• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Pediatri.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Pediatri.docx"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TUTORIAL BLOK PEDIATRI

SKENARIO 1

KELOMPOK A3

Arfyanda Taufirachman G0014041

Arrina Esthesia Karim G0014045

Evan Permana Putra G0014087

Fauziah Nur Sabrina G0014097

Indah Ariesta G0014121

Lestari Eliza G0014137

Muhammad Adi Amali G0014141

Nur Fajri Rahmi G0014179

Putra Priambodo G0014189

Ratna Ningsih G0014197

Sarah Azzahro G0014217

Tiara Wahyu G0014229

TUTOR : Fadhilah Tia Nur, dr., Sp. A.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2017

(2)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Blok Pediatri merupakan blok ke-21 dalam pendidikan di program studi Fakultas Kedokteran UNS. Blok Pediatri merupakan blok yang mempelajari mengenai Ilmu Kesehatan Anak. Kemudian diimplementasikan dalam berbagai macam penyakit berdasarkan patofisiologi gejala, patomekanisme penyakit, penunjang diagnostik, dan penatalaksanaan secara komprehensif. Diharapkan blok ini dapat menjadi media untuk mempelajari kelainan pada sistem tersebut berdasarkan patofisiologi, gejala, patomekanisme penyakit, riwayat kesehatan ibu dan anak, penunjang diagnostik dan penatalaksanaan secara komprehensif.

Dalam laporan ini kami akan membahas kompetensi yang harus dikuasai dokter umum berdasarkan skenario pertama blok pediatri yaitu bagaimana patogenesis dan patofisiologi gejala, patomekanisme penyakit, riwayat kesehatan ibu dan anak, penunjang diagnostik, dan penatalaksanaan secara komprehensif serta berbagai materi lain yang berhubungan.

B. Tujuan Pembahasan

1. Mahasiswa mengetahui proses embriologi dan fisiologi fetus.

2. Mahasiswa mengetahui perubahan dari lingkungan intrauterin ke ekstrauterin.

3. Mahasiswa mengetahui patofisiologi dari kasus di skenario.

4. Mahasiswa mengetahui etiologi dan mekanisme dari asfiksia neonatorum. 5. Mahasiswa mengetahui indikasi, kontraindikasi dan langkah – langkah

resusitasi.

6. Mahasiswa mengetahui differensial diagnosis dan komplikasi pada kasus – kasus yang sering ditemui pada bayi baru lahir.

7. Mahasiswa mengetahui prognosis dari kasus skenario.

(3)

2 C. Skenario

BAYIKU..

Seorang ibu G2P1A0 berusia 26 tahun dengan usia kehamilan 39 minggu melahirkan seorang bayi perempuan dengan berat 3,2 kg, panjang 47 cm dengan spontan, warna ketuban jernih, tidak ada mekoneum.

Saat bayi lahir didapatkan bayi tidak bernafas, tonus otot kurang baik. Setelah dilakukan resusitasi sampai dengan pemberian ventilasi tekanan positif didapatkan bayi bernafas spontan, tidak ada retraksi, denyut jantung 100 x/menit, skor APGAR 5-7-10.

Dari anamnesis riwayat kehamilan didapatkan ANC tidak teratur, ketuban pecah 24 jam, tidak ada demam sebelum melahirkan. Catatan kesehatan ibu didapatkan tanda vital ibu normal, pemeriksaan TORCH negatif, HbSAg negatif, gula darah normal. Selanjutnya bayi dan ibu dibawa ke ruang perawatan untuk dirawat gabung dan diberikan ASI oleh ibu.

(4)

3 BAB II PEMBAHASAN

1. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario

Dalam skenario pertama ini, istilah yang diklarifikasikan antara lain

1.1 G2P1A0 merupakan Gravid (kehamilan, termasuk mola, KE, abortus), Paritas (jumlah yang dilahirkan), Abortus (pengeluaran hasil konsepsi). Ibu tersebut sedang hamil yang kedua kalinya, pernah melahirkan satu kali, belum pernah mengalami abortus.

1.2 Mekoneum adalah substansi mirip tar yang kental dan berwarna kehijauan yang berada di usus janin selama kehamilan. Mekonium keluar karena refleks vagus terhadap usus. Peristaltik usus dan relaksasi sphingter ani menyebabkan mekoneum keluar. Aspirasi air ketuban yang disertai mekonium dapat mengakibatkan gangguan jalan napas, gangguan sirkulasi setelah lahir, hipoksia intrauterin hingga kematian.

1.3 Resusitasi adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya yang dilakukan pada keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa neonatus saat terjadi kegagalan napas secara spontan.

1.4 Ventilasi Tekanan Positif adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah udara ke dalam paru menggunakan sungkup dan balon resusitasi dengan tekanan positif yang memadai untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.

1.5 Retraksi adalah keadaan dimana neonatus usaha untuk bernafas secara berlebihan sehingga costae nampak.

1.6 Tonus otot adalah ketahanan otot; 0 : tidak ada gerakan, 1 : sedikit gerakan, 2 : gerakan aktif.

1.7 Skor APGAR adalah APGAR score adalah suatu metode praktis yang di gunakan untuk menilai keadaan bayi sesaat setelah di lahirkan, yang merupakan kepanjangan dari Appearance (rupa atau warna kulit), Pulse

(5)

4

(nadi), Grimace (menyeringai), Activity (keaktifan), Respiration (pernapasan). Masing-masing mempunyai skor antara 0-2, sehingga skor maksimal adalah 10.

1.8 ANC adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala, dan diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan. Satu kali pada trimester I, satu kali pada trimester II, dan dua kali pada trimester III. Standar minimal ANC (7T) : Timbang, TD, TFU, Imunisasi TT (2 kali), Tablet zat besi minimal 90 tablet, Tes PMS, Temu wicara.

1.9 Lahir spontan adalah proses normal lahirnya bayi pada letak belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga mengejan ibu sendiri dan uri, tanpa alat dan obat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang lebih 24 jam melalui jalan lahir.

1.10 TORCH adalah Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes Simplex Virus, HIV. Keempat jenis penyakit infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil, karena bisa menulari janin.

1.11 HbsAg adalah Antigen hepatitis B permukaan yang merupakan protein virus yang pertama muncul setelah infeksi dan bisa digunakan untuk memantau viral clearance. Merupakan indikator pemeriksaan untuk mendeteksi adanya infeksi hepatitis B (mendeteksi antigen maupun antibodi spesifik hepatitis B).

1.12 Rawat gabungan adalah membiarkan ibu dan bayinya bersama terus – menerus. Bayi diletakkan pada box bayi yang berada di dekat ranjang ibu sehingga mudah dijangkau

2. Langkah II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan 2.1 Bagaimanakah kriteria bayi baru lahir yang normal ?

Bayi baru lahir normal memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Berat badan 2.500 - 4.000 gram

b. Panjang badan 48 - 52 cm c. Lingkar kepala 33 - 35 cm

(6)

5 d. Lingkar dada 30 - 38 cm

e. Testis sudah turun (pada bayi laki-laki), genetalia labia mayora telah menutupi labia minora (pada bayi perempuan) f. Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik

g. Graff reflek sudah baik, bila diletakkan suatu benda di telapak tangan, tangan bayi akan menggenggam

h. Eliminasi urin dan meconium akan keluar dalam 24 jam, meconium pertama berwarna kecoklatan

Klasifikasi berat badan bayi baru lahir (Manuaba, 2007) a. Bayi dengan berat badan normal: 2.500 - 4.000 gram b. Bayi dengan berat badan lebih: > 4.000 gram

c. Bayi dengan berat badan rendah: < 2.500 gram / 1.500 – 2.500 gram

d. Bayi dengan berat badan sangat rendah: < 1.500 gram e. Bayi dengan berat badan ekstrim rendah: < 1.000 gram

2.2 Bagaimana interpretasi berat badan dan panjang badan bayi baru lahir pada kasus ?

Dari skenario, diketahui bahwa bayi lahir pada usia gestasi 39 minggu dan berat badan 3,2 kg. Menurut grafik Lubchenco, bayi tersebut termasuk appropriate for gestational age karena berada di atas 50 persentil (antara 10 – 90 persentil)

(7)

6

2.3 Bagaimanakah manajemen bayi baru lahir ? Tatalaksana bayi baru lahir meliputi:

a. Asuhan bayi baru lahir pada 0 – 6 jam:

• Asuhan bayi baru lahir normal, dilaksanakan segera setelah lahir, dan diletakkan di dekat ibunya dalam ruangan yang sama.

