• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK HUKUM DALAM PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) PADA THAI TEA DI KOTA MEDAN SKRIPSI. Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat guna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ASPEK HUKUM DALAM PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) PADA THAI TEA DI KOTA MEDAN SKRIPSI. Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat guna"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK HUKUM DALAM PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) PADA THAI TEA DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum

Oleh :

140200103 Terry Abella Roni

Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Assalmu’alikum Wr.Wb.

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi yang berjudul “ASPEK HUKUM DALAM PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) PADA THAI TEA DI KOTA MEDAN” yang diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan perkuliahan dan mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna pada isi maupun penulisnya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang dimiliki oleh penulis. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikan dalam rangka penyempurnaan dan sebagai bahan perbaikan penulisan skripsi ini untuk meningkatkan kemampuan penulisan dan peningkatan kualitas lulusan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam masa perkuliahan, khususnya periode penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan moril maupun materil ataupun semangat yang diberikan pada penulis dari berbagai Pihak. Pada

(5)

kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih yang dalam serta penghargaan yang tinggi kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Saidin, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Puspa Melati Hsb, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Hasim Purba, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan banyak pengarahan untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Dr. Megarita, SH, CN., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan banyak pengarahan untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Dr. Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Syamsul Rizal, SH.,M.Hum, selaku sekertaris Departemen Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Dr. Faisal Akbar, SH. M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademi yang memberikan bimbingan, saran, motivasi, bantuan agar penulis meyelesaikan studi.

(6)

10. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang memberikan perkuliahan dan bimbingan dari semester I sampai selesai.

11. Kedua orang tua yaitu ayahanda tercinta Zulkifli Roni,SH,MH dan ibunda tercinta Eni Susanty yang dengan ikhlas telah memberikan kasih sayang, pengertian, mendidik penulis sedari kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi (Fakultas Hukum USU), dukungan moral, nasehat dan petuah, penyedian waktu dan tenaga (moril dan materil) semua dengan penuh kesabaran, kesemua itu tidak ternilai harganya.

12. Adik-adik tersayang Dicko Ischanurda Roni dan Ledya Nezla Roni yang telah memberikan dorongan semangat, dukungan serta nasehat kepada penulis selama ini.

13. Seseorang yang spesial Ahmad Rido Tanjung di dalam kehidupan saya yang telah memberikan support, doa dan kasih sayang didalam penulisan skripsi serta selalu meluangkan waktu untuk menyemangati didalam penulisan skripsi.

14. Seluruh Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang memberikan layanan yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar.

15. Saudara-saudara penulis yang selalu mendukung dan selalu berharap agar cepat menyelesaikan perkuliahan.

16. Beby, Ida, Nia, Una yang telah menemani penulis dimasa perkuliahan yang sudah memberikan support kepada penulis selama ini.

(7)

17. Teman-teman SMA Lita, Novi, Neli, Tea dan teman SMP Tisa, Chindy, Jaka, Aldy yang sudah banyak membantu dan selalu menjadi yang terbaik disaat suka dan duka penulis.

18. Seluruh rekan-rekan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya stambuk 2014 yang telah memberikan motivasi penulis selama ini.

Terakhir semoga Allah SWT memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung selama masa menuntut ilmu dan penyelesaian skripsi.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca dan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Medan, Februari 2018

Penulis,

Terry Abella Roni

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 4

D. Keaslian Penelitian ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 6

F. Metode Penulisan ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) ... 16

A. Defenisi Perjanjian Waralaba (Franchise) ... 16

B. Asas-asas dan Tujuan Perjanjian Franchise ... 20

C. Unsur-unsur Franchise ... 32

D. Syarat-syarat Perjanjian Waralaba ... 35

E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perjanjian Franchise ... 37

(9)

F. Kedudukan Hukum Terhadap Perjanjian Franchise ... 40

BAB III ASPEK HUKUM TERHADAP MUNCULNYA PERJANJIAN WARALABA THAI TEA DI KOTA MEDAN ... 44

A. Perlindungan Hukum di Bidang Sistem Pembagian Hasil Usaha Waralaba (Franchise) Thai Tea ... 44 B. Upaya Para Pihak Yang Terlibat dalam Perjanjian Warabala .. 46 C. Peraturan yang Mengatur Tentang Perjanjian Waralaba

Dalam Hukum Perdata (BW) ... 50 D. Penegakan Hukum Terhadap Waralaba (Franchise) ... 55 E. Perlindungan Para Pihak Yang Terlibat Dalam

Perjanjian Waralaba Thai Tea ... 56 F. Tanggung Jawab Para Pihak Terhadap Perjanjian

Waralaba ... 57

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI ISI PERJANJIAN

DAN PENYELESAIAN SENGKETA WARALABA (FRANCHISE)ANTARA THAI TEA DENGAN PARA MITRANYA

... 58

A. Pengaturan Hukum Perjanjian Waralaba Thai Tea di Kota Medan dengan Para Mitranya ... 58 B. Hak dan Kewajiban Hukum para pihak dalam Perjanjian

Waralaba antara Thai Tea dengan Para Mitranya di Kota

(10)

C. Penyelesaian Sengketa Apabila Para Pihak Melakukan

Wanprestasi Dalam Melaksanakan Perjanjian Tersebut ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79

LAMPIRAN

(11)

ABSTRAK

Sistem Franchise dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut pendanaan, sumber daya manusia dan management, kecuali kerelaan pemilik merek untuk berbagi dengan pihak lain. Pertumbuhan Bisnis Franchise di Indonesia terutama pertumbuhan bisnis pada minuman Thai Tea di Kota Medan mengalami peningkatan dan perkembangan di dalam bisnis waralaba. Namun didalam perjanjian waralaba pada Thai Tea mengalami permasalahan baik itu di pihak franchisor maupun franchisee. Sehingga, menimbulkan pertanyaan bagaimana memberikan perlindungan pada investor, karena banyaknya penawaran yang menggiurkan dari franchisor sering kali membuat para investor bersedia mengikuti segala kemauan, prosedur, dan klausula yang diajukan tanpa memperdulikan resiko-resiko yang dihadapi dikemudian hari. Skripsi ini berjudul

“Aspek Hukum Dalam Perjanjian Waralaba (Franchise) Pada Thai Tea Di Kota Medan.” Skripsi ini membahas mengenai pengaturan hukum perjanjian waralaba thai tea di kota Medan dengan para mitranya, hak dan kewajiban hukum para pihak dalam perjanjian waralaba antara thai tea dengan para mitranya di kota Medan dan penyelesaian sengketa apabila para pihak melakukan wanprestasi dalam melaksanakan perjanjian tersebut.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris dengan sifat penelitian deskriptif analitis. Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah dengan teknik pengumpulan datalibrary research(penelitian kepustakaan) yakni berdasarkan buku-buku, literatur-literatur, peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. Selain itu tinjauan lapangan terhadap pemilik Thai Tea juga dilakukan untuk melakukan interview atau tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara, kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami indivindu.

