• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS BERMUKIM DI KAMPUNG PADAT PERKOTAAN (STUDI KASUS KAMPUNG KOTA NYENGSERET)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS BERMUKIM DI KAMPUNG PADAT PERKOTAAN (STUDI KASUS KAMPUNG KOTA NYENGSERET)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

12

ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS BERMUKIM

DI KAMPUNG PADAT PERKOTAAN (STUDI KASUS KAMPUNG

KOTA NYENGSERET)

ANALYSIS OF QUALITY IMPROVEMENT STRATEGY OF

SETTLING IN URBAN DENSE VILLAGES (CASE STUDY OF

NYENGSERET CITY VILLAGE)

Yudhistyra Nugraha

1

, Muhammad Faishal Nugraha

2

, Alien Abdillah

3 1,2,3Jurusan Arsitektur, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

*e-mail: 1yudhistyranugraha@upi.edu, 2mfaishalnugraha@upi.edu, 3alienabdillah14@upi.edu,

ABSTRAK

Kampung kota sebagai suatu bentuk permukiman di dalam kawasan perkotaan yang awalnya terbentuk secara spontan sebagai respon masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan hunian, yang terbentuk tanpa melalui perencanaan, bersifat tradisional (masih memiliki pola hidup perdesaan) dan sebagian besar bersifat kumuh serta tidak dukung dengan sarana-prasarana yang memadai. Untuk mengetahui sebagian besar area kampung kota masih identik dengan keberadaan lingkungan perumahan yang berada dalam kondisi yang kumuh (slums) atau kurang layak huni. Dengan begitu akan terlihat permasalahan pada kampung kota, lebih rinci Kawasan Kampung Kelurahan Nyengseret. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif yaitu kajian literatur dan analisis SWOT, metode pendekatan kuantitatif yaitu statistik deskriptik sumber BPS Kota Bandung dan Kelurahan Nyengseret, dan metode pendekatan spasial yaitu teknik overlay data spasial. Hasil dari penelitian menunjukkan usulan kampung Susun sebagai strategi peningkatan kualitas bermukim di Kelurahan Nyengseret ini akan menciptakan keterkaitan antar lingkungan baik melalui keterkaitan ekonomi, sosial maupun budaya (makro) maupun lingkungan fisiknya (mikro), sehingga dapat menciptakan sistem perkotaan dan memberi legitimasi kuat pada eksistensi kampung. Kata kunci : Kampung kota, Bangunan, Nyengseret, Analisis SWOT.

ABSTRACT

Kampung kota as a form of settlement in urban areas that was originally formed spontaneously as a community response to the fulfillment of housing needs, which was formed without planning, is traditional (still has a rural lifestyle) and mostly slum and not supported by adequate infrastructure. To know most of the area of the city village is still synonymous with the existence of residential neighborhoods that are in slums (slums) or less livable conditions. That way there will be problems in the city village, more detailed Nyengseret Village Area. This research uses qualitative approach methods, namely literature review and SWOT analysis, quantitative approach methods, namely statistical descriptor sources bps Bandung and Nyengseret village, and spatial approach methods that are spatial data overlay techniques. The results of the research showed the proposal of Kampung Susun as a strategy to improve the quality of living in Nyengseret Village will create a linkage between the environment both through economic, social and cultural (macro) and physical environment (micro), so as to create an urban system and give strong legitimacy to the existence of the village.

(2)

13

A. PENDAHULUAN

Kampung kota tumbuh sebagai respon spontan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan huniannya. Dari perspektif fisik, telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian area kampung identik dengan kondisi kepadatan tinggi dan kekumuhan kawasan. Sebagian kampung kota merupakan kawasan permukiman kumuh (Yudohusodo, 1991) yang mempunyai karakteristik: (1) Kondisi fisik lingkungan tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, yaitu kurangnya atau tidak tersedianya prasarana, fasilitas dan utilitas lingkungan. Walaupun ada, kondisinya sangat buruk dan di samping itu tata letak bangunan tidak teratur; (2) Kondisi bangunan sangat buruk, serta bahan-bahan bangunan yang digunakan adalah bahan bangunan yang bersifat semi permanen; (3) Kepadatan bangunan dan KDB lebih besar dari yang diizinkan, dengan kepadatan yang sangat tinggi (lebih dari 500 jiwa/ha); (4) Fungsi yang bercampur dan tidak beraturan; dan (5) Pada umumnya, di atas tanah milik negara atau dihuni secara liar.

