• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Kepadatan Node terhadap Kinerja Protokol Routing DYMO dan DSR Pada Mobile Ad-Hoc Network (MANET)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Pengaruh Kepadatan Node terhadap Kinerja Protokol Routing DYMO dan DSR Pada Mobile Ad-Hoc Network (MANET)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Brawijaya

3433

Analisis Pengaruh Kepadatan Node terhadap Kinerja Protokol Routing

DYMO dan DSR Pada Mobile Ad-Hoc Network (MANET)

Muhammad Syaifuddin FP1, Primantara Hari Trisnawan2, Reza Andria Siregar3

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1ms13051996@student.ub.ac.id, 2prima@ub.ac.id, 3reza@ub.ac.id

Abstrak

Mobile ad-Hoc Nertwork (MANET) merupakan teknologi dengan memiliki kemampuan adaptasi dengan kondisi node yang mobile. Setiap node memiliki kedudukan yang sama yaitu melakukan fungsi routing yang dapat menentukan dan meneruskan jalur komunikasi antar node, Sehingga diperlukan protokol routing yang dapat meng-handle pertukaran data dalam memberikan jalur routing yang optimal. Protokol routing yang digunakan dalam penelitian ini berjenis reactive routing yaitu DYMO dan DSR. Pada protokol routing DYMO dan DSR pembentukan rute dari node sumber menuju node tujuan berdasarkan permintaan node sumber. Penelitian menggunakan Network Simulator 2.35 dengan skenario kepadatan node menggunakan variasi jumlah node berjumlah 50 node hingga 200 node dengan kelipatan 10 node, dan variasi ukuran paket data menggunakan ukuran paket sebesar 512 bytes dan 1024 bytes.Kinerja diukur berdasarkan parameter average throughput, end to end delay, packet loss, dan average jitter dengan nilai terbaik rata-rata secara berturut adalah 101,45 KBps pada ukuran paket data 512 bytes, 44,26 ms pada ukuran paket data 512 bytes, 2,36% pada ukuran paket data 512 bytes, 1,72 ms pada ukuran paket data 512 bytes. Hasil tersebut diperoleh pada protokol routing DYMO, sehingga dapat disimpulkan protokol routing DYMO memiliki kinerja yang lebih baik daripada DSR pada aspek kepadatan node dengan variasi ukuran paket yang berbeda.

Kata kunci: MANET, DYMO, DSR, network simulator 2.35, quality of service, kepadatan node Abstract

Mobile ad-Hoc Nertwork (MANET) is a technology that has the ability to adapt to the condition of mobile nodes. Each node has the same position that is doing a routing function that can determine and forward communication lines between nodes, so that a routing protocol is needed that can handle the exchange of data in providing an optimal routing path. The routing protocol used in this study is reactive routing, namely DYMO and DSR. The DYMO and DSR routing protocols route formation from the source node to the destination node based on the request of the source node. This study using Network Simulator 2.35 with a node density scenario using variations in the number of nodes totaling 50 nodes to 200 nodes with multiples of 10 nodes, and variations in data packet size using packet sizes of 512 bytes and 1024 bytes. Performance is measured based on average throughput, end to end parameters delay, packet loss, and average jitter with the best values in a row are 101.45 KBps in the data packet size of 512 bytes, 44.26 ms in the data packet size of 512 bytes, 2.36% in the size of a 512 bytes data packet, 1.72 ms in the data packet size of 512 bytes. These results were obtained on the DYMO routing protocol, so it can be concluded that the DYMO routing protocol has better performance than DSR in the aspect of node density with different packet size variations.

Keywords: MANET, DYMO, DSR, network simulator 2.35, quality of service, node density

1. PENDAHULUAN

Teknologi wireless network telah lama ditemukan, tak bisa dipungkiri seiring berjalannya waktu akan mengalami perkembangan. Namun teknologi tersebut memiliki keterbatasan yaitu adanya

ketergantungan dengan infrastruktur jaringan. Hal tersebut dapat menyebabkan komunikasi yang melewati infrastruktur tidak akan sampai menuju tujuan. Maka dari itu diciptakan Mobile Ad Hoc Network atau yang sering disebut MANET. Routing adalah proses transportasi informasi dari host sumber untuk penentuan jalur yang paling baik menuju host tujuan

(2)

melalui sebuah jaringan. Protokol adalah ketentuan untuk melakukan pertukaran informasi antara perangkat komputer melalui media jaringan. Routing protokol diperlukan untuk mengatur bagaimana cara router untuk dapat berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya dalam penyebaran informasi, yang memungkinkan router memilih rute pada jaringan komputer. Routing protokol umumnya digunakan untuk jaringan ad hoc.