• Asuhan bayi baru lahir dengan komplikasi dilaksanakan satu ruangan dengan ibunya atau di ruangan khusus.

• Pada proses persalinan, ibu dapat didampingi suami. b. Asuhan bayi baru lahir pada 6 jam sampai 28 hari:

• Pemeriksaan neonatus pada periode ini dapat dilaksanakan di puskesmas/ pustu/ polindes/ poskesdes dan/atau melalui kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan.

(8)

7

• Pemeriksaan neonatus dilaksanakan di dekat ibu, bayi didampingi ibu atau keluarga pada saat diperiksa atau diberikan pelayanan kesehatan.

Asuhan bayi baru lahir meliputi: • Pencegahan infeksi

• Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi • Pemotongan dan perawatan tali pusat

• Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

• Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dantubuh bayi.

Menurut IDAI, manajemen penatalaksanaan bayi baru lahir meliputi: a. Jaga bayi tetap hangat.

b. Isap lendir dari mulut dan hidung (bila perlu). c. Keringkan

d. Pemantauan tanda bahaya : bayi tidak mau menyusu atau muntah, kejang, lemah, sesak nafas, rewel, pusar kemerahan, demam, suhu tubuh dingin, mata bernanah, diare, bayi kuning.

e. Klem, potong dan ikat tali pusat tanpa membubuhi apapun, kira-kira 2 menit setelah lahir.

f. Lakukan inisiasi menyusu dini

Langkah IMD pada persalinan normal (partus spontan):

 Suami atau keluarga dianjurkan mendampingi ibu di kamar bersalin

 Bayi lahir segera dikeringkan kecuali tangannya, tanpa menghilangkan vernix, kemudian tali pusat diikat.

 Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu dan mata bayi setinggi puting susu ibu. Keduanya diselimuti dan bayi diberi topi.

 Ibu dianjurkan merangsang bayi dengan sentuhan, dan biarkan bayi sendiri mencari puting susu ibu.

(9)

8

 Ibu didukung dan dibantu tenaga kesehatan mengenali perilaku bayi sebelum menyusu.

 Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu minimal selama satu jam; bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, biarkan bayi tetap di dada ibu sampai satu jam

 Jika bayi belum mendapatkan puting susu ibu dalam satu jam posisikan bayi lebih dekat dengan puting susu ibu, dan biarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibu selama 30 menit atau 1 jam berikutnya.

g. Beri suntikan vitamin K1 (phytomenadoine) 1 mg intramuscular, di paha kiri anterolateral setelah inisiasi menyusu dini.

h. Beri salep mata antibiotik pada kedua mata. Pencegahan infeksi mata dianjurkan menggunakan salep mata antibiotic tetrasiklin 1%.

i. Pemeriksaan fisik.

j. Beri imunisasi hepatitis B 0,5 ml intramuscular, di paha kanan anterolateral, kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1. Imunisasi hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi.

Vaksin yang diberikan pada bayi baru lahir:

 Vaksin hepatitis B: paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin hepatitis B dan immunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin hepatitis B monovalent atau vaksin kombinasi.

 Vaksin Polio: pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberi vaksin polio oral (OPV-0). Selanjutnya untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV.

(10)

9

2.4 Seperti apakah interpretasi warna ketuban dan ada/ tidaknya mekonium?

Warna ketuban jernih menandakan masih normal. Warna yang tidak jernih, misal nya hijau bisa jadi salah satu tanda infeksi. Air ketuban merupakan cairan jernih dengan warna agak kekuningan yang menyelimuti janin di dalam rahim selama masa kehamilan, berada di dalam kantong ketuban, dan mempunyai banyak fungsi. Selama kehamilan volume air ketuban meningkat sesuai dengan pertumbuhan janin. Volume paling besar terjadi saat mendekati umur kehamilan 34 minggu, dengan rerata volume 800 mililiter. Kurang lebih 600 mililiter air ketuban meliputi janin saat neonatus cukup bulan (40 minggu kehamilan) dan saat dilahirkan. Air ketuban bersirkulasi dengan cara janin menelan dan menghirup serta pengeluaran melalui urin janin. Air ketuban normal jernih berwarna agak kekuningan. Warna air ketuban kehijauan atau kecoklatan menunjukkan bahwa neonatus telah mengeluarkan meconium (kotoran yang terbentuk sebelum lahir, pada keadaan normal keluar setelah lahir saat pergerakan usus yang pertama kali). Hal ini dapat menjadi petanda bahwa neonatus dalam keadaan stres. Keadaan hipoksia menyebabkan peristaltik usus dan relaksasi otot sfingter ani, maka mekonium dapat keluar melalui anus. Cairan yang berwarna merah jambu menunjukkan perdarahan yang baru terjadi, sedangkan air ketuban yang berwarna seperti anggur menunjukkan adanya riwayat perdarahan. Air ketuban dihirup ke dalam paru janin untuk membantu fungsi paru. Tanda warna air ketuban tersebut kemungkinan trivial tetapi dapat membantu menentukan penyebab yang mungkin (Kosim, 2010).

(11)

10

2.5 Adakah hubungan usia kehamilan dan usia ibu saat hamil dengan kasus?

Pada skenario tersebut, usia ibu tergolong cukup untuk hamil dan jumlah kehamilan juga tidak terlalu banyak. Menurut BKKBN, golongan 4 terlalu dalam kehamilan adalah :

 Terlalu muda (primi muda), yaitu hamil pertama usia < 20 tahun  Terlalu banyak melahirkan (grande multipara), yaitu melahirkan

4 kali atau lebih

 Terlalu dekat jarak kehamilan, yaitu jarak antara kelahiran pertama dengan kelahiran kedua kurang dari 2 tahun

 Terlalu tua (primi tua), yaitu hamil pertama pada usia > 35 tahun

2.6 Bagaimana interpretasi skor APGAR ?

Dari skenario, skor APGAR pada bayi adalah 5 – 7 – 10. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada 1 menit pertama, bayi mengalami asfiksia sedang. Setelah diberikan ventilasi tekanan positif, skor APGAR meningkat menjadi 7 dan akhirnya menjadi 10, menunjukkan bahwa sudah terjadi perbaikan pada sistem pernapasan dan bayi dapat bernapas dengan baik

(12)

11

Interpretasi Tindakan

7 – 10 Kondisi baik Tidak membutuhkan resusitasi 4 – 6 Asfiksi ringan  Ventilasi tekanan positif

 Suction

 Observasi ketat 0 – 3 Asfiksi berat  Intubasi endotrachea

 Ventilasi tekanan positif  Kompresi dada

2.7 Apakah ada hubungan ANC tidak teratur, ketuban pecah > 24 jam dan tidak ada demam pada ibu dengan kasus ?

Dampak ANC yang tidak teratur antara lain :

(13)

12

 Tidak dapat diketahui faktor-faktor resiko yang mungkin terjadi pada ibu

 Tidak dapat mendeteksi secara dini penyakit yang ada pada ibu selama masa hamil

Ketuban yang pecah lebih dari 24 jam meningkatkan risiko janin terpapar flora normal pada saluran kemih ibu. Flora normal tersebut masuk ke dalam tubuh janin melalui mulut atau hidung, kemudian menyebar ke seluruh tubuh dan menyebabkan sepsis neonatorum Ibu tidak demam berarti ibu tidak mengalami infeksi, khususnya korioamnionitis

2.8 Bagaimana langkah – langkah, indikasi maupun kontraindikasi resusitasi ?

(14)

13

Perlu atau tidaknya bayi baru lahir mendapatkan resusitasi dinilai dari tiga kriteria , yaitu :

 Apakah usia kehamilan sudah cukup?  Apakah bayi menangis atau bernafas?  Apakah tonus otot bayi baik?

a. Bila ketiga poin diatas jawabannya “ya” maka tidak perlu dilakukan resusitasi. Namun, bila salah satu diantara ketiga poin diatas jawabannya “tidak” maka dipertimbangkan untuk pemberian resusitasi.

