• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kotler dan Keller (2009:258) merek (brand) sebagai nama,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kotler dan Keller (2009:258) merek (brand) sebagai nama,"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Strategi Merek 2.1.1. Pengertian Merek

Menurut Kotler dan Keller (2009:258) merek (brand) sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikan dari barang atau jasa pesaing.

Merek merupakan suatu atribut penting dari sebuah produk yang penggunaannya saat ini sudah meluas. Selain itu, merek merupakan identitas untuk membedakan identitas produk perusahaan dengan produk yang dihasilkan oleh pesaing. Merek juga dapat membantu perusahaan untuk memperluas lini produk serta mengembangkan posisi pasar yang spesifik bagi suatu produk. Gagasan-gagasan mengenai merek yang paling tahan lama adalah nilai, budaya dan kepribadian yang tercermin dari merek tersebut. Hal-hal tersebut menentukan inti dari sebuah merek.

Merek sangat penting dalam mencitrakan sebuah produk berkualitas. Merek yang kuat ditandai dengan dikenalnya suatu merek dalam masyarakat, asosiasi merek yang tinggi pada suatu produk, persepsi positif dari pasar dan kesetiaan konsumen terhadap merek yang tinggi. Dengan adanya merek yang membuat produk yang satu beda dengan lain diharapkan akan memudahkan konsumen dalam menentukan produk yang dikonsumsi berdasarkan berbagai

(2)

Merek-merek terbaik memberikan jaminan kualitas tetapi merek lebih dari sekedar simbol karena memiliki enam tingkatan, menurut Purnama (2002:119) sebagai berikut :

1. Atribut, yaitu merek mengingatkan kepada atribut-atribut tertentu.

2. Manfaat, yaitu merek lebih dari sekedar serangkain atribut, pelanggan tidak membeli atribut tetapi membeli manfaat. Atribut diperlukan utuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.

3. Nilai, yaitu merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. 4. Budaya, yaitu merek juga mewakili budaya tertentu.

5. Kepribadian, yaitu merek juga mencerminkan kepribadian tertentu.

6. Pemakai, yaitu merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut.

Dalam dunia bisnis, penguasaan pangsa pasar tentunya menjadi salah satu poin bagi para produsen. Dan keberadaan sebuah merek menjadi simbol serta identitas tersendiri dalam peluncuruan sebuah produk ke pasar. Dalam ilmu pemasaran, keberadaan sebuah merek menjadi bagian dari strategi promosi yang dapat menarik minat konsumen hingga taraf loyalitas tertentu dan terus meningkat seiring terkenalnya merek tersebut di pasaran.

Sedangkan bagi para konsumen, keberadaan merek menjadi sebuah alat bantu dalam mengenali dan mengetahui kualitas produk sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk membeli sebuah produk. Jadi tidaklah salah bila banyak pelaku bisnis merek produk sebagai ujung tombak bagi perusahaan agar bisa memenangkan persaingan pasar.

(3)

2.1.2. Peran merek

Menurut Surachman (2008:4), peran merek menjadi sangat penting karena menjadi pembeda suatu produk dari produk lainnya sehingga sangat bergantung pada merek yang ditampilkan. Penciptaan atau pembangunan merek yang tepat memerlukan riset pemasaran yang berkaitan dengan kesesuaian antara merek dengan produk, merek dengan perusahaan, merek dengan nilai-nilai yang ingin disampaikan oleh perusahaan, baik nilai produk maupun nilai perusahaan sebagai pemegang merek.

Melalui riset pemasaran kita dapat mengetahui dan mengembangkan produk tersebut berdasarkan diferensiasi merek, nilai-nilai produk dan merek, serta nilai-nilai perusahaan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Merek dengan asosiasi merek yang unik dapat dibuat berdasarkan atribut produk yang unik, nama, logo, simbol, tanda dan kemasan yang unik serta didukung oleh strategi distribusi dan promosi yang sesuai. Hal itu akan lebih mempercepat keberhasilan merek dalam menjual produk dipasar dibandingkan dengan merek biasa-biasa saja.

Hal itu juga akan meningkatkan nilai produk dan merek ketingkat yang lebih tinggi dalam hal nilai dan manfaat nilai yang terkandung didalam produk atau merek tersebut, yaitu dari nilai produk (product value) dan nilai merek (brand value) yang kuat sehingga dapat mengurangi ketergantungan produk tersebut pada pengaruh harga saat pengambilan keputusan pembelian. Membeli

(4)

suatu produk tidak bisa diartikan apa adanya karena pada hakikatnya membeli adalah membeli suatu nilai yang terkandung didalam produk tersebut.

Kekuatan merek dan kerja keras manajemen pemasaran (terutama manajemen merek) untuk memperkenalkan dan mengelola merek tersebut dapat diukur dari seberapa besar perusahaan lain bersedia membayar merek yang bersangkutan. Tingginya nilai suatu merek yang sudah terkenal karena saat ini semakin sulit membangun sebuah merek dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu. Penyebabnya adalah biaya iklan, biaya distribusi, biaya promosi, biaya menjalin hubungan dengan pelanggan (relationship marketing) semakin meningkat, persaingan yang semakin ketat.

Selain itu persaingan dalam inovasi produk juga semakin meningkat, misalnya ada sekitar 100 sampai 10000 jenis merek produk dalam satu kategori produk tertentu. Singkatnya, persaingan lebih dari 100 merek untuk satu kategori produk tertentu semakin meningkat.