MANET merupakan pengembangan dari jaringan ad hoc, yang memiliki kapabilitas untuk menyesuaikan dengan kondisi node yang mobile. MANET merupakan kumpulan dari dua atau lebih perangkat nirkabel yang memiliki kemampuan untuk berkomunikasi satu sama lain tanpa bantuan administrator terpusat, setiap node dalam MANET berfungsi sebagai host dan router (Loo, 2011). Tiap node pada MANET dapat menentukan dan meneruskan jalur komunikasi antar node yang merupakan fungsi dari router. Sehingga menjadikan topologi ini bersifat dinamis.

Pada protokol routing terdapat kapabilitas untuk melewati node dengan jumlah banyak, yang bertujuan untuk tiap-tiap node dapat melakukan komunikasi dengan node yang berada diluar area jangkauannya. Untuk mengatasi keterbatasan jangkauan dari interface pada jaringan nirkabel, dilakukan hop secara berulang pada suatu node agar saling dapat berkomunikasi dengan node lain. Karena hal tersebut diperlukan adanya protokol routing yang dapat menangani kebutuhan jaringan agar dapat memberikan jalur pada routing secara ideal.

MANET diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu proactive, reactive, dan hybrid routing. Kategori tersebut mekanisme kerja dan algoritma yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan kualitas kerja saat diterapkan, diantaranya : Proactive routing adalah routing protocol yang mengorganisir routing table pada tiap - tiap node dengan melakukan broadcast secara terus menerus yang disebabkan perubahan topologi jaringan yang dinamis, Reactive routing adalah routing protocol yang hanya menentukan jalur routingnya pada node saat dibutuhkan saja, dan Hybrid routing adalah routing protocol yang menentukan jalur dengan menggabungkan proactive routing saat rute dekat dan reactive routing saat rute jauh.

Pengaplikasian MANET adalah untuk mewujudkan komunikasi data yang baik, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan di

lapangan. Penerapan MANET diharapkan dapat mengakses informasi secara tepat waktu ketika berhubungan dengan mobile node yang lain, sehingga komunikasi data dapat segera dilaksanakan. Pada penelitian ini akan dibahas protokol routing dengan sifat On- Demand Routing Protocol (Reaktif) pada jaringan MANET yaitu protokol routing DYMO dan DSR. Protokol routing DYMO dan DSR memiliki perbedaan proses routing jaringan, yang menyebabkan adanya perbedaan kinerja pada kedua protokol. Kedua protokol tersebut akan disimulasikan menggunakan Network Simulator 2.35. Hasil dari simulasi akan diuji dan dapat dijadikan sebagai gambaran dari pengaruh kepadatan node pada kinerja protokol routing DYMO dan DSR.

2. DASAR TEORI

2.1 Mobile Ad hoc Network (MANET)

MANET adalah jaringan yang tidak menggunakan infrastruktur dari serangkaian node yang terhubung satu sama lain namun tidak memiliki router fisik, node ini berfungsi sebagai router yang bertugas untuk mencari dan menangani rute ke setiap node. Pada Gambar 1 merupakan Topologi MANET.

Gambar 1. Topologi MANET Sumber: Lakshman, et al. (2016)

MANET berkomunikasi menggunakan wireless link tanpa adanya kontrol terpusat, sehingga dapat melakukan operasi tanpa bergantung pada struktur jaringan yang permanen. Tujuan dari MANET adalah melakukan fungsi router pada tiap node, yaitu menentukan dan meneruskan jalur komunikasi antar node, sehingga MANET dapat diterapkan pada daerah yang sedang mengalami kondisi perang, bencana, penyelamatan korban, dan kondisi mendesak lainnya. Menurut Aarti dan Tyagi (2013) MANET memiliki karakteristik umum, antara lain: Operasi yang terdistribusi,

(3)

Topologi dinamis, Jaringan multihop, Tanpa infrastruktur, Energi yang terbatas, dan Skalabilitas jaringan.

