• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI TEORITIK DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Deskripsi Teoritik

2. Pembelajaran Kontekstual

a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Belajar dapat diartikan suatu proses bagi seseorang untuk memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap.22 Dalam perspektif psikologi pendidikan belajar adalah suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman.23 Seperti dikutip dari Sardiman, menurut Cronbach, Harold Spears dan Geoch mengatakan bahwa ”belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain

sebagainya”.24 Sedangkan belajar menurut Gagne adalah perubahan

kemampuan yang diperoleh seseorang melalui aktivitas.25

Biggs mendefinisikan belajar dalam 3 macam rumusan, ”yaitu: rumusan kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Dalam rumusan ini kata-kata seperti perubahan dan tingkah laku tak lagi disebut secara eksplisit

22

Zurinal Z dan Wahyudi Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar & Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan, (Jakarta: UIN Press, 2006), h. 117

23

Ibid.

24 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2003) hal. 20

25

Agus Suprijono, Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), hal:2

mengingat kedua istilah ini sudah menjadi kebenaran umum yang diketahui semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan”26

Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa. Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses ”validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai dengan proses mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru mengajar akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor. Pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.

Menurut pandangan konstruktivisme belajar merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki, sehingga pengertiannya menjadi berkembang.27

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakikatnya adalah perubahan seluruh tingkah laku seseorang yang besifat relatif konstan sebagai hasil pengalaman dan interaksi langsung dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama

26

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Jakarta: PT.Remaja Rosdakarya, 2008), hal: 91-92

27

keberhasilan pendidikan.28 Menurut Corey (1986:195) mengatakan bahwa pembelajaran adalah suatu prosess dimana lingkungan seseorang, secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi –kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.29

Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri

maupun potensi yang ada di luar diri siswa.30 Menurut Zurinal

pembelajaran adalah suatu usaha dan proses yang yang dilakukan secara sadar dan mengacu pada tujuan (pembentukan kompetensi) yang dengan sistmatik dan terarah pada terwujudnya perubahan tingkah laku.31

Sedangkan Pembelajaran menurut Fontana adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa, sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa prilaku.32 Sedangkan mengajar menurut H. Burton adalah upaya memberikan bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.33 Pengajaran adalah usaha menunjukkan atau membantu seseorang untuk belajar dan bagaimana melakukan sesuatu, memberi pengetahuan dan manfaat bagi seseorang.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal untuk mengarahkan peserta didik kedalam suatu proses belajar dengan

28

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfa Beta, 2007) hal. 61

29

Ibid

30

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008) hal.26

31

Zurinal Z dan Wahyudi Sayuti, op.cit, hal: 117

32

Tim MKKB Jurusan Pendidikan Matematika, op.cit., hal: 8

33

memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri maupun potensi yang ada di luar diri siswa.

Pembelajaran memiliki dua karakteristik yaitu:34 (1) dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir. (2) dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus-menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.

b.Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.35 Menurut Sanjaya Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.36

Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning

(CTL) adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal untuk mengarahkan peserta didik kedalam suatu proses belajar dimana guru

34

Ibid. hal: 63

35 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:

Prestasi Pustaka Publisher, 2007) , hal: 103

36

Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. (Jakarta: kencana, 2005), hal: 108

menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata siswa, artinya siswa dituntut untuk menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan.

Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran menggunakan pendekatan CTL:37

1. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

2. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru. Pengetahuan baru ini diperoleh dengan cara deduktif artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan kemudian memperhatikan detainya.

3. Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini.

4. Memperaktekkan pengalaman dan pengetahuan tersebut (applying

knowledge) artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus dapat di aplikasikandalam kehidupan siswa.

5. Melakukan refleksi (reflection knowledge) terhadap strategi

pengembangan pengetahuan.

37

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh

komponen utama, yaitu:38 (1) constructivisme (konstruktivisme,

membangun, membentuk), (2) inquiry (penemuan), (3) questioning

(bertanya), (4) learning comunity (masyarakat belajar), (5) modelling

(pemodelan), (6) reflection (refleksi atau umpan balik), (7) authentic assesment ( penilaian yang sebenarnya).

Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam pembelajarannya mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama CTL yakni sebagai berikut:

1. Konstruktivisme

Landasan filosofi CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri, pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam semakin kuat apabila selalu diuji oleh pengalaman baru. Menurut pandangan konstruktivisme guru hanya berperan sebagai motivator (memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar) dan fasilitator dalam membimbing siswa selama proses pembelajaran. Seperti yang dikemukakan Cobb bahwa belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan

matematika.39 Dalam konstruktivisme aktivitas matematika mungkin

diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil dan diskusi kelas dimana guru dan siswa terikat dalam pembicaraan yang memiliki makna matematika.

Tujuan pembelajaran dalam pandangan konstruktivis adalah pemahaman. Pemahaman memberi makna apa yang dipelajari.

