaran akan matematika dari hasil dan proses yang terkoneksikan, serta dari mana asal muasal konsep, dan ide-ide matematika terbentuk. Melalui proses mengetahui akan matematika, siswa akan memiliki potensi untuk

3 Dwi Astuti, dan Zubaidah, 2007, Pengembangan Model Pembelajaran yang

Berorientasi Contextual Open-Ended Problem Solving untuk Meningkatkan Koneksi Matematika Siswa dalam Pembelajaran Matematika di SMA, (Pontianak: Universitas Tanjungpura, Laporan Penelitian) hal.1

4

Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, dari http://timss.bc.edu/TIMSS2007/techreport.html, 6 September 2009, 17.00WIB, hal. 38.

5

Ibid., hal: 195.

6

(18)

mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari atau bidang studi lainnya. Proses learning to do memberi kesempatan pada siswa untuk terampil dalam mengkoneksikan antara pengetahuan yang sudah dimiliki dengan pengetahuan baru, sehingga dalam benaknya tercipta bahwa ide-ide/konsep matematika terjalin dari suatu hubungan yang erat, dan tak dapat terpisah berdiri sendiri. Proses learning to be matematika bersamaan dengan proses learning to do, sehingga siswa akan memahami dan menghargai terhadap nilai-nilai dan keindahan akan produk dan proses serta terbentuknya matematika. Sedangkan melalui learning to live together siswa akan diberi kesempatan untuk belajar secara berkelompok, bekerja sama, bertukar pikiran-sharing dan saling menghargai.

Untuk mencapai kemampuan yang diharapkan keempat pilar UNESCO, maka pembelajaran matematika hendaknya mengutamakan pada pengembangan daya matematis (mathematical power). Istilah daya matematis tidak tercantum secara eksplisit dalam kurikulum pembelajaran matematika di Indonesia, namun tujuan pembelajaran matematika dalam kurikulum di Indonesia mengisyaratkan dengan jelas tujuan yang ingin dicapai yaitu7: kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan berargumentasi (reasoning), kemampuan berkomunikasi (communication), kemampuan membuat koneksi (connection), dan kemampuan representasi (representation).

Hal serupa dikemukakan Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa “belajar matematika akan berhasil jika proses pengajarannya diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur”.8 Kemampuan mengaitkan konsep matematika yang satu dengan yang lainnya; kemampuan untuk mengaitkan matematika dengan disiplin ilmu lain; dan kemampuan untuk mengaitkan matematika dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari; merupakan kemampuan koneksi matematik.

7

Mumum Syaban, ”Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa” dari: http://educare.e-fkipunla.net/index.php?option=com_content&task=view&id=62&Itemid=7

(EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, volume 5, nomor 2, Februari 2008), hal: 2, 20 September 2009, 13.00 WIB.

8

(19)

Kemampuan koneksi matematik penting dimiliki siswa karena kemampuan tersebut akan membuat pemikiran dan wawasan siswa semakin luas; siswa memandang bahwa matematika adalah suatu keseluruhan yang padu, bukan sebagai materi yang berdiri sendiri-sendiri; siswa dapat mengetahui manfaat matematika di sekolah maupun di luar sekolah. Namun Ruspiani (2000) dalam penelitiannya menemukan bahwa kemampuan koneksi matematik siswa masih tergolong rendah.9 Ruspiani mengungkap bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi matematik siswa sekolah menengah masih rendah, nilai rata-ratanya kurang dari 60 pada skor 100, yaitu sekitar 22.2% untuk koneksi matematik dengan pokok bahasan lain, 44.9% untuk koneksi matematik dengan bidang studi lain, dan 67.3 % untuk koneksi matematikdengan kehidupan keseharian.

Hal ini disebabkan oleh pembelajaran matematika di kelas masih cenderung menggunakan paradigma lama dengan menyajikan pengetahuan matematika tanpa mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari. Masalah-masalah aplikasi dari konsep matematika jarang diberikan dalam pembelajaran. Selain itu konsep yang diberikan dalam bentuk jadi dan pembelajaran ditekankan pada drilling untuk mengejar perolehan nilai Ujian Nasional. Hal serupa juga dikemukakan oleh Lia Kurniawati berdasarkan hasil studi pendahuluannya ditemukan bahwa pembelajaran dimulai dengan guru menjelaskan materi terlebih dahulu di depan kelas dilanjutkan memberi beberapa latihan soal, untuk soal serupa dengan contoh yang diberikan oleh guru, tampak sebagian besar siswa melihat cara-cara yang ada di papan tulis untuk menyelesaikannya, tetapi ketika soal yang diberikan sedikit berbeda dengan contoh, siswa terlihat tidak mampu dalam menyelesaikannya.10

Untuk memperoleh kemampuan koneksi matematik yang dapat menunjang hasil belajar matematika, diperlukan suatu pembelajaran yang memberikan banyak peluang kepada siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya dari masalah dunia nyata, melatih siswa untuk mencari hubungan/menghubungkan

9

Ruspiani, Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematika, (Tesis Bandung: UPI), td

10

(20)

konsep-konsep yang akan dan sudah dikuasai dan menemukan hubungan antar konsep matematika dengan pelajaran lain.

Menurut Hernowo pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.11

Hal tersebut berarti bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep pembelajaran yang dapat membantu guru menghubungkan materi pelajaran dengan situasi nyata, dan memotivasi siswa untuk membuat koneksi antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mendorong mereka untuk bekerja keras dalam menerapkan hasil belajarnya. Beberapa penelitian mengenai pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran matematika memberikan hasil bahwa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep dan hasil belajar matematik siswa.