2.2 Dynamic MANET on Demand (DYMO) DYMO merupakan protokol routing yang berbasis topologi dan berjenis arsitektur reactive protocol. Reactive protocol merupakan jenis dari protocol on demand yang akan melakukan pencarian rute jika ada permintaan dengan melakukan broadcast pada jaringan dengan paket request. DYMO memiliki fungsi operasi Route Discovery dan Route Maintenance. Dalam pencarian jalur menuju node tujuan yang tidak terdapat pada routing table, DYMO akan membanjiri jaringan dengan paket request ke node tetangga sampai node yang dituju ditemukan, setelah itu node tujuan akan mengirimkan balasan pesan yang berisi jalur yang ditemukan kepada node sumber (Bisoyi dan Sahu, 2010).

Pada tahap Route Discovery, node sumber menyebarkan route request (RREQ) ke node tetangga untuk menemukan node tujuan. Pada proses penyebaran RREQ, tiap-tiap node mencatat route menuju node tujuan. Mekanisme RREQ DYMO ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme RREQ DYMO

Setelah RREQ diterima oleh node tujuan, maka node tujuan tersebut akan merespon dengan mengirimkan RREP secara unicast ke node sumber dengan menggunakan jalur ketika RREQ sampai ke node tujuan. Setiap node yang menerima RREP mencatat jalur ke node tujuan, kemudian RREP diteruskan ke node sumber. Ketika node sumber menerima RREP, rute dari node sumber ke node tujuan telah terbentuk, sehingga pertukaran informasi dapat dilakukan. Mekanisme RREQ DYMO ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Mekanisme RREP DYMO

Jika ada perubahan topologi jaringan akibat adanya mobility node, DYMO akan melakukan peninjauan jalur antara node yang satu dengan node yang lainnya. Pada saat proses pengiriman paket, apabila node yang meneruskan paket tidak menemukan jalur untuk forwarding, maka node tersebut akan memberi tahu kepada node sumber dengan mengirimkan pesan Route Error (RERR). Setelah RERR diterima oleh node sumber sebagai indikasi bahwa ada jalur yang terputus, node sumber akan melakukan Route Discovery ulang sampai menemukan jalur yang bisa digunakan. Mekanisme RERR DYMO ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Mekanisme RERR DYMO

2.3 Dynamic Source Routing (DSR)

Sama seperti protokol routing DYMO, DSR juga merupakan protokol routing berjenis arsitektur reactive protocol yang mencari rute ketika ada permintaan dari sumber suatu node agar dapat mengirim pesan ke node tujuan. DSR memiliki sifat configuring dan self-organizing, sehingga tidak membutuhkan infrastruktur pada jaringan. Mekanisme pencarian jalur pada DSR untuk menuju node tujuan menggunakan, yaitu route discovery

(4)

dengan fungsi route request, dan route reply yang bertugas untuk menentukan jalur yang optimal untuk berkomunikasi antara node sumber dan node tujuan. Untuk route maintenance memiliki fungsi route error yang bertugas untuk memastikan jalur komunikasi tetap optimal dan bebas loop-free sesuai dengan perubahan pada kondisi jaringan (Som dan Singh, 2012).

Tahap route discovery diawali dengan pengiriman RREQ secara broadcast ke node tetangga untuk menemukan node tujuan. RREQ berisi alamat node sumber, alamat node tujuan, unique id, dan route record. Apabila intermediate node telah menerima paket dari node sumber, dan intermediate node tersebut tidak memiliki rute untuk menuju node tujuan maka intermediate node tersebut akan melakukan penyebaran RREQ menuju node tetangganya. Jika terdapat 2 pesan RREQ dengan id yang sama pada 1 node, maka pesan RREQ yang paling baru sampai akan di buang. Jika tidak ada indikasi id duplikat pada pesan RREQ pada suatu node, maka pesan RREQ tersebut akan ditambahkan pada route record, dan dilanjutkan dengan broadcast pesan RREQ tersebut menuju hop tetangga berikutnya hingga sampai ke node tujuan. Mekanisme RREQ DSR ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Mekanisme RREQ DSR

Node tujuan akan merespon dengan mengirim RREP menggunakan rute RREQ secara unicast menuju node sumber. Dalam RREP terdapat informasi hop yang dilalui menuju node tujuan. Pada Gambar 5 digambarkan Mekanisme RREP DSR.