b. Poin pertama yang dilakukan setelah penilaian ketiga poin tadi terdapat jawaban “tidak” adalah menstabilkan kondisi bayi dengan cara dihangatkan karena perubahan suhu diluar rahim lebih dingin daripada saat bayi masih berada dalam rahim. Bila perlu bersihkan jalan nafas dan berikan stimulasi pada bayi.

c. Poin kedua, bila denyut jantung berada dibawah 100 kali per menit, nafas terengah-engah, atau apnea, lanjutkan dengan pemberian ventilasi tekanan positif. Bila didapatkan denyut jantung masih dibawah 100 kali per menit, koreksi lagi pemberian ventilasinya. d. Bila denyut jantung didapatkan dibawah 60 kali per menit maka,

poin ketiga, lakukan kompresi dada dengan cara menekan dengan dua ibu jari pada sepertiga bagian bawah sternum masih disertai dengan pemberian ventilasi tekanan positif menggunakan ambulatory bag, serta dipertimbangkan pemasangan alat bantu nafas. e. Bila tetap didapatkan denyut jantung dibawah 60 kali per menit berikan suntikan epinefrin intravena dengan dosis 0,01 – 0,03 mg/kg berat badan. Hal yang perlu diperhatikan adalah dari mulai bayi lahir sampai mulai pemberian ventilasi tekanan positif harus dilakukan dalam waktu 60 detik. (Kattwinkel et.al , 2010)

(15)

14

3. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah II

Riwayat kehamilan - Usia ibu - Usia kehamilan - ANC Ibu Hamil Fetus Persalinan - Secara spontan - Ketuban pecah 24 jam - Warna ketuban jernih - Tidak ada mekonium - Tidak ada demam

Bayi APGAR 1. Denyut jantung 2. Pernapasan 3. Tonus otot 4. Kepekaan Refleks 5. Warna Normal Abnormal A. Secara spontan

Rawat Gabung Tatalaksana

(16)

15

4. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran

4.1 Seperti apa perubahan fisiologis neonatus dari lingkungan intrauterin ke ekstrauterin ?

4.2 Mengapa bayi tidak bernafas dan tonus otot berkurang ? 4.3 Apasajakah kegawatdaruratan bayi baru lahir ?

4.4 Jika ibu positif HbsAg, apa saja langkah yang harus dilakukan pada bayi setelah lahir ?

4.5 Apakah dampak bagi ibu dan bayi jika ibu mengalami hiperglikemia saat masa kehamilan ?

4.6 Adakah indikasi dan kontraindikasi dilakukannya rawat gabungan ? Jelaskan!

4.7 Mengapa perlu dilakukannya pemeriksaan TORCH, HbsAg dan gula darah pada ibu hamil ?

5. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru

Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi kelompok secara individu

6. Langkah VII : Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi baru yang diperoleh

6.1 Seperti apa perubahan fisiologis neonatus dari lingkungan intrauterin ke ekstrauterin ?

Adaptasi atau perubahan fisiologis pada bayi baru lahir dapat dijelaskan sebagi berikut:

1. Perubahan sistem pernapasan / respirasi

Selama dalam uterus, janin mendapatkan oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir, pertukaran gas harus melalui paru – paru.

a. Perkembangan paru-paru

Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx yang bercabang dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus proses ini terus berlanjut sampai sekitar usia 8

(17)

16

tahun, sampai jumlah bronkus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya gerakan napas sepanjang trimester II dan III. Paru-paru yang tidak matang akan mengurangi kelangsungan hidup BBL sebelum usia 24 minggu. Hal ini disebabkan karena keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru-paru dan tidak tercukupinya jumlah surfaktan.

b. Awal adanya napas

Faktor-faktor yang berperan pada rangsangan nafas pertama bayi adalah :

1) Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang merangsang pusat pernafasan di otak.

2) Tekanan terhadap rongga dada, yang terjadi karena kompresi paru - paru selama persalinan, yang merangsang masuknya udara ke dalam paru - paru secara mekanis. Interaksi antara system pernapasan, kardiovaskuler dan susunan saraf pusat menimbulkan pernapasan yang teratur dan berkesinambungan serta denyut yang diperlukan untuk kehidupan.

3) Penimbunan karbondioksida (CO2). Setelah bayi lahir, kadar CO2 meningkat dalam darah dan akan merangsang pernafasan. Berkurangnya O2 akan mengurangi gerakan pernafasan janin, tetapi sebaliknya kenaikan CO2 akan menambah frekuensi dan tingkat gerakan pernapasan janin.

4) Perubahan suhu. Keadaan dingin akan merangsang pernapasan.

c. Surfaktan dan upaya respirasi untuk bernapas

Upaya pernafasan pertama seorang bayi berfungsi untuk : 1). Mengeluarkan cairan dalam paru-paru

(18)

17

Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat survaktan (lemak lesitin /sfingomielin) yang cukup dan aliran darah ke paru – paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan, dan jumlahnya meningkat sampai paru-paru matang (sekitar 30-34 minggu kehamilan). Percabangan bronkial biasanya terbentuk pada minggu ke-16. Alveoli tidak tampak paling tidak sampai kehamilan minggu ke-24 sampai 26. Maka dari itu, janin yang dilahirkan pada periode ini, permukaan untuk difusi gas ke darah dan sebaliknya sangat terbatas. Antara minggu ke-24 sampai 28, sel kuboid dan kolumner memipih dan berdiferensiasi menjadi pneumosit tipe I (sel pelapis) dan tipe II (granular). Mulai minggu ke-32 sampai 36, kantung udara semakin banyak terbentuk dan alveoli semakin banyak. Di waktu yang bersamaan, fosfolipid yang menyusun surfaktan paru mulai melapisi ruang udara terminal. Surfaktan diproduksi oleh pneumosit tipe II dan sangat penting untuk menjaga stabilitas alveoli. Fungsi surfaktan adalah untuk mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tidak adanya surfaktan menyebabkan alveoli kolaps setiap saat akhir pernapasan, yang menyebabkan sulit bernafas. Peningkatan kebutuhan ini memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan stres pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu.

Saat persalinan vaginal, kompresi intermiten pada dada bayi membantu bayi untuk mengeluarkan cairan yang ada di dalam paru. Surfaktan yang melapisi alveoli meningkatkan aerasi dari paru yang masih tidak ada gas dengan mengurangi tegangan permukaan, hal ini membuat tekanan yang dibutuhkan untuk membuka alveoli berkurang..

Inisiasi dari napas pertama disebabkan oleh penurunan PaO2 dan Ph serta peningkatan PaCO2 sebagai hasil dari interupsi dari sirkulasi plasental, redistribusi curah jantung, penurunan suhu tubuh, dan

(19)

18

berbagai taktil dan stimulasi sensorik. Apnea pada bayi baru lahir bisa disebabkan karena beberapa kondisi. Apnea bisa berupa obstruktif, sentral, atau campuran. Apnea obstruktif dicirikan oleh ketidakhadiran hembusan napas namun terdapat gerakan dinding dada yang persisten. Apnea sentral disebabkan karena adanya depresi pada pusat pernapasan di system saraf pusat seperti pada kasus meningitis, kejang, perdarahan, atau hipoglikemia). Apnea campuran adalah saat terdapat dua kondisi yaitu obstruksi dan sentral secara bersamaan, sedangkan apnea idiopatik adalah keadaan gangguan napas tanpa adanya penyebab atau kondisi yang mendasari yang dapat ditemukan.

d. Dari cairan menuju udara

Bayi cukup bulan mempunyai cairan di paru-parunya. Pada saat bayi melewati jalan lahir selama persalinan pervaginam, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru-paru. Seorang bayi yang dilahirkan secara sectio cesaria kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada dan dapat menderita paru-paru basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan beberapa kali tarikan napas yang pertama udara memenuhi ruangan trakea dan bronkus BBL. Sisa cairan di paru-paru dikeluarkan dari paru-paru dan diserap oleh pembuluh limfe dan darah.

e. Fungsi sistem pernapasan dan kaitannya dengan fungsi kardiovaskuler

Oksigenasi yang memadai merupakan faktor yang sangat penting dalam mempertahankan kecukupan pertukaran udara. Jika terdapat hipoksia, pembuluh darah paru-paru akan mengalami vasokontriksi. Jika hal ini terjadi, berarti tidak ada pembuluh darah yang terbuka guna menerima oksigen yang berada dalam alveoli, sehingga menyebabkan penurunan oksigen jaringan, yang akan memperburuk hipoksia.