Menurut Kotler dan Keller (2009:259), ketika hidup konsumen menjadi rumit, terburu-buru, dan kehabisan waktu, kemampuan merek untuk menyederhanakan pengambilan keputusan dan mengurangi resiko adalah sesuatu yang berharga. Merek juga melaksanakan fungsi yang berharga bagi perusahaan. Yaitu merek menyederhanakan penanganan atau penyelusuran produk.

Merek juga menawarkan perlindungan hukum kepada perusahaan untuk fitur-fitur atau aspek unik produk. Merek menandakan tingkat kualitas tertentu sehingga pembeli yang puas dapat dengan mudah memilih produk kembali. Loyalitas merek memberikan tingkat permintaan yang aman dan dapat

(5)

diperkirakan bagi perusahaan, dan menciptakan penghalang yang mempersulit perusahaan lain untuk memasuki pasar. Artinya, penetapan merek dapat menjadi alat yang berguna untuk mengamankan keunggulan kompetitif.

2.1.3. Cara Membangun Merek

Menurut Rangkuti (2008:5), membangun merek yang kuat tidak berbeda dari membangun sebuah rumah. Untuk memperoleh bangunan rumah yang kukuh, kita memerlukan fondasi yang kuat. Begitu juga dengan membangun dan mengembangkan merek. Ia memerlukan fondasi yang kuat. Caranya adalah :

1. Memiliki positioning yang tepat

Menurut Kotler dan Keller (2009:292), positioning adalah tindakan merancang penawaran dan citra perusahaan agar mendapatkan tempat khusus dalam pikiran sasaran. Tujuannya adalah menempatkan merek alam fikiran konsumen untuk memaksimalkan manfaat potensial bagi perusahaan. Merek dapat di positioning kan dengan berbagai cara, misalnya dengan menempatkan posisisnya secara spesifik dibenak pelanggan. Menjadi nomor satu dibenak pelanggan bukan berarti menjadi nomor satu untuk semua aspek. Keberhasilan

positioning adalah tidak sekedar menemukan kata kunci atau ekspresi dari core benefit suatu merek, tetapi lebih jauh lagi yaitu menjembatani keinginan dan

harapan pelanggan sehingga dapat memuaskan pelanggan.

Untuk lebih jelasnya menurut Surachman (2008:18), dalam memilih strategi positioning, ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu :

(6)

Sumber : Surachman (2008:18)

Gambar 2.1 Step for a choosing positioning strategy

Langkah pertama mengidentifikasikan kemungkinan untuk memenangkan pasar. Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui kemungkinan yanga akan terjadi dalam strategi memenangkan pasar.

Langkah kedua memilih pasar sasaran yang atraktif dan mempunyai peluang

yang menjanjikan. Hal ini dilakukan agar kita dapat bersaing dengan baik. Langkah ketiga, mengkomunikasikan dan menyampaikan posisi pasar

yang kita pilih. Ini dilakukan agar pasar dapat mengetahui maksud yang disampaikan dalam produk kita. Strategi merek dapat dikatakan sebagai suatu proses dimana penawaran yang dilakukan oleh perusahaan akan sebuah merek yang diposisikan dalam benak konsumen untuk menghasilkan suatu presepsi dan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan yang menciptakan merek tersebut.

2. Memiliki brand value yang tepat

Semakin tepat merek dipositioning-kan dibenak pelanggan merek tersebut akan semakin kompetitif. Untuk mengelola hal tersebut kita perlu mengetahui

brand value. Diibaratkan sebuah pakaian, positioning adalah kesesuaian ukuran

Identifikasi keunggulan kompetitif

Pilih keunggulan kompetitif yang tepat

Komunikasikan dan sampaikan posisi yang dikehendaki

(7)

bagi pemakainya. Sedangkan brand value adalah keindahan warna serta model pakaian tersebut. Brand value membentuk brand personality. Brand personality lebih cepat berubah dibandingkan brand positioning, Karena brand personality mencerminkan gejolak perubahan selera konsumen.

3. Memiliki konsep yang tepat

Tahap akhir untuk mengkomunikasikan brand value dan positioning yang tepat kepada konsumen harus didukung oleh konsep yang tepat. Pengembangan konsep ini merupakan proses kreatif, Karena berbeda dari positioning, karena dapat terus menerus berubah sesuai dengan daur hidup produk yang bersangkutan. Konsep yang baik adalah mengkomunikasikan elemen-elemen dan positioning yang tepat, sehingga brand image dapat terus menerus ditingkatkan.

2.1.4. Tujuan Pemberian Merek

Tujuan pemberian merek menurut Alma (2007:149) ialah :

1. Pengusaha menjamin konsumen bahwa barang yang dibeli sungguh berasal dari perusahaannya. Ini adalah meyakinkan pihak konsumen membeli suatu barang dari merek dan perusahaan yang dikehendakinya, yang cocok dengan seleranya, keinginannya dan juga kemampuannya.

2. Perusahaan menjamin mutu barang. Dengan adanya merek ini perusahaan menjamin mutu bahwa barang yang dikeluarkan berkualitas baik, sehingga barang tersebut selain ada merek-merek yang disebutkan peringatan-peringatan seperti apabila dalam jenis ini tidak ada tanda tangan ini maka itu adalah palsu dan lain-lainnya.

(8)

3. Pengusaha memberi nama pada merek barangnya supaya mudah diingat dan disebut sehingga konsumen dapat menyebutkan mereknya saja.

4. Meningkatkan ekuitas merek, yang memungkinkan memperoleh margin lebih tinggi, member kemudahan dalam mempertahankan kesetiaan konsumen. 5. Memberi motivasi pada saluran distribusi, karena barang dengan merek

terkenal akan cepat laku, dan mudah disalurkan. Serta mudah penanganannya. 2.1.5. Pengertian Strategi Merek

Menurut Marrus (2002:31) strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.