Gambar 5. Mekanisme RREP DSR

Ketika suatu node tidak dapat meneruskan paket data karena link hop berikutnya yang akan dilewati rusak, maka dihasilkan RERR yang dikirim dari node yang mendeteksi kegagalan link menuju node sumber. Kemudian RERR akan dikirimkan menuju node sumber, Setelah paket sampai di node sumber, maka node sumber akan menghapus rute yang terdeteksi rusak dari cache route. Jika kerusakan rute tidak dapat diatasi dengan cache route, maka akan dilakukan route discovery ulang. Mekanisme RERR DSR ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Mekanisme RERR DSR

2.4 Average Throughput

Jumlah rata – rata data yang dikirim dari sumber ke tujuan berdasarkan selisih waktu dibagi dengan waktu pengiriman.

𝐴𝑣𝑔𝑇ℎ𝑟𝑔 =𝑃𝑠(𝑏𝑖𝑡)

𝑡( 𝑠𝑒𝑐) (1)

dimana:

Ps = Jumlah data dikirim t = Waktu pengiriman 2.5 End to end delay

Waktu transmisi dalam pengiriman paket dari sumber menuju tujuan.

(5)

𝐸2𝐸 𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑘𝑒𝑡 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 (2)

2.6 Packet Loss

Jumlah seluruh paket yang hilang /tidak diterima node tujuan dengan keseluruhan paket yang dikirim node asal.

𝐿𝑜𝑠𝑠 =𝑃𝑠−𝑃𝑟

𝑃𝑠 × 100 (3)

dimana:

Ps = Paket yang dikirim Pr= Paket yang diterima 2.7 Average Jitter

Variasi delay dari paket yang diterima dalam jaringan. Average Jitter disebabkan delay antrian yang terjadi pada switch dan router.

𝐽𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑒𝑙𝑎𝑦

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑘𝑒𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎−1 (4)

2.8 Random Way Point

Random Waypoint adalah model mobilitas dari node yang didistribusikan secara acak dalam jaringan. Setiap node akan menyebar secara bebas dan mempunyai kecepatan secara acak, sehingga tidak ada batasan yang dikenakan pada penyebarannya. Random Way Point ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Random Way Point Sumber: Rohankar, et al. (2012)

2.9 Network Simulator 2

Network Simulator 2 merupakan simulasi jaringan open source yang banyak digunakan dalam mempelajari jaringan komunikasi, yang diinisialisi pada pertengahan 2006. Network Simulator 2 digunakan untuk teknologi jaringan yang dikembangkan saat ini diantaranya, MANET, WLAN, Wireless Sensor Network (WSN), IoT.

Network Simulator memiliki beberapa versi, NS-2.35 dan NS-3. Pada NS-2.35 menggunakan object oriented OTCL sebagai bahasa pemrograman untuk menulis script dari simulasi, Keunggulan NS-2.35 sebagai perangkat simulasi adalah telah dilengkapi dengan tool validasi, pembuatan simulasi jauh lebih mudah daripada menggunakan software developer, selain itu NS-2.35 dapat diinstal menggunakan platform sistem operasi Linux maupun Windows dengan tambahan aplikasi Cygwin.

Network Simulator 2 terdiri dari komponen–komponen berikut:

1. NS berfungsi sebagai simulator. 2. NAM (Network Animator) berfungsi

sebagai media untuk memperlihatkan output dari NS-2.35. NAM merupakan editor yang berbasis GUI (Graphical User Interface) yang dipanggil oleh script TCL.

3. TCL berfungsi sebagai script program dalam membangun topologi jaringan 4. Trace file berfungsi sebagai hasil

simulasi dengan ekstensi (.tr)

5. AWK berfugsi sebagai filter dari hasil simulasi

6. Xgraph berfungsi sebagai tempat menyimpan data pengujian dan dapat digunakan untuk tool pembuat grafik dari filter hasil simulasi

3. Perancangan

3.1. Perancangan Parameter Simulasi

Perancangan menggunakan simulator NS 2.35. Pada Perancangan ini bertujuan untuk memberikan garis besar tentang sistem yang akan dirancang. Pada Tabel 1 adalah parameter simulasi yang digunakan.