Adapun kesimpulan skripsi ini adalah peraturan hukum dari perjanjian waralaba mengenai isi dari perjanjian thai tea, yang memiliki segala ketentuan serta sanksi yang diberikan kepada pihak yang tidak menjalankan segala ketentuan yang berlaku. Hak dan Kewajiban para pihak dalam perjanjian waralaba yang berlaku menegaskan bahwa kedudukan hukum antara thai tea dengan mitranya bukanlah hubungan keagenan, joint venture atau atas bawahan.

Penyelesaian sengketa apabila para pihak melakukan wanprestasi didalam suatu perjanjian maka perjanjian yang telah disepakati dapat berakhir perlindungan hukum para pihak mengenai penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara musyawarah dan dipengadilan negeri.

(12)

Kata Kunci : Aspek Hukum, Perjanjian Waralaba.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Waralaba (franchise) merupakan suatu konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat, Sistem franchise dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut pendanaan, SDM dan managemen, kecuali kerelaan pemilik merek untuk berbagi dengan Pihak lain. Franchise juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif untuk mendekatkan produk kepada konsumennya melalui tangan-tangan franchise.

Di samping itu, fenomena yang menarik dari Tahun ke Tahun yaitu makin tumbuh berkembangnya Bisnis Franchise, terutama pada bidang makanan maupun minuman. Kalau di amati saat ini banyak sekali usaha baru yang sangat beranekaragam menawarkan berbagai jenis produk dan jasa, misalnya usaha makanan dan minuman yang modern. Beberapa diantara mereka membuka gerainya di pusat-pusat pertokoan atau di jalan utama di lokasi yang strategis di tengah kota. Contoh yang sangat mudah adalah usaha makanan Mc Donald, Kentucky Fried Chicken, Pizza Hut, J.CO donuts dan begitu juga sebuah minuman Thai Tea yang begitu popular di Indonesia.

Di Indonesia franchise dikenal sejak era 70-an ketika masuknya Shakey Piza, KFC, Swensen dan Burger King. Perkembangannya terlihat sangat pesat dimulai sekitar 1995. Data Deperindag pada 1997 mencatat sekitar 259

(14)

perusahaan penerima franchise di Indonesia. Setelah itu, usaha franchise mengalami kemerosotan karena terjadi krisis moneter. Para penerima franchise asing terpaksa menutup usahanya karena nilai Rupiah yang terperosok sangat dalam. Hingga 2000, franchise asing masih menunggu untuk masuk ke Indonesia.

Hal itu disebabkan kondisi ekonomi dan politik yang belum stabil ditandai dengan perseteruan para elit politik. Barulah pada 2003, usaha franchise di tanah air mengalami perkembangan yang sangat pesat.1

Franchise Pertama kali dimulai di Amerika oleh Singer Sewing Machine Company, produsen mesin jahit Singer pada 1851. Pola itu kemudian diikuti oleh perusahaan otomotif General Motor Industry yang melakukan penjualan kendaraan bermotor dengan menunjuk distributor franchise pada Tahun 1898.

Selanjutnya, diikuti pula oleh perusahaan-perusahaan soft drink di Amerika sebagai saluran distribusi di AS dan Negara-Negara lain. Sedangkan di Inggris franchise dirintis oleh J Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg pada dekade 60-an. Franchise saat ini lebih didominasi oleh franchise rumah makan siap saji. Kecenderungan ini dimulai pada Tahun 1919 ketika A&W Root Beer membuka restaurant cepat sajinya. Pada Tahun 1935, Howard Deering Johnson bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restauran modern. Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama yang sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai pertukaran dengan suatu pembayaran. Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama

1Franchise Bible, Graha info franchise, Jakarta, 2009, hal. 3.

(15)

di Tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi franchise sebagai format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai franchise generasi kedua.

Perkembangan sistem franchise yang demikian pesat terutama di Negara asalnya, AS, menyebabkan franchise digemari sebagai suatu sistem bisnis diberbagai bidang usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang ada di AS.

Sedangkan di Inggris, berkembangnya franchise dirintis oleh J. Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg, pada Tahun 60-an. Bisnis franchise tidak mengenal diskriminasi. Pemilik franchise (franchisor) dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman pada keuntungan bersama.2

Para Pihak yang terlibat dalam waralaba dijelaskan pada Pasal 1 ayat (2) dan (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.42 Tahun 2007 tentang Waralaba menyatakan bahwa pemberi waralaba (franchisor) adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba. Sedangkan penerima waralaba (franchisee) adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba.3

Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi perhatian dalam Perjanjian franchise adalah faktor-faktor apa yang mendorong pertumbuhan Bisnis Franchise di Indonesia terutama pertumbuhan bisnis pada minuman Thai Tea di Kota Medan.

2Ibid, hal.5

(16)

B. Perumusan Masalah

Dalam penulisan ini, secara secara garis besarnya terdapat beberapa permasalahan dalam Perjanjian Waralaba (Franchise) terhadap Thai Tea, Adapun pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Pengaturan Hukum Perjanjian Waralaba Thai Tea di Kota Medan dengan Para Mitranya ?

2. Bagaimana Hak dan Kewajiban Hukum Para Pihak dalam Perjanjian Waralaba antara Thai Tea dengan Para Mitranya di Kota Medan ?

3. Bagaimana Penyelesaian Sengketa apabila Para Pihak melakukan Wanprestasi dalam melaksanakan Perjanjian tersebut ?

Permasalahan di atas merupakan beberapa penilaian yang tepat untuk membahas mengenai aspek Hukum dalam Perjanjian waralaba (Franchise) Pada Minuman Thai Tea yang berkembang di kota Medan.

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Peraturan Hukum Perjanjian Waralaba Minuman Thai Tea dengan Para Mitranya .

2. Untuk mengetahui Hak dan Kewajiban Hukum dalam Perjanjian Waralaba (Franchise) Thai Tea dengan Para Mitranya.

(17)

3. Untuk mengetahui Penyelasaian Sengketa apabila Para Pihak melakukan wanprestasi dalam melaksanakan Perjanjian.

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil kajian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan beberapa konsep ilmiah sehingga memberikan sumbangan bagi perkembangan di

dalam Hukum Waralaba.