Permukiman kumuh yang terbentuk dan berkembang akibat proses perubahan sosial di lingkungan permukiman. Permukiman kumuh adalah salah satu dari sekian banyak permasalahan penataan ruang tidak terkecuali di Kota Bandung. Salah satunya permukiman kumuh pada kawasan Nyengseret ternyata dapat dianalisis dengan menggunakan SWOT. SWOT dapat dibagi kedalam dua elemen, analisa internal yang berkonsentrasi pada potensi dan peluang apa saja yang bisa dimaksimalkan pada sebuah permukiman kumuh, dan analisa eksternal tentang meminimalkan kelemahan dan ancaman yang terdapat di sebuah permukiman kumuh. Adapun hasil penelitian sebagai acuan solusi penanganan permukiman kumuh di kelurahan Nyengseret.

Pada saat yang bersamaan, tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan kampung

kota juga ditandai dengan berbagai masalah, antara lain tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, sehingga sebagian besar kampung menjadi kantung-kantung warga kota yang tidak sehat, tidak produktif, serta status dan legalitas lahannya yang tidak jelas kepemilikannya (Setiawan, 2010). Pada umumnya daerah – daerah kumuh terbentuk sejalan dengan proses perkembangan dan pemadatan lingkungan kota. Lingkungan kumuh tidak hanya memberikan efek visual yang buruk, juga memberikan konstribusi yang tidak baik bagi perkembangan fisik kota secara umum serta hanya membantu penduduk untuk sekedar tinggal tanpa memberikan dampak sosial maupun ekonomi yang positif.

Dalam upaya mengantisipasi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat terutama fasilitas sarana dan prasarana masyarakat seperti perumahan, pelayanan sosial, transportasi, air bersih dan lain – lain. Pemerintah daerah telah melakukan langkah awal dengan melaksanakan penataan kawasan permukiman kumuh yang terdapat di beberapa tempat di Kota Bandung.

B. STUDI PUSTAKA B.1 Permukiman

Dalam konteks permukiman penduduk di kota, Indonesia memiliki tiga tipe permukiman, dimana tipe pertama merupakan tipe permukiman yang terencana

(well-planned), dengan penataan

infrastruktur dan fasilitas yang lengkap dan dapat dijangkau oleh kendaraan bermotor. Tipe kedua adalah tipe kampung, dengan rumah-rumah yang berada di dalam, kebanyakan tidak dapat dijangkau dengan mobil maupun motor. Tipe ini adalah tipe permukiman lama/asli kota-kota di Indonesia. Sedangkan tipe ketiga adalah permukiman pinggiran/kumuh (squatter) yang banyak bermunculan pada ruang-ruang marjinal kota, seperti tepi sungai atau di tanah

(3)

14

milik negara. Tipe ini juga sering disebut dengan tipe kampung illegal (Sullivan, 1980).

Pada dasarnya pengertian kampung kota yang dapat disepakati semua pihak belum pernah dapat dirumuskan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan di dalam cara pandang maupun disiplin ilmu yang digunakan oleh para pakar. Sebagai kesatuan integral kota, maka kampung merupakan salah satu komponen dalam pembentukan struktur kota, yaitu sebagai kawasan permukiman di dalam kota yang terbentuk tanpa perencanaan atau tumbuh sebelum perencanaan diterapkan.

Penambahan penduduk yang cepat menyebabkan tingkat kepadatan penduduk menjadi tinggi. Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk disuatu daerah per satuan luas. Kepadatan penduduk ini terkait dengan jumlah penduduk dan luas daerah, sedangkan jumlah penduduk itu sendiri dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang datang dan pergi dari suatu daerah, serta tingkat kelahiran dan kematian (Amalia, 2008: 1).