Tabel 1. Parameter simulasi No. Parameter Nilai

1 Simulator Network Simulator 2.35

2 Luas Area 1000 m x 1000 m 3 Protokol Routing DYMO dan DSR 4 Waktu Simulasi 1000 detik

(6)

5 Jumlah Node 50, 60, 70, 80, 90, 100, 110, 120, 130, 140, 150, 160, 170, 180, 190, 200 6 Sumber &

Tujuan

Node 0 & Node 1

7 Jenis Mobilitas

Random Way Point

8 Jenis Koneksi UDP dengan node sumber dan node tujuan memakai

single connection 9 Jenis Paket CBR 10 Ukuran paket data 512 bytes, 1024 bytes 9 CBR Rate 0,1 Mb 10 Wireless Type 802.11 11 Pergerakan Node

Acak dengan range 0,5 m/s – 1,5 m/s

3.2. Perancangan Topologi Jaringan

Pada protokol routing DYMO dan DSR, perancangan topologi jaringan berupa luas area yang dipakai sebesar 1000m x 1000m. node sumber menggunakan node berwarna hijau, node tujuan berwarna merah, sedangkan node berwarna hitam adalah node perantara untuk meneruskan paket. Posisi awal hingga akhir simulasi dari node sumber dan node tujuan diatur tetap dengan koordinat node sumber x, y (50, 100) dan koordinat node tujuan x, y (950, 900) seperti yang terlihat pada gambar agar pengujian lebih optimal. Untuk posisi dari node perantara diatur secara acak pada area simulasi. Pada Gambar 8.1 digambarkan Topologi jaringan DYMO dan DSR

Gambar 8. Topologi DYMO dan DSR

3.3. Perancangan Parameter Pengujian Perancangan parameter pengujian menggunakan quality of service yang bertujuan untuk mengetahui kinerja protokol routing DYMO dan DSR. Pada pengujian parameter

yang digunakan adalah average throughput, end-to-end delay, packet loss, dan average jitter 3.4. Perancangan Skenario Pengujian

Perancangan skenario pengujian menggunakan dua skenario, yaitu skenario kepadatan node, dan skenario variasi ukuran paket data. Dari hasil pengujian akan dilakukan analisis kinerja protokol routing DYMO dan DSR.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini menjelaskan tentang hasil pengujian protokol DYMO dan DSR dengan skenario kepadatan node, dan variasi ukuran paket data menggunakan parameter pengujian average throughput, end-to-end delay, packet loss, dan average jitter. Pada bab ini juga akan dijelaskan juga pembahasannya. Sehingga dapat dijadikan acuan pada kesimpulan.

4.1. Analisis Pengujian terhadap Kepadatan

Node

Pada sub bab bagian ini menjelaskan hasil pengujian pada kedua protokol yaitu DYMO dan DSR dengan ukuran lingkungan simulasi 1000m x 1000m, dan ukuran paket data sebesar 512 bytes. Pengujian dilakukan sesuai dengan skenario kepadatan node dengan jumlah 50, 60, 70, 80, 90, 100, 110, 120, 130, 140, 150, 160, 170, 180, 190, dan 200.

a. Average Throughput

Gambar 9. Average Throughput vs Node

Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa trendline throughput protokol DYMO memiliki kinerja yang cenderung stabil dibandingkan DSR. Hal tersebut disebabkan pada protokol DYMO terdapat path yang membuat pembentukan jalur ketika terjadi transmisi lebih cepat. Pada protokol DSR menggunakan cache route pada pembentukan jalur saat adanya transmisi, sehingga

(7)

menyebabkan saat tahap route discovery menghabiskan waktu yang lama untuk penentuan jalur karena banyaknya node yang berdekatan.

b. End to End Delay

Gambar 10. E2E Delay vs Node

Pada Gambar 10 menunjukkan bahwa trendline, end-to-end delay protokol DYMO memiliki kinerja yang lebih stabil dan lebih kecil daripada DSR. Hal tersebut disebabkan protokol DSR memerlukan waktu yang lebih besar dari DYMO karena terdapat cache memori yang berisi informasi tabel routing dalam mentransmisikan data. Hal tersebut yang menyebabkan delay yang tinggi dalam memperbarui cache memori pada node yang padat. Seiring bertambahnya jumlah node maka akan mengakibatkan jaringan overflow dikarenakan semakin banyak penumpukan paket. Apabila jaringan mengalami overflow maka paket akan di drop kemudian dilakukan pengiriman ulang yang berimbas pada terjadinya delay.