Berdasarkan latar belakang di atas, timbullah keinginan penulis untuk mengadakan penelitian yang berkaitan dengan hal tersebut, yang diberi judul “PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA”

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Masih rendahnya hasil belajar matematika siswa 2. Masih rendahnya kemampuan koneksi matematik siswa 3. Pembelajaran matematika selama ini cenderung konvensional

11

(21)

C.

Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah proses penelitian maka penulis membatasi permasalahan hanya pada:

1. Pembelajaran kontekstual

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan mengambil suatu masalah, berdialog, bertanya jawab atau berdiskusi mengenai masalah kontekstual yang diberikan, kemudian diangkat kedalam konsep yang akan dipelajari dan dibahas.

Pembelajaran kontekstual disini adalah siswa lebih banyak belajar sendiri, tidak semua materi program linear disampaikan secara final tetapi beberapa bagian harus dicari dan diidentifikasikan oleh pelajar sendiri dari masalah kontekstual yang diberikan oleh guru, sehingga siswa dapat mengembangkan pengetahuan mereka. Dalam pembelajaran ini tugas utama guru adalah memilih masalah yang perlu diberikan kepada siswa untuk dipecahkan.

2. Koneksi matematika

Koneksi matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah koneksi internal dan eksternal yaitu kemampuan siswa dalam mengaitkan konsep matematika yang sedang dibahas dengan konsep matematika lain dan koneksi matematika dengan bidang ilmu lain yang berhubungan dengan konsep yang sedang dibahas atau berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. 3. Penelitian dibatasi pada tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan

sampel sebanyak dua kelas untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Adapun pokok bahasan yang akan dijadikan penelitian adalah program linear

D.

Perumusan

Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah perumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

(22)

2. Apakah kemampun koneksi matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran kontekstual lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional?

E.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. bagaimana kemampuan koneksi matematik setelah diterapkan pembelajaran kontekstual.

2. apakah kemampuan koneksi matematik siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran kontekstual lebih baik dari pada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

F.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk digunakan oleh beberapa pihak, diantaranya:

1. Bagi siswa

Penerapan pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep, meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa, mendorong siswa untuk menyenangi matematika sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar matematika dan dapat berperan aktif dalam mengkonstruksi sendiri pengetahuannya sehingga dapat melatih dan mengembangkan daya matematis siswa

2. Bagi guru

Guru memperoleh pengalaman dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran kontekstual. Diharapkan guru dapat mengembangkan model, pendekatan atau strategi pembelajaran yang bervariasi dalam rangka memperbaiki kualitas pembelajaran matematika bagi siswanya.

3. Bagi sekolah

(23)

4. Bagi peneliti

(24)

10

A.

Deskripsi Teoritik

1.

Kemampuan Koneksi Matematik

a.

Pengertian Matematika

Istilah mathematics (Inggris), mathematic (Jerman), mathematique

(Perancis), matematico (Italia), matematiceski (Rusia) atau

mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica,

yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike, yang berarti

relating to learning”. Perkataan mathematike berhubungan sangat erat

dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang

mengandung arti belajar atau berfikir.1

Menurut Rusefendi matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran

manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran2. Sedangkan

menurut beberapa ahli seperti Kline, Lerner, Johnson dan Myklebust

berpendapat bahwa matematika adalah bahasa simbolis3. NRC (National

Reasearch Council) di Amerika Serikat menyatakan dengan singkat

bahwa: ”Mathematics is a science of pattern in order”.4 Matematika

adalah ilmu yang membahas tentang pola atau keteraturan (pattern) dan

tingkatan (order).

Sedangkan menurut Paling (1982) dalam Abdurahman berpendapat

bahwa:

matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi; menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran,

1

Tim MKKB Jurusan Pendidikan Matematika, Startegi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia, 2001) hal:18

2

Ibid.

3 Mulyono Abdurahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2003), hal: 252

4

(25)

menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan mnggunakan hubungan-hubungan.5

Berdasarkan pendapat Paling tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menemukan jawaban atas setiap masalah yang dihadapinya, manusia

akan menggunakan (1) informasi yang berkaitan dengan masalah yang

dihadapi; (2) pengetahuan tentang bilangan, bentuk, dan ukuran; (3)

kemampuan untuk menghitung; dan (4) kemampuan untuk mengingat dan

menggunakan hubungan-hubungan.

Menurut Soejadi beberapa karakteristik yang dimiliki oleh

matematika adalah:6 (1) memiliki obyek kajian yang abstrak, maksudnya

adalah obyek dasar yang dipelajari matematika merupakan sesuatu yang

abstrak sering juga disebut obyek mental yaitu fakta, konsep, operasi atau

relasi, dan prinsip (2) bertumpu pada kesepakatan, dalam matematika

kesepakatan yang digunakan adalah aksioma dan konsep primitif yang

sering digunakan untuk pembuktian dan pendefinisian, (3) memiliki

simbol yang kosong, yaitu bahwa matematika mempunyai banyak simbol

yang kemudian membentuk serangkaian simbol, selanjutnya membentuk

model matematika seperti persamaan dan pertidaksamaan yang kosong

sehingga akan tergantung terhadap permasalahan yang menakibatkan

model itu, (4) memperhatikan semesta pembicaraan, (5) konsisten dalam

sistemnya ini dapat dilihat jika a + b = x dan x + y = p maka a + b + x = p.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, secara umum dapat

disimpulkan bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang terdiri dari

suatu kumpulan sistem matematika yang setiap sistemnya memiliki

struktur tersendiri dan bersifat deduktif. Penalaran deduktif bekerja atas

dasar asumsi, yaitu kebenaran logis dari kebenaran sebelumnya, sehingga

keterkaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat

konsisten.

5

Mulyono Abdurahman, loc.cit.

6

(26)

b.