Menurut Tjiptono (2005:3) dalam buku strategi pemasaran, bahwa pengertian strategi dapat didefinisikan berdasarkan dua perspektif berbeda, yaitu : 1. Dari perspektif apa yang suatu organisasi ingin lakukan (intent to do).

Strategi adalah sebuah program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan mengimplementasikan misinya.

2. Dari perspektif apa yang organisasi akhirnya lakukan (eventually does). Strategi didefinisikan sebagai pola tanggap atau respon organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu.

Strategi dalam organisasi merupakan cara untuk mencapai tujuan mengatasi segala kesulitan dengan memanfaatkan sumber-sumber dan kemampuan yang dimilikinya, jadi strategi merupakan suatu rencana yang ditujukan untuk mencapai tujuan tersebut. Beberapa perusahaan mungkin

(9)

mempunyai tujuan yang sama, tetapi strategi yang digunakan berbeda. Strategi ini berdasarkan suatu tujuan dan sebuah strategi tidak cukup hanya rencana belaka. Strategi haruslah sampai penerapannya sehingga demikianlah dikatakan bahwa strategi tidak semata-mata hanya sebuah pola perencanaan saja, namun bagaimana strategi tersebut dapat dilaksanakan.

Ada lima strategi merek menurut Kotler (2004:431) yang dapat digunakan dalam strategi bisnis yang sedang dijalankan ke depannya :

1. Lakukan perluasan lini

Perluasan lini dapat dilakukan para pelaku usaha dengan cara menambah varian baru pada produk mereka. Hal ini sengaja dilakukan untuk memperluas target pasar yang mereka bidik dan menguatkan merek tersebut di kalangan masyarakat luas.

2. Perluasan merek

Strategi ini sering dilakukan perusahaan besar untuk menguasai pasar. Mereka memanfaatkan merek yang sudah lama dikenal banyak orang, untuk mengeluarkan produk baru guna menjangkau pangsa pasar yang lenih luas. 3. Gunakan strategi multi merek

Selain menambah varian baru pada produk, salah satu strategi pemasaran lainnya yang bisa digunakan yaitu menggunakan tambahan merek untuk kategori produk yang sama. Strategi ini dilakukan para pengusaha untuk menarik miat konsumen dari berbagai kalangan.

(10)

4. Luncurkan merek baru

Jika sebuah perusahaan meluncurkan sebuah produk dalam kategor baru, namun tidak memungkinkan untuk menggunakan merek yang sudah ada. Maka tidak ada salahnya jika mereka menawarkna sebuah merek baru bagi produk yang akan mereka luncurkan.

5. Gunakan merek bersama

Dalam hal ini yaitu menggabungkan dua atau lebih merek yang sudah terkenal dalam sebuah penawaran.

2.2. Citra Merek 2.2.1. Pengertian Citra

Citra merupakan sebuah komponen pendukung bagi sebuah merek, dimana ia mewakili mutu dari sebuah produk. Citra konsumen yang positif terhadap suatu merek lebih memungkinkan konsumen untuk melakukan pembelian. Merek yang baik menjadi dasar untuk citra perusahaan yang positif. Menurut Kotler dan Keller (2009:346) citra (image) adalah persepsi dan keyakinan yang dilakukan oleh konsumen, seperti tercermin dalam asosiasi yang terjadi dalam memori konsumen. Menurut Arafat (2006:27) citra (image) adalah persepsi masyarakat terhadap jati diri dari suatu perusahaan.

Dari kedua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa citra merupakan persepsi seseorang terhadap perusahaan berdasarkan atas apa yang mereka kira tentang perusahaan yang bersangkutan dan dapat saja dipandang secara berbeda sesuai dengan sudut pandang yang digunakan.

(11)

Membangun citra merupakan hal yang sangat penting bagi produsen. Sebab citra adalah salah satu kriteria yang digunakan konsumen dalam membuat keputusan membeli. Menurut Kotler (2008:346) citra (image) adalah persepsi dan keyakinan yang dilakukan oleh konsumen, seperti tercermin dalam asosiasi yang terjadi dalam memori konsumen. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa citra merupakan persepsi seseorang terhadap suatu perusahaan atau produk yang berdasarkan apa yang mereka kira dari perusahaan tersebut.

2.2.2. Strategi Pembangunan Merek

Selain harus memenuhi beberapa kriteria merek yang baik, dalam membangun sebuah merek produsen perlu melakukan beberapa strategi. Berikut ini adalah delapan strategi dalam membangun merek yang tangguh (Griffin, 2006):

1. Mulai dengan fakta

Tinjau sejarah merek di masa lalu, kepercayaannya, nilainya dan lain-lain. Selanjutnya membuat pernyataan kesimpulan mengenai budaya merek tersebut di masa lalu.

2. Ciptakan visi merek/pernyataan misi

Visi merek ini berisi identifikasi tujuan dari perusahaaan dan hal ini lebih dari sekedar menciptakan keuntungan. Hal inilah yang menyatakan keluasan dan kedalaman perusahaan.

3. Tetapkan kepribadian merek

Kepribadian akan menghidupkan merek. Hal ini akan membuat suatu merek menjadi accesible dan touchable. Membantu membedakan suatu merek

(12)

dengan merek lain dan memberikan kedalaman serta dimensi kepada perusahaan

4. Mendirikan karakter merek

Karakter merek adalah segala sesuatu mengenai budaya dari merek tersebut. Dimana karakter merek merupakan sistem nilai yang menjalankan setiap aspek perusahaan, prinsip-prinsip, sikap dan karakteristik dari perusahaan. Hal ini juga merupakan komitmen yang dibuat untuk konsumen, asosiasi dan konsumen.