c. Packet Loss

Gambar 12. Packet Loss vs Node

Pada Gambar 12 menunjukkan bahwa protokol DYMO cenderung memiliki kinerja yang stabil pada parameter uji packet loss, meskipun terdapat kenaikan packet loss sebesar 12,43 % pada node 70. Kenaikan packet loss

tersebut dapat disebabkan oleh proses pencarian jalur yang panjang dan lama, selain itu dapat disebabkan jarak antara node yang jauh sehingga paket tidak dapat menjangkau node yang lain. Pada protokol DSR terjadi fluktuasi pada nilai packet loss. Dalam trendline, packet loss DSR cenderung naik. Hal ini disebabkan pada protokol routing DSR lebih rentan terhadap jumlah node yang padat maupun antrian yang panjang, sehingga mengakibatkan paket dibuang untuk dilakukan pengiriman ulang. Kepadatan node yang besar berpengaruh terhadap packet loss yang memungkinkan hilangnya paket data saat pengiriman, dan pengiriman paket data yang tertunda.

d. Average Jitter

Gambar 13. Avg Jitter vs Node

Pada Gambar 13 menunjukkan bahwa pada protokol DYMO terjadi fluktuasi pada average jitter. Dalam trendline, average jitter cenderung memiliki kinerja yang meningkat. Sama halnya dengan protokol DYMO, Protokol DSR juga mengalami fluktuasi pada average jitter. Dalam trendline average jitter cenderung memiliki kinerja yang meningkat. Peningkatan nilai average jitter terjadi karena adanya selisih delay yang semakin besar pada saat kepadatan node yang meningkat. Average jitter juga bergantung pada nilai delay. Apabila delay naik maka jitter juga akan ikut naik dan sebaliknya, karena jitter merupakan variasi dari delay.

4.2. Analisis Pengujian terhadap Variasi Ukuran Paket Data

Pada sub bab bagian ini menjelaskan hasil pengujian pada kedua protokol yaitu DYMO dan DSR dengan ukuran lingkungan simulasi 1000m x 1000m, dan variasi jumlah node dengan jumlah 50, 60, 70, 80, 90, 100, 110, 120, 130, 140, 150, 160, 170, 180, 190, dan 200. Pengujian dilakukan sesuai dengan skenario variasi ukuran

(8)

paket data dengan ukuran paket sebesar 512 bytes dan 1024 bytes

a. Average Throughput

Gambar 14. Avg Throughput DYMO

Pada Gambar 14 menunjukkan average throughput DYMO pada ukuran paket data 512 bytes dan 1024 bytes tidak ada perbedaan signifikan Perbedaan yang sedikit terlihat terdapat pada node 180 dengan perbedaan antara paket data 512 bytes dan 1024 bytes sebesar 2,59 KBps. Dari segi jumlah throughput yang dihasilkan berdasarkan ukuran paket data 512 dan 1024, kinerja DYMO tetap stabil.

Gambar 15. Avg Throughput DSR vs Node

Pada Gambar 15 menunjukkan average throughput DSR, yang menunjukkan perbedaan antara ukuran paket data 512 dan 1024. Perbedaan dengan hasil cukup signifikan terdapat pada node 160 dengan perbedaan antara ukuran paket data 512 bytes dan 1024 bytes sebesar 38,8 KBps. Pada throughput semakin besar ukuran data yang dikirim, maka semakin kecil throughput yang dihasilkan karena beban traffic akan semakin besar seiring bertambahnya ukuran paket data.

b. End to end Delay

Gambar 16. E2E Delay DYMO

Pada Gambar 16 menunjukkan end-to-end delay dengan ukuran paket data 512 bytes dan 1024 bytes terdapat perbedaan waktu yang signifikan. Dari segi waktu end-to-end delay yang dihasilkan berdasarkan ukuran paket data 512 dan 1024, kinerja DYMO tetap stabil.

Gambar 17. E2E Delay DSR

Pada protokol DSR yang terdapat pada Gambar 17 yang menunjukkan perbedaan antara ukuran paket data 512 dan 1024. Perbedaan dengan hasil cukup signifikan terdapat pada node 160 dan 180 dengan perbedaan pada node 160 sebesar 3013,18 ms, dan perbedaan pada node 180 sebesar 2816,2 ms. Pada end-to-end delay semakin besar ukuran paket data yang dikirim, maka semakin bertambah juga waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengiriman.

c. Packet Loss

(9)

Pada Gambar 18 menunjukkan packet loss dengan ukuran paket data 512 bytes dan 1024 bytes terdapat perbedaan. Perbedaan yang terlihat sedikit besar terdapat pada node 180 dengan perbedaan antara paket data 512 bytes dan 1024 bytes sebesar 2,56%.

Gambar 19. Packet Loss DSR

Pada Gambar 19 menunjukkan perbedaan antara ukuran paket data 512 dan 1024. Perbedaan dengan hasil signifikan terdapat pada node 160, 170, dan 180 dengan perbedaan pada node 160 sebesar 39,54%, perbedaan pada node 180 sebesar 68,94 %, dan perbedaan pada node 190 sebesar 70,33%. Pada packet loss, semakin besar ukuran paket data yang dikirim, maka semakin besar juga packet loss yang terjadi, karena beban traffic akan semakin besar jika ukuran paket lebih besar.

d. Average Jitter

Gambar 20. Avg Jitter DYMO

Pada Gambar 20 menunjukkan Average jitter dengan ukuran paket data 512 bytes dan 1024 bytes terdapat perbedaan ukuran yang signifikan. Dari segi ukuran Average jitter yang dihasilkan berdasarkan ukuran paket data 512 dan 1024, kinerja DYMO tetap stabil.

Gambar 21. Avg Jitter DSR

Pada protokol DSR yang terdapat pada Gambar 21 yang menunjukkan perbedaan antara ukuran paket data 512 dan 1024. Perbedaan dengan hasil cukup signifikan terdapat pada node 160 dan 180 dengan perbedaan pada node 160 sebesar 853,36 ms, dan perbedaan pada node 180 sebesar 524,92 ms. Peningkatan nilai Average jitter disebabkan adanya perubahan berupa ukuran paket data yang bertambah. Semakin besar ukuran paket data, maka dapat menyebabkan beban traffic meningkat. Sehingga kecepatan data akan menurun. Penurunan kecepatan transfer dari data akan berakibat delay lebih besar sehingga Average jitter juga akan mengalami peningkatan.

5. PENUTUP 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari perancangan, implementasi, pengujian dan analisis yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan parameter pengujian yang digunakan yaitu average throughput, end-to-end delay, packet loss, dan average jitter didapatkan hasil kinerja protokol routing DYMO dan DSR pada skenario kepadatan node, dan variasi ukuran paket data sebagai berikut. a. Pada skenario kepadatan node,

protokol DYMO memiliki rata-rata nilai average throughput sebesar 101,45 KBps, end-to-end delay sebesar 44,26 ms, packet loss sebesar 2,36 %, dan average jitter sebesar 1,72 ms. Pada protokol DSR mempunyai rata-rata nilai average throughput sebesar 84,68

(10)

KBps, end-to-end delay sebesar 1766,17 ms, packet loss sebesar 23,68%, dan average jitter sebesar 293,64 ms.

b. Pada skenario variasi ukuran paket data, Protokol DYMO dengan ukuran paket data 512 bytes memiliki rata-rata nilai average throughput sebesar 101,45 KBps, end-to-end delay sebesar 44,26 ms, packet loss sebesar 2,36 %, dan average Jitter sebesar 1,72 ms. Dengan ukuran paket data 1024 bytes memiliki rata-rata nilai average throughput sebesar 100,96 KBps, end-to-end delay sebesar 80,64 ms, packet loss sebesar 2,88%, dan average Jitter sebesar 12,98 ms. Pada protokol DSR dengan ukuran paket data 512 bytes memiliki rata-rata nilai average throughput sebesar 84,68 KBps, end-to-end delay sebesar 1766,17 ms, packet loss sebesar 23,68%, dan average jitter sebesar 293,64 ms. Dengan ukuran paket data 1024 bytes memiliki rata-rata nilai average throughput sebesar 82,23 KBps, end-to-end delay sebesar 2285,10 ms, packet loss sebesar 26,98%, dan average jitter sebesar 392,20 ms.

Berdasarkan hasil tersebut, disimpulkan bahwa kinerja protokol routing DYMO lebih baik daripada protokol routing DSR berdasarkan skenario kepadatan node dan variasi ukuran paket data. 2. Setelah dilakukan analisis dari hasil

pengujian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa variasi jumlah node, dan variasi ukuran paket data berpengaruh terhadap kinerja protokol routing DYMO dan DSR pada jaringan MANET. Pada variasi jumlah node semakin banyak jumlah node maka semakin buruk kinerja protokol, Hal tersebut disebabkan semakin banyak jumlah node, maka menyebabkan tahap penentuan jalur semakin lama karena semakin banyak node yang berdekatan yang disebabkan kepadatan node tersebut. Selain itu hal tersebut memungkinkan tertundanya mapupun

hilangnya paket saat pengiriman data. Pada variasi ukuran paket data semakin besar ukuran dari paket maka semakin buruk kinerja protokol, Hal tersebut disebabkan beban traffic akan semakin besar seiring bertambahnya ukuran paket data, sehingga semakin bertambahnya juga waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengiriman.

5.2. Saran

Saran berdasarkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan penelitian selanjutnya diantaranya.

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan protokol routing yang berbeda dan dengan skenario penelitian yang bervariasi agar dapat mengetahui kinerja dari protokol yang lainnya.

2. Perlu dilakukan penelitian dengan menambahkan serangan agar diketahui efektifitas dari protokol ketika terdapat gangguan.

6. DAFTAR PUSTAKA

Aarti., Tyagi, S.S. 2013. Study of MANET: Characteristics, Challenges, Application and Security Attacks. IJARCSSE, Volume 3, Issue 5

Bisoyi, S.K., Sahu, S. 2010. Performance analysis of Dynamic MANET On-demand (DYMO) Routing protocol. IJCCT, Vol.1 Issue 2, 3, 4

Loo, J., Mauri, J. L., Ortiz, J. H. 2011. Mobile Ad hoc Networks Current Status and Future Trends. Boca Raton, Florida: CRC Press.

Lakshman, Naik L., Khan, R.U., & Mishra, R.B., 2016. Analysis of Node Velocity Effects in MANET Routing Protocols using Network Simulator (NS3). IJCA. Rohankar, R., Bhatia, R., Shrivastava, V.,

Sharma, D.K. 2012. Performance Analysis of Various Routing Protocols (Proactive and Reactive) for Random Mobility Models of Adhoc Networks. 1st Int’l Conf. on Recent Advances in Information Technology

Gambar

Gambar 1. Topologi MANET  Sumber: Lakshman, et al. (2016)   MANET  berkomunikasi  menggunakan  wireless  link  tanpa  adanya  kontrol  terpusat,  sehingga  dapat  melakukan  operasi  tanpa  bergantung  pada  struktur  jaringan  yang  permanen
Gambar 3. Mekanisme RREP DYMO  Jika ada perubahan topologi jaringan akibat  adanya  mobility  node, DYMO  akan  melakukan  peninjauan  jalur  antara  node  yang  satu  dengan  node yang lainnya
Gambar 4. Mekanisme RREQ DSR
Gambar 7. Random Way Point  Sumber: Rohankar, et al. (2012)  2.9 Network Simulator 2
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa semakin sesuai harga yang ditawarkan laptop merek Acer maka akan semakin tinggi juga keputusan pembelian dari konsumen untuk membeli laptop merek

Untuk kadar volatile matter, kadar abu dan kadar fixed carbon, hasil penelitian ini sesuai dengan hasil yang didapatkan pada penelitian pembuatan briket dengan bahan baku daun

Dari hasil analisa SWOT dihasilkan formulasi strategi pemasaran yang dapat dikembangkan meliputi 4 bentuk dasar : (1) strategi pemasaran berbasis Kekuatan-

Saunders, et al (2002, hal 7) menyatakan bahwa berapa jumlah default yang dapat diterima oleh bank dari total portfolio pembiayaan dan metode yang digunakan untuk mengukur

Pembahasan ini dibagi menjadi tiga bagian, yakni bagian tahapan menjalankan aplikasi untuk analisis, penjelasan mengenai hasil analisis website dengan menggunakan

Terdapat penggunaan kayu olahan impor dalam proses produksi untuk periode bulan April 2020 s/d Maret 2021 di PT Pundi Uniwood Industry berdasarkan hasil laporan

Pasien dan keluarga harus diinformasikan mengenai faktor resiko jatuh dan setuju untuk mengikuti strategi pencegahan jatuh yang telah ditetapkan. Pasien dan keluarga

bertujuan untuk menjadikan area Pasar Lama sebagai pusat transit kota Tangerang yang bebas dari kemacetan, aksebilitas pejalan kaki yang tidak nyaman, hunian, dan