(20)

19

Peningkatan aliran darah paru-paru akan memperlancar pertukaran gas dalam alveolus dan akan membantu menghilangkan cairan paru-paru dan merangsang perubahan sirkulasi janin menjadi sirkulasi luar rahim.

2. Perubahan pada sistem peredaran darah

Setelah lahir darah BBL harus melewati paru untuk mengambil oksigen dan mengadakan sirkulasi melalui tubuh guna mengantarkan oksigen ke jaringan. Untuk membuat sirkulasi yang baik, kehidupan diluar rahim harus terjadi 2 perubahan besar :

a. Penutupan foramen ovale pada atrium jantung

b. Perubahan duktus arteriousus antara paru-paru dan aorta.

Perubahan sirkulasi ini terjadi akibat perubahan tekanan pada seluruh sistem pembuluh. Oksigen menyebabkan sistem pembuluh mengubah tekanan dengan cara mengurangi /meningkatkan resistensinya, sehingga mengubah aliran darah.

Dua peristiwa yang merubah tekanan dalam system pembuluh darah 1) Pada saat tali pusat dipotong resistensi pembuluh sistemik meningkat dan tekanan atrium kanan menurun, tekanan atrium menurun karena berkurangnya aliran darah ke atrium kanan tersebut. Hal ini menyebabkan penurunan volume dan tekanan atrium kanan itu sendiri. Kedua kejadian ini membantu darah dengan kandungan oksigen sedikit mengalir ke paru-paru untuk menjalani proses oksigenasi ulang.

2) Pernafasan pertama menurunkan resistensi pada pembuluh darah paru-paru dan meningkatkan tekanan pada atrium kanan oksigen pada pernafasan ini menimbulkan relaksasi dan terbukanya system pembuluh darah paru. Peningkatan sirkulasi ke paru-paru mengakibatkan peningkatan volume darah dan tekanan pada atrium

(21)

20

kanan dengan peningkatan tekanan atrium kanan ini dan penurunan pada atrium kiri, toramen kanan ini dan penusuran pada atrium kiri, foramen ovali secara fungsional akan menutup.

Vena umbilikus, duktus venosus dan arteri hipogastrika dari tali pusat menutup secara fungsional dalam beberapa menit setelah lahir dan setelah tali pusat diklem. Penutupan anatomi jaringan fibrosa berlangsung 2-3 bulan.

3. Perbedaan sirkulasi darah fetus dan bayi a. sirkulasi darah fetus

1) Struktur tambahan pada sirkulasi fetus

a) Vena umbulicalis : membawa darah yang telah mengalami deoksigenasi dari plasenta ke permukaan dalam hepar

b) Ductus venosus : meninggalkan vena umbilicalis sebelum mencapai hepar dan mengalirkan sebagian besar darah baru yang mengalami oksigenasi ke dalam vena cava inferior.

c) Foramen ovale : merupakan lubang yang memungkinkan darah lewat atrium dextra ke dalam ventriculus sinistra

d) Ductus arteriosus : merupakan bypass yang terbentang dari venrtriculuc dexter dan aorta desendens

e) Arteri hypogastrica : dua pembuluh darah yang mengembalikan darah dari fetus ke plasenta. Pada feniculus umbulicalis, arteri ini dikenal sebagai ateri umbilicalis. Di dalam tubuh fetus arteri tersebut dikenal sebagai arteri hypogastica.

2) Sistem sirkulasi fetus

a) Vena umbulicalis : membawa darah yang kaya oksigen dari plasenta ke permukaan dalam hepar. Vena hepatica meninggalkan hepar dan mengembalikan darah ke vena cava inferior

(22)

21

b) Ductus venosus : adalah cabang – cabang dari vena umbilicalis dan mengalirkan sejumlah besar darah yang mengalami oksigenasi ke dalam vena cava inferior

c) Vena cava inferior : telah mengalirkan darah yang telah beredar dalam ekstremitas inferior dan badan fetus, menerima darah dari vena hepatica dan ductus venosus dan membawanya ke atrium dextrum d) Foramen ovale : memungkinkan lewatnya sebagian besar darah yang mengalami oksigenasi dalam ventriculus dextra untuk menuju ke atrium sinistra, dari sini darah melewati valvula mitralis ke ventriculuc sinister dan kemudian melaui aorta masuk kedalam cabang ascendensnya untuk memasok darah bagi kepala dan ekstremitas superior. Dengan demikian hepar, jantung dan serebrum menerima darah baru yang mengalami oksigenasi

e) Vena cava superior : mengembalikan darah dari kepala dan ekstremitas superior ke atrium dextrum. Darah ini bersama sisa aliran yang dibawa oleh vena cava inferior melewati valvula tricuspidallis masuk ke dalam venriculus dexter

f) Arteria pulmonalis : mengalirkan darah campuran ke paru - paru yang nonfungsional, yanghanya memerlukan nutrien sedikit

g) Ductus arteriosus : mengalirkan sebagian besar darah dari vena ventriculus dexter ke dalam aorta descendens untuk memasok darah bagi abdomen, pelvis dan ekstremitas inferior

h) Arteria hypogastrica : merupakan lanjutan dari arteria illiaca interna, membawa darah kembali ke plasenta dengan mengandung leih banyak oksigen dan nutrien yang dipasok dari peredaran darah maternal

b. Perubahan pada saat lahir

1). Penghentian pasokan darah dari plasenta

2). Pengembangan dan pengisian udara pada paru-paru 3). Penutupan foramen ovale

(23)

22 4). Fibrosis

a). Vena umbilicalis b). Ductus venosus c). Arteriae hypogastrica d). Ductus arteriosus

4. Pengaturan Suhu

Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan mengalami stress dengan adanya perubahan lingkungan dari dalam rahim ibu ke lingkungan luar yang suhunya lebih tinggi. Suhu dingin ini menyebabkan air ketuban menguap lewat kulit, pada lingkungan yang dingin , pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya.

Pembentukan suhu tanpa menggigil ini merupakan hasil penggunaan lemak coklat untuk produksi panas. Timbunan lemak coklat terdapat di seluruh tubuh dan mampu meningkatkan panas tubuh sampai 100%. Untuk membakar lemak coklat, sering bayi harus menggunakan glukosa guna mendapatkan energi yang akan mengubah lemak menjadi panas. Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh seorang BBL. Cadangan lemak coklat ini akan habis dalam waktu singkat dengan adanya stress dingin. Semakin lama usia kehamilan semakin banyak persediaan lemak coklat bayi.

Jika seorang bayi kedinginan, dia akan mulai mengalami hipoglikemia, hipoksia dan asidosis. Sehingga upaya pencegahan kehilangan panas merupakan prioritas utama dan tenaga kesehatan (perawat dan bidan) berkewajiban untuk meminimalkan kehilangan panas pada BBL.

(24)

23 5. Metabolisme Glukosa

Untuk memfungsikan otak memerlukan glukosa dalam jumlah tertentu. Dengan tindakan penjepitan tali pusat dengan klem pada saat lahir seorang bayi harus mulai mempertahankan kadar glukosa darahnya sendiri. Pada setiap bayi baru lahir, glukosa darah akan turun dalam waktu cepat (1 sampai 2 jam). Koreksi penurunan kadar gula darah dapat dilakukan dengan 3 cara :

a. melalui penggunaan ASI

b. melaui penggunaan cadangan glikogen

c. melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama lemak. BBL yang tidak mampu mencerna makanan dengan jumlah yang cukup, akan membuat glukosa dari glikogen (glikogenisasi). Hal ini hanya terjadi jika bayi mempunyai persediaan glikogen yang cukup. Bayi yang sehat akan menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen terutama di hati, selama bulan-bulan terakhir dalam rahim.