B.2 Strategi Pengembangan Permukiman

Strategi dalam pembangunan permukiman menurut GBHN 1993 dan Sastra dan Marlina (2006) terdiri dari hal-hal berikut:

a. Program penyediaan perumahan dan permukiman

b. Program perbaikan perumahan dan permukiman.

c. Program penyehatan lingkungan permukiman.

d. Program penyediaan dan pengelolaan saran air bersih.

e. Program penataan kota.

Dan beberapa program lainnya yang lebih strategis dan terperinci dapat mengangkat strategi sebagai berikut:

a. Program pengadaan rumah baru.

b. Program perbaikan kampung meliputi; perbaikan, klasikal yakni tidak total maupun perbaikan yang total yakni menyangkut lahan; land sharing, land adjustment.

c. Program peremajaan kota. d. Program rumah sewa.

e. Program rehabilitasi perumahan.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif yaitu kajian literatur dan analisis SWOT, metode pendekatan kuantitatif, yaitu statistik deskriptik sumber BPS Kota Bandung dan Kelurahan Nyengseret, dan metode pendekatan spasial yaitu teknik overlay data spasial.

Perangkat yang digunakan dalam penelitian dan analis data adalah data BPS Kota Bandung, Literatur (Jurnal, Buku, E-Book, Artikel), internet, dan Survey Lapangan. Sementara itu teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan metode observasi, dan studi pustaka.

Sementara berdasarkan tujuan dan sasaran penelitian, kajian ini melakukan tahapan analisis sebagai berikut:

a. Analisis Spasial

Analisis ini digunakan untuk memetakan karakteristik sebaran kampung kota dengan melakukan overlay terhadap beberapa peta tematik lain seperti kawasan kumuh, kesesuaian dengan rencana tata ruang (RTRW/RDTR), dan terhadap status lahan dari data BPS.

b. Analisis Statistik Deskriptif

Dalam kajian ini, analisis statistik deskriptif berupa reduksi data (dalam bentuk tabel, grafik, diagram) digunakan untuk menyajikan beberapa data terkait karakteristik kawasan kampung kota atau permukiman kumuh di wilayah studi.

(4)

15 Metode SWOT dapat digunakan untuk

merumuskan tujuan dan strategi penataan ruang/kawasan. Tujuan dan strategi penataan ruang dirumuskan melalui penelaahan dan kajian mendalam terhadap faktor internal kawasan yang meliputi kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses) serta faktor eksternal kawasan yang meliputi peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats). Strategi desain sebagai langkah pengambilan solusi dari permasalahan kampung kota. Tujuan strategi desain adalah memberikan jawaban untuk beberapa permasalahan dalam rangka meningkatkan kualitas bermukim di kampung kota. Langkah pengambilan kebijakan desain terdiri dari tiga tahap yaitu:

Gambar 1 : Skema Kebijakan Desain (Sumber : Hasil Analisis, 2020) Masalah sebagai kasus yang akan diangkat berdasarkan analisis data baik data primer dan data sekunder. Kemudian tahap solusi untuk merumuskan langkah-langkah yang akan diambil untuk menjawab permasalahan. Solusi yang telah dirumuskan, kemudian akan diaplikasikan pada Kampung kota berupa hasil desain.

Desain yang diajukan pada proses awal sebuah perancangan adalah Ide atau gagasan yakni solusi, lalu dipetakan dalam gambar skematik dan pengaplikasian awal dari sebuah kondisi eksisting (Prelimenary design).

D. HASIL PENELITIAN D. 1 Objek Penelitian

Pada umumnya daerah-daerah kumuh terbentuk sejalan dengan proses perkembangan dan pemadatan lingkungan kota. Lingkungan kumuh tidak hanya memberikan efek visual yang buruk, juga memberikan konstribusi yang tidak baik bagi

perkembangan fisik kota secara umum serta hanya membantu penduduk untuk sekedar tinggal tanpa memberikan dampak sosial maupun ekonomi yang positif.