Koneksi Matematik

1.

Pengertian dan Tujuan Koneksi Matematik

Pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National Council of

Teachers of Mathematics atau NCTM bahwa siswa harus mempelajari

matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru

dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Ada lima

tujuan mendasar dalam belajar matematika yang dikenal dengan istilah

standar proses daya matematis (mathematical power proses standards)

yaitu:7

1) Kemampuan pemecahan masalah (problem solving); 2) Kemampuan berargumentasi/penalaran (reasoning); 3) Kemampuan berkomunikasi (communication); 4) Kemampuan membuat koneksi (connection); 5) Kemampuan representasi (represntation).

Salah satu standar kurikulum yang dikemukakan oleh NCTM di atas

adalah koneksi matematik atau mathematical connection yang merupakan

pengaitan matematika dengan pelajaran lain atau dengan topik lain.

Sumarmo (2003) menyatakan bahwa koneksi matematika (mathematical connection) adalah kegiatan yang meliputi:8 (1) mencari hubungan antara berbagai representasi konsep dan prosedur, (2) memahami hubungan antar topik matematik, (3) menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari, (4) memahami representasi ekuivalen konsep yang sama, (5) mencari representasi satu prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen, (6) menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antar topik matematika dengan topik lain.

Sedangkan menurut Suhenda koneksi matematik adalah ”hubungan

satu ide atau gagasan dengan ide atau gagasan lain dalam lingkup yang

sama atau bidang lain dalam lingkup yang lain”.9 Dari uraian di atas dapat

7

Mumum Syaban, ”Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa” dari: http://educare.e-fkipunla.net/index.php?option=com_content&task=view&id=62&Itemid=7

(EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, volume 5, nomor 2, Februari 2008), hal: 2, 20 September 2009, 13.00 WIB

8

Ibid., hal: 6

9

(27)

disimpulkan bahwa koneksi matematik adalah pemahaman menggunakan

hubungan antara satu konsep matematika dengan konsep matematika lain

atau dengan disiplin ilmu lain atau dengan kehidupan sehari-hari.

Menurut NCTM standar koneksi untuk kelas IX – XII hendaknya

memuat koneksi sehingga siswa mampu:10

1. Mengenal dan menggunakan koneksi/hubungan antara ide-ide

matematika (recognize and use connection among mathematical

ideas).

2. Memahami bagaimana ide-ide dalam matematika berhubungan dan

membangun satu sama lain untuk menghasilkan keseluruhan yang padu (understand how mathematical ideas interconnect and build on one another to produce a coherent whole).

3. Mengenal dan mempergunakan matematika dalam konteks diluar

[image:27.612.114.502.190.596.2]

matematika atau bidang lain (recognize and apply mathematics in contexts outside of mathematics).

Gambar 1. Standar Proses Koneksi Matematik.11

10

Principles and Standars for School Mathematics, (va: National Council of Teacher of Mathematics, 2000), dari http://www.nctm.org/standards/default.aspx?id=58 , h.300, 24 oktober 2009, 16.25 WIB

11

(28)

Berdasarkan standar proses koneksi matematik di atas, dapat

disimpulkan bahwa koneksi matematik di sekolah bertujuan untuk:

1. Membantu siswa menghubungkan konsep-konsep matematik untuk

menyelesaikan suatu permasalahan matematik, sehingga siswa dapat

memandang matematika suatu keseluruhan yang padu bukan konsep

atau materi yang berdiri sendiri

2. Mengembangkan pengetahuan siswa.

3. Menunjukkan bahwa matematika dapat bermanfaat untuk

menyelesaikan kehidupan sehari-hari.

Didalam NCTM juga disebutkan “when students can see the

connection across different mathematical content areas, they develop a view of mathematics as an integrated whole. As they build on their previous mathematical understandings while learning new concepts, students become increasingly aware of the connection among varios mathematical topics. As students knowledge of mathematics, their ability to use a wide range of mathematical representation , and their access to sophisticated technolohy and software increase. The connection they make with other academic diciplines, especially the science and social science, give them greater mathematical power”.12

Artinya ketika siswa mampu menghubungkan antar topik

matematika yang berbeda, mereka mengembangkan pandangan bahwa

matematika merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi. Sebagaimana

mereka membangun pemahaman matematika sebelumnya sambil

mempelajari konsep baru, siswa menjadi bertambah pengetahuannya

tentang hubungan antar bermacam-macam topik matematika. Dengan

pengetahuan matematika yang dimilikinya, mereka mampu menggunakan

kemampuannya untuk cakupan yang lebih luas dengan kemampuan

representasi matematik, dan mereka mampu menggunakan software dan

teknologi yang canggih. Hubungan/koneksi yang mereka buat antar

disiplin akademik, terutama dalam bidang science dan sosial memberikan

mereka kemampuan matematika yang lebih tinggi.

12

(29)

2.

Jenis-jenis Koneksi Matematik

Berdasarkan tujuan dari koneksi matematik di atas, NCTM

mengklasifikasikan koneksi matematik menjadi tiga macam yaitu:13 (1)

koneksi antar topik matematika, (2) koneksi matematika dengan disiplin

ilmu yang lain, dan (3) koneksi matematika dengan masalah dalam

kehidupan sehari-hari.