Bayi yang mengalami hipotermia, pada saat lahir yang mengakibatkan hipoksia akan menggunakan cadangan glikogen dalam jam-jam pertama kelahiran. Keseimbangan glukosa tidak sepenuhnya tercapai dalam 3-4 jam pertama kelahiran pada bayi cukup bulan. Jika semua persediaan glikogen digunakan pada jam pertama, maka otak dalam keadaan berisiko. Bayi yang lahir kurang bulan (prematur), lewat bulan (post matur), bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan dalam rahim dan stres janin merpakan risiko utama, karena simpanan energi berkurang (digunakan sebelum lahir). Gejala hipoglikemi dapat tidak jelas dan tidak khas,meliputi; kejang-kejang halus, sianosis, apneu, tangis lemah, letargi,lunglai dan menolak makanan. Hipoglikemi juga dapat tanpa gejala pada awalnya. Akibat jangka panjang hipoglikemi adalah kerusakan yang meluas di seluruh di sel-sel otak.

(25)

24 6. Perubahan sistem gastrointestinal

Perkembangan akan dapat dilihat pada usia 12 minggu dimana akan nyata pada pemeriksaan USG. Pada usia 26 minggu enzim sudah terbentuk meskipun amylase barunyata pada periode neonatal. Janin meminum air ketuban dan akan tampak gerakan peristaltic usus. Protein dari cairan amnion yang ditelan menghasilkan mekanisme didalam usus. Mekonium ini akan tetap tersimpan sampai partus, kecuali pada kondisi hipoksia maka amnion akan tampak bercampur dengan mekonium.

Secara umum tidak berbeda jauh daripada anak-anak kecuali 3 hal, yaitu :

1. Amilase pankreas belum terbentuk, sehingga metabolisme karbohidrat kurang adekuat

2. Absorbsi lemak terbatas. Bila diberi susu tinggi lemak seperti susu formula, akan makin terbatas absorbs lemaknya

3. Kadar glukosa darah tidak stabil pada awal kehidupan

Sebelum lahir, janin cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan. Reflek gumoh dan reflek batuk yang matang sudah terbentuk baik pada saat lahir.

Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk menelan dan mencerna makanan (selain susu) masih terbatas. Hubungan antara esofagus bawah dan lambung masih belum sempurna yang mengakibatkan “gumoh” pada bayi baru lahir dan neonatus, kapasitas lambung masih terbatas kurang dari 30 cc untuk bayi baru lahir cukup bulan. Kapasitas lambung ini akan bertambah secara lambat bersamaan dengan tumbuhnya bayi baru lahir. Pengaturan makanan yang sering oleh bayi sendiri penting contohnya memberi ASI on demand.

(26)

25 7. Sistem kekebalan tubuh/ imun

Sistem imunitas bayi baru lahir masih belum matang, sehingga menyebabkan neonatus rentan terhadap berbagai infeksi dan alergi. Sistem imunitas yang matang akan memberikan kekebalan alami maupun yang di dapat. Kekebalan alami terdiri dari struktur pertahanan tubuh yang mencegah atau meminimalkan infeksi. Berikut beberapa contoh kekebalan alami:

a. perlindungan oleh kulit membran mukosa b. fungsi saringan saluran napas

c. pembentukan koloni mikroba oleh klit dan usus d. perlindungan kimia oleh lingkungan asam lambung

Kekebalan alami juga disediakan pada tingkat sel yaitu oleh sel darah yang membantu BBL membunuh mikroorganisme asing. Tetapi pada BBL se-sel darah ini masih belum matang, artinya BBL tersebut belum mampu melokalisasi dan memerangi infeksi secara efisien. Kekebalan yang didapat akan muncul kemudian. BBL dengan kekebalan pasif mengandung banyak virus dalam tubuh ibunya. Reaksi antibodi keseluruhan terhadap antigen asing masih belum dapat dilakukan sampai awal kehidupa anak. Salah satu tugas utama selama masa bayi dan balita adalah pembentukan sistem kekebalan tubuh.

Defisiensi kekebalan alami bayi menyebabkan bayi rentan sekali terjadi infeksi dan reaksi bayi terhadap infeksi masih lemah. Oleh karena itu, pencegahan terhadap mikroba (seperti pada praktek persalinan yang aman dan menyusui ASI dini terutama kolostrum) dan deteksi dini serta pengobatan dini infeksi menjadi sangat penting. 6.2 Mengapa bayi tidak bernafas dan tonus otot berkurang ?

Towell (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernapasan pada bayi yang terdiri dari:

(27)

26 a. Faktor Ibu

Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin. Hal ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anesthesia dalam.

Gangguan aliran darah uterus yaitu mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak, dan eklamsia.

b. Faktor plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.

c. Faktor fetus

Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan ini ditemukan pada keadaan tali pusat yang menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir janin. d. Faktor neonatus

Depresi pernapasan bayi baru lahir terjadi karena beberapa hal, misalnya pemakaian obat analgetika/anesthesia yang berlebihan pada ibu, trauma pada persalinan, dan kelainan kongenital janin.

6.3 Apasajakah kegawatdaruratan bayi baru lahir ? 1. Asfiksia Neonatorum

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernapas spontan dan teratur segera setelah lahir. (Hitchinson, 1967). Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini

(28)

27

merupakan factor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin.

Etiologi

Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonates. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan, atau segera setelah lahir. Namun mayoritas asfiksia bayi baru lahir merupakan asfiksia janin, sehingga sangat penting bagi ibu untuk rutin melakukan pemeriksakan Ante Natal Care (ANC).

Perubahan Patofisiologi dan Gambaran Klinis

Pernapasan spontan bayi baru lahir bergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan/persalinan, akan terjadi asfiksia yang lebih berat.

Asfiksia yang terjadi dimulai dari periode apnu (primary apnoea) disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernapas (gasping) yang kemudian diikuti pernapasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernapas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada pada periode apnu kedua (secondary apnoea). Pada tingkat ini, disamping bradikardi ditemukan pula penurunan tekanan darah.

Disamping adanya perubahan klinis, akna terjadi pula gangguan metabolism dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama, gangguan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolism anaerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga sumber glikogen tubuh, terutama jantung dan hati akan berkurang, yang pada akhirnya menyebabkan asidosis metabolic. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan

(29)

28

kardiovaskuler yang disebabkan karena keadaan yaitu hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung, terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya fungsi sel jaringan, pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan sirkulasi lain di tubuh akan terganggu. Asidosis dan penurunan fungsi jantung akan berakibat buruk pada sel otak. Kerusakan sel otak akan menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

Tindakan pada Asfiksia Neonatorum

Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.

Prinsip dasar resusitasi:

1. Memberikan lingkungan yang baik bagi bayi dan mengusahakan saluran pernapasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernapasan, yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.

2. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha pernapasan lemah.

3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi 4. Menjaga agar sirkulasi tetap baik

Cara Resusitasi

Cara resusitasi terbagi menjadi tindakan umum dan tindakan khusus, yaitu

a. Tindakan Umum 1. Pengawasan suhu

Bayi baru lahir relative mengalami banyak kehilangan panas yang diikuti penurunan suhu. Penurunan suhu tersebut akan mempertinggi metabolism jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat,

(30)

29

sehingga akan mempersulit keadaan bayi apalagi jika bayi dalam keadaan asfiksia. Pencegahan kehilangan panas dapat dilakukan dengan pemakaian sinar lampu yang cukup kuat dan pengeringan tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.

2. Pembersihan jalan napas

Saluran napas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion. Perlu diperhatikan bahwa letak kepala harus lebih rendah untuk mempermudah keluarnya lendir.

3. Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan

Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernapas dalam 20 detik setelah lahir dianggap telah menderita depresi pusat pernapasan, sehingga bayi harus segera diberi rangsangan. Sebagian besar bayi, pengisapan lendir dan cairan amnion dapat memberikan rangsangan. Pengaliran O2 yang cepat ke dalam mukosa hidung dapat pula merangsang refleks pernapasan yang sensitif dalam mukosa hidung dan faring. Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon Achilles, atau memberikan suntik vitamin K terhadap bayi tertentu. Bila tindakan tersebut tidak berhasil, cara lain pun tidak akan memberikan hasil yang diharapkan.

b. Tindakan Khusus

Jika tindakan umum resusitasi neonatus tidak berhasil, maka dilakukan tindakan khusus yang dikerjakan sesuai dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi yang dimanifestasikan oleh tinggi rendahnya skor APGAR.

