POTENSI DAYA HAMBAT EKSTRAK KASAR RUMPUT LAUT(Eucheuma cottoni) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI PATOGEN (Staphylococus aureus) DI KAMPUNG WASORI DISTRIK
BIAK UTARA KABUPATEN BIAK NUMFOR (PAPUA)
Amelia Noriwari1, Iriani Ira Bukorpioper2, dan Inggrid Nortalia Kailola3 Universitas Ottow Geissler Papua1,2,3
Abstrak. Rumput laut alga merah Euceheuma cottoni merupakan salah sau jenis rumput laut merah (Rhodophyceae). Rumput laut (alga merah) dapat menghasilkan biomasa berupa bahan aktif metabolit untuk melindungi dirinya dari serangan berbagai penyakit dan predator, E. cottoni dapat menghambat pertumbuhan bakteri, baik gram negatif maupun gram positif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak rumput laut Eucheuma cottoni terhadap bakteri S. aureus.
Selanjutnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi hambat minimum bakteri S. aureus.
E. cottoni. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2017- Oktober 2017. Pembuatan ekstrak rumput laut dengan menggunakan maserasi sedangkan pengujian akivitas antibakteri dengan menggunakan metode difusi agar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak E. cottoni mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus yang ditujukkan dengan warna bening disekitar ekstrak. Nilai zona hambat terhadap bakteri S.aureus sebesar 3,64 mm pada konsentrasi 0,5% .
Kata kunci : Antibakteri Eucheuma cottoni, Staphylococus aureus, konsentrasi hambat Minimum.
1. PENDAHULUAN
Provinsi Papua memiliki keanekaragaman hayati (bioderversity) laut yang tinggi, seperti ekosistem terumbu karang (coral reef), ekosistem padang lamun (seagrass beds), ekosistem rumput laut (seaweed), ekosistem hutan mangrove (mangrove forest) dan ekosistem rumput laut (seaweed) (Laksono, dkk. 2001). Salah satu pulau di Indonesia yang merupakan daerah tropis sehingga mengakibatkan prevalensi penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri masih tetap tinggi adalah daerah Papua. Penyakit infeksi yang sering terjadi adalah infeksi pada kulit. Bakteri Staphylococcusepidermidis dan Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman patogen yang sering menyebabkan infeksi kulit pada manusia (Refdanita dkk, 2004; Aydin dkk, 2005). Disisi lain penggunaan antibakteri secara terus-menerus dapat menyebabkan kecenderungan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibakteri yang ada. Salah satu bakteri yang saat ini sudah bersifat resisten terhadap beberapa jenis antibiotik komersial adalah bakteri Sthapylococcus aureus (Anwar 1994).
Bakteri S.aureus merupakan bakteri gram positif yang berbentuk kokus dan bersifat aerob fakultatif.Bakteri S. aureus merupakan bakteri flora normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia.
S.aureus dapat menjadi penyebab infeksi baik pada manusia maupun pada hewan. Bakteri S. aureus dapat mengakibatkan infeksi kerusakan pada kulit atau luka pada organ tubuh jika bakteri ini mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh. Saat bakteri masuk ke peredaran darah. Bakteri dapat menyebar ke organ lain dan meyebabkan infeksi (Anwar, 1994).
Kabupaten Biak Numfor merupakan salah satu daerah yang berada di Provinsi Papua yang memiliki tipe perairan pasang surut yang dibentuk atau disusun oleh hamparan terumbu karang, padang lamun dan rumput laut yang sangat luas memiliki tempat yang masih alami yang jauh dari kerusakan mengakibatkan Kabupaten Biak Numfor memiiki keunikan sumber daya alam yang sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan secara optimal (Coremap II, 2007). Berdasarkan alasan diatas maka, tujuan penelitian ini di harapkan memberikan informasi potensi rumput laut E.cottoni yang berada di Kampung Wasori Biak Numfor sebagai antibakteri S.aureus.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama empat bulan yaitu pada bulan Juli – Oktober 2017. Sampel rumput laut diambil dari perairan Kampung Wasori Distrik Yawosi, Kabupaten Biak Numfor.Ekstraksi sampel rumput laut dan Analisis Mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Cenderawasih, Papua.
3. PENGAMBILAN SAMPEL
Pengambilan sampel rumput laut Eucheuma cottoni dengan kedalaman 1m. Pengambilan sampel dilakukan secara selektif, dengan menyelam dalam dasar laut. Rumput laut diambil dengan dipotong dengan menggunakan pisau kemudian dimasukkan ke dalam plastik berwarana hitam. Setelah itu dilakukan dokumentasi pengambilan sampel. Rumput laut kemudian dicuci dengan air laut steril dan dimasukan kedalam kemudian disimpan dalam cool boox berisi es batu untuk analisis selanjutnya di laboratorium Mikrobilogi.