Mikovch dan Monroe (1994: 371) menyatakan tiga koneksi

matematik yaitu, koneksi dalam matematika, koneksi untuk semua

kurikulum, dan dengan konteks dunia nyata.14 Kutz (1991: 272)

berpendapat hampir serupa, ia menyatakan koneksi matematika berkaitan

dengan koneksi internal dan koneksi eksternal. Koneksi internal memuat

koneksi antar topik matematika, sedngkan koneksi eksternal memuat

koneksi matematika dengan displin ilmu dan dengan masalah dalam

kehidupan sehari-hari.15 Sedangkan Riedesel (1996: 33-34) membagi

koneksi matematika sebagai berikut: (1) koneksi antar topik dalam

matematika, (2) koneksi antara beberapa macam tipe pengetahuan, (3)

koneksi antara beberapa macam representasi, (4) koneksi dari matematika

ke daerah kurikulum lain, (5) koneksi siswa dengan matematika.16

Koneksi matematika yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi

koneksi internal dan eksternal sesuai dengan pendapat Kutz. Koneksi

internal meliputi koneksi antar topik matematika, sedangkan koneksi

eksternal meliputi koneksi matematika dengan pelajaran lain atau dengan

kehidupan sehari-hari.

13

Gusni Satriawati dan Lia Kurniawati, Menggunakan Fungsi-Fungsi Untuk Membuat Koneksi-Koneksi Matematik, (Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika vol.3 no.1, Juni 2008), hal: 97

14

Ibid

15

Ibid

16

(30)

a. Koneksi Internal

Koneksi internal atau koneksi antar topik matematika yaitu

keterkaitan antara konsep/topik matematika yang sedang dipelajari

dengan konsep/topik matematika yang lain. Bruner mengemukakan

dalam dalil pengaitannya (konektivitas) bahwa ”matematika antara

satu konsep dengan konsep lainnya terdapat hubungan yang erat”.17

Materi yang satu mungkin merupakan materi prasyarat untuk

menjelaskan materi yang lain. Pernyataan ini menunjukkan bahwa

setiap topik terkait dengan topik lain dalam matematika sendiri.

Ruspiani (2000) mengklasifikasian koneksi antar topik matematika

sebagai berikut:18

1) Koneksi matematika yang digambarkan oleh NCTM, yaitu satu

permasalahan yang diselesaikan dengan dua cara yang berbeda.

Salah satu contohnya dalam materi sistem persamaan linear dua

variabel, siswa dapat menyelesaikan soal atau permasalahan

tersebut dengan cara geometri (grafik) atau dengan cara aljabar

(eliminasi atau substitusi).

2) Koneksi bebas yakni topik-topik yang berhubungan dengan

persoalan tidak ada hubungannya satu sama lain, namun

topik-topik itu menyatu dalam satu soal. Salah satu contohnya adalah:

Diketahui 4 suku pertama barisan aritmatika yaitu:

I. 5, 3, 2, 0, …

II. 0, 2, 4, 6, …

III. 4, 6, 8, 10, …

a. Tentukan rumus suku ke – n dari barisan I, II, dan III

kemudian butlah grafik dari persamaan rumus tersebut

b. Diketahui x ≥ 0; y ≥ 0; jika E merupakan daerah yang dibatasi

oleh barisan I, II, dan III, tentukan daerah E dan buatlah

sistem pertidaksamaannya

17

Tim MKKB Jurusan Pendidikan Matematika, op.cit., hal: 48

18

(31)

Pada soal di atas topik utamanya adalah program linear.

Masing-masing topik lepas satu sama lain dalam arti topik yang

satu tidak bergantung pada topik yang lain.

3) Koneksi terikat yakni antara topik-topik yang saling terlibat

koneksi bergantung satu sama lain. Salah satu contohnya adalah:

Diketahui 4 buah matriks sebagai berikut:

jika

fungsi dengan syarat:

; ;  

Tentukan nilai maksimum di M

Topik-topik yang terlibat dari permasalahan diatas adalah

determinan matriks, dengan pertidaksamaan linear.

b. Koneksi eksternal

Koneksi eksternal terdiri dari koneksi matematik dengan

pelajaran lain dan dengan kehidupan sehari-hari. Selain dalam ilmu

pengetahuan eksak matematika juga membantu pengembangan

disiplin ilmu lain, maupun dalam memecahkan permasalahan dalam

kehidupan sehari-hari.

Salah satu contoh dalam kehidupan sehari-hari yang

berhubungan dengan program linear adalah:

Ami menabungkan uangnya di bank Rp.20.000.000,00 dengan bunga

20% per tahun, bunga yang diberikan berbentuk bunga majemuk atau

bunganya berbunga lagi pada tahun berikutnya. Pada akhir tahun ke-4

uang Ami diambil, dan digunakan untuk memperbaiki kiosnya sebesar

Rp.1.472.000 sisanya dijadikan modal usaha tas. Ami menjual dua

jenis tas, yaitu tas model A dan tas model B. untuk tas model A ami

menjual Rp.110.000,00 dengan keuntungan Rp.10.000,00/tas

(32)

keuntungan Rp.7.500,00/tas, jika kiosnya hanya dapat menampung

450 tas. Tentukan keuntungan maksimum yang diperoleh Ami.

c.

Kemampuan Koneksi Matematik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari

kata dasar mampu yang diberi awalan ke- dan akhiran -an. Mampu

memiliki arti kuasa (sanggup, bisa) melakukan sesuatu, dapat, sedangkan

kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan kita berusaha

dengan-diri sendiri.19 Kemampuan menurut (Littrell, 1984) seperti yang

dikutip oleh Firdausi adalah ”kekuatan mental dan fisik untuk melakukan

tugas atau keterampilan yang dipelajari melalui latihan dan praktek”.20

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan

koneksi matematik adalah kesanggupan siswa dalam menggunakan

hubungan topik/konsep matematika yang sedang dibahas dengan konsep

matematika lainnya, dengan pelajaran lain atau disiplin ilmu lain, dan

dengan kehidupan sehari-hari dalam menyelesaikan masalah matematika.