2. Secara Praktis

a. Sebagai suatu hal yang dapat menambah wawasan serta pengetahuan bagi penulis mengenai aspek Hukum dalam Perjanjian Waralaba (Franchise) pada Minuman Thai Tea itu sendiri yang berkembang pesat di Kota.

b. Sebagai bahan masukan, solusi serta tanggapan terhadap Perjanjian waralaba (Franchise) tentang berkembang dan meningkatnya suatu waralaba.

c. Sebagai bahan kajian bagi kalangan akademisi untuk menambah wawasan di bidang hukum.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan Penelitian dan Penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan, di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), belum ada penelitian yang

(18)

menyangkut tentang Aspek Hukum dalam Perjanjian Waralaba (Franchise) Pada Thai Tea di Kota Medan, tetapi judul-judul yang mengenai tentang aspek Waralaba sudah banyak ditulis oleh penulis lain. Dengan demikian, skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggung jawabkan penulis secara moral dan akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

Secara etimologi pengertian dari waralaba (franchise) merupakan modal izin dari satu orang kepada orang lain yang memberi hak penerima waralaba (franchisee) untuk mengadakan bisnis di bawah nama dagang pemilik waralaba (franchisor), meliputi seluruh elemen dan/atau dasar yang dibutuhkan untuk membuat orang yang sebelum terlatih dalam berbisnis untuk mampu menjalankan bisnis yang dikembangkan atau dibangun oleh franchisor di bawah brand milikinya, dan setelah ditraining untuk menjalankan berdasarkan pada basic yang ditentukan sebelumnya dengan pendampingan yang berkelanjutan.4

Di samping itu pentingnya peran nama dagang dalam pemberian waralaba dengan imbalan royalty sejalan namun agak berbeda disini lebih menekankan pada pemberian hak untuk menjual produk berupa barang atau jasa dengan memanfaatkan merek dagang pemberi waralaba (franchisor) dengan kewajiban pada Pihak penerima waralaba (franchisee) untuk mengikuti metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba kaitannya dengan

4Franchise Bible, Graha info Franchise, Jakarta,2009, hal.7.

(19)

pemberian izin dan kewajiban pemenuhan standart dari pemberi waralaba dapat menjalankan usahanya dengan baik.5

Istilah-istilah dalam franchise sebenarnya sudah sering digunakan dalam praktek perdagangan kata franchise ini sendiri berasal dari bahasa prancis yaitu

“franchir”, yang artinya dibebaskan dari membayar upeti atau pajak karena di abad pertengahan ini memiliki hak dan kewenangan selain dari bahasa prancis asal mula franchise juga berasal dari bahasa latin yakni francorum rex yang

Didalam suatu hubungan kemitraan antara usahawan yang usahanya kuat dan sukses dengan usaha yang relative baru atau lemah dalam usaha tersebut dengan tujuan saling menguntungkan khususnya dalam bidang usaha penyediaan produk dan jasa langsung kepada konsumen sehingga menimbulkan suatu format didalam bisnis tersebut agar perkembangan dari suatu usaha atau bisnis dapat di arahkan sesuai dengan elemen-elemen yang terdapat didalam suatu franchise antara lain:

1. franchisor 2. franchisee

3. master franchise 4. elemen-elemen biaya

(20)

artinya “bebas dari ikatan” yang mengacu pada kebebasan untuk memiliki hak usaha.6

Dengan munculnya elemen-elemen yang terdapat didalam franchise maka, timbulah suatu Hukum atau regulasi yang mengatur mengenai waralaba di Indonesia yang terdapat di PP Nomor 42 Tahun 2007 yang mengatur tentang segala kepentingan dalam berwaralaba. Di dalam pengaturan tersebut telah memiliki suatu keabsahan. Selain itu terdapat juga pengaturan lain mengenai penyelenggaraan waralaba yang diatur didalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor:31/M-DAG/PER/8/2008.7

Dalam PP 42 Tahun 2007 waralaba adalah Hak khusus yang dimiliki orang perseorangan dan/atau badan Hukum terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang/jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh Pihak lain berdasarkan Perjanjian waralaba.8

Seorang pemegang franchise biasanya tidak secara otomatis berhak menjual operasi franchisenya tetapi perlu mendapatkan persetujuan pemilik franchise terlebih dahulu untuk menjual atau mengalihkan Perjanjian kepada

6Franchise Bible, graha info Franchise, Jakarta,2009,hal. 7.

7Bedasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No.31/M-DAG/PER/8/2008 Pasal 5 yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 5 ayat (1) : Waralaba diselenggarakan berdasarkan Perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dan penerima waralaba dan mempunyai kedudukan Hukum yang setara dan terhadap mereka berlaku Hukum Indonesia.

8Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi : waralaba adalah Hak khusus yang dimiliki orang perseorangan dan/atau badan Hukum terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang/jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh Pihak lain berdasarkan Perjanjian waralaba.

(21)

pembeli yang diusulkan sehingga aspek penerapan Hukum waralaba ini sendiri mengacu kepada bentuk atas suatu Perjanjian waralaba, Perjanjian waralaba adalah suatu dokumen Hukum yang menggariskan tanggung jawab dari pemilik dan pemegang franchise, setiap pemilik franchise mempunyai bentukPerjanjiannya sendiri yang disusun oleh pengacaranya supaya tidak merugikan pemilik dan melindunginya.9

Perjanjian yang terkandung didalam franchise memiliki suatu arti Perjanjian merupakan suatu peristiwa seseorang berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, Dari hal ini maka timbul dan terciptanya hubungan antara dua orang atau lebih yang menciptakan suatu perikatan, Dengan bentuknya Perjanjian tersebut sehingga Para Pihak wajib untuk menghormati dan melaksanakan isi Perjanjian tersebut baik secara tidak tertulis maupun yang teritulis.10

9Queen J Douglas, Pedoman Membeli Dan Menjalankan Franchise ,Elex Media

F. Metode Penulisan

a. Lokasi Penelitian

Lokasi yang ditentukan dalam melakukan penelitian skripsi ini adalah Waralaba minuman Thai Tea Kota Medan, Jl. Dr. Mansyur Kampus USU Medan.

b. Spesifikasi Penelitian dan Metode Pendekatan 1. Spesifikasi Penelitian

(22)

Spesifikasi penelitian ini adalah termasuk deskriptif11

Metode pendekatan penelitian ini mempergunakan metode pendekatan yuridis normatif dan metode kualitatif. Metode pendekatan yuridis normatif

, sebab hanya menggambarkan aspek Hukum dalam Perjanjian waralaba.

2. Metode Pendekatan

12 dipergunakan dengan cara melihat bahan-bahan pustaka seperti Undang-Undang dan literatur-literatur tentang pokok permasalahan yang di teliti.

Sedangkan metode yuridis empiris13

Metode pendekatan secara kualitatif bermanfaat untuk melakukan analisis data secara menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang integral (holistic), hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif dan mendalam dengan tidak mempergunakan analisis secara kualitatif.

diperoleh dari waralaba minuman Thai Tea dengan cara melakukan wawancara kepada franchisee atau penerima waralaba tersebut.