3.1. Pembuatan Ekstrak Rumput Laut ( Eucheuma cottoni )
Proses pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara sampel dibilas dengan air laut steril agar terbebas dari kotoran setelah itu sampel dipotong dengan menggunakan gunting. Selanjutnya diblender hingga menjadi serbuk simplisia, kemudian simplisia ditimbang sebanyak 500 gram dan dimasukan ke dalam gelas Erlemenyer 500 ml. Sampel direndam (maserasi) dengan alkohol 70 % sebanyak 900 ml.
Maserasi dilakukan 3x 24 jam. Hasil maserasi disaring menggunakan kertas saring (whtmann no. 42), hasil penyaringan disimpan dibotol sampel dan diletakan di dalam lemari es. Kemudian ekstrak dievaporasi sampai ekstrak mengental lalu ditimbang. Ekstrak sampel E. cottoni dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini.
3.2. Peremajaan Bakteri
Biakan bakteri S.aureus sebanyak satu ose diinokulasikan ke dalam medium Natrient Agar (NA) secara terpisah dengan meletakkan jarum ose yang mengandung biakan pada dasar kemiringan agar dan tarik dengan gerakan zig-zag. Bakteri S.aureus sebanyak dua ose dinokulasikan kedalam medium Natrient Agar (NA) yang terpisah. Selanjutnya diinkubasi pada 37oC selama 24 jam. Suspensi bakteri yang telah siap digunakan dinokulasi sebanyak 5 tetes dalam media Natrient Agar (NA) dengan menggunakan spuid 3 cc, kemudian dengan metode poure plate diratakan menggunakan batang L.
3.3. Pengujian Aktivitas AntibakteriEucheuma cotooni terhadap bakteri Sthapylococcus aureus.
Uji aktivitas antibakteri dilakukan terhadap satu jenis bakteri yaitu bakteri. S. aureus. Pengujian antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram. Cara kerja metode difusi cakram adalah bakteri uji yang telah diremajakan diinokulasikan ke dalam NA sebanyak 100 μl lalu diratakan dengan menggunakan batang L. Ke dalam medium yang berisi bakteri, kemudian dimasukkan kertas cakram 6 mm dan ditetesi dengan larutan ekstrak dengan konsentrasi 10 % 5 % 1 % 0,5 % sebanyak 20 μl/disk (5 μg/disk). Setelah itu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC selanjutnya diukur diameter hambatan yang terbentuk menggunakan jangka sorong.
3.4. Penetapan Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penetapan nilai konsentrasi hambat minumum hambat (KHM) ada untuk mengetahui kadar terendah dari sampel ekstrak yang masih memberikan aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji. Metode penetapan yang dilakukan adalah dengan metode agar padat. Sampel ekstrak dibuat dengan berbagai konsentrasi mulai dari yang besar hingga yang kecil yaitu, 10%, 5%, 1%, dan 0,5%. Pelarut yang digunakan adalah aquades. Selanjutnya di uji aktivitas anti bakterinya.
3.5. Konsentrasi Hambat Minimum
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan metode difusi agar dari diameter zona hambat yang terbentuk dari hasil ekstraksi dimana dilakukan uji dengan konsentrasi 10%, 5%, 1%, dan 0,5%
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Antibakteri
Hasil uji zona hambat yang dihasilkan ekstrak Eucheuma cottoni terhadap bakteri Staphylococus aureus menunjukkan hasil bening yang berarti aktivitas antibakteri bekerja dengan baik. Hasil uji aktivitas Eucheuma cottoni dapat di lihat pada gambar 1 dan Tabel 1 .
Gambar 1. Uji antibakteri ekstrak Eucheuma cottonidengan konsentrasi 0,5 %(a), 1%(b), 5% (c), 10% (d), ciprofloksasin (+) (e) terhadap bakteri Staphylococus aureus
Tabel 1. Dimeter Zona Hambat Ekstrak Eucheuma cottoni Terhadap Bakteri Staphylococus aureus
Berdasarkan hasil pengukuran yang didapat membuktikan bahwa ekstrak E. cottoni memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus. Dimana daya hambat terhadapt bakteri S. aureus pada konsentrasi 10% (6.47 mm), konsentrasi 5% (6.32 mm),termasuk kategori kuat. konsentrasi 1% (3.4 mm), konsentrasi 0,5% (3.64 mm) termasuk kategori sedang, dan kontrol Cipfloxacin (+) (22.92 mm).