Secara umum, kemampuan koneksi matematik dapat dilihat dari

kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal koneksi. Menurut

Suhenda, seseorang dikatakan mampu mengaitkan antara satu hal dengan

yang lainnya bila dapat melakukan beberapa hal dibawah ini:21

a) Menghubungkan antar topik atau pokok bahasan matematika

dengan topik atau pokok bahasan matematika lainnya

b) Mengaitkan berbagai topik atau pokok bahasan dalam matematika dengan bidang lain atu hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

19

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka), hal: 707

20 Firdausi, ”Studi Korelasi Pengetahuan Matematika dengan Kemampuan guru

mengevaluasi Hasil Belajar Siswa pada SMU Unggulan di DKI Jakarta ”. Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika vol.1 no.002, h.182

21

(33)

Untuk dapat megukur sejauh mana siswa mampu melakukan

koneksi matematik instrumen yang dibuat dapat memenuhi hal-hal berikut:

a) Membuat siswa menemukan keterkaitan antar proses dalam suatu

konsep matematika

b) Membuat siswa menemukan keterkaitan antar topik matematika

yang satu dengan topik matematika yang lain

c) Membuat siswa menemukan keterkaitan matematika dengan

kehidupan nyata siswa.

2.

Pembelajaran Kontekstual

a.

Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Belajar dapat diartikan suatu proses bagi seseorang untuk

memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap.22 Dalam perspektif

psikologi pendidikan belajar adalah suatu perubahan tingkah laku dalam

diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah

pengalaman.23 Seperti dikutip dari Sardiman, menurut Cronbach, Harold

Spears dan Geoch mengatakan bahwa ”belajar merupakan perubahan

tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya

dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain

sebagainya”.24 Sedangkan belajar menurut Gagne adalah perubahan

kemampuan yang diperoleh seseorang melalui aktivitas.25

Biggs mendefinisikan belajar dalam 3 macam rumusan, ”yaitu:

rumusan kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Dalam rumusan ini

kata-kata seperti perubahan dan tingkah laku tak lagi disebut secara eksplisit

22

Zurinal Z dan Wahyudi Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar & Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan, (Jakarta: UIN Press, 2006), h. 117

23

Ibid.

24 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2003) hal. 20

25

(34)

mengingat kedua istilah ini sudah menjadi kebenaran umum yang

diketahui semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan”26

Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti

kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta

sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut

berapa banyak materi yang dikuasai siswa. Secara institusional (tinjauan

kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses ”validasi” atau

pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia

pelajari. Bukti institusional yang menunjukan siswa telah belajar dapat

diketahui sesuai dengan proses mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu

guru mengajar akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang

kemudian dinyatakan dalam bentuk skor. Pengertian belajar secara

kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan

pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling

siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir

dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang

kini dan nanti dihadapi siswa.

Menurut pandangan konstruktivisme belajar merupakan proses

mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang

dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki, sehingga

pengertiannya menjadi berkembang.27

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

belajar pada hakikatnya adalah perubahan seluruh tingkah laku seseorang

yang besifat relatif konstan sebagai hasil pengalaman dan interaksi

langsung dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas

pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama

26

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Jakarta: PT.Remaja Rosdakarya, 2008), hal: 91-92

27

(35)

keberhasilan pendidikan.28 Menurut Corey (1986:195) mengatakan bahwa

pembelajaran adalah suatu prosess dimana lingkungan seseorang, secara

disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku

tertentu dalam kondisi –kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap

situasi tertentu.29

Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses kerja sama

antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber

yang ada baik potensi yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri

maupun potensi yang ada di luar diri siswa.30 Menurut Zurinal

pembelajaran adalah suatu usaha dan proses yang yang dilakukan secara

sadar dan mengacu pada tujuan (pembentukan kompetensi) yang dengan

sistmatik dan terarah pada terwujudnya perubahan tingkah laku.31

Sedangkan Pembelajaran menurut Fontana adalah upaya penataan

lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan

berkembang secara optimal. Dengan demikian proses belajar bersifat

internal dan unik dalam diri individu siswa, sedangkan proses

pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat

rekayasa prilaku.32 Sedangkan mengajar menurut H. Burton adalah upaya

memberikan bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar

terjadi proses belajar.33 Pengajaran adalah usaha menunjukkan atau

membantu seseorang untuk belajar dan bagaimana melakukan sesuatu,

memberi pengetahuan dan manfaat bagi seseorang.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa

agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal untuk

mengarahkan peserta didik kedalam suatu proses belajar dengan

28

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfa Beta, 2007) hal. 61

29

Ibid

30

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008) hal.26

31

Zurinal Z dan Wahyudi Sayuti, op.cit, hal: 117

32

Tim MKKB Jurusan Pendidikan Matematika, op.cit., hal: 8

33

(36)

memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang

berasal dari dalam diri siswa itu sendiri maupun potensi yang ada di luar

diri siswa.

Pembelajaran memiliki dua karakteristik yaitu:34 (1) dalam proses

pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan

hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi

menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir. (2) dalam

pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab

terus-menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan

kemampuan berfikir siswa, sehingga dapat membantu siswa untuk

memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.

b.

Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang

diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya

dalam kehidupan mereka sehari-hari.35 Menurut Sanjaya Contextual

Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang

menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat

menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi

kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya

dalam kehidupan mereka.36

Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning

(CTL) adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar

program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal untuk

mengarahkan peserta didik kedalam suatu proses belajar dimana guru

34

Ibid. hal: 63

35 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:

Prestasi Pustaka Publisher, 2007) , hal: 103

36

(37)

menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam

kehidupan mereka sehari-hari.

Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama,

CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan

materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman

secara langsung. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan

hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata

siswa, artinya siswa dituntut untuk menangkap hubungan antara

pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, CTL

mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan.

Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting

dalam proses pembelajaran menggunakan pendekatan CTL:37

1. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan

yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang dipelajari tidak

terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian

pengetahuan yang diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang

memiliki keterkaitan satu sama lain.

2. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan

menambah pengetahuan baru. Pengetahuan baru ini diperoleh dengan

cara deduktif artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara

keseluruhan kemudian memperhatikan detainya.

3. Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan

untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini.

4. Memperaktekkan pengalaman dan pengetahuan tersebut (applying

knowledge) artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus

dapat di aplikasikandalam kehidupan siswa.

5. Melakukan refleksi (reflection knowledge) terhadap strategi

pengembangan pengetahuan.

37

(38)

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh

komponen utama, yaitu:38 (1) constructivisme (konstruktivisme,

membangun, membentuk), (2) inquiry (penemuan), (3) questioning

(bertanya), (4) learning comunity (masyarakat belajar), (5) modelling

(pemodelan), (6) reflection (refleksi atau umpan balik), (7) authentic

assesment ( penilaian yang sebenarnya).

Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru

dalam pembelajarannya mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya

dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka

sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama CTL yakni sebagai

berikut:

1. Konstruktivisme

Landasan filosofi CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar

yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal. Siswa

harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri,

pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman. Pemahaman

berkembang semakin dalam semakin kuat apabila selalu diuji oleh

pengalaman baru. Menurut pandangan konstruktivisme guru hanya

berperan sebagai motivator (memberikan motivasi kepada siswa untuk

belajar) dan fasilitator dalam membimbing siswa selama proses

pembelajaran. Seperti yang dikemukakan Cobb bahwa belajar matematika

merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan

matematika.39 Dalam konstruktivisme aktivitas matematika mungkin

diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil dan

diskusi kelas dimana guru dan siswa terikat dalam pembicaraan yang

memiliki makna matematika.

Tujuan pembelajaran dalam pandangan konstruktivis adalah

pemahaman. Pemahaman memberi makna apa yang dipelajari.

38

Trianto, op.cit., hal: 105

39

(39)

Pembelajaran merupakan proses aktif artinya pengetahuan baru tidak

terbentuk dengan diberikan kepada siswa dalam bentuk jadi tetapi

pengetahuan dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan berinteraksi terhadap

lingkungannya melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah

pengetahuan baru dibangun dari struktur pengetahuan yang sudah ada,

sedangkan akomodasi adalah struktur pengetahuan yang sudah ada

dimodifikasi untuk menampung/menyesuaikan hadirnya pengalaman

baru.40 Konstruktivisme dalam hal ini berarti membangun atau

membentuk sendiri pengetahuan mereka, dalam proses ini siswa dilatih

untuk menemukan sendiri informasi atau masalah yang diberikan dengan

difasilitasi pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan kepada penemuan

satu konsep.

2. Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry)

Pengetahuan dan keterampilan siswa diharapkan bukan hanya hasil

mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi juga hasil menemukan sendiri.

Siklus inkuiri meliputi:41 (1) observasi (observation), (2) bertanya

(questioning), (3) mengajukan dugaaan (hipotesis), (4) pengumpulan data,

(5) penyimpulan sendiri.

Beberapa tahapan yang mungkin dilakukan dalam kegiatan inkuri

adalah:42 (1) guru merangsang siswa dengan pertanyaan, masalah,

permainan dan teka-teki, (2) sebagai jawaban atas rangsangan yang

diterimanya, siswa menentukan prosedur, mencari dan mengumpulkan

informasi atau data yang diperlukannya untuk memecahkan pertanyaan,

pernyataan, atau masalah, (3) siswa menghayati pengetahuan yang

diperolehnya dengan inkuri yang baru dilaksanakan, (4) siswa

menganalisis metode inkuiri dan prosedur yang ditemukan untuk dijadikan

metode umum yang dapat diterapkan ke situasi lain.

40 Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Konstektual, (Jakarta:

Bumi aksara, 2007), hal: 44

41

Syaiful Sagala, op.cit., hal: 89

42

(40)

Berdasarkan tahapan diatas, inkuiri diawali dengan langkah pengamatan

dalam rangka pemahaman suatu konsep, dengan memberi pertanyaan yang

dapat mengarahkan pengamatan menuju satu konsep yang menjadi tujuan

pembelajaran. Untuk itu, siswa akan mencari tahu yang tentang hal-hal

belum diketahuinya. Setelah apa yang belum diketahuinya terkumpul,

siswa perlu merancang dan menganalisa data-data agar dapat menarik

kesimpulan dari suatu masalah.

3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan (questioning).

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya.

Bertanya dipandang sebagai upaya guru untuk mengaktifkan siswa,

mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk

memperoleh informasi, sekaligus mengetahui kemampuan berpikir siswa.

Sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya menunjukkan ada perhatian

terhadap materi yang dipelajari dan ada upaya untuk menemukan jawaban

sebagai bentuk pengetahuan. Bertanya diterapkan antara siswa dengan

siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa

dengan orang baru yang didatangkan di kelas. Realisasinya dalam

pembelajaran bentuk questioning dilakukan pada semua aktivitas belajar,

seperti: ketika siswa berdiakusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui

kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya.

4. Masyarakat Belajar (learning Community)

Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran

diperoleh dari hasil kerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti hasil

belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan

antar yang tahu kepada yang tidak tahu sehinnga terjadi komunikasi dua

atau multi arah. Learning community terjadi apabila masing-masing pihak

di dalamnya bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang

dimilikinya bermanfaat bagi yang lain.43

43

(41)

Pada proses pembelajaran, guru hendaknya mampu menciptakan

lingkungan belajar yang alamiah dan dinamis sehingga terjadi interaksi

yang sehat antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa baik

di dalam maupun di luar kelas.