Dalam upaya mengantisipasi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat terutama fasilitas sarana dan prasarana masyarakat seperti perumahan, pelayanan sosial, transportasi, air bersih dan lain – lain. Pemerintah daerah telah melakukan langkah awal dengan melaksanakan penataan kawasan permukiman kumuh yang terdapat di beberapa tempat di Kota Bandung. Pemerintah Kota Bandung telah memutuskan dan menetapkan untuk melaksanakan upaya pengembangan ruang fisik kota dan peningkatan kualitas prasarana fisik Kota Bandung secara bertahap.

Kelurahan Nyengseret mempunyai luas wilayah sebesar 38 Ha dengan jumlah penduduk 12.235 jiwa. Berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk tersebut, maka tingkat kepadatan penduduk Kelurahan Nyengseret rata – rata adalah 322 jiwa/ha (Monografi Kelurahan Nyengseret, 2020), dimana jika dibandingkan dengan Kecamatan Astanaanyar dengan luas wilayah 279,40 Ha dan jumlah penduduknya 74.078 jiwa serta kepadatan penduduknya 265 jiwa/Ha (Monografi Kecamatan, 2020), maka dapat disimpulkan bahwa penduduk Kelurahan Nyengseret cukup tinggi.

Gambar 2 : Pemukiman Kampung Kota Nyengseret, Bandung

(5)

16

D.2 Analisis SWOT a. Potensi/Kekuatan

Kondisi rumah penduduk sebagian besar permanen dengan legalitas lahan yang jelas. Mayoritas penduduk telah menetap lama dan sebagian kecil lainnya adalah pendatang. Mata pencaharian penduduk berada di sektor swasta dan usaha masyarakat kecil menengah (UMKM). Sebagian besar perumahan penduduk memiliki rumah yang permanen dan legalitas lahan yang jelas. Berada dalam kawasan strategis ekonomi dari bidang perdagangan dan jasa. Adanya perangkat peraturan perundang-undangan yang menjamin pengadaan dan pengembangan perumahan rakyat.

Ketersediaan sarana dan prasarana pemukiman yang memadai di bidang keagamaan dan kesehatan. Dalam pengadaan dana bantuan program pemerintah digulirkan dengan baik oleh pemerintah kota Bandung. Ketersediaan material bangunan dan tenaga jasa konstruksi mudah didapat. Terdapat berbagai program pemerintah dalam menunjang pengembangan kampung koa baik sarana dan prasarana di bidang kesehatan, pendidikan, kemasyarakatan dan sebagainya

b. Kendala/Kelemahan

Mayoritas penduduk berada pada kalangan ekonomi menengah ke bawah. Penataan ruang pemukiman yang rendah, sehingga terkesan sempit dan berantakan. Ketersediaan lahan terbuka yang terbatas. Kurangnya keinginan masyarakat dalam merencakanan lingkungannya ke depan, sehingga masyarakat sudah merasa nyaman tinggal di lingkungan seadanya. Sebagian akses jalan kurang memadai secara kondisi fisik dan ukuran untuk dilalui. Tidak memadainya skema dan sarana prasarana bencana alam. Sebagian lingkungan binaan memiliki tingkat kebersihan yang rendah. Prasarana penyaluran air hujan yang kurang

memadai dan terawat sehingga rawan tersumbat saat banjir. Frekuensi pengangkutan sampah yang rendah karena akses sarana yang terbatas. Kurangnya sarana pendidikan dari jumlah penduduk pada usia pelajar. Tingginya harga lahan karena sudah sedikitnya ketersediaan lahan. Kondisi fisik perumahan yang tidak layak huni di beberapa titik. Beberapa program bantuan dari pemerintah rawan terjadi tumpang tindih kebijakan. Masyarakat yang beragam perlu dorongan dalam memaksimalkan program pemerintah.

c. Peluang

Masyarakat bergerak pada lingkup wirausaha dan kesenian berpeluang untuk dikembangkan menjadi Industri kreatif. Tata ruang bangunan dengan KDB dan KLB yang besar sehingga dapat dimaksimalkan pada hunian vertikal. Adanya program penanganan kawasan permukiman kumuh seperti Kotaku, serta bantuan dana investasi (BDI) dan program PIPPK di Kota Bandung sangat berpotensi mengentaskan kekumuhan kawasan yang berkelanjutan. Pengembangan Sarana dan Prasarana yang tersedia untuk diintegrasikan dalam suatu program pemukiman, misalnya peningkatan imunitas oleh bidang kesehatan masyarakat. Terdapat skema pembiayaan dalam penanganan kawasan kumuh oleh pemerintah seperti BDI, PIPPK dan sebagainya.