5. Bangun hubungan antara merek dan konsumen

Dalam menghubungkan merek dengan konsumen, hubungan persepsi konsumen mengenai merek dan kenyataan yang dihadirkan oleh merek haruslah sesuai. Sebab apa yang diharapkan konsumen ketika ia menggunakan suatu merek merupakan suatu hal yang penting.

6. Tetapkan citra merek

Citra merek dapat dilihat melalui aspek bagaimana konsumen melihat dan mempersepsikan suatu merek. Mata dan otak menciptakan sebuah kaleidoskop kesan : dulu dan sekarang, real dan perceived, rational dan emosional. Citra merek adalah apa yang secara fisik ada di hadapan mata dan penginderaan konsumen dan apa yang dilakukan otak dengan informasi tersebut.

7. Putuskan bagaimana merek akan diposisikan di dalam benak konsumen Pemasar dapat mempengaruhi bagaimana sebuah merek diposisikan di benak konsumen, meskipun sebenarnya konsumenlah yang memposisikan merek di

(13)

benak mereka. Di mana positioning merek ini adalah semua hal mengenai gabungan komunikasi periklanan, word-of-mouth, publisitas dan pengalaman

in-enterprise.

8. Sampaikan semua yang telah dilakukan

Konsisten 100% dalam menyampaikan brand experience adalah hal yang kritis untuk meraih sukses jangka panjang. Setiap waktu akan ada perubahan yag terjadi, untuk itu setiap hari juga perlu membaur pesan untuk konsumen. Dan jika dalam setiap hari perubahan ini tidak disampaikan maka akan membuktikan merek tersebut tidak dipercaya.

2.2.3. Pengertian Citra Merek

Menurut Arafat (2006:53) citra merek (brand image) didefinisikan sebagai persepsi terhadap merek yang direfleksi oleh asosiasi merek dalam memori konsumen yang mengandung makna bagi konsumen. Menurut Tjiptono (2005:49) citra merek atau (brand image) yaitu deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu.

Dari kedua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa citra merek merupakan sekumpulan asosiasi erek yang terbentuk dan melekat di benak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap citra merek. Citra merek sendiri memiliki arti kepada suatu pencitraan sebuah produk di benak konsumen secara massal. Setiap orang akan memiliki pencitraan yang sama terhadap sebuah merek. Menurut Kotler (2009:326) citra merek yang efektif dapat mencerminkan tiga hal, yaitu : 1. Membangun karakter produk dan memberikan value proposition

(14)

2. Menyampaikan karakter produk secara unik sehingga berbeda dengan para pesaingnya.

3. Memberi kekuatan emosional dan kekuatan rasional.

Menurut Susanto dan Himawan (2004:132) merek yang kuat dapat menarik konsumen untuk menggunakannya sebagai faktor penentu dalam melakukan keputusan pembelian, sedangkan syarat yang kuat adalah citra merek

(brand image). Citra merek merupakan interprestasi akumulasi berbagai informasi

yang diterima konsumen. Yang menginterpretasikan adalah konsumen dan yang diinterpretasikan adalah informasi. Menurut Aaker dalam Rangkuti (2002:45) citra merek terdiri dari dua faktor utama yaitu :

1. Faktor fisik, merupakan karakteristik fisik dari merek tersebut, seperti desain, kemasan, logo, nama merek, fungsi, dan kegunaan dari merek itu.

2. Faktor psikologis, dibentuk oleh emosi, kepercayaan, nilai dan kepribadian yang dianggap oleh konsumen dapat menggambarkan produk dari merek tersebut. Citra merek sangat erat kaitannya dengan apa yang orang fikirkan, rasakan terhadap suatu merek tertentu, sehingga dalam citra merek faktor psikologis lebih banyak berperan dibanding faktor fisik merek tertentu.

Citra merek mengacu pada asosiasi. Asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi itu tidah hanya eksis namun juga menpunyai satu tingkatan kekuatan. Kaitan pada merek akan lebih kuat jika dilandaskan pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya. Juga akan lebih kuat apabila kaitan itu didukung dengan suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. Sebuah merek adalah seperangkat asosiasi,

(15)

biasanya terangkai dalam berbagai bentuk yang bermakna. Asosiasi dan pencitraan keduanya mewakili berbagai persepsi yang mungkin mencerminkan (atau mungkin tidak mencerminkan) realitas objektif.

Suatu merek yang telah mapan akan mempunyai posisi yang menonjol dalam suatu kompetisi karena didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Merek ini akan bernilai tinggi untuk atribut-atribut yang dikehendaki seperti layanan yang bersahabat, atau menduduki suatu posisi yang berbeda dari posisi para kompetitor atau katakanlah, menjadi satu-satunya toko yang memberi layanan pengiriman kerumah. Suatu posisi merek mencerminkan bagaimana orang-orang memandang suatu merek.

2.2.4. Membangun Citra Merek

Kotler dan Keller (2009:31), melihat betapa pentingnya sebuah citra merek dalam mendukung kesuksesan pemasaran suatu produk telah membuat para perancang citra merek berusaha memenuhi hasrat konsumen untuk menjadi bagian dari kelompok sosial yang lebih besar, dipandang terhormat oleh orang lain, atau untuk mendefenisikan diri menurut citra yang diinginkan. Menurut Dewi (2005) citra merek dapat dibangun dengan tiga cara, yaitu :

1. Berbasis fitur, yaitu: menambahkan fitur produk dengan cara mencocokkan suatu produk dengan hal-hal yang dianggap paling menarik dan relevan bagi konsumen.