Penentuan kriteria daya hambat berdasarkan Davis & Stot (1971) yang melaporkan bahwa ketentuan daya antibakteri sebagai berikut : daerah hambat 5 mm atau kurang termasuk kategori lemah, daerah hambat 5-10 mm termasuk kategori sedang, 10-20 mm atau lebih termasuk kategori sangat kuat. Uji aktivitas antibakteri biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsentrasi ekstrak, kandungan senyawa ekstrak, kamampuan difusi ekstrak dan jenis bakteri.
Hasil penelitian didukung dengan penelitian- penelitian sebelumnya yang mana pada hasil penelitian Sartika, Riska (2013), menunjukkan bahwa ekstrak etanol E. cottoni mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dengan konsentrasi maksimum yaitu 17,33 mm, Nilai zona hambat ekstrak E. cottoni dapat di kategorikan dalam kategori sedang.
Konsentrasi (%)
Zona Hambat (mm ) S aureus
0.5 3, 64
1 3,4
5 6,32
10 6,47
Kontrol (+)ciprofloksasin
22, 92
Rata – rata 42.75
Berdasarkan hasil uji aktivitas ekstrak E. cottoni terhadap bakteri S. aureus menunjukkan diameter daerah hambat pada bakteri gram positif. Hal ini menunjukkan antibakteri ekstrak E. cottoni lebih efektif terhadap bakteri gram positif perbedaan signifikan bakteri terhadap antibakteri dipengaruhi oleh struktur dinding sel. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang mengadung banyak sel yang mengadung banyak lapisan peptidoglikan dan asam teikoat. Asam teikoit merupakan polimer yang terlarut dalam air yang berfungsi sebagai transport ion positif untuk keluar masuk zat. Sifat larut air inilah yang menunjukkan bahwa dinding sel bakteri gram positif bersifat polar. Sehingga dinding sel ini relative lebih tahan terhadap kerusakan mekanisme atau zat antibakteri sulit untuk masuk ke dalam sel (Jawetz,2007 ; Desmawaty, 2016).
Aktivitas Antibakteri terhadap bakteri patogen manusia dan organisme Budidaya. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan paper disc yang bertujuan untuk melihat aktivitas senyawa metabolit sekunder dari isolat bakteri Staphylococus aureus dalam menghambat bakteri patogen. Bakteri yang memiliki aktivitas antibakteri ditandai dengan adanya zona bening di sekitar paper disc. Isolat yang di uji aktivitas antibakterinya merupakan isolat yang memiliki daya hambat berdasarkan uji antagonis dan telah diuji patogenisitasnya.
5. KESIMPULAN
1. Adanya potensi aktivitas antibakteri Euchema cottoniuntuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococus aureus
2. Konsentrasi hambat minimum bakteri Staphylococusaureus pada rumput laut Eucheuma cottoni pada konsentrasi terkecil yaitu 0.5 % dengan diameter zona hambat 3.64 mm.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anggadiredja, J.,T. Zantika A., Purwoto H. dan S. Istini, (2006), Seri Agribisnis Rumput laut Penyebar Swaday, Jakarta
[2] Ahdyanti, S., Pia Dwihandita,N. Pambayu, A.S. Luhur, R.F, (2008), Kapsularisasi Ekstrak anggur Laut (Caulerpa rasemosa) sebagai sumber antioksidan alami, Institute Pertanian.
Bogor.
[3] Aslan, (1991), Budidaya rumput laut, Kanisinus Yogyakarta
[4] Aslan M dan Laode, (1998), Budidaya rumput laut, Kanisininus Yogkarta
[5] Angka S. L. &M.T.Suhartono (2000), bioteknologi hasil laut, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan lautan Institut Pertanian Bogor
[6] Atmajda, W.S., A. kadi; Sulistijo dan Rachmaniar, (1996), Pengenalan jenis-jenis rumput laut Indonesia, Puslitbang Oseanlogi- LIPI. Jakarta.
[7] Andriani, dkk, (2015), Uji penghabat aktivitas Eucheuma pada ekstrat methanol, Skripsi di terbitkan di Jakarta.
[8] Dimara, L., dan T.N.B. Yenusi, (2011), “Uji aktivitas antibakteri dan antioksidan ekstrak pigmen klorofil rumput laut caulerpa racemosa (Frosskal) J.Agard”, Jurnal Biologi Papua.