Pengembangan skema bantuan dari dana CSR dan kerjasama dengan berkerja sama pada pihak swasta, industri, dan organisasi masyarakat. Dalam perbaikan kondisi fisik bangunan dapat mengembangkan skema kerjasama dengan industri barang dan jasa konstruksi. Kolaborasi antara kelembangaan pemerintah, fasilitator, praktisi, akademisi, dan elemen masyarakat dalam satu pintu dalam penanganan kawasan kumuh akan lebih efektif dan komprehensif. Dengan terbentuknya budaya gotong royong akan

(6)

17 mempermudah terjalinnya kerjasama peran

masyarakat di berbagai bidang.

d. Ancaman

Kepadatan penduduk dengan keterbatasan ruang pada lahan perumahan akan berdampak pada isu kekurangan rumah. Kawasan perumahan yang tidak teratur akan mudah terekternalisasi pada lingkungan (rawan gangguan) seperti gangguan bising, kriminalitas, dan konflik yang dapat mengurangi kenyamanan spasial di ruang publik. Delineasi kawasan permukiman/kampung kumuh sering tidak satu hamparan dan tidak berkesesuaian dengan batas administrasi (RW/kelurahan). Tanpa adanya kerangka pelaksanaan program yang terintegrasi oleh pemerintah akan membuat program cenderung tumpang tindih dan tidak merata.

Tidak optimalnya sarana dan prasarana pemukiman akan berdampak pada aktifitas masyarakat dan bencana alam. Pertumbuhan ekonomi yang stagnan dapat menghambat pula pada pertambahan dan pengembangan ruang pemukiman dan kawasan kumuh. Perumahan tidak layak huni akan berdampak pada kualitas hidup penghuni, gangguan kesehatan, dan rawan kebencanaan. Pelaksanaan program yang tidak serentak, tumpang tindih, dan tidak terintegrasi akan menimbulkan kecemburuan soial di masyarakat. Masyarakat merasa kurangnya pemerataan penerima bantuan program oleh pemerintah. Belum meratanya peran masyarakat dalam BKM/KSU (Kegiatan Swasaya Masyarakat) sebagai mitra pemerintah dalam pelaksanaan program.

D.3 Kebijakan Desain Kampung Susun

Berdasarkan analisis dan pemetaan masalah pada pembahasan solusi akan mencari jalan keluar dari permasalahan dengan pendekatan studi preseden dan pencarian solusi baru. Berikut adalah solusi dalam penanganan perbaikan kualitas bermukim kampung kota

Nyengseret yaitu dengan cara peningkatan jumlah rumah Vertical Landed house untuk memenuhi kekurangan rumah tanpa merelokasi. Penambahan rumah tanpa merelokasi didasari kebutuhan penghuni yang bermata pencaharian di daerah setempat. Selain itu legalitas lahan yang jelas kepemilikannya tentu memerlukan biaya yang lebih besar dalam merelokasi. Potensi lainnya adalah tata ruang nyengseret yang memiliki KLB mecukupi sehingga dapat dimaksimalkan dalam hunian vertikal. Penertiban Tata ruang dan Wilayah Kampung kota diperlukan untuk memaksimalkan ruang. Dengan penataan dan memaksimalkan ruang diharapkan dapat meningkatkan ruang terbuka pada ruang publik. Adanya perencanaan mikro dalam jangka panjang yang dirumuskan bersama dan dapat diakses publik. Dengan begitu pemerintah mampu memahami dan mengarahkan kebutuhan Kampung kota serta dengan keterbukaan informasi publik bisa mengoptimalkan bantuan swadaya masyarakat yang lebih inovatif. Selain itu Prodekbang kota bandung mampu menjadi fasilitator dalam menerima sumbangan atau ide masyarakat yang dikemas dalam pengabdian masyarakat, sayembara dan sebagainya.