14

1. Pedoman Wawancara (Interview Guide)

Adapun struktur wawancara yang dilakukan penulis pada saat melakukan penelitian adalah sebagai berikut:

Pedoman yang disusun oleh pewawancara yaitu merupakan sebuah outline yang berisikan aspek-aspek utama dari topik wawancara.

11Koentjaraningrat, metode-metode penelitian, artinya menggambar objek PT.

Gramedia,Jakarta, 1985, hal 10

12 Ibid, hal15

13Ibid,7

14Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1996, hal.22

(23)

2. Pembukaan (Opening)

Menciptakan atmosfir yang saling memiliki kepercayaan dan saling menghargai sehingga dapat membentuk hubungan positif antara pewawancara dan responden.

3. Isi (The Body)

Pewawancara menggali jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan mempersiapkan pertanyaaan lanjutan dari pedoman wawancara.

4. Penutup (The Closing)

Pewawancara mengakhiri wawancara ketika informasi yang diperoleh telah didapati dari responden.

c. Metode Pengumpulan Data dan Analisa Data

1. Jenis dan Sumber Data

Untuk terlaksananya penelitian dan penulisan ini di perlukan sejumlah data yang dikelompokkan pada :

a) Data primer, merupakan satu bentuk data yang akan diperoleh secara langsung melalui observasi terhadap objek peneliti.

b) Data sekunder, Data sekunder di dalam penelitian ini bersumber didasari : 1) Bahan Hukum primer, yaitu bahan Hukum berupa peraturan-peraturan

ketenagakerjaan.

(24)

2) Bahan Hukum sekunder, yakni bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan Hukum primer berupa buku-buku yang berhubungan dengan obyek yang diteliti.

3) Bahan Hukum tersier, yakni yang memberi informasi lebih lanjut mengenai Hukum primer dan bahan Hukum sekunder seperti kamus Hukum.

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data ini merupakan landasan utama dalam menyusun skripsi dan menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

a. Tinjauan Kepustakaan

Yakni berupa buku bacaan yang relavan dengan penulisan skripsi ini , dengan cara membaca dan mempelajari bahan buku bacaan maupun perUndang- Undangan dan juga sumber lain yang berhubungan dengan penulisan ini dan dijadikan sebagai dasar untuk menghasilkan suatu karya ilmiah dengan sebaik- baiknya agar lebih berbobot, yang mana data-data ini diperoleh dari penelitian kepustakaan ( library research).15

Yakni dengan melakukan tinjauan secara langsung terhadap pemilik maupun Pegawai Thai Tea yang berada di wilayah provinsi Sumatera Utara (Khususnya b. Tinjauan Lapangan

15Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum , Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(25)

Kota Medan) di samping itu penulisan juga melakukan interview atau tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Wawancara kualitif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna Subjektif yang dipahami indivindu, berkenaan dengan topik yang diteliti dengan maksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak bisa dilakukan melalui pendekatan lain.

3. Analisis Data

Untuk dapat memberikan penilaian terhadap penelitian dan penulisan skripsi ini melalui suau pengamatan yang teruji, guna mendapatkan gambaran tentang pemecahan masalah, pengajuan analisa sangat diperlukan, sehingga studi ini memenuhi syarat untuk dijadikan bahan masukan bagi Pihak terkait. Maka penelitian ini mempergunakan analisa kualitatif, yang dijabarkan dan disajikan lebih lanjut dalam pembahasan secara tuntas masalahnya.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan

Di dalam Bab ini disajiakan pengantar-pengantar permasalahan pokok yang terdiri dari ; Latar Belakang , Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat penulisan, Keaslian Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.

(26)

Bab II : Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian Waralaba (Franchise)

Dalam Bab ini uraikan sekilas tentang Latar Belakang Munculnya Perjanjian Waralaba (franchise) yang terdiri dari ; Defenisi Perjanjian Waralaba (Franchise), Asas-asas dan Prinsip-prinsip Perjanjian Franchise, Unsur-unsur Franchise, Syarat-syarat Perjanjian Waralaba, Faktor yang Mempengaruhi Perjanjian Franchise, Kedudukan Hukum Terhadap Perjanjian Franchise.

Bab III : Aspek Hukum Terhadap Munculnya Perjanjian Waralaba Thai Tea di Kota Medan

Dalam Bab ini menjelaskan tentang Aspek Hukum terhadap Munculnya Perjanjian Waralaba Thai Tea yang terdiri atas ; Perlindungan Hukum di bidang Sistem Pembagian Hasil Usaha Waralaba (franchise) Thai Tea, Upaya dan Kewajiban Para Pihak yang terlibat dalam Perjanjian Waralaba, Peraturan yang Mengatur Tentang Perjanjian Waralaba dalam Hukum Perdata (BW), Penegakan Hukum Terhadap Waralaba (Franchise), Perlindungan Para Pihak yang terlibat dalam Perjanjian Waralaba Thai Tea, Tanggung jawab Para Pihak Terhadap Perjanjian Waralaba.

Bab IV : Analisis Hukum Mengenai Isi Perjanjian dan Penyelesaian Sengketa Waralaba (Franchise) Thai Tea

Dalam Bab ini di uraikan sekilas tentang Analisis Hukum Terhadap Isi (Substansi) Perjanjian Waralaba (Franchise) yang

(27)

terdiri atas ; Pengaturan yang Mengatur tentang Thai Tea di Kota Medan. Hak dan Kewajiban Waralaba Thai Tea dengan para mitranya, Penyeleasaian Sengketa Apabila Para Pihak Melakukan Wanprestasi Dalam Melaksanakan Perjanjian Tersebut, analisis Substantif Terhadap Perjanjian Waralaba (Franchise).

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini diuraikan mengenai kesimpulan dari seluruh Penulisan serta saran dan mudah-mudahan berguna bagi penulis dan pembaca.

(28)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE)

A. Defenisi Perjanjian Waralaba (Franchise)

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan dalam Pasal 1313 Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

31

Waralaba (Franchise) adalah modal izin dari satu orang kepada orang lain yang memberi hak penerima waralaba (franchisee) untuk mengadakan bisnis di bawah nama dagang pemilik waralaba (franchisor), meliputi seluruh elemen yang dibutuhkan untuk membuat orang yang sebelum terlatih dalam berbisnis untuk mampu menjalankan bisnis yang dikembangkan atau dibangun oleh franchisor dibawah brand miliknya,dan setelah di training untuk menjalankan

Maka dapat diketahui Franchise atau disebut juga sebagai waralaba merupakan suatu gambaran awal para entrepreneur atau yang sering disebut sebagai wiraswastaan dapat menjalankan dan mengembangkan suatu operasi dalam bidang waralaba yang akan menghasilkan suatu keuntungan sesuai dengan cara pengelolaan bisnis yang sedang dijalaninnya.