5. Pemodelan (modeling)

Maksudnya dalam sebuah pembelajaran selalu ada model yang bisa

ditiru. Model berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola

dalam olahraga, cara menyelesaikan soal, atau guru memberi contoh cara

mengerjakan sesuatu.44 Dalam matematika, salah satu contoh pemodelan

adalah bagaimana guru menyelesaikan soal. Guru memperagakan

bagaimana langkah-langkah yang ditempuh dalam menyelesaikan soal

dengan baik, bagaimana menemukan kata kunci dalam membuat model

matematika.

Prosedur ini perlu ditiru oleh siswa, guru memberi model tentang

bagaimana cara menyelesaikan soal dengan baik, namun demikian guru

bukan satu-satunya model, seorang siswa bisa meniru melalui temannya

atau pihak lain untuk hal-hal yang perlu ditiru.

6. Refleksi (reflection)

Reffleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau

berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa

lalu.45 Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas yang

dilakukan atau pengetahuan yang diterima.

Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses belajar. Pengetahuan

yang diperoleh siswa diperluas melalui bimbingan guru. Guru membantu

siswa membuat hubungan–hubungan antara pengetahuan yang dimiliki

sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan refleksi, merasa

memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru ia

pelajari.

44

Sardiman, Interaksi&Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hal: 226

45

(42)

Wujud refleksi antara lain:46(1) pernyataan langsung siswa tentang apa-apa yang diperoleh siswa setelah melakukan pembelajaran; (2) catatan atau jurnal di buku siswa; (3) kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran itu; (4) diskusi; (5) hasil karya.

Realisasinya dalam pembelajaran bentuk refleksi dilakukan dengan

guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang

berupa pernyataan langsung tentang setelah melakukan pembelajaran.

7. Penilaian sesungguhnya (authentic assesment)

Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa

memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.47 Kemajuan belajar

dinilai dari proses, bukan melalui hasil, dan dengan berbagai cara. Tes

hanya salah satunya itulah hakekat penilaian yang sebenarnya. Ciri-ciri

penilaian autentik adalah:48 (1) dilaksanakan selama dan sesudah proses

pembelajaran berlangsung, (2) bisa digunakan formatif atau sumatif, (3)

yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta, (4)

berkesinambungan, (5) terintegrasi, (6) dapat digunakan sebagai feed back.

Realisasinya dalam pembelajaran bentuk penilaian sesungguhnya

dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung yaitu dilakukan ketika

diskusi kelompok dan setelah proses pembelajaran dilakukan dengan

memberikan latihan.

Sebuah kelas dikatakan menggunakan pembelajaran kontekstual,

jika menerapkan komponen utama dalam pembelajarannya. Penerapan

pembelajaran kontekstual secara garis besar langkah-langkahnya adalah:49

(1) kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna

dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi

sendiri pengetahuan barunya; (2) laksanakan sejauh mungkin kegiatan

inquiry untuk semua pokok bahasan; (3) mengembangkan sikap ingin tahu

siswa dengan bertanya; (4) menciptakan masyarakat belajar; (5)

46 Sardiman, opcit, hal: 227 47

Ibid, hal:227-228

48

Ibid, hal: 228-229

49

(43)

menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran; (6) melakukan refleksi

diakhir pertemuan; (7) melakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai

cara.

Berdasarkan karakteristik dan komponen pendekatan kontekstual,

beberapa strategi pengajaran yang dapat dikembangkan melalui

pembelajaran kontekstual antara lain sebagai berikut:50

1. Pembelajaran berbasis masalah

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu bentuk pengajaran

yang menggunakan masalah-masalah dunia nyata sebagai suatu konteks

bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan pemecahan

masalah.

2. Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman

belajar

Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan diberbagai

konteks lingkungan siswa antara lain disekolah, keluarga, dan

masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan

kesempatan bagi siswa untuk belajar diluar kelas.

3. Memberikan aktivitas kelompok

Aktivitas belajar kelompok dapat memperluas perspektif serta

membangun kecakpan interpersonal untuk berhubungan dengan orang

lain. Guru dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima, maupun

delapan siswa sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan.

4. Membuat aktivitas belajar mandiri

Siswa mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi

dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Agar dapat

melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana mereka

memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan

menggunakan pengetahuan yang mereka peroleh).

50

(44)

5. Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat

Sekolah dapat melakukan kerjasama dengan orang tua siswa yang

memiliki keahlian khusus sebagai guru tamu. Hal ini perlu dilakukan

guna memberikan pengalaman belajar secara langsung, dimana siswa

dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu, kerja sama

juga apat dilakukan dengan institusi atau perusahaan tertentu untuk

memberikan pengalaman kerja. Misalnya siswa diminta untuk magang

ditempat kerja.

6. Menerapkan penilaian autentik

Menurut Johnson (2002: 165), penilaian autentik memberikan

kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka

pelajari selama proses belajar mengajar. Adapun bentuk penilaian yang

dapat dilakukan oleh guru, yaitu portofolio, tugas kelompok,

demonstrasi, dan laporan tertulis.