38

Trianto, op.cit., hal: 105

39

Pembelajaran merupakan proses aktif artinya pengetahuan baru tidak terbentuk dengan diberikan kepada siswa dalam bentuk jadi tetapi pengetahuan dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan berinteraksi terhadap lingkungannya melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah pengetahuan baru dibangun dari struktur pengetahuan yang sudah ada, sedangkan akomodasi adalah struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung/menyesuaikan hadirnya pengalaman

baru.40 Konstruktivisme dalam hal ini berarti membangun atau

membentuk sendiri pengetahuan mereka, dalam proses ini siswa dilatih untuk menemukan sendiri informasi atau masalah yang diberikan dengan difasilitasi pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan kepada penemuan satu konsep.

2. Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry)

Pengetahuan dan keterampilan siswa diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi juga hasil menemukan sendiri. Siklus inkuiri meliputi:41 (1) observasi (observation), (2) bertanya (questioning), (3) mengajukan dugaaan (hipotesis), (4) pengumpulan data, (5) penyimpulan sendiri.

Beberapa tahapan yang mungkin dilakukan dalam kegiatan inkuri

adalah:42 (1) guru merangsang siswa dengan pertanyaan, masalah,

permainan dan teka-teki, (2) sebagai jawaban atas rangsangan yang diterimanya, siswa menentukan prosedur, mencari dan mengumpulkan informasi atau data yang diperlukannya untuk memecahkan pertanyaan, pernyataan, atau masalah, (3) siswa menghayati pengetahuan yang diperolehnya dengan inkuri yang baru dilaksanakan, (4) siswa menganalisis metode inkuiri dan prosedur yang ditemukan untuk dijadikan metode umum yang dapat diterapkan ke situasi lain.

40 Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Konstektual, (Jakarta:

Bumi aksara, 2007), hal: 44

41

Syaiful Sagala, op.cit., hal: 89

42

Berdasarkan tahapan diatas, inkuiri diawali dengan langkah pengamatan dalam rangka pemahaman suatu konsep, dengan memberi pertanyaan yang dapat mengarahkan pengamatan menuju satu konsep yang menjadi tujuan pembelajaran. Untuk itu, siswa akan mencari tahu yang tentang hal-hal belum diketahuinya. Setelah apa yang belum diketahuinya terkumpul, siswa perlu merancang dan menganalisa data-data agar dapat menarik kesimpulan dari suatu masalah.

3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan (questioning).

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya dipandang sebagai upaya guru untuk mengaktifkan siswa, mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui kemampuan berpikir siswa. Sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya menunjukkan ada perhatian terhadap materi yang dipelajari dan ada upaya untuk menemukan jawaban sebagai bentuk pengetahuan. Bertanya diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang baru yang didatangkan di kelas. Realisasinya dalam pembelajaran bentuk questioning dilakukan pada semua aktivitas belajar, seperti: ketika siswa berdiakusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya.

4. Masyarakat Belajar (learning Community)

Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran

diperoleh dari hasil kerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu kepada yang tidak tahu sehinnga terjadi komunikasi dua atau multi arah. Learning community terjadi apabila masing-masing pihak di dalamnya bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain.43

43

Pada proses pembelajaran, guru hendaknya mampu menciptakan lingkungan belajar yang alamiah dan dinamis sehingga terjadi interaksi yang sehat antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa baik di dalam maupun di luar kelas.

5. Pemodelan (modeling)

Maksudnya dalam sebuah pembelajaran selalu ada model yang bisa ditiru. Model berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olahraga, cara menyelesaikan soal, atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu.44 Dalam matematika, salah satu contoh pemodelan adalah bagaimana guru menyelesaikan soal. Guru memperagakan bagaimana langkah-langkah yang ditempuh dalam menyelesaikan soal dengan baik, bagaimana menemukan kata kunci dalam membuat model matematika.

Prosedur ini perlu ditiru oleh siswa, guru memberi model tentang bagaimana cara menyelesaikan soal dengan baik, namun demikian guru bukan satu-satunya model, seorang siswa bisa meniru melalui temannya atau pihak lain untuk hal-hal yang perlu ditiru.

6. Refleksi (reflection)

Reffleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa lalu.45 Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas yang dilakukan atau pengetahuan yang diterima.

Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses belajar. Pengetahuan yang diperoleh siswa diperluas melalui bimbingan guru. Guru membantu siswa membuat hubungan–hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan refleksi, merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru ia pelajari.

44

Sardiman, Interaksi&Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hal: 226

45

Wujud refleksi antara lain:46(1) pernyataan langsung siswa tentang apa-apa yang diperoleh siswa setelah melakukan pembelajaran; (2) catatan atau jurnal di buku siswa; (3) kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran itu; (4) diskusi; (5) hasil karya.