2. Gambaran dari pengguna, yaitu: digunakan jika sebuah merek menciptakan citra dengan memfokuskan pada siapa yang menggunakan merek tersebut.

(16)

3. Iklan, yaitu: bagaimana citra produk dan makna asosiatif merek tersebut dikomunikasikan oleh iklan atau media promosi lainnya, termasuk public

relation dan event sponsorships.

Setelah tiga cara ini diterapkan, maka selanjutnya adalah bagaimana menilai baik tidaknya suatu citra merek. Untuk mengetahui hal tersebut, ada dua aspek dari citra merek yang harus dijadikan pertimbangan, yaitu : bagaimana anda ingin dilihat dan bagaimana anda terlihat (Griffin, 2006). Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa cita dari sudut pandang konsumen merupakan persepsi mereka mengenai sesuatu, dalam hal ini merek. Sedangkan dari sudut pandang produsen, citra merupakan proyeksi dari sekumpulan identitas merek. Oleh karena itu yang menjadi tolak ukur baik tidaknya suatu citra merek dapat diukur melalui identitas merek yang bersangkutan.

2.3. Perilaku Konsumen

2.3.1. Pengertian Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen merupakan merupakan ilmu yang relatif baru dibandingkan ilmu yang lain. Ilmu ini berkembang ketika konsep pemasaran mulai banyak diterapkan diperusahaan-perusahaan. Kompleksnya perilaku konsumen dan perlunya memahami konsumen mendorong ilmu ini dalam perkembangan memerlukan ilmu-ilmu lain yang terkait memungkinkannya mampu menjelaskan perilaku konsumen dengan lebih baik.

Menurut Schiffman dan Kanuk (2008:6) perilaku konsumen merupakan studi yang mengkaji bagaimana individu membuat keputusan membelanjakan

(17)

sumberdaya yang tersedia dan dimiliki (waktu, uang, usaha) dan untuk mendapatkan barang dan jasa yang nantinya akan dikonsumsi.

Menurutu Mangkunegara (2009:3) perilaku konsumen sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut.

Menurut Setiadi (2003:3) perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.

Di dalam mempelajari perilaku konsumen ini pemasar tidak hanya berhenti pada perilaku konsumen semata saja namun juga perlu mengkaitkan dengan strategi pemasaran yang akan disusunnya. Strategi pemasaran yang baik pada hakikatnya didasarkan pada apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumennya. Perusahaan yang mampu memahami perilaku konsumen akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar karena dapat menyusun strategi pemasaran yang tepat yang dapat memberikan kepuasan yang lebih baik disbanding pesaing.

Perilaku konsumen mencakup proses pengambilan keputusan dan kegiatan yang dilakukan konsumen secara fisik dalam pengevaluasian, perolehan penggunaan atau mendapatkan barang dan jasa. Jadi didalam menganalisis perilaku konsumen tidak hanya menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi

(18)

pengambilan keputusan kegiatan saat pembelian, akan tetapi juga meliputi proses pengambilan keputusan yang menyertai pembelian.

Menurut Assael dalam Simamora (2001:75) ada empat tipe perilaku pembelian konsumen berdasarkan pada tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan diantara merek sebagai berikut :

1. Perilaku pembelian yang rumit (complex buying behaviour)

Perilaku pembelian yang rumit membutuhkan keterlibatan yang tinggi dalam pembelian. Perilaku ini menyingkapkan adanya perbedaan-perbedaan yang jelas diantara merek-merek yang ada. Perilaku membeli ini terjadi pada waktu membeli produk-produk yang mahal, tidak sering dibeli, berisiko dan dapat mencerminkan diri pembelinya, seperti mobil, televisi, pakaian, jam tangan, komputer dan lain-lain. Biasanya konsumen tidak tahu terlalu banyak tentang kategori produk dan harus belajar untuk mengetahuinya, sehingga pemasar harus menyusun strategi untuk memberikan informasi kepada konsumen tentang atribut, kepentingannya, tentang merek perusahaan, dan atribut lainnya.

2. Perilaku membeli untuk mengurangi ketidakcocokan (dissonance reducing

buying behaviuor)

Perilaku pembeli mempunyai keterlibatan yang tinggi dan konsumen menyadari hanya sedikit perbedaan antara berbagai merek. Perilaku membeli ini terjadi untuk pembelian produk yang mahal, tidak sering dilakukan, berisiko, dan membeli secara relatif cepat karena perbedaan merek tidak terlihat. Contoh : karper, keramik, pipa PVC dan lain-lain. Pembeli biasanya

(19)

mempunyai respon terhadap harga atau yang memberikan kenyamanan. Konsumen akan memperhatikan informasi yang mempengaruhi keputusan pembeliannya.

3. Perilaku membeli berdasarkan kebiasaan (habitual buying behaviour) Dalam hal ini, konsumen membeli suatu produk berdasarkan kebiasaan, bukan berdasarkan kesetiaan terhadap merek. Konsumen memilih produk secara berulang bukan karena merek produk, tetapi karena konsumen sudah mengenal produk tersebut, setelah membeli produk tersebut konsumen tidak mengevaluasi kembali mengapa mereka membeli produk tersebut. Perilaku ini biasanya terjadi pada produk-produk seperti gula, garam, air mineral dalam kemasan, deterjen dan lain-lain.