Diperlukan skala prioritas dalam pengembangan prasarana pemukiman yang tersedia untuk mengoptimalkan fungsi prasarana. Diperlukan adanya sarana tanggap bencana, mengingat belum tersedianya prasarana tersebut di area permukiman kampung kota yang rawan bencana dan kebakaran. Pengaturan skema pengelolaan dan pengangkutan sampah yang lebih efektif seperti pola jemput bola dan Bank sampah. Optimalisasi skema pembiayaan kampung kota baik dari program pemerintah dan pengabdian dan swadaya masyarakat serta membuka peluang bantuan swasta dalam program dana CSR. Program perbaikan fisik

(7)

18

perumahan berkerjasama dengan Industri Material dan jasa Konstruksi dalam penerapan teknologi terbarukan.

Pembentukan skema satu pintu dalam penyusunan dan penyaluran program tentang perbaikan kampung kota di perumahan dan permukiman. Adanya sosialisasi program perbaikan kampung kota pada masyarakat baik oleh fasilitator, tokoh masyarakat, dan organisasi masyarakat agar dapat mendorong peran serta masyarakat yang mandiri dalam memperbaiki huniannya.

Daerah yang terdampak relokasi adalah hunian yang berada di GSS (Garis Sempadan Sungai) sepanjang 10 m dari bahu sungai. Luas wilayah yang direlokasi adalah 10.000 m2. Banyaknya rumah yang terdampak adalah 110 rumah. Dipilihnya kebijakan desain kampung susun dan bukan rumah susun, dikarenakan kampung susun dapat direncanakan menyebar dan menyatu dengan permukiman eksisting, sedangkan rumah susun berdiri sendiri dan terpisah dari permukiman. Pada kampung susun di bantaran Sungai Citepus Nyengseret ini akan dibangun 160 unit hunian type 36.

Gambar 3 : Lokasi yang diusulkan menjadi kampung susun

(Sumber : Hasil Analisis, 2020)

Kampung Vertikal/susun pada bantaran sungai Citepus di Nyengseret ini berisi unit hunian, ruang terbuka, balai serbaguna, UMKM , sarana pendidikan, tempat ibadah,

dan area parkir. Pada perencanaan kampung susun tersebut dapat mewadahi semua aktivitas penghuni di setiap unit kampung susun. Analisis penghuni rumah susun per unit adalah per 1 Keluarga/Keluarga Ideal. Penghuni rumah susun diasumsikan 4 orang diantaranya ayah, ibu dan kedua orang anak. Kampung susun yang akan diusulkan terdiri dari 5 Gedung, yaitu gedung A, B, C, D, dan E. Perhitungan tapak Kampung Susun di Bantaran Sungai Citepus Nyengseret : Lahan = 10000 m2

RTH 50% = 5000 m2 KDB 40% = 4000 m2 KLB 2,4 = 8400 m2 10% = 1000 m2

Gambar 4 : Perencanaan Blok Plan Kampung Susun

(Sumber : Hasil Analisis, 2020)

Gambar 5 : Skema Pembiayaan Perbaikan Kampung Kota

(Sumber : Hasil Analisis, 2020)

Optimalisasi skema pembiayaan kampung kota baik dari program pemerintah dan pengabdian dan swadaya masyarakat serta membuka peluang bantuan swasta dalam

(8)

19 program dana CSR diantaranya diperoleh

dari swadaya masyarakat sendiri, dana subsidi pemerintah daerah, dana Inpres, maupun dana penggunaan bantuan kredit.

Gambar 6 : Skema Perbaikan Kampung (Sumber : Hasil Analisis, 2020)

Adanya perencanaan mikro dalam jangka panjang yang dirumuskan bersama dan dapat diakses publik maka, dengan begitu pemerintah mampu memahami dan mengarahkan kebutuhan kampung kota serta dengan keterbukaan informasi publik bisa mengoptimalkan bantuan swadaya masyarakat yang lebih inovatif.