[9] Doty, (1985), Eucheuma cottoni. University of hawai.p A-21
[10] Dwyana Z, Johannes E, ( 2009), Uji aktivitas Ekstrak kasar alga merah Eucheuma cattoni sebagai antibakteri terhadap bakteri pathogen
[11] Davis and stot, (1971), “Disc plate Methods of Microbiological Antibiotics Assay”, Microbiology 22: 659- 665
[12] Desmawaty,Hickma, (2006),Uji aktivitas Antibakteri Alga coklat (Sargasum Sp)Asal pantai Base-G terhadapt bakteri Sthaphylococus aureus dan Escheriachia coli, Skripsi. FMIPA.
Universitas Cenderawasi. Jayapura
[13] Febriany,S, (2004), Pengaruh beberapa ekstrak berpotensi meningkatkan aktivitas lipase enzim, Bogor fakultas MIPA
[14] Haryanti, S, (2011), Uji aktivitasnya sebagai anti bakteri dan antifungi. Skripsi program sutudi kimia fakultas Matematika dan ilmu pengetahuan alam Universitas Haluoleo. Kendari
[15] Hanapi, A. Ghanaim fasya, (2013), uji aktivitas dan antibakteri ekstrak methanol alga merah Eucheuma spinosum, Fakultas sains dan Teknologi UIN mualana Malik Ibrahim Malang [16] Hidaya,A, (2016), uji efektivitas ekstrak sargasum muticum sebagai alternative obat bisul
akhibat aktivitas staphylococcus aureus. Jurusan biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.
[17] Istini, S. Zantika, A. dan Suhaimi, (1998), Manfaat dan pengelolaan rumput laut, Staf Deputi Pengkajian Ilmu dan Terapan BPP teknologi, Jakarta.
[18] Jawetz, E., Melnick, J.L., dan adelbeng’s, (2001), Mikrobiologi kedokteran diterjemahkan oleh bagian mikrobiologi fakultas kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta.
[19] Jawetz, E., Melnick, J.J., & Adelberg E.A. 2013. Mikrobiologi kedokteran Edisi 26: EGC.
[20] Kimball, J., Soetarmi S., Sugiri N. (1983). Biologi Jilid 3, edisi ke 5. Erlangga: Jakarta.
[21] Laksono, P. M., Prasodjo, T., Mustika, A., Hendrijani, A.B., Gunawan dan Riomanda, T. 2001.
Kepulauan padaido haruskah habis terkurus. Jogjakarta : KEHATI, PSAP – UGM.
[22] Maduriana I. M, sudira Iw. 2009. Skrining dan Uji aktivitas Antibakteri beberapa Rumput laut dari pantai baku Bolong canggu dan serangan. Bulletin vateriner Udaya
[23] Muzayyinah.2005. keanekaragaman tumbuhan tak berpumbulun. LPP UNS pres. Surakarta.
[24] Melki. 2010. Uji antibakteri ekstrak Gracilaria Sp terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococus aureus. Program study ilmu Kelautan FMIPA Universitas Sriwijaya, Indralaya.
Indonesia.
[25] Nurcahyanti R. D. A. Martosupono.M. 2009 Menggali kandungan Nutrisi dan Manfaat Kesehatan Dari Sayuran Rumput laut. Program Pascasarjana Magister Biologi, Universitas Satya Wacana , Salatiga
[26] Pelczar, M.J.& Chan,E.C.S. (1986). Dasar-Dasar Mikribiologi, jilid I. Hadioetomo, R. S, Tjitrosomo, S.S, Angka, S.L & Imas, T. ( penerjemah). Penerbit UI Press. Yakarta.
[27] Redanita. 2004. Brock Biology of Microorganisme Ed. Prentince Hall, Upper sadlle River New.
Jersey.
[28] Susanto, A.2009. Wakame. Program Pascasarjana Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
[29] Sulistyowati dan Widyastuti, A. 2008. Pemanfaatan centella asiatica sebagai bahan antibakteri sebagai bahan antibakteri Salmonella tryphi.
[30] Sartika dan Melki, 2013. Aktivitas antibakteri ekstrak rumput laut. Universitas sriwijaya.
[31] Trainor, F.R. 1978. Introductory phycology. Vol I. jhon W iley and Sons.New York
[32] Wulandari. 2010. Uju aktivitas antibakteri Ekstrak etanol, fraksi n- Heksana dan etilasesat Daun sidaguri (sida rhombifolia L) terhadap beberapa bakteri. Universitas Sumatera Medan.
[33] Yenusi T., N., B. 2011. Fotostabillitas ekstrak kasar pigmen klorofil rumput Laut (caulerpa racemosa (forsskal) J. Agardh) di perairan Pulau Insumbrei Supiori dan Sampel dagangan di pasar Youtefa Abepura . Skripsi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih Jayapura.