31Subekti R, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pradnya Paramita, Jakarta,1992 Pasal 1313, hal.282

(29)

berdasarkanpada basic yang ditentukan sebelumnya dengan pendampingan yang berkelanjutan.32

Selain itu di Indonesia terdapat dua pengaturan mengenai waralaba yang salah satunya terdapat didalam PP No. 42 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat (1) menjelaskan pengertian dari waralaba yang berarti Hak khusus yang dimiliki orang perseorangan dan/atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang/jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau di gunakan oleh Pihak lain berdasarkan Perjanjian waralaba, sedangkan dalam pasal 3 PP No. 42 Tahun 2007 Pasal 3 menegaskan bahwa salah satu kriteria waralaba adalah hak kekayaan intelektual yang terkait dengan usaha seperti merek, hak cipta, paten dan rahasia dagang.33 Waralaba juga mengandung unsur-unsur sebagaimana yang diberikan pada lisensi, yang didalam pengertian waralaba pada black’s law dictionary yang lebih menekankan pada pemberian hak untuk menjual produk berupa barang atau jasa dengan memanfaatkan merek dagang Franchisor (pemberi waralaba) dengan kewajiban pada pihak Franchisee (penerima waralaba) untuk mengikuti metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba akan memberikan bantuan pemasaran, promosi maupun bantuan teknis lainnya agar penerima waralaba dapat menjalankan usahanya dengan baik.34

32Franchise bible, graha info franchise , loc.cit

Pemberian waralaba ini didasarkan pada suatu Franchise Agreement, maksudnya seseorang penerima waralaba juga menjalankan usaha sendiri tetapi dengan mempergunakan merek

(30)

dagang atau merek jasa serta dengan memanfaatkan metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba.35 Disamping mengenal kata Franchise atau yang sering disebut sebagai waralaba ternyata didalam waralaba dikenal suatu istilah yang disebut sebagai mem-franchise-kan, mem- franchise-kan adalah suatu metode perluasan pemasaran dan bisnis. Suatu bisnis memperluas pasar dan distribusi produk serta pelayanannya dengan membagi bersama standart pemasaran dan operasional sehingga pemegang Franchise yang membeli suatu bisnis yang menarik manfaat dari kesadaran pelanggan akan nama dagang, sistem teruji dan pelayanan lain yang disediakan pemilik Franchise.36

Kontak awal atau membuat kontak awal dalam memulai suatu franchise merupakan salah satu metode termudah untuk memperoleh informasi mengenai franchise adalah dengan menjawab iklan yang menawarkan kesempatan franchise, atau pada saat mengunjungi suatu usaha yang di-franchise-kan dapat meminta alamat franchisor (pemilik waralaba) dan yang pada umumnya permintaan akan informasi suatu franchise (waralaba) akan disambut baik oleh pemilik waralaba. Selain itu dalam mengkaji kesempatan membeli franchise (waralaba) antara pemilik dan pemegang harus bersama-sama menilai atau mencari informasi bagaimana dengan hal-hal yang menyangkut penjualan dan laba yang diharapkan dari sebuah usaha waralaba. Informasi atas suatu waralaba juga harus menjawab segi penting dari suatu proses pengkajian berupa menyadarkan bahwa pemilik franchise itu sebenarnya pemilik pakar dan operator

35Ibid, hal.16

36Douglas J Queen, Pedoman Membeli Dan Menjalankan Franchise, Elex Media Komputindo, Jakarta 1993, hal.4-5.

(31)

dari dua jenis bisnis, yang satu bisnis mem-franchise-kan dan yang kedua bisnis di-franchise-kan, pemilik franchise mengoperasikan sejumlah keluarannya sendiri yang disebut sebagai milik perusahaan atau lokasi perusahaan yang lokasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk latihan riset. Pengembangan dan keperluan franchise lainnya sekaligus menjadi sumber pendapatannya juga.37

Suatu bisnis waralaba juga mempunyai suatu format didalam pengembangannya baik dari mulai beroperasi hingga mencapai suatu laba atau keuntungan didalamnya sehingga sebelum usaha itu dimulai biaya awal merupakan salah satu faktor utama agar bisnis franchise ini dapat beroperasi atau terjalankan. Biaya awal waralaba mempunyai prinsip yang digunakan untuk membayar suatu lisensi atau hak untuk menggunakan merek yang di waralabakan selama jangka waktu waralaba, selain itu juga digunakan sebagai hak meminjam pedoman operasional selama jangka waktu waralaba. Jumlah yang harus dikeluarkan oleh seorang franchisee (penerima waralaba) tergantung kepada seorang franchisor (pemberi waralaba) setelah pengoperasian waralaba dimulai seorang penerima waralaba harus membayar biaya selanjutnya kepada pemilik waralaba atau yang sering disebut royalty fee. 38

1. Kelangsungan operasional pewaralaba dalam kaitannya dengan bimbingan berkesinambungan bagi para terwaralaba.

Besar biaya yang harus dikeluarkan oleh penerima waralaba tergantung kepada pemberi waralaba karena pada prinsipnya ada dan digunakan untuk :

37Douglas J Queen, Pedoman membeli dan menjalankanFranchise, Elex Media

(32)

2. Pelaksanaan audit waralaba dan evaluasi bisnis yang keduanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bimbingan berkesinambungan.

3. Penelitian dan pengembangan pengelolaan merek dan strategi pemasaran.

Biasanya untuk keperluan eksekusi dari pengelolaan merek dan strategi pemasaran, franchisor memerlukan dana yang akan diambil dari dana iuran dan promosi bersama bukan dari royalty fee.39

Bahwa kebebasan berkontrak adalah salah satu Asas dari Hukum Perjanjian dan ia tidak berdiri sendiri, maknanya hanya dapat ditentukan setelah memahami posisinya dalam kaitan yang terpadu dengan Asas-asas Hukum Perjanjian yang lain, yang secara menyeluruh Asas-asas ini merupakan pilar,

Contoh Franchise besar dan berasal dari luar Indonesia dan yang telah sukses mem-franchise-kan usahanya telah dapat dirasakan di Indonesia seperti Pizza Hut, KFC, Texas Chiken dan tidak hanya itu Indonesia sendiri sebagai negara besar juga telah mempunyai Franchise dengan omset yang cukup besar hal itu dengan munculnya suatu usaha waralaba Thai Tea yang telah di Franchisekan di berbagai wilayah di Indonesia dan khususnya di Medan Thai Tea telah berkembang pesat di berbagai tempat dan wilayah seperti di jalan-jalan, sekolah, rumah makan bahkan tempat perbelanjaan di kota Medan.

B. Asas-Asas dan Prinsip-prinsip Perjanjian Franchise

Sebagaimana diketahui di dalam Hukum Perjanjian terdapat beberapa azas sebagai berikut :

1.Asas Kebebasan Berkontrak

39Ibid, hal. 11.