4. Perilaku membeli yang mencari keragaman (variety seeking buying

behaviour)

Perilaku ini memiliki keterlibatan yang rendah, namun masih terdapat perbedaan merek yang jelas. Konsumen berperilaku dengan tujuan mencari keragaman dan bukan kepuasan. Jadi merek dalam perilaku ini bukan merupakan sesuatu yang mutlak. Sebagai market leader, pemasar dapat melakukan strategi seperti menjaga agar jangan sampai kehabisan stok atau dengan promosi-promosi yang dapat mengingatkan konsumen akan produknya. Perilaku pembeli yang mencari keragaman biasanya terjadi pada produk-produk yang sering dibeli, harganya murah dan konsumen sering mencoba merek-merek baru.

(20)

2.4. Keputusan Pembelian

2.4.1. Pengertian Keputusan Pembelian

Menurut Kotler (2000:251) keputusan pembelian adalah suatu proses penyelesaian masalah yang terdiri dari menganalisa atau pengenalan kebutuhan dan keinginan, pencarian informasi, penilaian sumber-sumber seleksi terhadap alternatif pembelian, keputusan pembelian, dan perilaku setelah pembelian.

Keputusan berarti pilihan, yaitu pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Namun, hampir tidak merupakan pilihan antara yang benar dan yang salah, tetapi yang justru sering terjadi ialah antara yang “hampir benar” dan “mungkin salah”. Walaupun keputusan biasa dikatakan sama dengan pilihan, ada perbedaan penting diantara keduanya. Keputusan adalah “pilihan nyata” karena pilihan diartikan sebagai pilihan tentang tujuan termasuk pilihan tentang cara untuk mencapai tujuan itu, apakah pada tingkat perorangan atau pada tingkat kolektif.

Keputusan kaitannya dengan proses merupakan keadaan akhir dari suatu proses yang lebih dinamis, yang diberi label pengambilan keputusan. Keputusan dipandang sebagai proses karena terdiri atas satu seri aktivitas yang berkaitan dan tidak hanya dianggap sebagai tindakan bijaksana.

Menurut Salusu (2003:47) pengambilan keputusan ialah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi. Selanjutnya Amirullah (2002:61) pengambilan keputusan adalah suatu proses penilaian dan pemilihan dari berbagai alternatif sesuai dengan kepentingan-kepentingan tertentu dengan menetapkan suatu pilihan yang dianggap paling menguntungkan.”

(21)

Pengambilan keputusan mempunyai arti penting bagi maju mundurnya suatu organisasi, terutama karena masa depan suatu organisasi banyak ditentukan oleh pengambilan keputusan sekarang. Semakin masalah yang akan diputuskan itu dirasa berada dalam tingkat yang sulit, maka pencarian informasi akan menjadi sangat menentukan efektivitas keputusan. Juga sebaliknya, jika masalah itu sifatnya rutin akan terjadi berulang-ulang, maka masalah tersebut sudah dimiliki. Atau dengan kata lain, jumlah upaya yang digunakan dalam pemecahan masalah cenderung menurun sejalan dengan semakin dikenalnya suatu produk dan semakin berpengalamannya seseorang dalam mengambil keputusan.

2.4.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian

Tjiptono (2005:296) faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian pelanggan adalah ikatan emosional yang terjalin antara pelanggan dan produsen setelah pelanggan menggunakan produk dan jasa dari perusahaan dan mendapati bahwa produk atau jasa tersebut memberi nilai tambah. Dimensi terdiri dari empat, yaitu :

1. Nilai emosional, utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif atau emosi positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk. Kalau konsumen mengalami perasaan positif (positive feeling) pada saat membeli atau menggunakan suatu merek, maka merek tersebut memberikan nilai emosional. Pada intinya nilai emosional berhubungan dengan perasaan, yaitu perasaan positif apa yang akan dialami konsumen pada saat membeli produk. 2. Nilai sosial, utilitas yang didapat dari kemampuan produk untuk

(22)

dianut oleh suatu konsumen, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh konsumen.

3. Nilai kualitas, utilitas yang didapat dari produk karena reduksi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang.

4. Nilai fungsional adalah nilai yang diperoleh dari atribut produk yang memberikan kegunaan (utility) fungsional kepada konsumen nilai ini berkaitan langsung dengan fungsi yang diberikanoleh produk atau layanan kepada konsumen.

2.4.3. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian

Gambar 2.2 Proses Pembelian

Secara terperinci tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pengenalan masalah. Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh rangsangan internal maupun dalam internal dalam kasus pertama dari kebutuhan normal seseorang, yaitu rasa lapar, dahaga, atau seks meningkat hingga suatu tingkat tertentu dan berubah menjadi dorongan. Atau suatu kebutuhan dapat timbul karena disebabkan rangsangan eksternal seseorang yang melewati sebuah toko roti dan melihat roti yang baru selesai dibakar dapt merangsang rasa laparnya.

Keputusan Membeli Evaluasi Alternatif Pencarian Informasi Mengenali Kebutuhan Perilaku Pasca-Pembelian

(23)

2. Pencarian informasi. Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi yang banyak. Kita dapat membedakan dua tingkat, yaitu keadaan tingkat pencarian informasi yang sedang-sedang saja yang disebut sebagai perhatian yang meningkat. Proses mencari informasi secara aktif di mana ia mencari bahan-bahan bacaan, menelepon teman-temannya dan melakukan kegiatan untuk mempelajari yang lain. Sumber-sumber infromasi konsumen ada empat kelompok :

1. Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, dan kenalan.