Realisasinya dalam pembelajaran bentuk refleksi dilakukan dengan guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang setelah melakukan pembelajaran.

7. Penilaian sesungguhnya (authentic assesment)

Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.47 Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melalui hasil, dan dengan berbagai cara. Tes hanya salah satunya itulah hakekat penilaian yang sebenarnya. Ciri-ciri penilaian autentik adalah:48 (1) dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, (2) bisa digunakan formatif atau sumatif, (3) yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta, (4) berkesinambungan, (5) terintegrasi, (6) dapat digunakan sebagai feed back.

Realisasinya dalam pembelajaran bentuk penilaian sesungguhnya dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung yaitu dilakukan ketika diskusi kelompok dan setelah proses pembelajaran dilakukan dengan memberikan latihan.

Sebuah kelas dikatakan menggunakan pembelajaran kontekstual, jika menerapkan komponen utama dalam pembelajarannya. Penerapan pembelajaran kontekstual secara garis besar langkah-langkahnya adalah:49 (1) kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan barunya; (2) laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua pokok bahasan; (3) mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya; (4) menciptakan masyarakat belajar; (5)

46 Sardiman, opcit, hal: 227 47

Ibid, hal:227-228

48

Ibid, hal: 228-229

49

menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran; (6) melakukan refleksi diakhir pertemuan; (7) melakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara.

Berdasarkan karakteristik dan komponen pendekatan kontekstual, beberapa strategi pengajaran yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran kontekstual antara lain sebagai berikut:50

1. Pembelajaran berbasis masalah

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu bentuk pengajaran yang menggunakan masalah-masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah.

2. Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman

belajar

Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan diberbagai konteks lingkungan siswa antara lain disekolah, keluarga, dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar diluar kelas.

3. Memberikan aktivitas kelompok

Aktivitas belajar kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun kecakpan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Guru dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima, maupun delapan siswa sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan.

4. Membuat aktivitas belajar mandiri

Siswa mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Agar dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang mereka peroleh).

50

5. Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat

Sekolah dapat melakukan kerjasama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian khusus sebagai guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara langsung, dimana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu, kerja sama juga apat dilakukan dengan institusi atau perusahaan tertentu untuk memberikan pengalaman kerja. Misalnya siswa diminta untuk magang ditempat kerja.

6. Menerapkan penilaian autentik

Menurut Johnson (2002: 165), penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar mengajar. Adapun bentuk penilaian yang dapat dilakukan oleh guru, yaitu portofolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis.

Sedangkan Blancard (M.Nur, 2001) mengidentifikasi 6 strategi CTL sebagai berikut:51

1. Menekankan pada pemecahan masalah

2. Menyadari kebutuhan akan pengajaran dan pembelajaran yang terjadi dalam berbagai konteks seperti dirumah, masyarakat dan pekerjaan 3. Mengarahkan siswa memonitor dan mengarahkan pembelajaran mereka

sendiri sehingga mereka menjadi pembelajar yang mandiri

4. Mengaitkan pengajaran pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda

5. Mendorong untuk belajar dari sesama teman dan belajar bersama 6. Menerapkan penilaian autentik.

51

Mohammad Askin, Daspros Pembelajaran Matematika I, dari http://www.unnes.ac.id, 20 Januari 2010, 10:00 WIB

Berdasarkan karakteristik, komponen, serta strategi dalam pembelajaran kontekstual, maka beberapa tahapan yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran kontekstual dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Siswa dibuat kelompok kecil sekitar 4-5 orang dengan kemampuan

yang heterogen.

2. Pada awal pembelajaran guru memberikan apersepsi, manfaat materi yang akan dipelajarinya serta membahas beberapa soal PR yang terpilih.

3. Kelompok siswa diberikan permasalahan kontekstual (dalam bentuk LKS) yang menantang siswa, agar mencari solusinya.

4. Siswa mengeksplorasi pengetahuan dengan cara mengkoneksikan

pengetahuan yang sudah dimilikinya untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, baik secara berkelompok ataupun sendiri. 5. Guru menggunakan sistem tanya jawab yang interaktif antara siswa

dengan siswa ataupun siswa dengan guru, untuk menjelaskan hal yang tidak dimengerti oleh siswa.

6. Saat siswa mengerjakan LKS per kelompok, guru berkeliling kelas bertindak sebagai fasilitator dan moderator, dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan.

7. Saat siswa selesai berdiskusi secara berkelompok, perwakilan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya ke depan kelas. Melalui interaksi siswa diajak membahas permasalahan yang disajikan.

8. Diakhir pertemuan, diadakan refleksi terhadap pembelajaran yang

sudah berlangsung. Siswa dapat merangkum hasil pembelajaran, selanjutnya guru memberikan beberapa soal latihan untuk dikerjakan dirumah.

Dokumen terkait