Sedangkan Blancard (M.Nur, 2001) mengidentifikasi 6 strategi

CTL sebagai berikut:51

1. Menekankan pada pemecahan masalah

2. Menyadari kebutuhan akan pengajaran dan pembelajaran yang terjadi

dalam berbagai konteks seperti dirumah, masyarakat dan pekerjaan

3. Mengarahkan siswa memonitor dan mengarahkan pembelajaran mereka

sendiri sehingga mereka menjadi pembelajar yang mandiri

4. Mengaitkan pengajaran pada konteks kehidupan siswa yang

berbeda-beda

5. Mendorong untuk belajar dari sesama teman dan belajar bersama

6. Menerapkan penilaian autentik.

51

(45)

Berdasarkan karakteristik, komponen, serta strategi dalam

pembelajaran kontekstual, maka beberapa tahapan yang dapat

dikembangkan melalui pembelajaran kontekstual dalam penelitian ini

antara lain sebagai berikut:

1. Siswa dibuat kelompok kecil sekitar 4-5 orang dengan kemampuan

yang heterogen.

2. Pada awal pembelajaran guru memberikan apersepsi, manfaat materi

yang akan dipelajarinya serta membahas beberapa soal PR yang

terpilih.

3. Kelompok siswa diberikan permasalahan kontekstual (dalam bentuk

LKS) yang menantang siswa, agar mencari solusinya.

4. Siswa mengeksplorasi pengetahuan dengan cara mengkoneksikan

pengetahuan yang sudah dimilikinya untuk menyelesaikan

permasalahan yang dihadapi, baik secara berkelompok ataupun sendiri.

5. Guru menggunakan sistem tanya jawab yang interaktif antara siswa

dengan siswa ataupun siswa dengan guru, untuk menjelaskan hal yang

tidak dimengerti oleh siswa.

6. Saat siswa mengerjakan LKS per kelompok, guru berkeliling kelas

bertindak sebagai fasilitator dan moderator, dan membimbing siswa

yang mengalami kesulitan.

7. Saat siswa selesai berdiskusi secara berkelompok, perwakilan salah satu

kelompok mempresentasikan hasil diskusinya ke depan kelas. Melalui

interaksi siswa diajak membahas permasalahan yang disajikan.

8. Diakhir pertemuan, diadakan refleksi terhadap pembelajaran yang

sudah berlangsung. Siswa dapat merangkum hasil pembelajaran,

selanjutnya guru memberikan beberapa soal latihan untuk dikerjakan

(46)

3.

Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan suatu istilah yang lazim

diterapkan dalam pengajaran matematika. Konvensional adalah sebuah

pendekatan secara klasikal yang biasa digunakan olek setiap pendidik

dalam mendidik siswanya, yang dimaksud dengan pendekatan ini adalah

pendekatan pengajaran yang menempatkan guru sebagai inti dalam

keberlangsungan proses belajar mengajar. Guru memegang peranan

penting dalam keberlangsungan proses belajar mengajar karena guru harus

menjelaskan materi secara panjang lebar untuk menjamin materi tersebut

dapat dipahami oleh semua peserta pembelajaran. Dengan demikian proses

pembelajaran konvensional lebih berpusat pada guru.

Menurut Depdiknas, dalam pembelajaran konvensional cenderung

pada hapalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat konvergen,

menekankan informasi konsep, latihan soal dalam teks. Belajar hapalan

mengacu pada penghapalan fakta-fakta, hubungan, prinsip dan konsep.52

Menurut Nasution menjelaskan bahwa ciri-ciri pembelajaran biasa

adalah:53 (1) tujuan tidak dirumuskan secara spesifik dalam bentuk

kelakuan yang dapat diamati dan diukur, (2) bahan pelajaran disajikan

kepada kelompok, kepada kelas sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan

siswa secara individual, (3) kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk

ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru,

(4) siswa umumnya pasif karena dominan mendengarkan uraian guru, (5)

dalam hal kecepatan belajar, semua siswa harus belajar dengan kecepatan

yang umum ditentukan oleh kecepatan guru mengajar, (6) keberhasilan

belajar umumnya dinilai oleh guru secara subjektif, (7) diharapkan bahwa

hanya sebagian kecil saja hanya menguasai bahan pelajaran secara tuntas,

sebagian lagi akan menguasainya sebagian saja, dan ada lagi yang gagal,

52

Doantara Yasa, Pembelajaran Konvensional, dari http://ipotes.wordpress/com/pembelajaran-konvensional, 20 Januari 2010, 11:20 WIB

53

(47)

(8) guru terutama berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan

(sebagai sumber informasi/pengetahuan).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran

matematika secara konvensional adalah suatu kegiatan pembelajaran yang

dilakukan oleh guru pada umumnya dimana guru mendominasi kelas

denga

Gambar

Tabel 1. Perbandingan
Gambar 1. Standar Proses Koneksi Matematik ......................................................
Gambar 1. Standar Proses Koneksi Matematik.11
Tabel 1 Perbandingan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

In particular, in the balanced input mode it is especially desirable that both the positive and negative inputs of the amplifier have the same input impedance so as to maintain

gunakan sebagai awal dari linked list, node aktif dalam linked list, dan node sementara yang kita gunakan dalam pembuatan node di linked list. Berikan nilai awal NULL

Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul

Sarana untuk mencapai tujuan pembangunan yang demikian adalah reformasi radikal struktur politik dan ekonomi domestik oleh kelompok yang tertindas, dalam arti

“Basis data adalah suatu data yang terhubung ( interrelated data ) yang disimpan secara bersama-sama pada suatu media tanpa mengatap satu sama lain atau tidak perlu suatu

Penelitian ini bertujuan meningkatkan penguasaan mahasiswa akan sintaks-sintaks bahasa pemrograman yang dikemas dalam bentuk perangkat lunak games yang menarik,

Pengiriman data pasien ataupun informasi yang berhubungan dengan rumah sakit dapat langsung dari komputer ke komputer yang terdapat di setiap ruangan dengan menggunakan jaringan

Kecenderungan kenaikan kadar kolesterol yang terjadi pada kelompok perlakuan A, B, dan C sesuai dengan hasil penelitian Rahman dkk (2013) dimana hewan uji