2. Sumber komersial : iklan, tenaga penjualan, penyalur, kemasan dan pameran.

3. Sumber umum : media massa dan organisasi konsumen.

4. Sumber pengalaman : pernah menangani, menguji, dan menggunakan produk.

Secara umum konsumen menerima informasi terbanyak dari suatu produk dari suatu sumber komersial, yaitu sumber yang didominasi oleh para pemasar. Pada sisi lain, informasi yang paling efektif justru berasal dari sumber-sumber pribadi. Setiap sumber informasi melaksanakan suatu fungsi yang agak berbeda dalam memengaruhi dalam keputusan membeli. Infromasi komersial umunya melaksanakan fungsi memberi tahu, sedangkan sumber pribadi melaksanakan fungsi legitimasi dan/atau evaluasi.

3. Evaluasi alternatif. Ternyata tidak ada proses evaluasi yang sederhana dan tunggal yang digunakan oleh konsumen atau bahkan oleh satu konsumen pada seluruh situasi membeli. Ada beberapa proses evaluasi keputusan. Kebanyakan

(24)

model dari proses evaluasi konsumen sekarang bersifat kognitif, yaitu mereka memandang konsumen sebagai pembentuk penilaian terhadap produk terutama berdasarkan pada pertimbangan yang sadar dan rasional.

4. Keputusan membeli. Ada dua faktor yang dapat memengaruhi tujuan membeli dan keputusan membeli. Faktor yang pertama adalah sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain akan mengurangi alternatif pilihan seseorang akan tergantung pada dua hal : (1) intensitas sikap negatif orang lain tersebut terhadap alternatif pilihan konsumen, dan (2) motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut.

Tujuan pembelian juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor keadaan yang tidak terduga. Konsumen membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti : pendapatan keluarga yang tidak diharapkan, harga yang diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan. Pada saat konsumen ingin bertindak, faktor-faktor keadaan yang tidak terduga mungkin timbul dan mengubah tujuan membeli.

5. Perilaku sesudah pembelian. Sesudah pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan dan ketidakpuasan. Konsumen tersebut juga akan terlibat dalam tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk yang akan menarik minat pemasar. Pekerjaan pemasar tidak akan berakhir pada saat suatu produk dibeli, tetapi akan terus berlangsung hingga periode sesudah pembelian.

Kepuasan sesudah pembelian. Setelah membeli suatu produk, seorang konsumen mungkin mendeteksi adanya cacat. Beberapa pembeli tidak akan

(25)

menginginkan produk cacat tersebut, yang lainnya akan bersifat netral dan beberapa bahkan mungkin melihat cacat itu sebagai sesuatu yang meningkatkan nilai dari produk.

Tindakan setelah pembelian. Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen pada suatu produk akan mempengaruhi tingkah laku berikutnya. Jika konsumen merasa puas, maka ia akan memperlihatkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli produk itu lagi. Konsumen yang tidak puas tersebut akan berusaha mengurangi ketidapuasannya, karena dengan kodrat manusia “untuk menciptakan keserasian, konsistensi, dan keselarasan di antara pendapat, pengetahuan dan nilai-nilai dalam dirinya”.

Konsumen yang tidak puas akan mengambil satu atau dua tindakan. Mereka mungkin akan mengurangi ketidakcocokannya dengan meninggalkan atau mengembalikan produk tersebut, atau mereka mungkin berusaha mengurangi ketidakcocokannya dengan mencari informasi yang mungkin mengkonfirmasikan produk tersebut sebagai bernilai tinggi (atau menghindari informasi yang megkonfirmasikan produk tersebut sebagai bernilai rendah).

Penggunaan dan pembuangan sesudah pembelian. Para pemasar juga harus mengontrol bagaimana pembeli menggunakan dan membuang suatu produk. Bila konsumen menemukan cara pemakaian penggunaan baru ini haruslah menarik menarik minat pemasar karena penggunaan baru tersebut dapat diiklankan. Bila konsumen menyimpan produk tersebut di lemari mereka, ini merupakan petunjuk bahwa produk tersebut kurang memuaskan dan konsumen tidak akan menjelaskan hal-hal yang baik dari produk tersebut kepada orang lain.

(26)

Bila mereka menjual atau menukar produk, maka ini berarti penjual produk berikutnya akan menurun. Pada akhirnya, pemasar perlu mempelajari pemakaian dan pembuangan produk untuk mendapatkan isyarat-isyarat dari masalah-masalah dan peluang-peluang yang mungkin ada.

2.4.4. Teknik Pendekatan untuk Mempengaruhi Keputusan Konsumen 1. Teknik Pendekatan Stimulus Respon. Teknik ini merupakan teknik penyampaian ide-ide atau pengetahuan tentang suatu produk dan merek kepada konsumen agar konsumen tertarik atau termotivasi untk mengambil keputusan membeli produk-produk yang disampaikan itu.

2. Teknik Pendekatan Humanistik. Teknik ini merupakan teknik pendekatan yang bersifat manusiawi. Dalam teknik ini keputusan membeli sepenuhnya diserahkan kepada konsumen yang bersangkutan. Pemilik toko atau pramuniaga hanya lebih bersifat menyediakan berbagai jenis produk, merek, warna, kualitas, dan memberikan informasi tentang manfaat, kebaikan dan kelemahan yang terdapat pada masing-masing produk yang tersedia.

3. Teknik Pendekatan Kombinasi antara Stimulus-Respons dan Humanistik. Teknik ini merupakan teknik pendekatan dari hasil kombinasi antara teknik stimulus-respons dan teknik humanistik. Pemilik toko atau pramuniaga dalam menghadapi konsumen lebih bersifat mengondisikan perilaku yang memungkinkan konsumen termotivasi untuk membeli, namun keputusan membeli sepenuhnya diserahkan kepada konsumen.

4. Teknik Pendekatan dengan Komunikasi yang Persuasif. Teknik ini menggunakan komunikasi persuasif melalui rumus AIDDAS. A = Attention

(27)

(Perhatian), I = Interest (Ketertarikan), D = Desire (Hasrat), D = Decision (Keputusan), A = Action (Tindakan), S = Satisfaction (Kepuasan).

Pertama kali harus dibangkitkan perhatian konsumen terhadap suatu produk agar timbul minatnya, kemudian kembangkan hasratnya untuk membeli produk tersebut. Setelah itu arahkan konsumen untuk mengambil keputusan pembelian sesuai dengan kebutuhannya dengan harapan konsumen dapat merasa puas setelah membelinya.

2.5. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel Alat

Analisis Kesimpulan Kembaren (2009) Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumen dalam Melakukan Pembelian Kentucky Fried Chicken pada Jalan Gajah Mada Medan Independen : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumen Sub Variabel : Lokasi, Kualitas Produk, Harga, Merek, Program Promosi, Pelayanan Dependen : Keputusan Pembelian Metode Analisis Berganda Hasil penelitian yaitu variabel lokasi, kua litas produk, harga, merek, program promosi dan pelayanan berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian pada KFC Jalan Gajah Mada adalah variabel produk. Adriani (2013) Analisis Strategi

Merek dan Citra Merek terhadap Keputusan

Pembelian pada J.CO Donuts & Coffee Cabang Cambridge City Square Medan

Independen : Strategi Merek dan Citra Merek Dependen : Keputusan Pembelian Metode Deskriptif dan Regresi Linier Berganda Hasil dari penelitian ini yaitu variabel strategi merek dan citra merek secara bersama-sama atau simultan atau berpengaruh positif dan signifikan

(28)

keputusan

pembelian pada J.CO Donuts & Coffee cabang Cambridge City Square Medan. 2.6. Kerangka Konseptual

Merek memegang peranan penting dalam pemasaran. Soetharman (Tjiptono, 2005:19) sebuah merek lebih dari sekedar produk. Produk adalah sesuatu yang diproduksi dipabrik, sedangkan merek merupakan sesuatu yang dibeli konsumen. Bila produk bisa dengan mudah ditiru pesaing, maka merek seharusnya mempunyai keunikan yang relatif sukar dijiplak. Merek mencerminkan keseluruhan persepsi dan perasaan konsumen mengenai atribut dan kinerja produk, nama merek dan maknanya, dan perusahaan yang diasosiasikan dengan merek bersangkutan. Konsumen biasanya tidak menjalin relasi dengan barang atau jasa tertentu, namun sebaliknya membina hubungan yang kuat dengan merek yang spesifik.

American Marketing Association (Kotler, 2001:575) mendefinisikan

merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksud untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakan dari produk pesaing.

Untuk itu produsen perlu kreatifitas dan usaha yang keras dalam membangun citra, karena belum tentu apa yang kita proyeksikan sama dengan apa yang dipersepsikan oleh konsumen. Pengetahuan akan keputusan pembelian sangat diperlukan para pemasar untuk mengetahui niat konsumen terhadap suatu

(29)

Setiadi (2003:167). Hal tersebut akan mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli produk dari suatu perusahaan.

Pengenalan atau suatu objek, jelas, gerakan, intensitas (seperti volume yang meningkat), dan aroma adalah sesuatu (petunjuk) yang mempengaruhi persepsi. Konsumen menggunakan petunjuk tersebut untuk mengidentifikasi produk dan merek. Bentuk kemasan suatu produk dapat mempengaruhi persepsi, Setiadi (2003:159).

Berdasarkan teori yang sudah disebutkan sebelumnya dapat diambil suatu kerangka konseptual sebagai berikut:

Sumber: Setiadi 2003:167 diolah oleh peneliti

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual 2.7. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan oleh peneliti sebelumnya, maka hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti adalah ”strategi merek dan citra merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian pada produk minuman Pocari Sweat pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara”

Strategi Merek (X1) Keputusan Pembelian (Y) Citra Merek (X2)

Gambar

Gambar 2.1 Step for a choosing positioning strategy
Gambar 2.2 Proses Pembelian
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual  2.7.   Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan kedamaian, keharmonisan, keselamatan baik itu dengan Tuhan, antara sesama dan dengan alam, maka Upacara Maayu-ayu terus dilaksanakan setiap Purnama sasih

a) Setelah usia kehamilan melebihi 40 minggu yang perlu diperhatikan adalah monitoring janin sebaik-baiknya meliputi djj serta gerakan janin. b) Apabila tidak

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematis siswa baik secara keseluruhan maupun siswa berkemampuan

terlibat dalam prosedur penggajian telah melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab pada setiap bagian yang didukung oleh dokumen - dokumen yang digunakan dalam

Penelitian ini akan membandingkan antara distribusi UBUNTU 9.10 versi dekstop dengan distribusi hasil pengembangan yang di beri nama SOHO iServer, dimana

dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak.. diharapkan

Modal kerja adalah dana yang dibutuhkan untuk operasi perusahaan sehari- hari yang meliputi kebutuhan dana yang tertanam dalam harta lancar dalam bentuk piutang usaha,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.992 artinya 99,2 persen variasi dalam tingkat produksi dipengaruhi oleh variable