Gambar 7 : Gubahan massa kampung susun (Sumber : Hasil Analisis, 2020)

Konsep kampung susun di kawasan bantaran sungai Citepus Nyengseret ini menggunakan konsep Rumah Sederhana, yaitu unit rumah dengan luas lantai bangunan tidak lebih dari 70m2. Pilotis, yaitu lantai dasar polos untuk keperluan area publik. Vertikal Design, yaitu dengan menata rumah secara vertikal.

Vertikal Garden, dengan taman yang dibangun pada bidang yang berdiri tegak lurus dengan tanah. Dan menggunakan konsep Precast dan Modular, yaitu teknologi beton pracetak saat pembangunan guna mengefisiensikan waktu.

Gambar 8 : Konsep Desain Kampung Susun (Sumber : Hasil Analisis, 2020)

Gambar 9 : Bubble Diagram Kebutuhan Ruang Unit Hunian Kampung Susun

(Sumber : Hasil Analisis, 2020)

Program ruang kampung susun di bantaran Sungai Citepus Nyengseret ini terdiri dari unit hunian untuk tempat tinggal dan fasilitas untuk memenuhi semua kebutuhan penghuni. Fasilitas yang dimaksud adalah sarana pendidikan, UMKM, titik kumpul bencana, area komersil, sarana kesehatan, sarana bermain, dan jalur evakuasi. Program kebutuhan ruang yang diajukan ini didasarkan atas minimnya sarana prasarana dan fasilitas pada permukiman sebelumnya. Fasilitas ini berada di lantai dasar pilotis yang terdapat di tiap gedung.

(9)

20

Gambar 10 : Denah Unit Hunian (Sumber : Hasil Analisis, 2020)

Gambar 11 : Skema Air Bersih (Sumber : Hasil Analisis, 2020)

Gambar 12 : Skema Pengelolaan Sampah (Sumber : Hasil Analisis, 2020)

Gambar 13 : Perspektif Kampung Susun (Sumber : Hasil Analisis, 2020)

Gambar 14 : Perspektif Kampung Susun (Sumber : Hasil Analisis, 2020)

Gambar 15 : Perspektif Kampung Susun (Sumber : Hasil Analisis, 2020)

Gambar 16 : Perspektif Kampung Susun (Sumber : Hasil Analisis, 2020) KESIMPULAN

Kampung Susun Nyengseret ingin mewujudkan kampung yang dinamis, terbebas dari banjir, lebih sehat dan produktif disetiap rumahnya. Kampung susun memiliki prospek terutama pada ruang publiknya, sehingga menjadi pendorong bagi warga memiliki pekerjaan dan melakukan hal yang dapat dijadikan sebagai penghasilan di dalam komplek kampung susun dengan membuka usaha berupa makanan atau pujasera sebagai penghasilan.

Perencanaan dari eksplorasi penelitian ini adalah kampung susun terstandar namun

(10)

21 fleksibel dengan lahan yang sempit di

bantaran sungai, dan direncanakan hanya pada titik/lokasi rumah yang disetujui oleh pemiliknya untuk dipugar menjadi kampung susun dengan status kepemilikan seperti kampung susun milik (rusunami) dan memiliki ruang publik (public space) yang nyaman. Wilayah RW 04 Nyengseret ini dijadikan uji coba pertama untuk pembangunan kampung susun diharapkan menjadi contoh untuk wilayah lain agar tetap memperhatikan garis sempadan sungai 10 meter dengan mempertimbangkan jarak aman. Usulan kampung Susun sebagai strategi peningkatan kualitas bermukim di Kelurahan Nyengseret ini akan menciptakan keterkaitan antar lingkungan baik melalui keterkaitan ekonomi, sosial maupun budaya (makro) maupun lingkungan fisiknya (mikro), sehingga dapat menciptakan sistem perkotaan dan memberi legitimasi kuat pada eksistensi kampung (macro - micro linkage).

