• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. and Development (ICPD) di Kairo (1994), adalah tentang seksual dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. and Development (ICPD) di Kairo (1994), adalah tentang seksual dan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu isu terpenting tentang kesehatan reproduksi yang dibacakan dalam konferensi kependudukan sedunia Internasional Conference Population and Development (ICPD) di Kairo (1994), adalah tentang seksual dan kesehatan reproduksi. Isu ini diangkat sebagai salah satu pokok bahasan karena adanya berbagai masalah reproduksi yang dihadapi dimasa kini. Saat ini kita sering dihadapkan dengan umur rata-rata remaja yang menikah dibawah usia antara 14-19 tahun (Widyastuti dkk, 2009).

Undang-Undang perkawinan No.1 tahun 1974 memperbolehkan seorang perempuan usia 16 tahun dapat menikah, sedangkan Undang-Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 memberikan batasan 20 tahun, karena hubungan seksual yang dilakukan pada usia dibawah 20 tahun beresiko terjadinya kanker serviks serta penyakit menular seksual. Perkawinan usia dini menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan antara lain pada kehamilan dapat terjadi preeklamspsia, resiko persalinan macet karena besar kepala anak tidak dapat menyesuaikan bentuk panggul yang belum berkembang sempurna. Pada persalinan dapat terjadi robekan yang meluas dari vagina menembus ke kandung kemih dan meluas ke anus. Pada bayi dapat terjadi berat badan bayi lahir rendah dan resiko pada ibu yaitu dapat meninggal (Bunners, 2006).

(2)

Data UNICEF pada tahun 2001 menunjukkan bahwa wanita yang berusia 25 sampai 29 tahun yang menikah dibawah usia 18 tahun di Indonesia mencapai 34%, dan Indonesia termasuk dalam lima besar negara-negara yang persentase pernikahan dini tertinggi di dunia. Berdasarkan usia pernikahan, data statistik di Indonesia menunjukkan pada tahun 1999 terdapat 20% wanita yang menikah diusia sekitar 15-19 tahun dan 18% wanita yang menikah dengan laki-laki dibawah usia 20 tahun.

Menurut UNICEF 2005, pernikahan sebelum usia 18 tahun terjadi diberbagai belahan dunia, dimana orang tua juga mendorong perkawinan anak-anaknya ketika mereka masih berusia dibawah 18 tahun dengan harapan bahwa perkawinan akan bermanfaat bagi mereka secara finansial dan secara sosial, dan juga membebaskan beban keuangan dalam keluarga. Pada kenyataanya, perkawinan anak-anak adalah suatu pelanggaran hak asasi manusia, mempengaruhi pengembangan anak-anak perempuan dan sering juga mengakibatkan kehamilan yang beresiko dan pengasingan sosial, tingkat pendidikan rendah dan sebagai awal dari kemiskinan (UNICEF,2005).

Sedangkan berdasarkan Angka Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, jumlah kasus pernikahan dini mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia perkawinan di Indonesia yakni 19,1 tahun. Dan berdasarkan SDKI tahun 2012 tercatat 4,8% menikah di usia 20-24 tahun dan 41,9% menikah pada usia 15-19 tahun atau 41 per 1000 pernikahan. Dari data tersebut, dapat dilihat besarnya angka pernikahan dini di Indonesia.

(3)

Menurut Taufik (2008) dalam Damayanti (2012), angka statistik pernikahan dengan pengantin wanita berusia dibawah 16 tahun secara keseluruhan mencapai lebih dari seperempat dari total pernikahan di Indonesia. Bahkan di beberapa tempat, angkanya jauh lebih besar, misalnya di Jawa Timur 39,43%, Kalimantan Selatan 35,48%, Jambi 30,63%, Jawa Barat 36% dan Jawa Tengah 27,84%.