(33)

tiang, pondasi dari Hukum Perjanjian40. Asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa”

perjanjian ini diadakan. Perjanjian yang dibuat sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata mempunyai kekuatan mengikat. Kebebasan berkontrak adalah salah satu Asas yang sangat penting di dalam Hukum Perjanjian, kebebasan adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran dari Hak Asasi Manusia.41 Hak Asasi dengan kewajiban Asasi, dengan perkataan lain bahwa didalam kebebasan terkandung tanggung jawab, didalam Hukum Perjanjian nasional Asas Kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang mampu memelihara keseimbangan perlu dipelihara sebagai modal pengembangan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagian hidup lahir dan batin yang serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan masyarakat. Asas kebebasan berkontrak mendukung kedudukan yang seimbang diantara para pihak, sehingga sebuah perjanjian akan bersifat stabil dan memberikan keuntungan bagi kedua pihak.42

Asas kebebasan berkontrak, menyebutkan bahwa terkait pada perjanjian yang harus dipenuhi secara moral, secara hukum karena berada dalam suatu masyarakat yang beradab dan maju. Masyarakat seperti ini terdapat kebebasan untuk berpartisipasi dalam lalu lintas yuridis-ekonomi, untuk itu diperlukan suatu

40Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 2005, hal.40

41 Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan

(34)

prinsip yaitu adanya kebebasan berkontrak yang merupakan suatu bagian dari hak-hak dan kebebasan manusia.43

Kesepakatan mereka yang mengikat diri adalah esensial dari Hukum Perjanjian. Asas ini dinamakan Asas konsensualisme yang menentukan adanya perjanjian. Asas konsensualisme yang terdapat didalam Pasal 1320 KUHPerdata mengandung arti kemauan para pihak untuk saling berprestasi, ada kemauan untuk saling mengikat diri. Kemauan ini membangkitkan kepercayaan bahwa perjanjian itu dipenuhi atas kepercayaan merupakan nilai etis yang bersumber pada moral. Fakta sunt servanda (janji itu mengikat) dan menyebutkan promisorum impledorum obligantion (kita harus memenuhi janji kita).

2. Asas Konsensualisme

44 Asas Konsensualisme mempunyai hubungan yang erat dengan Asas Kebebasan Berkontrak dan Asas Kekuatan mengikat yang terdapat pada Pasal 1338 Ayat 1 KUHPerdata menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Kata semua mengandung arti meliputi seluruh perjanjian baik yang namanya dikenal maupun yang tidak dikenal oleh Undang-Undang45.

43 Johanes Ibrahim, Pengimpasan Pinjaman (Kompensasi) dan Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Kredit Bank,CV. Utama, Bandung, 2003, hal 27.

44Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1993.

45Ibid

(35)

3. Asas Kepercayaan

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain akan menumbuhkan keperayaan diantara pihak, bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya, tanpa adanya kepercayaan maka perjanjian tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak, dengan kepercayaan, kedua pihak mengikatkan dirinya dan perjanjian itu mempunyai kekuatan sebagai Undang-Undang.46

Bahwa para pihak harus memenuhi apa yang telah dijanjikan, terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga ada beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki yaitu kebiasaan dan kepatutan serta moral yang mengikat para pihak.

4. Asas Kekuatan Mengikat

47

Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan tuhan.

5. Asas Persamaan Hukum

48

46Ibid

(36)

6. Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian, Asas Keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari Asas Persamaan, kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad baik, dapat dilihat bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.49

Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum, kepastian hukum ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai Undang-Undang bagi para pihak.

7. Asas Kepastian Hukum

50

Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata, Asas Kepatutan disini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Asas kepatutan ini harus dipertahankan karena melalui Asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan.

8. Asas Kepatutan

51

49 Ibid

50 Ibid

51 Ibid

(37)

9. Asas Kebiasaan

Asas ini diatur dalam Pasal 1339 menyebutkan suatu Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat Perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan Undang-Undang.

Dari seluruh Asas-asas tersebut yang diatas maka, terdapatnya Asas-asas yang termaktub didalam sebuah Perjanjian waralaba yakni, sebagai berikut :

1. Asas Konsensualisme, yang artinya Perjanjian itu ada karena persesuaian kehendak atau konsensus semata-mata.

2. Asas Kekuatan mengikat dari Perjanjian.

3. Asas Kebebasan Berkontrak

Dengan adanya tujuan dari waralaba sehingga peran yang penting didalam menjalankan hak dan kewajiban dari franchisor maupun franchise maka Perjanjian waralaba harus secara tepat menggambarkan janji-janji yang dibuat dan harus adil, serta pada saat yang bersamaan menjamin bahwa ada kontrak yang cukup melindungin integritas sistem.52 Berdasarkan peraturan pemerintah No.42 Tahun 2007, Perjanjian waralaba harus dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia, hal tersebut sesuai dengan Pasal 4 Ayat 1. Perjanjian waralaba tidak perlu dibuat dalam bentuk akta notaris, para Pihak dapat membuat sendiri dibawah tangan dengan ketentuan KUHPerdata. Hal-hal yang diatur oleh Hukum dan Peraturan PerUndang-Undangan merupakan yang harus ditaati oleh para

(38)

Pihak dalam Perjanjian waralaba, jika para Pihak semua mematuhi peraturan tersebut, maka tidak akan muncul masalah dalam Pelaksanaan Perjanjian waralaba akan tetapi, sering terjadi penyimpangan, penyimpangan menimbulkan wanprestasi, wanprestasi terjadi ketika salah satu Pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana tertera didalam Perjanjian waralaba. Adanya wanprestasi dapat menimbulkan kerugian bagi salah satu Pihak, terhadap kerugian yang ditimbulkan dalam pelaksanaan Perjanjian waralaba ini berlaku perlindungan Hukum bagi para Pihak yang dirugikan, kemungkinan Pihak yang dirugikan mendapat ganti rugi, merupakan bentuk perlindungan Hukum yang diberikan oleh Hukum di Indonesia.53

Pada dasarnya Franchisee adalah sebuah Perjanjian mengenai metode pendistribusian barang dan jasa pada konsumen. Franchisor dalam jangka waktu tertentu memberikan lisensi kepada franchisee untuk melakukan usaha pendistribusian barang atau jasa dibawah nama identitas franchisor dalam wilayah tertentu dan usaha tersebut harus dijalankan sesuai dengan prosedur dan cara yang ditetapkan oleh pemberi waralaba, sebagai imbalannya penerima waralaba Sehingga tujuan dari adanya suatu Perjanjian waralaba merupakan aspek perlindungan atau memberikan perlindungan Hukum kepada para Pihak dari perbuatan merugikan Pihak lain, hal ini dikarenakan Perjanjian tersebut dapat menjadi dasar Hukum yang kuat untuk menegakkan perlindungan Hukum bagi para Pihak yang terlibat dalam sistem waralaba, jika salah satu Pihak melanggar isi Perjajian, maka Pihak lain dapat menuntut Pihak yang melanggar tersebut sesuai dengan Hukum yang berlaku.