DAFTAR RUJUKAN

[BPS]. (2005). Proyeksi Penduduk Indonesia

(Indonesian Population Projection) 2000-2025. BPS, Bappenas, UNFPA

Dias Aprilia Lindarni, W. H. (2014).

Transformasi Kampung Kota Di Kawasan Segitiga Emas Kota Semarang (Studi Kasus: Kampung Sekayu Dan Kampung Petempen).

Riptek, 8(2), 1-12.

Fitria, Niken. (2014). Identifikasi

Karakteristik Lingkungan Permukiman

Kumuh di Kelurahan Kapuk, Jakarta Barat.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, Hermawan, A., (2001). Permasalahan Kampung Kota, dari Kumpulan Makalah Isu Kontemporer Perancangan Kota, Magister

Arsitektur Institut Teknologi Bandung

Ilma, F. & Rakhmatulloh, A. S. (2014).

Pembentukan Struktur Ruang Kompak di Kawasan Banyumanik Kota Semarang. Jurnal

Pembangunan Wilayah dan Kota, 10 (2), 139-152.

Iwan Kustiwan, Afrizal Ramadhan, (2019)

Strategi Peningkatan Kualitas Lingkungan Kampung-Kota dalam Rangka Pembangunan Kota yang Inklusif dan Berkelanjutan: Pembelajaran dari Kasus Kota Bandung.

Journal of Regional and Rural Development Planning

Kausan, B. Y. (2019). Kampung-Kota:

Permukiman Kumuh Di Kota Bandung Tahun 1965-1985. Universitas Negeri Semarang,

Semarang.

Kustiwan, I. (2014). Keberlanjutan Kampung

Kota Dalam Strategi Regenerasi Perkotaan Studi Kasus: Kawasan Pusat Kota Bandung.

Bandung: Laporan Akhir Penelitian (Riset) Inovasi ITB, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK-ITB.

Mirsa, Rinaldi. (2012). Elemen Tata Ruang

Kota. Graha Ilmu, Yogyakarta

Pratiwi, Bertha Dilla, (2014). Urban Venacular Housing: Kampung Vertikal

Sudarwanto, B., Pandelaki, E. E., & Soetomo, S. (2014). Pencapaian Perumahan Berkelanjutan: Pemilihan Indikator Dalam Penyusunan Kerangka Kerja Berkelanjutan.

Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, 14 (2), 105-112.

Yosita, Lucy (2019). Teori dan Strategi

Aplikasi Perencanaan Perumahan Pada Era Kontemporer. Penerbit Manggu, Bandung

Gambar

Gambar 1 : Skema Kebijakan Desain  (Sumber : Hasil Analisis, 2020)  Masalah  sebagai  kasus  yang  akan  diangkat  berdasarkan  analisis  data  baik  data  primer  dan  data  sekunder
Gambar 5 : Skema Pembiayaan Perbaikan  Kampung Kota
Gambar 7 : Gubahan massa kampung susun  (Sumber : Hasil Analisis, 2020)

Referensi

Dokumen terkait

Rata-rata hasil penilaian aspek keterampilan dan rata-rata hasil penilaian aspek sikap, bisa dilihat pada Gambar 2 dan 4 menunjukkan bahwa rata-rata hasil

Proses pengolahan limbah air lindi untuk parameter logam Pb terbaik diperoleh pada tinggi unggun 80 cm dengan debit alir 80 ml/menit dengan efisiensi penyisihan

Kosaseh

Berdasarkan simpulan yang diperoleh dan adanya keterbatasan dalam penelitian ini, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut: Bagi pemerintah kabupaten

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA PERBANKAN SEBELUM DAN SETELAH  PENERAPAN INTERNET BANKING   Reza Kurniawan  Universitas Widyatama  Reza.kurniawan@widyatama.ac.id   Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Earning Per Share, Dividend Per Share, dan Financial Leverage terhadap Harga Saham baik secara parsial maupun simultan

Analisa KG-SM dilakukan untuk mengetahui komponen senyawa penyusun minyak atsiri Pogostemon cablin Benth (A,B,dan C).Komponen kimia yang terbaca berdasarkan hasil