Beberapa ahli menyatakan bahwa pernikahan usia dini sering disebabkan oleh faktor ekonomi, pendidikan, faktor diri sendiri dan faktor orangtua (Puspitasari, 2006). Dari usia pernikahan yang terlalu dini, dapat beresiko terhadap kesehatan, menurut Gantt dan Rosenthal (2004) dalam Astuty (2011), kehamilan usia remaja beresiko terhadap harga diri rendah, depresi, penyalah gunaan obat, gangguan emosi, selain itu anaknya juga mengalami lahir prematur, BBLR, child abuse, diterlantarkan dan kematian. Hasil penelitian Abedin di Bangladesh pada tahun 2010, didapatkan bahwa 75% wanita menikah dan melakukan persalinan pertama sebelum usia 20 tahun yang pada akhirnya berdampak pada masalah kesehatan seperti aborsi dan kematian bayi setelah lahir.

Menurut Adiningsih (2004) pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja sangatlah minim, informasi yang kurang akurat dan benar tentang kesehatan reproduksi sehingga memaksa remaja untuk melakukan eksplorasi sendiri, baik melalui media (cetak dan elektronik) dan hubungan pertemanan, yang besar kemungkinannya justru salah. Ternyata sebagian besar remaja merasa tidak cukup nyaman curhat dengan orang tuanya, terutama bertanya seputar masalah seks. Oleh karena itu, remaja lebih suka mencari tahu sendiri

(4)

melalui sesama temannya dan menonton blue film. Di dalam penelitian yang dilakukan sejak September 2004, mengungkapkan bahwa sekitar 65% informasi tentang seks remaja dapatkan dari kawan dan juga 35% sisanya dari film porno, hanya 5% dari responden remaja ini mendapatkan informasi tentang seks dari orang tuanya.

Menurut Mochtar 2008 dalam Damayanti 2012, resiko kesehatan yang harus dihadapi perempuan saat persalinan antara lain dapat terjadi disproporsi sefalo pelvik yang akan berdampak pada ibu, yaitu persalinan lebih lama, ketuban pecah dini, serta kepala tidak mau turun padahal ketuban sudah pecah maka bisa terjadi tali pusat menumbung, sedangkan dampak yang terjadi pada bayi, yaitu : persalinan lama dapat meningkatkan kematian bayi, fraktur pada tulang kepala oleh tekanan yang hebat.

Resiko kesehatan reproduksi yang harus dihadapi perempuan pada perkawinan dini antara lain aborsi, anemia, intra uteri fetal death, prematur, kekerasan seksual, atonia uteri, kanker servik, selain itu juga dapat beresiko pada ibu melahirkan yaitu kurang siapnya mental dan psikologi juga dapat menimbulkan masalah peningkatan angka perceraian dan berdampak juga pada sosial ekonomi (Manuaba, 2008).

Usia remaja menimbulkan berbagai persoalan dari berbagai sisi seperti masa remaja yang selalu ingin coba-coba, pendidikan rendah, pengetahuan yang minim, pekerjaan semakin sulit didapat yang berpengaruh pada pendapatan ekonomi keluarga. Terlebih jika mereka menikah di usia dini karena keterlanjuran berhubungan seksual yang menyebabkan suatu kehamilan. Adanya penolakan keluarga yang terjadi akibat malu, hal ini dapat

(5)

menimbulkan stres berat. Ibu hamil usia muda memiliki resiko bunuh diri lebih tinggi (Manuaba, 2008).

Desa Penggalangan merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai yang baru beberapa tahun terpisah dari kecamatan sebelumnya yakni Kecamatan Sei Rampah. Karena Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu kabupaten yang mengalami pemekaran sehingga terbentuk kecamatan-kecamatan baru. Desa Penggalangan terletak di pinggir Kota Sei Rampah yang letaknya juga tidak jauh dari pusat Kota Madya Tebing Tinggi. Alat transportasi sudah cukup memadai dengan jaringan komunikasi yang sudah cukup tersedia. Di desa Penggalangan sendiri hingga saat ini pernikahan usia dini merupakan hal yang dipandang negatif oleh masyarakat setempat, setiap individu yang menikah di usia dini hampir selalu menjadi bahan perbincangan masyarakat. Meskipun demikian pernikahan usia dini masih tetap ada dan angkanya masih tinggi di desa tersebut.

Dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber, didapatkan informasi bahwa ada sebagian pasangan yang menikah di usia dini disebabkan oleh faktor orang tua dan ada juga oleh faktor diri sendiri. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti baik itu berupa observasi maupun wawancara dengan beberapa masyarakat desa Penggalangan, peneliti menemukan bahwa sebagian warga yang menikah di usia remaja ada yang mengalami abortus dan mengalami perceraian. Dan mereka cenderung memisahkan diri dari lingkungan terutama dengan teman seusianya, dan ada yang tidak mampu merawat anaknya secara mandiri sehingga harus

(6)

bergantung pada orang tua dan mertuanya. Dan dari hasil wawancara dan tanya jawab peneliti dengan beberapa orang remaja putri yang masih sekolah, menyatakan bahwa mereka belum mengerti tentang kesehatan reproduksi dan apa saja dampak yang akan terjadi akibat pernikahan dini bagi kesehatan reproduksi baik bagi remaja itu sendiri atau pun lingkungan sekitarnya.

Terjadinya perkawinan usia dini di Desa Penggalangan Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai ini mempunyai dampak tidak baik kepada mereka yang telah melangsungkan pernikahan juga berdampak pada anak-anak yang dilahirkannya serta masing-masing keluarganya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua pekawinan di usia dini berdampak kurang baik bagi sebuah keluarga karena sedikit dari mereka yang telah melangsungkan perkawinan di usia dini dapat mempertahankan dan memelihara keutuhannya sesuai dengan tujuan dari perkawinan itu sendiri.

Berdasarkan fakta yang ada bahwa pola asuh demokratis lebih mendorong anak menjadi mandiri dan berprestasi di bandingkan dengan anak diasuh dengan cara otoriter. Hasil pola asuh pada pasangan muda ini untuk masing-masing pengasuh adalah pola asuh demokratik. Dengan pola asuh demokratik ini orang tua tidak mengekang pada anak-anaknya dan tidak memaksakan kehendaknya pada anak-anaknya, sebaliknya mereka memberikan kepercayaan penuh terhadap anak-anaknya untuk bisa menjalani kehidupan dimasa yang akan datang.

Sikap atas persoalan ini terbagi dalam dua sisi yang berseberangan. Dengan alasan bahwa dengan menikah di usia muda akan menghindari hal-hal yang dilarang baik asas agama maupun sosial di tengah gejolak pergaulan

(7)

yang semakin ”menggila” seperti saat ini. Alasan lain adalah pikiran bahwa dengan menikah muda, mereka akan masih sehat dan aktif berkarya di saat anak-anak mereka tumbuh besar yang membutuhkan biaya untuk keperluan pendidikan dan persoalan lainnya. Selain itu muncul pula alasan lain yang mengatakan bahwa nikah muda itu ”asyik”, pokoknya asyik aja. Meskipun dengan dalih dari pada terjerat dalam pergaulan bebas dan menghindari terjadinya hamil di luar pernikahan. Meskipun masih banyak dijumpai alasan utama menikah di usia muda karena hamil di luar nikah.

Dari fakta yang didapat, dengan melihat dan menelaah bahwa mereka yang menikah muda akan lebih cenderung untuk mengalami kegagalan dalam rumah tangga mereka. Namun dalam alasan perceraian tentu saja bukan karena alasan kawin muda, melainkan alasan ekonomi dan lain sebagainya. Tetapi masalah tersebut tentu saja sebagai salah satu dampak dari pernikahan yang dilakukan tanpa kematangan usia dan psikologis.

Menurut data tahunan pemerintah daerah Desa Penggalangan Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai, tercatat dari Tahun 2009-2013 terjadi peningkatan jumlah pernikahan di usia dini 15-19 tahun (pada tahun 2009 terdapat 15 orang, pada tahun 2010 terdapat 23 orang, pada tahun 2011 terdapat 22 orang, pada tahun 2012 terdapat 15 orang dan pada pertengahan tahun 2013 terdapat 14 orang ) yang rata-rata menikah setelah lulus SMA atau pun sebelum lulus SMA karena harus mengurus anak yang kemudian bekerja sebagai petani, buruh tak tetap atau penjaga toko untuk menafkahi kehidupan keluarganya.