53 Adrian Sutedi, Hukum Waralaba, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008, hal 96.

(39)

membayar sejumlah uang berupa initial fee dan royalty sehingga dalam sistem waralaba terdapat tiga komponen yaitu :

1. Franchisor, yaitu Pihak yang memiliki sistem atau cara dalam berbisnis.

2. Franchisee, yaitu Pihak yang membeli waralaba atau sistem dari pemberi waralaba (franchisor) sehingga memiliki hak untuk menjalankan bisnis dengan cara yang dikembangkan oleh pemberi waralaba (franchisor).

3. Franchise, yaitu sistem dan cara bisnis itu sendiri yang merupakan pengetahuan atau spesifikasi usaha dari franchisor yang dijual kepada franchisee.54

Didalam Perjanjian waralaba harus mempunyai syarat-syarat, adapun syarat- syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Kesepakatan kerjasama waralaba tertuang dalam Perjanjian waralaba yang di sahkan secara Hukum.

2. Kesepakatan kerjasama ini menjelaskan secara rinci segala hak, kewajiban dan tugas dari Franchisor dan franchisee.

3. Masing-masing Pihak yang bersepakat sangat dianjurkan, bahkan untuk beberapa Negara dijadikan syarat, untuk medapatkan nasihat dari ahli Hukum yang kompeten, mengenai isi dari Perjanjian tersebut dan dengan waktu yang dianggap cukup untuk memahaminya.55

54 M. Mandelson, Franchising : Petunjuk Praktis Bagi Franchisor dan Franchisee,

Sehingga dengan adanya syarat-syarat yang berlaku didalam suatu Perjanjian waralaba dapat

(40)

ditarik kesimpulan terdapat tiga prinsip dari suatu Perjanjian waralaba yakni :

1. Harus jujur dan jelas

2. Tiap Pasal dalam Perjanjian harus adil

3. Isi dari Perjanjian dapat dipaksakan berdasarkan Hukum

Setiap Perjanjian waralaba dikembangkan secara khusus dan tidak meniru Perjanjian yang dibuat dalam konteks/faktor yang berbeda dengan kata lain Perjanjian yang dibuat berdasarkan suatu kebebasan didalam pembuatan perjanjiannya sehingga menyebabkan Sebab Perjanjian waralaba dikembangkan secara khusus dan tidak meniru Perjanjian yang di buat dalam konteks/faktor yang berbeda.

Adapun hal-hal yang mempengaruhi dari gambaran diatas bahwa prinsip- prinsip diatas menyebabkan terjadinya suatu hak dan kewajiban antara pemberi waralaba dan penerima waralaba yaitu sebelum membuat Perjanjian tertulis tersebut franchisor atau pemberi waralaba wajib menyampaikan keterangan tertulis secara benar kepada franchisee atau penerima waralaba, mengenai hal-hal berikut :

1. Identitas pemberi waralaba, berikut keterangan mengenai kegiatan usahanya termasuk neraca dan daftar rugi laba selama-lamanya dua tahun terakhir.

2. Hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang menjadi objek waralaba.

(41)

3. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh penerima waralaba.

4. Bantuan atau fasilitas yang ditawarkan dari pemberi waralaba kepada penerima waralaba.

5. Hak dan Kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba.

6. Cara-cara dan syarat pengakhiran, pemutusan dan Perjanjian waralaba.

7. Hal-hal yang perlu diketahui oleh penerima waralaba dalam rangka pelaksanaan Perjanjian waralaba (Pasal 5 keputusan menteri perindustrian dan perdagangan nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan pendaftaran usaha waralaba).56

Dengan kata lain selain syarat yang tertuang di dalam Perjanjian waralaba maka membangun dan mengembangkan bisnis dengan sistem waralaba, akan menguatkan syarat yang tercantum didalam franchise :

a. Membuat ciri khas usaha

Inilah yang membedakan antara bisnis waralaba dengan bisnis lainnya.

Bisnis waralaba harus memenuhi syarat utama adanya ciri khas usaha. Ciri khas usaha ini adalah suatu keunggulan atau perbedaan yang membedakan antara bisnis yang di miliki dengan bisnis milik orang lain. Adanya ciri khas ini, bisnis tidak mudah ditiru oleh pemilik usaha lain dan justru ciri khas tersebut mampu menciptakan ketergantungan konsumen terhadap produk atau bisnis. Ciri khas bisa terdapat pada produknya, system

(42)

manejemennya, cara penjualan dan pelayanan, penataan produk dan pada cara distribusinya.

b. Membuat standart operasi baku

Standart operasi baku adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi bisnis yang akan dikembangkan dengan sistem waralaba. Jadi jangan takut bikin ketentuan yang nanti akan di bakukan menjadi standart operasi, dengan menerapkan standart operasi baku, di harapkan dimanapun lokasi domisili pelanggan, mereka akan dapat menikmati kualitas produk dan pelayanan yang sama. Contoh bisnis waralaba KFC, karyawan terlihat sangat profesional, bahkan seolah-olah mereka itu menguasai semua bidang kerjanya dan sangat menikmati pekerjaannya sehingga terlihat ikhlas melayani pelanggan, dan yang melihat berdecak kagum dan puas atas pelayanannya, itulah hasil dari standart operasi yang sudah dibakukan, sehingga dimanapun ada gerai KFC, pasti produk dan pelayanannya sama.

c. Membuat HaKI-nya (Hak atas Kekayaan Intelektual)

Bisnis waralaba memerlukan HaKI untuk melindungi ciri khas bisnisnya, ada empat hak atas kekayaan intelektual yang terdapat bisnis waralaba yang melindungi pemilik haknya, atas bisnis waralaba yaitu merek, hak cipta, paten, rahasia dagang yang harus didaftar ke rektorat jenderal hak atas kekayaan intelektual departemen Hukum dan hak Asasi manusia.

d. Membuat Cara Duplikasi yang mudah dan praktis

Cara duplikasi yang mudah dan praktis adalah mudah diajarkan dan diaplikasikan atau mudah dilaksanakan sehingga franchisee yang belum

(43)

memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan manajemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh franchisor.

Jangan buru-buru mewaralabakan bisnis kalau belum dapat membuat cara duplikasi yang mudah dan praktis.

e. Membuat Keuntungan yang bertumbuh

Keuntungan yang bertumbuh pada bisnis waralaba membuktikan bahwa : 1) Bisnis waralaba tersebut sehat, karena sisi finansialnya kuat.

2) Manajemennya telah teruji profesionalisme dan etos kerjanya, sehingga mampu menjamin franchisee memperoleh haknya untuk mendapat keuntungan dari bisnis waralaba.