2. Respiratory Distress Syndrome (RDS)

Respiratory Distress Syndrome disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis

(31)

30

alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.

Definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas berat (dispnea), frekuensi nafas meningkat (takipnea), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto torak dan adanya atelektasis, kongesti vaskular, perdarahan, edema paru, dan adanya hialin membran pada saat otopsi.

Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.

Patofisiologi

Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimal pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir ekspirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.

Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :

a. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat asam organik>asidosis metabolik.

(32)

31

b. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan membrane hialin. Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitif dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stres intrauterin seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar. Secara singkat patofisiologinya dapat digambarkan sbb : Atelektasis → hipoksemia →asidosis → transudasi → penurunan aliran darah paru → hambatan pembentukan zat surfaktan → atelekstasis. Hal ini berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian.

3. Syok

Syok didefinisikan sebagai pengantaran substrat nutrisi dan oksigen yang tidak adekuat pada jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolic jaringan. Bayi dan anak-anak memiliki mekanisme yang luar biasa untuk menjaga tekanan darah sentral untuk menjaga jantung dan otak dari berbagai bentuk syok dimana dalam waktu bersamaan mengurangi perfusi ke ekstremitas, GIT, ginjal, dan organ lain.

Tanda khas pada syok yang terkompensasi adalah: a. Takikardia

b. Ekstremitas distal terasa dingin dan terlihat pucat c. Waktu pengisian kapiler yang diperpanjang (>2s) d. Nadi perifer yang lemah dibanding nadi sentral e. Tekanan darah sistolik normal

Sementara itu apabila mekanisme kompensasi gagal, tanda dari perfusi organ akhir yang tidak adekuat meliputi:

(33)

32 b. Keluaran urin menurun c. Asidosis metabolik d. Nadi sentral lemah

e. Deteriorasi dari warna tubuh

Syok dekompensasi ditandai dengan pucat, sianosis perifer, takipnea, bitnik-bintik pada kulit (mottling), turunnya keluaran urin, asidosis metabolik, status mental yang buruk, denyut nadi perifer lemah bahkan tidak terasa, nadi sentral lemah, dan hipotensi. Syok dibagi menjadi beberapa jenis :

1. Hipovolemik: akibat dari defisiensi absolut dari volume darah intravaskuler. Bisa disebabkan karena trauma, kehilangan cairan (seperti pada diare, luka bakar, diabetes insipidus), asupan cairan tidak cukup. Dicirikan oleh takikardia, hipotensi, nadi melemah, dan pengisian kapiler diperpanjang. Tatalaksana meliputi administrasi cairan dan transfusi darah.

2. Sepsis: merupakan respon inflamatori sistemik yang disebabkan oleh infeksi atau toksin yang dicirikan oleh takikardia, hipotensi, dan pengisian kapiler yang sangat cepat. Tatalaksana meliputi melakukan kultur darah sementara pasien diberikan cairan dan antibiotic spektrum luas.

3. Neurogenik: disebabkan oleh hilangnya kontrol system saraf simpatis yang disebabkan karena trauma kepala dan leher. Ditandai oleh bradikardia persisten dan hipotensi refrakter. Tatalaksana meliputi stabilisasi vertebra servikal, menjaga tekanan rerata tekanan darah arterial pada 85 mmHg dan deteksi dini dari aritmia jantung serta penggantian cairan.

4. Kardiogenik: terjadi karena adanya gangguan pada kontraktilitas jantung. Hal ini membuat turunnya volume sekuncup dan curah jantung. Penyebabnya meliputi gagal jantung kongestif, penyakit jantung kongenital, tamponade jantung, dan penyakit jantung

(34)

33

iskemik, miocarditis, kardiomyopati, sepsis, dan efek samping obat. Tatalaksana meliputi pemberian cairan secara hati-hati (5-10/kg) dan amati bila terdapat perbaikan hemodinamik. (Booth, 2015)

6.4 Jika ibu positif HbsAg, apa saja langkah yang harus dilakukan pada bayi setelah lahir ?

Bila seorang ibu yang hamil dilakukan pemeriksaan HBsAg dan didapatkan hasil positif, maka pada saat persalinan, diperlukan penyuntikan vaksinasi hepatitis B dan HBIG (hepatitis B immunoglobulin) dalam waktu kurang dari 12 jam sejak dilahirkan, dengan kombinasi keduanya maka tingkat keberhasilan untuk mencegah penularan hepatitis B dari ibu adalah sekitar 85-95%. Semakin terlambat pemberian penyuntikan maka tingkat efektifitas semakin berkurang. Lalu lanjutkan pemberian vaksinasi hepatitis B sesuai jadwal sampai usia 6 bulan, dan lakukan pemeriksaan HBsAg pada usia bayi 9 bulan dan pemeriksaan ulang kembali saat usia bayi 18 bulan. Sedangkan hepatitis B pada dewasa sekitar 90% dapat sembuh dengan sendiri, dimana dengan daya tahan tubuh yang kuat dapat mematikan dan membersihkan virus hepatitis B di dalam tubuh, ditandai dengan negatifnya hasil HBsAg pada pemeriksaan ulang 6 bulan kemudian. Namun bila pada pemeriksaan ulang 6 bulan kemudian tetap didapatkan hasil positif maka kemungkinan besar akan menjadi hepatitis B kronis yang dapat merusak liver secara perlahan. Semakin lama virus hepatitis B di dalam tubuh maka semakin besar peluang untuk terjadi kerusakan liver.

Apabila status HBsAg ibu tidak diketahui, maka bayi preterm dan BBLR harus divaksin Hepatitis B dalam 12 jam pertama setelah kelahirannya. (Jill, 2005; Snyder, 2000; Duarte, 1997) Karena reaksi antibodi bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2000 gram masih kurang bila dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2000 gram, maka bayi-bayi kecil tersebut juga harus mendapat

(35)

34

vaksin HBIG dalam 12 jam pertama setelah kelahirannya. Bayi-bayi dengan berat badan lahir 2000 gram atau lebih dapat menerima vaksin HBIG secepatnya setelah status HBsAg positif ibu diketahui, namun sebaiknya vaksin diberikan sebelum tujuh hari setelah kelahiran bayi tersebut. (Jill, 2005; Pujiarto, 2000)

Apabila diketahui bahwa ibu dengan HBsAg positif, maka seluruh bayi preterm, tidak tergantung berapapun berat badan lahirnya, harus menerima vaksin Hepatitis dan HBIG dalam 12 jam setelah kelahirannya. Bayi dengan berat badan lahir 2000 gram atau lebih dapat menerima vaksin Hepatitis B sesuai dengan jadwal, namun tetap harus diperiksakan kadar antibodi anti-HBs dan kadar HBsAg nya dalam jangka waktu 3 bulan setelah melengkapi vaksinasinya. Jika kedua tes tersebut memberikan hasil negatif, maka bayi tersebut dapat diberikan tambahan 3 dosis vaksin Hepatitis B (ulangan) dengan interval 2 bulan dan tetap memeriksakan kadar antibodi anti-HBs dan anti-HBsAg nya. Jika kedua tes tersebut tetap memberikan hasil negatif, maka anak tersebut dikategorikan tidak terinfeksi Hepatitis B, namun tetap dipertimbangkan sebagai anak yang tidak berespon terhadap vaksinasi. Tidak dianjurkan pemberian vaksin tambahan. (Jill, 2005; Matondang, 1984)

Bayi dengan berat badan kurang dari 2000 gram dan lahir dari ibu dengan HBsAg positif mendapatkan vaksinasi Hepatitis B dalam 12 jam pertama setelah kelahiran, dan 3 dosis tambahan vaksin Hepatitis B harus diberikan sejak bayi berusia 1 bulan. Vaksin kombinasi yang mengandung komponen Hepatitis B belum diuji keefektifannya jika diberikan pada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif. Semua bayi dengan ibu HBsAg positif harus diperiksan kadar antibodi terhadap antigen Hepatitis B permukaan (anti-HBS, atau Hepatitis B surface antigen) dan HBsAg pada usia 9 bulan dan 15 bulan, sesudah melengkapi serial imunisasi HBV. Beberapa pendapat mengatakan bahwa tes serologis terhadap antigen dan antibodi tersebut dapat