(8)

Grafik 1. Trend Pernikahan Dini pada Remaja Umur 15-20 Tahun di Desa Penggalangan Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013.

Sumber : Profil dan Data Kependudukan Desa Penggalangan

Dari data-data tentang pernikahan usia dini di Indonesia dan faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya, serta melihat fakta yang terjadi di Desa Penggalangan Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai, peneliti ingin mengetahui secara komprehensif tentang apa yang dirasakan remaja putri setelah menikah melalui pendekatan kualitatif tentang pernikahan dini pada remaja putri di Desa Penggalangan Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat merumuskan masalah penelitian yaitu masih dijumpai banyaknya kasus pernikahan yang dilakukan pada usia dini oleh remaja sehingga ingin diketahui secara komprehensif tentang apa yang dirasakan remaja putri setelah menikah melalui pendekatan kualitatif tentang pernikahan dini pada remaja putri di Desa Penggalangan Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013.

0 5 10 15 20 25 2009 2010 2011 2012 pertengahan 2013

jumlah

jumlah

(9)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui secara komprehensif tentang apa yang dirasakan oleh remaja putri setelah menikah melalui pendekatan kualitatif tentang pernikahan dini pada remaja putri di Desa Penggalangan Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pemahaman remaja putri tentang pernikahan dini melalui pendekatan kualitatif pada remaja putri yang telah menikah di Desa Penggalangan Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Untuk mengetahui faktor resiko yang dialami remaja putri setelah menikah melalui pendekatan kualitatif pada remaja putri di Desa Penggalangan Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai. 3. Untuk mengetahui pemahaman orangtua, tokoh masyarakat, dan tokoh

agama tentang pernikahan dini (Undang-Undang dan Kontrol sosial) melalui pendekatan kualitatif di Desa Penggalangan Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dapat diperoleh gambaran secara utuh dan keseluruhan tentang faktor resiko pernikahan dini pada remaja dan diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa masukan kepada para remaja dampak negatif dari perkawinan di usia dini dan sebagai bahan pertimbangan kepada pasangan remaja yang ingin melaksanakan pernikahan usia dini.

(10)

2. Dapat diperoleh gambaran secara konkrit tentang Undang-Undang ataupun Hukum-Hukum tentang pernikahan dini yang sudah disepakati berlaku atau tidak di masyarakat. Serta dapat diperoleh gambaran pemahaman orangtua dan masyarakat tentang pernikahan dini serta kontrol sosial berjalan dengan baik atau tidak.

Gambar

Grafik 1. Trend Pernikahan Dini pada Remaja Umur 15-20 Tahun di  Desa Penggalangan Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang  Bedagai Tahun 2013

Referensi

Dokumen terkait

usia dini terhadap perkembangan anak usia toddler (1-3 tahun) di Desa. Cendana Kecamatan Banjarnegara

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Desa Cipicung

Berdasarkan fakta diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk melihat hasil belajar kimia siswa dengan memperhatikan faktor- faktor yang mempengaruhi

Berdasarkan data dari kampung KB, Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan terdapat permasalahan yang berhubungan dengan kemiskinan yaitu: Masih banyak jumlah

Mengetahui faktor paling dominan diantara faktor individu (usia dan status pernikahan), faktor pekerjaan (lama kerja, beban kerja mental, dan beban kerja fisik), dan

Berdasarkan dari data tersebut, maka faktor utama dalam penelitian ini adalah melihat bagaimana pengelolaan alokasi dana desa terhadap infrastruktur untuk kesejahteraan

3 yang bisa mempengaruhi pertimbangan masyarakat untuk mendukung perpisahan Skotlandia dengan melihat pengaruh dari fakta-fakta sejarah dan juga faktor ekonomi yang

Hasil baseline data di Desa Karangwidoro Kecamatan Dau Kabupaten Malang pada 18 – 23 September 2017 menunjukkan bahwa 6 dari 45 anak balita usia 12-59 bulan mengalami gizi kurang