3) Bisnis tersebut telah diterima dan diinginkan oleh masyarakat.

f. Menciptakan supporting management berkelanjutan

Franchisor memberikan dukungan manajerial ( supporting management) kepada franchisee selama masa kontrak, tujuannya supaya franchisee dapat berbisnis dengan lancar dan menguntungkan. Franchisor harus memberikan supportingmanagement karena franchisor lebih berpengalaman dari pada franchisee dalam menjalankan bisnis waralaba.

g. Membuat Prospektus Bisnis

Menjual bisnis waralaba kepada calon franchisee maka diperlukan marketing tools yang dinamakan prospectus bisnis waralaba.

h. Membuat kontrak/ Perjanjian waralaba

(44)

Membangun dan mengembangkan bisnis dengan cara menjual sistem waralaba di perlukan sebuah sarana yang akan mengamankan hubungan kerjasama antar keduanya yaitu kontrak/perjanjian waralaba.57

Sebagaimana diketahui bahwa hal-hal yang terkandung didalam suatu franchise (waralaba) mencakup bagian-bagian tertentu salah satunya Perjanjian timbal balik merupakan Perjanjian yang didalamnya masing-masing Pihak menyandang status sebagai berhak dan berkewajiban atau sebagai kreditur dan debitur secara timbal balik.

C. Unsur-Unsur Franchise

58Royalty fee yang merupakan uang yang di dapat franchisor karena franchisee menggunakan merek dagangnya milik franchisor ini dilindungi oleh Undang-Undang dan menerut ketentuan Undang-Undang yang berlaku merek tesebut dimiliki oleh pemegang haknya.59

57 Suryono Ekotama, Cara Gampang Bikin Franchise, Media Pressindo, Jakarta, 2009, hal.30-98.

Adapun unsur-unsur yang dimiliki atas kutipan diatas adalah sebagai berikut :

a. Waralaba merupakan Perjanjian timbal balik antara franchisor dan franchisee.

b. Franchisee berkewajiban membayar fee kepada franchisor.

58http://gemaisgery.blogspot.com/2010/06/pengertian-kontrak.html, diakses tanggal 18 Januari 2018

59Ekotama Suryono, jurus jitu memilih bisnis franchise, citra media, Yogyakarta, 2010, hal. 81-82.

(45)

c. Franchisee diizinkan menjual dan mendistribusikan barang atau jasa franchisor menurut cara yang telah ditentukan franchisor atau mengikuti metode bisnis yang dimiliki franchisor.

d. Franchisee menggunakan merek nama perusahaan atau juga simbol-simbol komersial franchisor.

Selain itu Unsur Perjanjian waralaba telah dijelaskan sebagai berikut :

a. Adanya minimal dua Pihak, yaitu Pihak franchisor dan Pihak franchisee, dimanafranchisor sebagai pihak yang memberikan bisnis waralaba dan franchisee merupakan Pihak yang menerima bisnis waralaba tersebut.

b. Adanya penawaran dalam bentuk paket usaha dari franchisor.

c. Adanya kerjasama dalam bentuk pengelolaan unit usaha antara Pihak franchisor dan Pihak franchisee.

d. Dipunyai unit usaha tertentu (outlet) oleh pihak franchise yang akan memanfaatkan paket usaha milik franchisor.

e. Terdapat kontrak tertulis berupa Perjanjian baku antara franchisor dan franchisee.60

Dalam Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2007, Perjanjian waralaba harus dibuat seacara tertulis dalam bahasa Indonesia, hal tersebut sesuai dengan Pasal 4 ayat (1). Perjanjian waralaba pada dasarnya tidak perlu dibuat dalam bentuk akta notaris, tetapi para Pihak dapat membuat sendiri dibawah tangan berdasarkan ketentuan KUHPerdata. Dengan menyebutkan hal-hal yang diatur

(46)

oleh Hukum dan peraturan PerUndang-Undangan merupakandas sollen yang harus ditaati oleh para Pihak dalam Perjanjian waralaba, jika para Pihak mematuhi semua peraturan tersebut, maka tidak akan muncul masalah dalam pelaksanaan Perjanjian waralaba. Akan tetapi, sering terjadi das sein yang menyimpang dari dass sollen. Penyimpangan ini menimbulkan wanprestasi. Wanprestasi terjadi ketika salah satu Pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana tertera didalam Perjanjian waralaba. Adanya wanprestasi dapat menimbulkan kerugian bagi salah satu Pihak. Terhadap kerugian yang ditimbulkan dalam pelaksanaan Perjanjian waralaba ini berlaku perlindungan Hukum bagi Pihak yang dirugikan, yaitu Pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi kepada Pihak yang menyebabkan kerugian. Kemungkinan Pihak yang dirugikan mendapat ganti rugi ini merupakan bentuk perlindungan Hukum yang diberikan oleh Hukum di Indonesia.61

Bentuk-bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh para Pihak dalam Perjanjian waralaba tergantung kepada siapa yang melakukan wanprestasi tersebut. Wanprestasi dari Pihak franchisee dapat berbentuk tidak membayar biaya waralaba tepat pada waktunya, melakukan hal-hal yang dilarang franchisee melakukan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem waralaba dan lain-lain.

Wanprestasi dari Pihak franchisordapat berbentuk tidak memberikan fasilitas sehingga sistem waralaba tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya, tidak melakukan pembinaan kepada franchiseesesuai dengan Perjanjian, tidak mau

61Ibid

Referensi

Dokumen terkait

mendapatkan performa DSSC yang baik, yaitu (i) idealnya, mampu menyerap semua cahaya matahari mulai dari panjang gelombang dekat IR hingga mencapai 920 nm, (ii)

Sumber data dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Tarkalil sebagai Kepala Bagian Humas yang dilaksanakan pada 28 Oktober 2019 dan data

Dalam menjalankan urusan wajib pemerintah daerah dalam bidang komunikasi dan informatika, Diskominfo PDE Provinsi Riau dituntut untuk dapat menyelenggarakan

“Kesultanan Melayu Melaka: Satu Kajian Mengenai Kedatangan, Penerimaan, dan Penyebaran Agama Islam (Tahun 1400-1511).” Disertasi, Jabatan Sejarah Universiti

Corona Virus Disease 2019 (Covid-l9) telah dinyatakan oleh World Healtlt Organization (WHO) sebagai pandemi dan Indonesia telah menyatakan Corona Virus Disease 2019

Sedangkan secara umum, yang dimaksud dengan perjanjian waralaba (Franchise) adalah pemberian hak oleh franchisor kepada franchisee untuk menggunakan kekhasan

Sebaliknya pada saat tanaman memerlukan pupuk urea untuk pertumbuhan cepat, saat pupuk yang tersedia dalam tanah berkurang, petani memberikan pupuk N dalam jumlah yang jauh di

Pemberian status hukum Perseroan Terbatas harus memenuhi persyaratan tertentu yaitu setelah akta pendiriannya mendapat pengesahan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia