4. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
4.1. Gambaran Umum RTC line department Primary Processing PT HMS Reconstitute Tobacco Clove line, atau yang biasa disebut RTC line adalah salah satu line dari departemen Primary Processing yang ada di PT HMS.
Lingkup kerja RTC line adalah memproses by product material dari Primary line, Clove line, dan Secondary processing menjadi produk RTC, yang kemudian dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan di departemen primary processing dimana selanjutnya akan disebut sebagai PP.
Tabel 4.1. Tabel Material Input RTC
No. Material Quantity (KG) Source
1 By product A 144 Primary
Processing
2 By product B 83 Primary
Processing
3 By product C 252 Primary
Processing
4 By product D 3 Secondary
Processing
5 By product E 578 GLT
6 By product F 129 Primary
Processing
7 By product G 780 Secondary
Processing
8 By product H 123 Secondary
Processing
9 By product I 341 GLT
10 By product J 178 Secondary
Processing
11 By product K 240
TOTAL 2848
Input produk RTC line adalah by product yang berasal dari primary dan secondary processing, dimana by product tersebut akan dikumpulkan, dicampur, dan diolah sehingga menjadi produk setengah jadi untuk campuran blend produk
 Area Preatreatment
Fungsi utama dari area ini sebagai mesin penerima material untuk feeding material, penyaring material tahap pertama, dan sebagai set point awal MC atau moisture content material by product. Komponen utama yang terdapat pada area ini adalah tipper, spiral conveyor, vibrator sieving, dan predrying cylinder. By product selanjutnya akan diproses di area crusher.
 Area Crusher
Fungsi utama dari area ini sebagai pemisah material by product RTC sesuai dengan rasio formulasinya, menghaluskan material by product sehingga ukurannya homogen (berubah menjadi powder), dan penyaring material tahap kedua. Komponen utama yang terdapat pada area ini adalah offal bin, spiral scale, screw conveyor, crushing machine, dan vibro sieving. By product selanjutnya akan diproses di area proportioning.
 Area Proportioning
Fungsi utama dari area ini sebagai area pencampur material powder dengan chemical liquid dengan komposisi tertentu, sehingga material akan berubah menjadi pasta. Pada area ini, line bertambah menjadi 2 line dimana sebelumnya hanya ada 1 line. Komponen utama yang terdapat pada area ini adalah powder bin, powder electronic scale, liquid electronic scale, agitator, dan extruder. By product selanjutnya akan diproses di area molding.
 Area Molding
Fungsi utama dari area ini sebagai pembentuk material dari pasta menjadi sheet dengan ketebalan yang telah ditentukan, pengering material sheet, set point MC kedua, dan pemotong material sheet menjadi bentuk yang telah ditentukan.
Komponen utama yang terdapat pada area ini adalah press roller, mesh drying, dan shredder (cutting machine). By product selanjutnya akan diproses di area crimping.
 Area Crimping
Fungsi utama dari area ini sebagai set point MC terakhir dari material dengan cara dipanaskan dan didinginkan. Komponen utama yang terdapat pada area ini adalah vibration conveyor, crimping drying, dan cooling cylinder. By product selanjutnya akan diproses di area deposited.
 Area Deposited
Fungsi utama dari area ini sebagai area pencampur material akhir RTC dan proses packing material RTC yang siap untuk dikirim ke proses selanjutnya di departemen lain. Komponen utama yang terdapat pada area ini adalah silo dan packing machine. By product area terakhir untuk dari RTC line.
Berikut ini merupakan gambaran RTC line secara umum:
Gambar 4.1. Gambaran RTC line secara Umum
4.2. Analisis Jam Kerja Line di departemen Primary Processing
Departemen Primary processing merupakan salah satu departemen dari divisi manufaktur PT HMS. Departemen PP PT HMS mempunyai tiga gedung produksi utama, yaitu gedung PP1, gedung PP2, dan gedung CP1 yang letak gedungnya terpisah antara satu dengan yang lain. Departemen PP menghasilkan produk utama berupa campuran tobacco dan clove sebagai bahan utama pengisi rokok. Di setiap gedung departemen PP, terdapat line produksi yang berbeda, dimana setiap line terdiri atas serangkaian mesin untuk produksi. Berikut ini adalah line produksi yang ada di masing-masing gedung:
Tabel 4.2. Tabel Line produksi PP
Production Plant Line Name Uptime Based Line
PP1
Rajangan Line
PP 1 Mainline Combine Line
Krosok Line
CRES Line CRES Line
PP2
Rajangan Line
PP 2 Mainline Combine Line
Krosok Line
DIET Line DIET Line
CP1
Conditioning Line
CP 1 Mainline Cutting-Drying
Line Packing Line RTC Feeding Line
RTC Line RTC Offal Bin -
Powder Bin RTC Packing Line
Ripping Line -
Pada tabel 4.2. dapat dilihat bahwa line yang ada dikategorikan menjadi uptime based line. Pengkategorian ini berdasarkan uptime akhir dari line yang ada, namun tidak seluruh line mempunyai uptime masing-masing. Jam kerja, tiap uptime based line akan dihitung berdasarkan pengkategorian di atas.
Di setiap uptime based line produksi PP memiliki perbedaan total produksi dan uptime, hal ini tergantung dari banyak faktor. Rata-rata total produksi, uptime, dan jam kerja seluruh line di PP yang didapatkan dari data history bulan Januari 2010 - Maret 2010 dapat dilihat pada tabel 4.3. dibawah ini:
Tabel 4.3. Data Rata-Rata Jam Kerja, Total Produksi, dan Uptime PP Uptime
Based Line
Total Produksi
(KG)
Uptime (%)
Jam Kerja (Hours/Week) CRES 44.160,23 66,18 44,42
PP2 75.463,77 54,67 49,16
CP 1 416.500,31 75,97 93,31 DIET 37.501,92 67,00 96,94
PP1 1.251.696,29 78,17 107,23
RTC 52.256,92 87,55 128,85
Berdasarkan rumus uptime (2.1.), jam kerja tiap line dapat dihitung berdasarkan uptime dan total produksi. Berikut ini merupakan contoh perhitungan jam kerja berdasarkan uptime:
_ _  
100_ x
uptime x
speed design
production actual
time
working 
 
  
46052.25687,92,55
100_
_ x
RTC x time
working 
 
85 , 128 _
_time RTC
working jam
4.3. Analisis Penyebab Jam Kerja RTC line Tinggi
RTC line memiliki jam kerja yang paling tinggi di departemen primary processing, yaitu sebesar 129 Jam/Minggu, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.3.
Perusahaan ingin menurunkan jam kerja tersebut sesuai dengan target yang telah ditentukan. Target jam kerja yang harus dipenuhi oleh RTC line adalah menyamakan dengan jam kerja PP1 mainline, yaitu 107 jam/minggu. Target ini merupakan target dari perusahaan dengan pertimbangan keseimbangan proses
antara RTC dengan PP1. Apabila jam kerja RTC line jauh lebih cepat dibanding PP1, maka berpotensi menyebabkan over stock dan akan mengalami masalah dengan penyimpanan. Langkah selanjutnya adalah mencari faktor penyebab working time RTC line tinggi. Working time dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu total production, uptime, dan flowrate (design speed). Berikut merupakan analisis masing-masing faktor:
 Total Production
Berdasarkan perencanaan produksi mulai bulan April 2010, target produksi yang harus dipenuhi oleh RTC line sebesar 50.000 kg/minggu. Jumlah tersebut sudah diperhitungkan sebagai standby stock aman untuk menjaga stabilitas proses dari departemen primary processing. Perencanaan tersebut membuat faktor total production menjadi nilai atau konstanta yang tetap.
Berdasarkan target produksi yang telah ditentukan sebesar 50.000 kg/minggu, uptime aktual sebesar 87,55%, dan flowrate sebesar 460 kg/jam, maka dapat dihitung jam kerja yang dibutuhkan sebagai berikut:
  
460 87,55
100000 . _ 50
_ x
RTC x time
working 
 
124 _
_time RTC
working jam/minggu
 Uptime
Adanya kebijakan standby stock hanya mampu menurunkan working time sebesar 5 jam saja, yaitu menjadi 124 jam/minggu. Target jam kerja sebesar 107 jam/minggu belum terpenuhi, sehingga perlu dilakukan perhitungan ulang dengan pertimbangan perubahan uptime menjadi 100%. Uptime sebesar 100% berarti alokasi waktu benar-benar untuk proses produksi, tidak ada waktu istirahat, waktu libur, waktu cleaning, waktu management shutdown, penggantian material, waktu warming up, dan lain-lain. Berdasarkan perubahan uptime menjadi 100%, target produksi yang telah ditentukan sebesar 50.000 kg/minggu, dan flowrate sebesar 460 kg/jam, maka dapat dihitung jam kerja yang dibutuhkan sebagai berikut:
   
460 100 100 000. _ 50
_ x
RTC x time
working 
 
109 _
_time RTC
working jam/minggu
 Flowrate
Penerapan Uptime 100% ternyata belum mampu untuk mencapai target jam kerja yang diinginkan, sehingga faktor yang tersisa yang dapat dipertimbangkan adalah flowrate, atau dapat disebut sebagai design speed.
Flowrate aktual sebesar 460 kg/jam berpotensi kuat menyebabkan jam kerja RTC line tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa flowrate aktual RTC line rendah.
Berdasarkan definisi yang tertera pada landasan teori bab 2, flowrate atau design speed berhubungan erat dengan kinerja dan kecepatan dari mesin
Perlu adanya analisis lebih lanjut untuk membuktikan bahwa memang faktor mesin di area RTC line yang menyebabkan flowrate RTC line rendah.
Analisis lanjutan menggunakan fishbone diagram yang dapat dilihat pada gambar 4.2. dibawah. Berdasarkan fishbone pada gambar 4.2. dapat dilihat bahwa terdapat 4 faktor yang mempengaruhi flowrate RTC yang rendah, yaitu jumlah material, jadwal maintenance, kinerja manusia, dan design speed mesin. berikut ini merupakan analisis masing-masing faktor:
 Jumlah Material
Salah satu cara untuk mengurangi jam kerja adalah mengurangi jumlah produksi atau mengurangi jumlah material output. Adanya ketetapan standby stock aman sebesar 50.000 kg/minggu menyebabkan ketidak mungkinan untuk mengurangi jumlah material yang diproduksi untuk mengurangi jam kerja RTC line. Meninjau dari kebijakan tersebut, dapat dikatakan bahwa jumlah material tidak dapat mempengaruhi flowrate RTC line.
 Jadwal Maintenance
Alokasi waktu untuk maintenance yang digunakan untuk proses produksi menyebabkan waktu untuk maintenance kurang. Kurangnya waktu maintenance dapat menyebabkan munculnya breakdown dan kerusakan mesin yang cukup sering. Kerusakan mesin menyebabkan flowrate RTC line menjadi rendah, akan tetapi improvement pada jadwal maintenance tidak dapat menyelesaikan masalah.
Hal ini dikarenakan jika uptime 100% berarti maintenance dilakukan dengan jadwal dan metode yang sangat sempurna. Jadwal dan metode
uptime 100% tersebut masih belum mampu untuk memenuhi target jam kerja sebesar 107 jam/minggu, karena dengan uptime 100%, jam kerja RTC line masih 109 jam/minggu.
Gambar 4.2. Fishbone Diagram Analisis Flowrate
 Kinerja Manusia
Jam produksi dan target produksi yang besar yang lama dapat menimbulkan kejenuhan bagi pekerja, dan berakibat munculnya tekanan psikologis. Tekanan psikologis pada pekerja, dapat mempengaruhi flowrate RTC line, akan tetapi improvement pada faktor kinerja manusia tidak akan.
Target uptime dari RTC line yang ditetapkan oleh managemen minimal 75%, ini berarti allowance yang diberikan sebesar 25%. Allowance tersebut memang sengaja tidak dimanfaatkan oleh pekerja, terbukti dengan uptime aktual dari RTC line adalah 87,55%. Para pekerja saat ini telah memaksimalkan waktu luang yang ada sebesar 25% agar dapat digunakan untuk memperlancar proses, Sehingga dapat dikatakan bahwa saat ini belum muncul tekanan psikologis yang mempengaruhi flowrate dari RTC line.
 Design Speed Mesin
Design speed mesin crusher sebesar 460 kg/jam mewakili flowrate seluruh area RTC, dimana flowrate tersebut sudah berada di level maksimum sehingga tidak mungkin untuk ditingkatkan tanpa melakukan improvement. Keterbatasan tersebut menyebabkan RTC line memiliki waktu kerja yang paling lama. Hal ini dibuktikan dari hasil produksi RTC line pada bulan Januari sampai Maret rata-rata sebesar 52.291 kg dengan waktu proses rata-rata sebesar 129 jam/minggu.
Berdasarkan hasil analisis fishbone diatas, design speed mesin merupakan faktor yang paling dominan dan memiliki pengaruh paling besar terhadap flowrate RTC line. Faktor tersebut akan diteliti lebih lanjut dan dilakukan suatu improvement untuk dapat meningkatkan flowrate aktual RTC line, sehingga target jam kerja dapat tercapai.
4.4. Analisis Potensi Masalah Berdasarkan QCDSEM
Masalah utama yang menyebabkan RTC line mempunyai jam kerja tinggi adalah flowrate yang kurang. Flowrate yang kurang disebabkan karena keterbatasan design speed mesin. Prinsip QCDSEM adalah meninjau sebuah permasalahan dari dari berbagai sebab dan akibat, design speed sebagai penyebab, jam kerja yang tinggi sebagai akibat. Kedua hal tersebut dapat menimbulkan berbagai potensi masalah. Masalah yang berpotensi muncul sebagai berikut:
Tabel 4.4. Analisis Prioritas Masalah Berdasarkan QCDSEM Analisis Prioritas Masalah (QCDSEM)
Q
Potensial terjadi perubahan kualitas sheet dari adanya improvement.
Flowrate meningkat berarti jumlah material dan kecepatan mesin untuk memproses material meningkat. Adanya peningkatan tersebut dapat mempengaruhi kualitas dari material sheet apabila tidak ada penyesuaian secara keseluruhan.
C
Utilitas RTC line kurang yaitu sebesar 460 (kg/jam) atau sebesar 18.400.000 (IDR/jam), dengan uptime 87,55%. Utilitas RTC line berhubungan dengan keuntungan potensial produk yang dihasilkan.
Flowrate yang ada sekarang kurang memberikan keuntungan potensial produk pada perusahaan.
D
Waktu proses RTC Line lama, rata-rata 129 jam/minggu. Jam kerja RTC line merupakan jam kerja yang paling tinggi di departemen PP. Perbedaan jam kerja ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan proses dan keterlambatan supply material antar departemen.
S
Munculnya potensi kecelakaan kerja saat kegiatan cleaning dan maintenance mingguan akibat kerja yang terburu-buru karena alokasi waktu cleaning pendek, rata-rata 4 jam/week. Terjadinya kecelakaan kerja dapat mempengaruhi kredibilitas perusahaan.
E
Munculnya potensi global warming yang ditimbulkan karena operational boiler yang tinggi. Lingkungan sekitar perusahaan kurang terjaga karena polusi udara yang berlebihan.
M
Potensial kejenuhan kerja dan timbulnya rasa khawatir terhadap pencapaian target produksi akibat waktu proses yang lama. Faktor moral berhubungan dengan kualitas kinerja pekerja. Adanya kejenuhan dan rasa khawatir dapat mengurangi produktivitas pekerja.
4.5. Analisis Flowrate Aktual Area RTC Line
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, RTC line secara garis besar dibagi menjadi 6 area utama, yaitu pretreatment, crusher, proportioning, molding, crimping, dan packing. Desain kecepatan yang akan dianalisis adalah flowrate dari tiap-tiap area RTC line dengan satuan yang digunakan adalah kg/jam. Berikut ini adalah hasil rekap rata-rata flowrate tiap area di RTC line:
Tabel 4.5. Flowrate Aktual Tiap Area di RTC line Area
Actual Flowrate (kg/hour)
MC (%) Pretreatment 465,99 9
Crusher 460 8
Proportioning 745,64 43
Molding 528,17 20
Crimping 490,54 14
Deposited 478,72 14
Box/hour 6,84
Flowrate aktual dapat dilihat pada baris wet weight. Selain flowrate, terdapat keterangan moisture content (MC) atau kandungan air dari material di tiap area yang sudah ditentukan sebagai karakteristik kualitas material. Kapasitas area crusher di RTC line sebesar 460 kg/jam, dimana flowrate area crusher ini sudah maksimum. Jam kerja RTC line rata-rata 129 jam per minggu dihasilkan dengan flowrate aktual tiap area seperti yang tertera pada tabel 4.5. Berikut adalah perhitungan packing akhir RTC line:
Flowrate Box/jam = 
 
Box Bersih Berat
Weight Wet
_ _
_ = 
 
 70 478,72
= 6,84 Box/Jam
4.6. Analisis Design Speed Maksimum Area RTC Line
Analisis design speed maksimum dari tiap area RTC line bertujuan untuk mengetahui area mana yang memiliki potensi untuk menjadi masalah karena design speed maksimum yang kurang. Kapasitas maksimum area RTC line didapatkan dari keterangan di database HMI dan di name plate yang tertera pada tiap area RTC line. Berikut adalah data design speed maksimum dari tiap area:
Tabel 4.6. Design Speed Maksimum Tiap Area di RTC line Area
Max Flowrate (kg/hour)
MC (%)
Pretreatment 880 9
Crusher 460 8
Proportioning 940 43
Molding 530 20
Crimping 490 14
Deposited - 14
Design speed maksimum yang tertinggi dimiliki oleh area proportioning yaitu sebesar 940 KG/Jam, dan kapasitas maksimum terkecil dimiliki oleh area crusher yaitu sebesar 460 KG/Jam. flowrate RTC line secara keseluruhan ditentukan dari design speed terendah, yaitu crusher. Jika perusahaan ingin menambah kapasitas produksi dari RTC line, maka yang menjadi set point untuk ditingkatkan adalah area dengan flowrate terendah, yaitu area crusher.
4.7. Perancangan Flowrate Usulan dengan Standby Stock Aman
Perhitungan flowrate usulan diawali dengan perhitungan working time aktual dengan mempertimbangkan faktor flowrate aktual, total production sesuai standby stock aman, dan uptime aktual. Berikut adalah analisis perancangan flowrate baru:
Tabel 4.7. Flowrate Aktual
Line
Flowrate Aktual
Total
Production Uptime Working Time (KG/Hour) (KG/Week) (%/Week) (Hour/Week)
RTC 460 50000 87,55 124
Flowrate aktual sebesar 460 kg/jam, dengan Standby stock aman material RTC sebesar 50000 kg/minggu, dan uptime aktual sebesar 87,55%, memerlukan waktu rata-rata sebesar 124 jam/minggu untuk dapat terpenuhi.
Flowrate usulan mengacu pada target jam PP1 mainline sebesar 107 jam/minggu, total production berdasarkan standby stock aman, dan menggunakan uptime aktual yang sama. Perhitungan flowrate usulan sebagai berikut:
Tabel 4.8. Flowrate Usulan
Line
Working Time
Total
Production Uptime Flowrate (Hour/Week) (Kg/Week) (%/Week) (Kg/Hour)
RTC 107 50000 87,55 534
Produksi dengan jumlah sesuai dengan standby stock aman dapat dipenuhi dalam jangka waktu 107 jam/minggu, namun dengan uptime yang sama, memerlukan peningkatan design speed sebagai berikut:
Peningkatan Flowrate = 100% 460
460
534 x
 
 
= 16 %
Penurunan Jam Kerja = 100% 124
107
124 x
 
 
= 14 %
Peningkatan flowrate sebesar 16% dari 460 kg/jam menjadi 534 kg/jam mampu menurunkan jam kerja sebesar 14% dari 124 jam/minggu menjadi 107 jam/minggu.
4.8. Analisis Keterbatasan Flowrate Area RTC Line
Langkah selanjutnya adalah membandingkan flowrate aktual, flowrate maksimum dan flowrate baru dari area RTC line yang telah dianalisis sebelumnya serta menemukan masalah yang akan terjadi. Berikut adalah perbandingan flowrate area RTC line:
Gambar 4.3. Perbandingan flowrate area RTC line
Grafik kuning adalah kapasitas yang ada di area RTC line sekarang. Grafik abu-abu adalah rencana kapasitas baru area RTC line yang ditingkatkan sebesar 16%. Grafik biru adalah kapasitas maksimum dari area RTC line. Dengan perbandingan ini maka dapat ditemukan bahwa akan muncul masalah apabila dilakukan peningkatan flowrate di area RTC line. Masalah yang muncul adalah kapasitas di area crusher, molding, dan crimping tidak mencukupi apabila ditingkatkan sebesar 16% karena sudah melebihi kapasitas maksimumnya. Oleh karena itu, diperlukan adanya improvement untuk meningkatkan kapasitas maksimum di ketiga area tersebut.
4.9. Improvement Area RTC Line
Improvement yang dilakukan adalah dengan modifikasi mesin pada mesin di ketiga area RTC line yang menjadi bottleneck. Berikut adalah penjelasan improvement untuk area RTC line:
4.9.1. Area Crusher
Terdapat 5 komponen penting pada area Crusher, yaitu offal bin, spiral scale, screw conveyor, crushing machine, dan vibro sieving. Modifikasi mesin hanya dilakukan pada komponen screw conveyor dan vibro sieving. Berikut adalah penjelasan improvement pada area crusher:
Tabel 4.9. Flowrate Maksimum Mesin di Area Crusher Input
Usulan (kg/jam)
Mesin
Ratio Formulation
(%)
Flowrate Usulan (kg/jam)
Flowrate Maksimum
(kg/jam)
Status
540,54
Offal Bin 1 7,87 42,5 400 √
Offal Bin 2 11,65 63,0 400 √
Offal Bin 3 24,81 134,1 400 √
Offal Bin 4 47,24 255,4 400 √
Spiral Scale 1 7,87 42,5 60 √
Spiral Scale 2 11,65 63,0 80 √
Spiral Scale 3 24,81 134,1 200 √
Spiral Scale 4 47,24 255,4 280 √
Spiral Scale 5 8,41 45,5 60 √
Screw
Conveyor 100 540,5 460 X
Crushing
Machine 100 540,5 460 X
Vibro Sieving 100 540,5 460 X
Mesin di area Crusher yang memerlukan modifikasi adalah screw conveyor, crushing machine, dan vibro sieving. Flowrate usulan dari ketiga mesin tersebut sudah melebihi dari flowrate maksimum masing-masing. Berikut ini merupakan detail modifikasi yang dilakukan:
 Screw Conveyor
Tujuan utama improvement yang dilakukan pada screw conveyor adalah memodifikasi screw conveyor sehingga mampu mendistribusikan material ke arah 2 crushing machine sekaligus dengan flowrate yang meningkat minimal sebesar ± 534 kg/jam.
Improvement yang dilakukan pada screw conveyor adalah sebagai berikut:
 Modifikasi shaft screw dengan membalik separuh bagian dari blade sehingga arah ulir menjadi dua arah dengan material dan vabrikasi oleh vendor.
Modifikasi ini dilakukan agar material by product dapat terdistribusi menuju ke 2 crushing machine sekaligus.
 Penggantian cashing screw conveyor lama dengan yang baru, maksimum GAP 1 mm, termasuk modifikasi support cashing untuk mengakomodasi pengurangan elevasi cashing baru. Modifikasi ini dilakukan karena terdapat penambahan damper pengarah material sehingga bentuk cashing lama tidak sesuai dengan rancangan screw conveyor yang baru. Cashing yang baru tentu saja memiliki ukuran yang berbeda, support untuk cashing juga harus dimodifikasi agar sesuai dengan ukuran cashing yang baru.
 Penambahan damper pengarah material pada cashing baru. Modifikasi ini dilakukan agar material dapat terdistribusi ke 2 crushing machine sekaligus, atau hanya ke salah satu crushing machine, sesuai dengan kebutuhan.
Spesifikasi proses untuk improvement pada screw conveyor:
 Mampu mendistribusikan segala macam tipe material by product RTC, dan material guar gum dengan dengan Moisturise Content (MC) sebesar 8%
 Flowrate aktual dari screw conveyor minimal sebesar ± 534 kg/jam.
 Material dan perlengkapan sesuai dengan spesifikasi, desain, dan jumlah yang sudah disetujui
Berikut ini merupakan spesifikasi dan kuantitas material modifikasi screw conveyor yang sudah distandarisasi oleh PT HMS mengenai bahan dan material apa saja yang dapat digunakan untuk part mesin tertentu:
Tabel 4.10. Spesifikasi dan Kuantitas Material Modifikasi Screw Conveyor
DESCRIPTION SPECIFICATION QTY UOM
Modifikasi Screw Conveyor
Dismantling existing Screw Conveyor Manpower = 4 person
1 days 4 MD
Modif shaft Screw jadi 2 arah
Matl.MS ST 37 (untuk Blade ) # 3
mm
2 lbr Modif. Damper Proporsioning Matl. SUS 304 # 1,5
mm nikel 8 % 1 Lot Membuat Chute baru Matl. SUS 304 # 1,5
mm nikel 8 % 1 Unit Penggantian Cashing Screw Conveyor Matl. SUS 304 # 1,5
mm nikel 8 % 1 lbr Flange Housing Matl. Plate MS 20
mm 1 lbr
Bearing Housing Matl MS shaft dia 150
x 150 mm 1 pcs
Taper Roller bearing dia. 40 mm SKF SKF 2 pcs
Modif /Memendekkan Chute Spiral
Scale 4 unit
Penggantian Support Matl. MS UNP 100
cat RAL 1015 1 lot Sumber: Standarisasi Material dan Bahan PMI
Berikut ini merupakan gambar desain improvement berupa modifikasi mesin Screw Conveyor:
Gambar 4.4. Gambar Desain Screw Conveyor Baru
 Crushing Machine
Pada komponen crushing machine, modifikasi dilakukan pada sistem komputer HMI pengaturan operasi crushing machine. Kondisi awal, sistem diatur untuk menjalankan crushing machine satu per satu, secara bergantian. Modifikasi sistem komputer dilakukan untuk dapat menjalankan crushing machine secara bersamaan. Flowrate maksimum dari crushing machine dapat ditingkatkan menjadi 2 x 460 kg/jam, atau sebesar 920 kg/jam dengan adanya modifikasi ini.
Flowrate ini sudah jauh melebihi target flowrate, yaitu sebesar 534 kg/jam. Oleh sebab itu, masing-masing flowrate crushing machine hanya akan digunakan sebesar 267 kg/jam untuk dapat memenuhi target flowrate.
 Vibro Sieving
Tujuan utama improvement yang dilakukan pada vibro sieving adalah memperbesar volume vibro sieving sehingga flowrate dapat meningkat menjadi 650 kg/jam dan tidak terjadi blockage material.
Improvement yang dilakukan pada vibro sieving adalah sebagai berikut:
 Memperbesar ukuran lebar dan tinggi vibro sieving menjadi 450 x 155 mm. Modifikasi ini dilakukan agar volume flowrate aktual dapat meningkat dari 460 kg/hr menjadi minimal ± 534 kg/hr. Lebar dan tinggi yang diperbesar akan mengurangi blockage material dan meningkatkan flowrate.
 Pemindahan magnet dari powder bin line 1 ke infeed vibro sieving dan memperbesar dudukan magnet. Modifikasi ini bertujuan untuk menarik material luar yang terbuat dari logam, sehingga tidak akan masuk ke dalam powder bin 1 atau powder bin 2 karena letak magnet yang berada di tengah.
 Penambahan 1 pasang (kiri-kanan) oscillating arm dan penyesuaian letak keseluruhan oscillating arm. Modifikasi ini bertujuan untuk menyeimbangkan posisi vibro sieving agar elevasinya seimbang. Kondisi aktual dengan menggunakan hanya 3 oscillating arm, menyebabkan bagian depan cenderung miring sebesar 3° keatas karena beban yang
 Oscillating Arm menggunakan tipe local, disediakan oleh Vendor.
Pemilihan tipe local dengan pertimbangan harga yang lebih murah.
 Material vibro tray menggunakan stainless steel (SS) 304, 8% Nikel.
Penggunaan material SS karena ketentuan dari standart material dan bahan PMI.
 Frame vibro menggunakan material UNP 100 dengan cat ivory 1015.
Penggunaan material UNP 100 merupakan ketentuan dari standart material dan bahan PMI, sedangkan penggunaan cat ivory menyesuaikan dengan cat sebelumnya.
 Screen wiremesh terbuat dari Stainless steel dengan mesh 12. Penggunaan material SS karena ketentuan dari standart material dan bahan PMI.
 Setiap screen diberi rel dan rel melingkar di dinding tray dengan struktur vertical
 Tebal tray 1,5 mm
 Tebal side plate 3 mm
 Motor Vibratory disediakan oleh HMS menggunakan motor existing vibro Spesifikasi proses untuk improvement pada vibro sieving:
 Mampu mendistribusikan segala macam tipe material by product RTC, yang telah tercampur dengan guargum, dengan Moisturise Content (MC) sebesar 8%
 Flowrate dari vibro sieving minimal sebesar ± 534 KG/Jam
Berikut ini merupakan spesifikasi dan kuantitas material modifikasi vibro sieving yang sudah distandarisasi oleh PT HMS mengenai bahan dan material apa saja yang dapat digunakan untuk part mesin tertentu:
Tabel 4.11. Spesifikasi dan Kuantitas Material Modifikasi Vibro Sieving
DESCRIPTION SPECIFICATION QTY UOM
Modifikasi Vibro Sieving Tray
Matl. SUS 304 # 1,5
mm nikel 8 % 4 Lbr
Side Plate
Plate SUS 304 3 mm
nikel 8 % 3 Lbr
Cross Stretcher
Plate SUS 304 6 mm
nikel 8 % 1 Lbr
Support UNP 100 x 50 MS 2 Ljr
Pipa Cross Stretcher
Pipa sch 40 dia 3,5 “
sus 304 1 Ljr
Frame wire mesh Sq Tube 20/20 sus 304 1 Ljr
Plate strip 25 x 3 sus 304 Plate Strip 25x3 sus 304 1 Ljr Sieving
Wire Mesh 80 ( w 600
x L 4000 ) sus 304 1 Lbr
Acrilict 5 mm Acrelick 5 mm 1 Lbr
Air spray
Pipa sch 40 dia ½ “ sus
304 2 Ljr
Elbow 90 sus ½ “ 2 Pcs
Tee ½” sus 304 1 Pcs
Pemindahan Magnet
Manpower = 4 person x
1 days 4 MD
Penambahan oscilatting Arm local (setara rosta) 8 Pcs Perubahan letak oscilatting arm +
motor Vibro 3 set
Sumber: Standarisasi Material dan Bahan PMI
Berikut ini merupakan gambar desain improvement berupa modifikasi mesin vibro sieving:
Gambar 4.5. Gambar Desain Vibro Sieving Baru
4.9.2. Area Molding
Terdapat 3 komponen penting pada area molding, yaitu press roller, mesh drying, dan shredder (cutting machine). Modifikasi mesin hanya dilakukan pada komponen mesh drying. Berikut adalah penjelasan improvement pada area crusher:
Tabel 4.12. Flowrate Maksimum Mesin di Area Molding
Line Mesin
Ratio Formulation
(%)
Flowrate Usulan (kg/jam)
Flowrate Maksimum
(kg/jam)
Status
1
Press Roller
50
306,3 400 √
Mesh Drying 306,3 265 X
Shredder 306,3 400 √
2
Press Roller
50
306,3 400 √
Mesh Drying 306,3 265 X
Shredder 306,3 80 √
Mesin di area molding yang memerlukan modifikasi adalah mesh drying (drying device) di semua line. Flowrate usulan dari mesin mesh drying sudah melebihi flowrate maksimum yang ada. Mesh drying terdiri dari 2 komponen yang penting, yaitu conveyor dan heater untuk mengatur suhu. Berikut akan dijelaskan mengenai setting point aktual dan baru dari area molding:
Tabel 4.13. Setting Point HMI Aktual dan Baru Area Molding
Setting point baru untuk sistem HMI agar flowrate area molding dapat meningkat dapat dilihat pada tabel 4.14. Setiap setting point ditingkatkan sebesar 16% pada ketiga komponen. Adanya peningkatan tersebut, muncul masalah pada komponen mesh drying, yaitu masalah pada heater. Kondisi mesh drying yang ada sekarang, temperatur chamber hanya mampu mencapai maksimal ± 140 °C, sedangkan temperatur yang dibutuhkan untuk menyesuaikan dengan improvement yang ada sebesar ± 163 °C. Oleh sebab itu diperlukan adanya modifikasi mesin untuk dapat memenuhi target temperatur.
 Mesh Drying
Tujuan utama improvement yang dilakukan pada mesh drying adalah meningkatkan suhu temperatur ruang dari chamber sehingga mampu menghasilkan temperatur minimal sebesar ± 163 °C.
Improvement yang dilakukan pada mesh drying adalah sebagai berikut:
 Modifikasi cover mesh drying (2 mesin) termasuk penambahan sistem insulasi. Modifikasi ini dilakukan agar uap panas yang keluar dapat ditahan dan diharapkan dapat menambah temperature di dalam chamber mesh drying.
 Material cover plate SUS 304 / 1,5mm. Penggunaan material SUS berdasarkan ketentuan dari standart material dan bahan PMI.
 Material dalam cover menggunakan rock wool. Penggunaan rock wool untuk menyerap dan menahan panas, dimana sifat rock wool dapat menyimpan panas dengan ketahanan temperatur yang cukup tinggi.
Dengan menggunakan rock wool diharapkan temperatur luar mesh drying akan turun menjadi ± 40°C.
 Handle pembuka cover di kedua sisi menggunakan material existing.
 Modifikasi penambahan ducting pada mesh drying. Modifikasi ini dilakukan untuk menarik uap basah material yang muncul pada bagian depan chamber mesh drying, sehingga tidak akan menurunkan temperatur chamber itu sendiri.
 Material ducting menggunakan SUS 304 tebal 1,5 mm. Penggunaan
 Modifikasi damper ducting mesh drying (material SUS 304 tebal 3 mm).
Modifikasi ini bertujuan untuk mengatur debit uap yang keluar sehingga temperatur chamber dapat terjaga dan stabil.
 Semua material stainless steel tanpa pengecatan Spesifikasi proses untuk improvement pada mesh drying:
 Mampu mendistribusikan material RTC berupa sheet dengan ketebalan 0,14 mm, MC 43%
 Flowrate aktual yang dihasilkan masing-masing line minimal ± 307 kg/jam
 Temperatur di dalam chamber mesh drying minimal ± 163 °C Improvement akan dinyatakan berhasil dan diterima apabila:
 Material yang sesuai dengan spesifikasi dapat dilewatkan tanpa henti
 Temperatur maksimal bagian luar hood cover yang di insulasi ± 40°C saat proses drying
 Damper dapat mengarahkan udara yang terhisap fan kearah pembuangan dan sebagian kembali ke dalam chamber mesh drying
 Damper dapat mengarahkan udara yang terhisap fan seluruhnya kearah pembuangan
 Damper dapat mengarahkan udara yang terhisap fan seluruhnya kearah chamber mesh drying
Berikut ini merupakan spesifikasi dan kuantitas material modifikasi vibro sieving yang sudah distandarisasi oleh PT HMS mengenai bahan dan material apa saja yang dapat digunakan untuk part mesin tertentu:
Tabel 4.14. Spesifikasi dan Kuantitas Material Modifikasi Mesh Drying
DESCRIPTION SPECIFICATION QTY UOM
Modifikasi Mesh Drying 2 Unit
Modif cover mesh drying +
sistem insulasi Plate sus 304 # 1,5 mm 15 lbr
L 30x30 sus 304 4 Ljr
Plate Strip 50 sus 10 Ljr
Insulation + Rock Wool
Rock Wool exk TOMBO #
50 W 1220 x 5 mtr 1 lot Handle pembuka cover Matl. Sus 304 # 3 mm 40 Pcs
Ducting pada mesh drying Matl. SUS 304 # 1,5 mm 10 lbr
Flange Flange Sus 304 # 5 mm 4 Lbr
Support Ducting
Plate strip + shaft 12 mm (
MS cat RAL 1015) 1 lot
Modif damper ducting mesh
drying Matl. SUS 304 # 3 mm 2 lbr
Sumber: Standarisasi Material dan Bahan PMI
Berikut ini merupakan gambar desain improvement berupa modifikasi mesin mesh drying:
Gambar 4.7. Gambar Desain Mesh Drying Baru
4.9.3. Area Crimping
Terdapat 3 komponen penting pada area crimping, yaitu vibration conveyor, crimping drying, dan cooling cylinder. Berikut adalah penjelasan improvement pada area crimping:
Tabel 4.15. Flowrate Maksimum Mesin di Area Crimping
Line Mesin
Ratio Formulation
(%)
Flowrate Usulan (kg/jam)
Flowrate Maksimum
(kg/jam)
Status
1
Vibration Conveyor
50
284,4 245 X
Crimping Drying 284,4 245 X
Cooling Cylinder 284,4 245 X
2
Vibration Conveyor
50
284,4 245 X
Crimping Drying 284,4 245 X
Cooling Cylinder 284,4 245 X
Mesin di area crimping yang memerlukan modifikasi adalah vibration conveyor, crimping drying, dan cooling cylinder. Flowrate usulan dari ketiga mesin tersebut sudah melebihi flowrate maksimum yang ada. Berikut akan dijelaskan mengenai setting point aktual dan baru dari area crimping:
Tabel 4.16. Setting Point HMI Aktual dan Usulan Area Crimping
Setting aktual pada semua komponen mesin di area crimping sudah maksimum, sehingga apabila ditingkatkan sesuai target sebesar 16%, mesin yang ada tidak mampu untuk mengikuti. Seharusnya perlu dilakukan modifikasi mesin, namun karena pertimbangan cost yang ada, maka tidak dilakukan modifikasi mesin. Berikut adalah analisis untuk improvement yang dilakukan tanpa memodifikasi mesin:
Tabel 4.17. MC Input dan Output Area Crimping Sebelum Improvement
Penurunan MC yang dilakukan di area crimping sebesar 6%, atau 36,96 kg/jam (pada baris water content). Kondisi tersebut merupakan kemampuan maksimum dari Area crimping untuk menurunkan MC, sehingga dapat disimpulkan bahwa area crimping hanya mampu menurunkan MC maksimal sebesar 36,96 kg/jam, namun pada tabel increase 16% terlihat bahwa MC yang harus diturunkan sebesar 42,90 kg/jam. Penurunan ini secara perhitungan tidak akan mampu dilakukan oleh area crimping. Berikut ini merupakan analisis improvement yang dilakukan:
Tabel 4.18. Input dan Output Area Crimping Setelah Improvement
Dari tabel 4.20. diatas dapat dilihat bahwa water content yang diturunkan di area crimping tetap sebesar 36,96 kg/jam, namun dengan kondisi flowrate keseluruhan sudah meningkat 16%. Hal ini dapat terjadi karena MC input di area crimping diturunkan hingga menjadi 19%, dimana sebelumnya sebesar 20%, sehingga flowrate water content yang diturunkan di area crimping tetap 36,96 kg/jam. Untuk dapat menurunkan MC input menjadi 19%, maka perlu dilakukan improvement pada mesin heater sebelum area crimping, yaitu pada area molding (mesin mesh drying).
4.10. Manfaat dan Masalah Potensial Ditinjau Dari QCDSEM
Adanya peningkatan flowrate RTC line ternyata menimbulkan beberapa dampak dari prioritas masalah yang telah dijelaskan sebelumnya jika ditinjau dari sudut Quality, Cost, Delivery, Safety, Environment, dan Morale (QCDSEM).
Dampak yang ditimbulkan ada dua, yaitu dampak yang berpotensi untuk memberikan manfaat dan dampak yang berpotensi untuk memunculkan masalah baru. Berikut adalah tabel manfaat potensial dan masalah potensial ditinjau dari QCDSEM:
Tabel 4.19. Tabel Manfaat Potensial dan Masalah Potensial
SASARAN MANFAAT
POTENSIAL
MASALAH POTENSIAL
Q
Peningkatan kapasitas RTC line tanpa mengurangi kualitas
dari sheet RTC.
Blend Integrity terjaga Tidak ada
C
Meningkatkan utilitas RTC Line sebesar 16 % dari 460 (kg/jam) dengan Uptime
87,55%.
Keuntungan potensial penjualan produk
Investasi Biaya Improvement
D
Menurunkan waktu proses RTC Line sebesar 17 % dari
129 (jam/minggu)
Keseimbangan Proses antara RTC dengan PP1 & PP2 tercapai
Perlu pemanfaatan sisa
alokasi waktu bagi pekerja S Menghilangkan potensi
kecelakaan kerja Zero Accident Kepercayaan diri yang berlebih E
Mengurangi global warming dari faktor pencemaran udara
hasil pembakaran boiler.
Lingkungan Terjaga Tidak ada
M
Menghilangkan potensi kejenuhan dan meningkatkan
kepercayaan diri terhadap pekerjaan
Kerja lebih optimal Kepercayaan diri yang berlebih
Segi quality, sasaran yang ingin dicapai adalah peningkatan kapasitas atau flowrate RTC line tanpa mengurangi kualitas dari material sheet RTC. Dengan kapasitas yang besar tentu saja menghasilkan output dalam jumlah yang besar pula, namun seiring dengan peningkatan jumlah output, kualitas yang ada juga harus dipertahankan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Spesifikasi yang harus dipenuhi oleh material output RTC sebagai berikut:
 Moisture Content (MC) untuk mengindikasikan banyaknya kandungan air di dalam produk RTC dengan satuan yang digunakan persen (%)
 Filling Value untuk mengindikasikan kekuatan tekan produk akhir RTC untuk memenuhi ruang dengan satuan yang digunakan cc/gr
 Particle Size Distribution (PSD) untuk mengindikasikan bentuk fisik produk akhir RTC apakah sudah homogeny dengan satuan yang digunakan persen (%)
Manfaat potensial yang didapatkan adalah blend integrity material RTC terjaga sehingga membuat kualitas rasa dari produk dapat terjaga. Blend integrity yang dimaksud adalah kestabilan kualitas dari material yang dihasilkan oleh RTC yang secara langsung dapat mempengaruhi rasa dari produk rokok itu sendiri.
Campuran material RTC hampir di seluruh blend rokok yang diproduksi oleh PT.
HMS, sehingga sangat penting untuk menjaga blend integrity material RTC.
Tidak ada masalah potensial yang muncul dari segi quality karena dengan meningkatnya kualitas, tidak akan memberikan dampak yang negatif dari sisi quality manapun.
Sasaran yang ingin dicapai dari segi cost adalah meningkatkan utilitas RTC line sebesar 16%, dari 460 kg/jam menjadi 534 kg/jam dengan uptime tetap sebesar 87,55%. Utilitas yang tinggi berarti produktivitas meningkat. Produksi semakin banyak maka jumlah produk yang dapat dijual juga semakin banyak.
Banyak produk yang terjual berarti keuntungan perusahaan dari penjualan produk RTC juga semakin besar. Keuntungan yang dimaksud bukan keuntungan dari penjualan langsung, karena material RTC merupakan material campuran yang masih akan di proses dan di campur dengan material lain. Namun material RTC tetap mempunyai keuntungan potensial produk dengan mempertimbangkan kisaran harga per kilogramnya, yaitu sebesar IDR 40.000,-. Manfaat potensial yang didapatkan adalah peningkatan utilitas RTC line yang dapat meningkatkan keuntungan secara tidak langsung dari material RTC. Berikut analisis keuntungan yang didapatkan dari segi cost:
Tabel 4.20. Keuntungan Potensial dari Segi Cost Keuntungan Peningkatan Utilitas RTC line
Flowrate
Harga
Produk Hasil kg/jam IDR/kg IDR/jam
460 40000 18.400.000
534 21.360.000
Keuntungan potensial produk yang didapat dengan flowrate yang lama adalah IDR 18.400.000 / jam. Meningkatnya flowrate menyebabkan utilitas RTC juga ikut naik, sehingga keuntungan potensial produk RTC juga meningkat sebesar IDR 2.960.000 / jam, sehingga menjadi IDR 21.360.000 / jam. Masalah potensial yang muncul adalah perlunya biaya investasi yang cukup besar untuk dapat meningkatkan flowrate sehingga utilitas RTC juga meningkat. Rincian biaya yang dibutuhkan sebagai berikut:
Tabel 4.21. Biaya Investasi RTC line
Modifikasi Cost (IDR)
Screw Conveyor 18.650.000
Vibro Sieving 44.450.000
Mesh Drying 99.700.000
Equipment / Tools & Consumable 6.100.000 Testing & Commitioning 3.500.000
Total 172.400.000
Segi delivery, sasaran yang ingin dicapai adalah menurunkan waktu proses RTC line dari 129 jam/minggu menjadi 107 jam/minggu. Peningkatan flowrate sebesar 16% dapat menurunkan jam kerja RTC line sebesar 17%, sehingga sesuai dengan target waktu proses PP1 mainline. Keuntungan potensial yang didapatkan adalah adanya keseimbangan proses antara RTC dengan PP1 dan PP2, sehingga konsep dari line balancing antar departemen dapat tercapai. Waste berupa waktu untuk saling menunggu proses juga akan semakin berkurang. Masalah potensial
yang muncul adalah dengan adanya penurunan waktu proses RTC line sebesar 17%, maka perlu adanya alokasi sisa waktu bagi pekerja di RTC line. Waktu yang harus dimanfaatkan sebesar 26 jam/minggu, sedangkan jumlah production technician yang khusus bekerja di RTC line sebanyak 6 orang, ditambah dengan 6 mekanik dan 3 elektrik umum.
Sasaran yang ingin dicapai dari segi safety adalah menghilangkan potensi kecelakaan kerja yang terjadi pada saat kegiatan cleaning dan preventive maintenance routine (PMR) mingguan akibat kerja yang terburu-buru karena alokasi waktu cleaning dan maintenance yang sempit. Alokasi waktu yang sangat sedikit dapat menyebabkan pekerjaan cleaning dan PMR dilakukan dengan terburu-buru dan seringkali melupakan faktor safety atau keamanan dalam bekerja. Jam kerja normal di RTC line adalah 133 jam/minggu, sedangkan jam kerja aktual hasil pengamatan sebesar 129 jam/minggu. Waktu yang bisa dialokasikan untuk cleaning dan PMR off proses hanya sebesar 4 jam/minggu.
Keuntungan potensial yang didapatkan adalah dengan adanya alokasi waktu lebih untuk cleaning dan PMR, maka diharapkan kedua pekerjaan tersebut dapat dilakukan sesuai dengan prosedur kerja dan keselamatan. Waktu yang bisa dialokasikan untuk melakukan cleaning dan PMR dengan flowrate baru adalah 26 jam/minggu. Faktor safety yang terjaga dengan baik memungkinkan untuk mencapai zero accident. Masalah potensial yang muncul adalah pekerja meremehkan pekerjaan cleaning dan maintenance. Hal ini dapat terjadi karena para pekerja mulai merasa terbiasa dengan waktu lebih yang tersedia dan memilih untuk menunda pekerjaan, sehingga sisa waktu tidak dimanfaatkan dengan efektif.
Akibatnya, waktu untuk cleaning dan maintenance tetap sama seperti semula, sehingga faktor safety tetap tidak terpenuhi sesuai aturan.
Sasaran yang ingin dicapai dari segi environment adalah mengurangi pencemaran udara yang dihasilkan dari proses operasional boiler yang secara langsung memberikan dampak pada global warming. RTC line menggunakan boiler untuk menghasilkan steam yang digunakan pada area pretreatment pada mesin predrying, area molding pada mesin mesh drying, dan area crimping pada
pasti menghasilkan emisi. Keuntungan potensial yang didapatkan adalah kondisi lingkungan sekitar terjaga dengan adanya pengurangan jam kerja RTC line yang berarti juga jam kerja boiler berkurang, sehingga menghasilkan polusi gas buang yang semakin sedikit pula. Adanya peningkatan flowrate RTC line, membuat isu global warming dapat semakin diminimalkan. Tidak ada masalah potensial yang muncul terkait dari segi environment, karena memang peningkatan flowrate mampu memberikan dampak yang positif dari segala sisi yang berhubungan dengan lingkungan.
Sasaran yang ingin dicapai dari segi morale, adalah menghilangkan potensial kejenuhan kerja akibat jam kerja yang terlalu lama, dan menghilangkan rasa khawatir terhadap pencapaian target produksi yang kecil, namun membutuhkan waktu yang lama. Target produksi RTC line cenderung lebih kecil daripada target produksi line lain, namun membutuhkan waktu kerja paling lama.
Hal ini mengindikasikan adanya ketidakberesan pada RTC line. Apabila ada penambahan target produksi, maka dapat mengakibatkan para pekerja tidak cukup percaya diri untuk dapat memenuhi target tersebut. Keuntungan potensial yang didapatkan adalah menurunnya tingkat kejenuhan pekerja. Hal ini dapat terjadi karena jam kerja yang tidak terlalu padat dengan target produksi yang dapat dipenuhi tepat waktu dan tepat jumlah. Kinerja para pekerja akan lebih optimal dengan meningkatkan flowrate dari RTC line. Masalah potensial yang muncul adalah kepercayaan diri yang berlebih dari para pekerja sehingga mereka meremehkan pekerjaan. Pekerja merasa target produksi dapat dipenuhi dengan jam kerja yang lebih pendek sehingga masih banyak waktu lebih apabila terjadi penambahan target produksi.