(36)

35

dilakukan 1-3 bulan setelah selesai melaksanakan serial imunisasi Hepatitis B. (Snyder, 2000)

6.5 Apakah dampak bagi ibu dan bayi jika ibu mengalami hiperglikemia saat masa kehamilan ?

Dampak bagi janin : a. Kematian dini janin

Diabetes gestasional menyebabkan ketoasidosis yang merupakan meningkatnya keasaman darah yang disebabkan oleh kadar gula darah yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan fungsi sistem enzim janin tidak dapat aktif di lingkungan asam yang tinggi sehingga nutrisi untuk kelangsungan hidup janin tidak dapat terpenuhi.

b. Cacat bawaan

Ketoasidosis gestasional yang disebabkan oleh hiperglikemia pada ibu hamil juga berpengaruh pada pembentukan organ janin sehingga dapat berakiat pada kecacatan bawaan pada bayi seperti spina bifida, PDA, VSD, ASD dan lain-lain. c. Makrosomia

Merupakan pertumbuhan abnormal akibat penyimpanan lemak berlebihan pada janin, hal tersebut terjadi karena jumlah besar glukosa darah dari ibu melintasi plasenta menyebabkan pankreas janin memproduksi insulin dalam vlume yang besar (hiperinsulinemia). Hiperinsulinemia dan hiperglikemia tersebut mengakibatkan bayi tidak dapat lahir secara normal karena ukuran tubuh yang lebih besar dari normal.

d. Distosia bahu

Kondisi dimana bayi terjebak dalam panggul setelah kepala keluar dari jalan lahir yang dimungkinkan karena ukuran tubuh bayi yang lebih besar.

(37)

36

Hiperinsulinemia pada janin dapat menghambat enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi surfaktan. Surfaktan adalah lapisan yang melapisi paru-paru dan memungkinkan bayi untuk bernafas spontan ketika lahir.

6.6 Adakah indikasi dan kontraindikasi dilakukannya rawat gabungan ? Jelaskan!

Rawat gabung merupakan sistem perawatan bayi yang disatukan dengan ibu, sehingga ibu dapat melakukan semua perawatan dasar bagi bayinya.

Keuntungan Rawat Gabung

a. Meningkatkan kemampuan perawatan mandiri pada bayinya. b. Dapat memberikan ASI setiap saat.

c. Dapat meningkatkan kasih sayang pada bayi. d. Mengurangi terjadinya infeksi, terutama diare.

e. Mengurangi kehilangan panas badan bayi sehingga meningkatkan daya tahan tubuh.

f. Pemberian ASI bertindak sebagai metode KB dalam waktu 4 – 6 bulan pertama.

g. Menurunkan morbiditas dan mortalitas neonatus.

Syarat Rawat Gabung

Kegiatan rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin dikamar bersalin dan dibangsal perawatan pasca persalinan. Meskipun demikian penyuluhan tentang manfaat dan pentingnya rawat gabung sudah dimulai sejak ibu pertama kali memeriksakan kehamilannya di poliklinik asuhan antenatal. Tidak semua bayi atau ibu dapat segera dirawat gabung. Bayi dan ibu yang dapat dirawat gabung harus memenuhi syarat/kriteria berikut :

a. Lahir spontan, baik presentasi kepala maupun bokong.

(38)

37

b. Bila lahir dengan tindakan, maka rawat gabung dilakukan setelah bayi cukup sehat, refleks menghisap baik, tidak ada infeksi dan sebagainya.

c. Bayi yang dilahirkan denga sectio secaria dengan anestesi umum, rawat gabung dilakukan segera setelah ibu dan bayinya sadar penuh (bayi tidak ngantuk) misalnya empat sampai enam jam setelah operasi selesai. Bayi tetap disusukan meskipun mungkin ibu masih mendapat infus.

d. Bayi tidak asfiksia setelah lima menit pertama (nilai APGAR minimal 7).

e. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih. f. Berat lahir 2000 – 2500 gram atau lebih.

g. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum. h. Bayi dan ibu sehat.

Kontra Indikasi Rawat Gabung Pihak Ibu a. Fungsi kardiorespiratorik yang tidak baik

Pasien penyakit jantung kelas II dianjurkan untuk sementara tidak menyusui sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi pasien jantung klasifikasi III tidak dibenarkan menyusui.

b. Eklampsia dan preeklampsia berat

Keadaan ibu biasanya tidak baik dan pengaruh obat-obatan untuk mengatasi penyakit biasanya menyebabkan kesadaran menurun sehigga ibu belum sadar betul. Tidak diperbolehkan ASI dipompa dan diberikan pada bayi.

c. Penyakit infeksi akut dan aktif

Bahaya penularan pada bayi yang dikhawatirkan. Tuberkulosis paru yang aktif dan terbuka merupakan kontra indikasi mutlak. Pada sepsis keadan ibu biasanya buruk dan tidak akan mampu menyusui.

(39)

38

Pasien dengan karsinoma harus dicegah jangan sampai ASInya keluar karena mempersulit penilaian penyakitnya. Apabila menyusui ditakutkan adanya sel – sel karsinoma yang terminum si bayi.

e. Psikosis

Tidak dapat dikontrol keadaan jiwa si ibu bila menderita psikosis. Meskipun pada dasarnya ibu sayang pada bayinya, tetapi selalu ada kemungkinan penderita psikosis membuat cedera pada bayi. Pihak Bayi

a. Bayi kejang

Kejang-kejang pada bayi akibat cedera persalinan atau infeksi tidak memungkinkan untuk menyusui. Ada bahaya aspirasi, bila kejang timbul saat bayi menyusui. Kesadaran bayi yang menurun juga tidak memungkinkan bayi untuk menyusui.

b. Bayi yang sakit berat

Bayi dengan penyakit jantung atau paru-paru atau penyakit lain yang memerlukan perawatan intensif tentu tidak mungkin menyusu dan dirawat gabung.

c. Bayi yang memerlukan observasi atau terapi khusus.

Selama observasi rawat gabung tidak dapat dilaksanakan. Setelah keadaan membaik tentu dapat dirawat gabung. Ini yang disebut rawat gabung tidak langsung.

d. Berat badan bayi sangat rendah

Refleks menghisap dan refleks lain pada BBLR belum baik sehingga tidak mungkin menyusu dan dirawat gabung.

e. Cacat Bawaan

Diperlukan persiapan mental si ibu untuk menerima keadaan bahwa bayinya cacat. Cacat bawaan yang mengancam jiwa si bayi merupakan kontra indikasi mutlak. Cacat ringan seperti labioskisis, palatoskhisis bahkan labiognatopalatoskhisis masih memungkinkan untuk menyusui.

(40)

39

f. Kelainan metabolik dimana bayi tidak dapat menerima ASI. (Prawirohardjo, 2005)

6.7 Mengapa perlu dilakukannya pemeriksaan TORCH, HbsAg dan gula darah pada ibu hamil ?

a. Pemeriksaan TORCH

Pemeriksaan laboratorium yang penting selama kehamilan lainnya yaitu pemeriksaan TORCH. TORCH adalah penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kelainan bawaan/cacat pada janin bila ibu hamil mengidap penyakit tersebut. Pemeriksaan TORCH terdiri dari toksoplasma, rubella, CMV dan herpes. Infeksi TORCH dapat terdeteksi dari adanya antibodi yang muncul sebagai reaksi terhadap infeksi. terdiri dari:

a. Toxoplasma IgG dan IgM: antibodi terhadap parasit toxoplasma gondii yaitu untuk mendeteksi apakah terdapat infeksi Toxoplasma.

b.Rubella IgG dan IgM: antibodi terhadap virus campak Jerman, untuk mendeteksi apakah terinfeksi virus tersebut atau tidak

c. Cytomegalovirus (CMV) IgG dan IgM: antibodi terhadap virus Citomegalo, untuk mendeteksi apakah terinfeksi virus CMV atau tidak.

d.Herpes Simplex Virus 1 IgG dan IgM: antibodi terhadap virus herpes simplex 1, untuk mendeteksi apakah terinfeksi HSV1.

e. Herpes Simplex Virus 2 IgG dan IgM: antibodi terhadap virus herpes simplex 2, untuk mendeteksi apakah terinfeksi HSV2

Toxoplasma

Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi. Pada umumnya, infeksi Toxoplasma

(41)

40

terjadi tanpa disertai gejala yang spesipik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak menimbulkan masalah.

Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun).

Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelinan mata dan atelinga, retardasi mental, kejang-kejang dn ensefalitis.

Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar ditentukan karena gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik). Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-Toxoplasma IgG.

Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertma, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma. Rubella

Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang anak-anak dan dewasa muda. Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita

(42)

41

hamil muda, karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi trimester pertama maka risikonya menjadi 25% (American College of Obstatrician and Gynecologists, 1981). Tanda tanda dan gejala infeksi Rubella sangat bervariasi untuk tiap individu, bahkan pada beberapa pasien tidak dikenali, terutama apabila ruam merah tidak tampak. Oleh Karena itu, diagnosis infeksi Rubella yang tepat perlu ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella bawaan.

Cytomegalovirus (CMV)

Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil.

Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai risiko tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain.

Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau infeski berulang, dimana infeksi

(43)

42

akut mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG.

Diagnosis CMV terhadap ibu :

a. Uji serologic : perubahan seronegatif menjadi seropositive tampak adanya IgM dan IgG anti CMV

b. Uji virologik : Imonoflouresence, menggunakan metode monoclonal yang mengikat antigen pp 65 (suatu protein CMV di dalam leukosit darah ibu)

Diagnosis prenatal dilakukan dengan PCR dari isolasi virus dengan amniosintesis pada usia kehamilan 21-22 minggu. Karena sebelum usia 20 minggu diuresis fetus belum sempurna sehingga belum dapat mengekskresikan virus lewat urin secara optimal.

Herpes Simpleks Tipe II

Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh pada kuli, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50 kasus).

Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan.

Jika ibu terinfeksi herpes kronis, kemungkinan bayi yang dilahirkan tidak akan terinfeksi. Sebaliknya, ibu yang

(44)

43

terinfeksi herpes saat mengandung, atau akut, bayi yang dilahirkan kemungkinan akan terinfeksi. Untuk itu, ibu yang terinfeksi kronis diperbolehkan melakukan persalinan per vaginam, dan sebaliknya.

b. Pemeriksaan HbsAg

Virus hepatitis sangat potensial untuk ditularkan kepada janin di dalam kandungan, maka pemeriksaan laboratorium penting dilakukan selama kehamilan HBsAg (antigen hepatitis B), untuk mendeteksi adanya virus Hepatitis B.

c. Pemeriksaan gula darah

Pemeriksaan laboratorium selama kehamilan ini untuk mengetahui kadar glukosa (gula) dalam darah:

1) Glukosa puasa (glukosa dalam keadaan puasa 10-12 jam).

2) Tes Toleransi Glukosa Oral (glukosa 2 jam setelah minum glukosa 75 gram).

3) HbA1c (Glycosylated hemoglobin) untuk mengetahui kadar glukosa darah rata-rata selama 3 bulan terakhir. Tujuannya untuk mengetahui apakah terjadi DMG (diabetes mellitus gestasional)/kencing manis dalam kehamilan. Glukosa puasa dan tes toleransi glukosa oral dilakukan bila terdapat risiko DMG pada trimester pertama atau saat pertama terdiagnosis hamil, atau pada usia 24-28 minggu bila tidak ada risiko DMG.

(45)

44 BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pada skenario, pasien mempunyai riwayat ANC yang tidak teratur, warna ketuban jernih, tidak ada mekoneum, serta tidak adanya riwayat demam sebelum melahirkan menunjukan tidak adanya kemungkinan infeksi di dalam kandungan atau sepsis neonaturum. Pecahnya ketuban 24 jam menjadi salah satu penyebab stress pada janin yang mengakibatkan terjadinya asfiksia. Tindakan resusitasi yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan dalam penatalaksanaan bayi baru lahir tidak bernafas, sehingga bayi dapat terhindar dari kematian. Rawat gabung pasca melahirkan sangat penting untuk mendekatkan Ibu dengan bayi serta bayi dapat sesegera mungkin mendapatkan kolostrum dari ASI.

B. Saran

Sebaiknya seorang Ibu hamil berkunjung ke bidan atau dokter secara teratur untuk mendapatkan pelayanan ante natal care, sehingga dapat mengenali dan menangani penyakit-penyakit yang mungkin dijumpai dalam keamilan, persalinan, dan nifas.

Terkait kegiatan diskusi tutorial sebaiknya kami mencari bahan yang lebih bervariatif sehingga tutorial lebih hidup, tapi secara keseluruhan tutorial telah berjalan dengan baik.

(46)

45

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, dkk. 2000. Ilmu kesehatan Anak Nelson Vol 3. Jakarta: EGC.

Benson C. Ralph. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi, Ed 9. Jakarta:EGC Depkes RI. 1992. Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks Keluarga. Jakarta Depkes RI. 2008. Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, Jakarta

Prawirohardjo, Sarwono (2011). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Booth, J.S. 2014. Pediatric resuscitation. [ONLINE] Tersedia di http://emedicine.medscape.com/article/1948389-overview. Diakses Februari 2017.

Dorland, W.A.Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Erlangga.

Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran/Arthur C. Guyton, John E. Hall. Edisi 11. Jakarta : EGC. P. 1097

Holcomb III, G.W., Murphy, J. P. 2010. Ashcraft’s Pediatric Surgery, 5th ed. Elsevier Saund.

IDAI. 2011. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia: Asuhan Nutrisi Pediatrik (Pediatric Nutrition Care). Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia

JHPIEGO. 2003. Panduan Pengajar Asuhan Kebidanan Fisiologi bagi Dosen Diploma III Kebidanan. Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Pusdiknakes

Kattwinkel, et.al (2010). Neonatal Resuscitation : 2010 American Heart Association Guidelines For Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 122 : 909 – 919.

(47)

46

Khosim, M. Sholeh. 2010. Pemeriksaan Kekeruhan Air Ketuban. Bagian Ilmu Kesehatan FK UNDIP, Vol. 11, No. 5, Februari 2010

Kliegman, R.B., et al. 2016. Nelson Textbook of Pediatrics, 20th ed. Philadelphia: Elsevier.

Kosim, Sholeh. 2010. Pemeriksaan Kekeruhan Air Ketuban. Sari Pediatri 2010;11(5):379-84.

Latief,Abdul dr., et al. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3. Infomedia: Jakarta. Halaman: 1000-1011.

Manuaba. 2008. Patologi Obstetri. Jakarta: EGC

Nelson, Marcdante, K.J., et al.. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial, Edisi Keenam. Singapore: Elsevier Saunders

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifudin, Abdul Bahri. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. Jakarta: YBP_SP

Tanto, Chris., et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Esssentials of Medicine Edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius.

Referensi

Dokumen terkait

atau 2 (m Cejala mola hidatidosa berupa  perdarahan per vaginam berulang-ulang dan darah (enderung ber7arna (oklat 3gejala utama5, amenore, mual, muntah dan pusing yang

Hormon estrogen dan progesteron terus meningkat dan terjadi hipervaskularisasi mengakibatkan pembuluh-pembuluh darah alat genetalia membesar. Peningkatan sensivitas ini

Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah

Proses supurasi akan berlanjut dengan peningkatan jumlah sekret purulen, penekanan pada membran timpani oleh akumulasi sekret ini kan menyebabkan

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar..

1) Mual : terjadi pada sekitar 50% klien yang memakai pil kontrasepsi kombinasi, namun tidak akan berlangsung lebih dari 24 jam. Pada klien yang memakai pil hanya- progestin

Meskipun berdasarkan penelitian,virus terdapat dalam saliva, air mata, cairan serebrospinal dan urin, tetapi cairan tersebut tidak terbukti berisiko menularkan

Ketika berada dalam lingkungan atau udara yang dingin tubuh tetap  berusaha menstabilkan suhunya, sehingga manusia harus mengeluarkan kelebihan air dalam tubuh.