• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA Elsa Karina Br. Gultom, Suhir man 1-6 PDF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA Elsa Karina Br. Gultom, Suhir man 1-6 PDF"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Home /Archives /Vol. 07, No. 02, Maret 2018 Published: 2018-03-13

Articles

ANALISIS YURIDIS MENGENAI PENGGUNAAN MEDIASI PENAL SEBAGAI BENTUK PENYELESAIAN PERKARA PIDANA SECARA ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION

Made Mutiara Sanjiwani Rajendra, I Wayan Windia 1-5

PDF

KEABSAHAN PERNYATAAN MAJELIS HAKIM SIDANG TERBUKA DAN TERBATAS UNTUK UMUM (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

Made Sinthia Sukmayanti, I Ketut Mertha 1-5

PDF

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

Elsa Karina Br. Gultom, Suhir man 1-6

PDF

KONSEP RESTITUSI TERHADAP PERLINDUNGAN KORBAN TINDAK PIDANA DI INDONESIA

I Gusti Agung Dian Bimantara, I Putu Sudarma Sumadi 1-5

PDF

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TENAGA MEDIS YANG MELAKUKAN MALPRAKTIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

Firdalia Emyta Nurdiana Isliko, Gde Made Swardhana, I Made Walesa Putra 1-5 PDF

PERANAN KETERANGAN TERDAKWA YANG TIDAK DISUMPAH SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM MENCAPAI TUJUAN HUKUM ACARA PIDANA

Guntur Dirga Saputra, Marwanto . 1-5

PDF

UPAYA PAKSA DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Ni Made Intan Pranita Dewanthara, I Ketut Mertha 1-5

PDF

PENANGGULANGAN TERJADINYA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B SINGARAJA

Pande Nyoman Mega Suryadarma, Anak Agung Ngurah Wirasila 1-13 PDF

KETERBATASAN PERLINDUNGAN HAK SAKSI DAN KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Kristina Melati P asaribu, Suhirman . 1-6

PDF

(3)

PERANAN CLASS ACTION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

Dewa Ayu Indah Krisnayanti, Suhirman . 1-5

PDF

PEMBERIAN SANKSI PIDANA SEBAGAI ULTIMUM REMEDIUM DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Made Satria Wibawa Nugraha, Suatra Putrawan 1-11

PDF

PENJATUHAN PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR

Josua Harahap, A.A. Ngurah Wirasila PDF

ANALISIS YURIDIS PRINSIP KEHATI-HATIAN BANK DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Yosef Faizal Frans, I Gst. Ketut Ariawan, Sagung Putri M.E Purwani PDF

KETERKAITAN ASAS PRESUMPTION OF INNOCENCE DIDALAM PEMBERITAAN PERS

Vida Azaria, I Ketut Mertha 1-5

PDF

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP GELAR PERKARA DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI UPAYA PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA DI INDONESIA

Putu Prashanti Vahini Kumara, Yohanes Usfunan PDF

TELECONFERENCE SEBAGAI BENTUK KEMAJUAN TEKNOLOGI DALAM HUKUM ACARA PIDANA SEBAGAI SALAH SATU CARA MENDAPATKAN KEBENARAN MATERIIL

Putu Inten Andhita Dewi, I Made Pujawan PDF

ANALISIS SAKSI ADAT/KEWAJIBAN ADAT MEPRAYASCITTA SEBAGAI PIDANA TAMBAHAN DITINJAU DARI TUJUAN PEMIDANAAN DALAM RUU KUHP DI INDONESIA

Anak Agung Anisca Primadwiyani, A.A. Gde Oka Parwata 1-6

PDF

PENGATURAN HAK HAK ANAK SEBAGAI PELAKU KEJAHATAN DALAM PERUNDANG- UNDANGAN

Febrio junus Petrobas Abia, A.A. Ngurah Wirasila PDF

(4)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS KASUS TINDAK PIDANA PENGEDARAN MATA UANG PALSU (ANALISA PUTUSAN No. 817/Pid.Sus/2014/PN Dps)

Ni Luh Apryaningsih, Ida Bagus Surya Dharma Jaya PDF

INTERVENSI PERS TERHADAP KEMANDIRIAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA

Meyviyanti Hostiana, Ibrahim. R 1-6

PDF

PERTANGGUNGJAWABAN DOKTER DALAM TINDAK PIDANA MALPRAKTEK DITINJAU DARI PERSPEKTIF UU NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DAN UU NO.36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN

Raodatul Jannah, I Gusti Ngurah Wairocana PDF

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL (STUDI KASUS DI POLDA BALI)*

Agung Satriadi Putra, I Gusti Ketut Ariawan PDF

KRIMINALISASI TERHADAP PERILAKU CABUL ANTAR ORANG DEWASA SESAMA JENIS (LESBIAN DAN GAY)

I Wayan Agus Harry Saputra, I Made Arya Utama PDF

PENANGGULANGAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR (STUDI KASUS DI WILAYAH HUKUM POLRESTA DENPASAR)*

Dewa Bagus Arta Guna, I Ketut Mertha PDF

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA GENG MOTOR YANG DILAKUKAN ANAK DI BAWAH UMUR DI WILAYAH DENPASAR

Evi Paullia Wati, Anak Agung Ngurah Wirasila PDF

IMPLEMENTASI DIVERSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI KEJAKSAAN NEGERI DENPASAR

Adia Pratistia, I Dewa Made Suartha, Ni Nengah Adiyaryani PDF

PEMIDANAAN TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS BERAT DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR

I Putu Wisnu Suartana Putra, I Made Walesa Putra PDF

(5)

DIVERSI TERHADAP ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM YANG MELAKUKAN TINDAK PINDANA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR)

Ni Made Diah Arista Ardiyantini, Ni Nengah Adiyaryani, I Wayan Bela Siki Layang PDF

DISKRIMINASI PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA Ni Putu Sri Utari, I Made Sarjana, I Ketut Rai Setiabudhi

PDF

PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM MENEKAN ANGKA PELANGGARAN LALU LINTAS DI KOTA SINGARAJA

I Kadek Angga Satya Pardidinata, Gde Made Swardhana PDF

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGEMBALIAN KERUSAKAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG

Ni Putu Desy Pradnya Wati, Ibrahim R, I Made Walesa Putra PDF

HAK-HAK ANAK SEBAGAI KORBAN DALAM UNDANGUNDANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DIKAITKAN DENGAN PENDEKATAN KEADILAN RESTORATIF

Desak Made Ayu Puspita Dewi, I Made Arya Utama 1-5

PDF

TINDAK PIDANA MUTILASI DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

Ni Made Deby Anita Sari, I Gusti Ngurah Wairocana 1-5

PDF

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORBAN PRANK DI INDONESIA

Ida Ayu Putu Trisna Candrika Dewi, Yohanes Usfunan 1-6

PDF

KEBEBASAN HAKIM MENJATUHKAN PIDANA MINIMUM KHUSUS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

Indra Bayu Mulyadi, I Ketut Rai Setiabudhi, I Wayan Suardana 1-14 PDF

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WHISTLE BLOWER DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

Desak Made Risa Sutiadewi, Yohanes Usfunan 1-5

PDF

PROSES PENYIDIKAN KASUS PHAEDOFILIA DI POLRESTA DENPASAR I Made Darma Yudha, I Ketut Rai Setiabudhi, I Made Walesa Putra

(6)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN EUTHANASIA DI INDONESIA DIKAJI DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA

I Made Dwi Krisnawan, I Gusti Ngurah Wairocana 1-15

PDF

KUALIFIKASI PIHAK KETIGA DALAM PENGAJUAN GUGATAN PENGHAPUSAN MEREK DI INDONESIA

I Gusti Ngurah Bagus Girindra GM, I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati 1-16 PDF

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HUKUMAN KEBIRI TERHADAP PELAKU KEKERASAN SEKSUAL KEPADA ANAK

I Gusti Ngurah Yulio Mahendra Putra, Dewa Nyoman Rai Asmara Putra 1-15 PDF

ANALISIS PUTUSAN NOMOR 8/PID.SUS ANAK/2017/PN DPS MENGENAI PEMIDANAAN PENGGUNA NARKOTIKA ANAK

Putu Wulan Sagita Pradnyani, Ida Bagus Surya Dharma Jaya PDF

(7)

1

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TENAGA MEDIS YANG MELAKUKAN MALPRAKTIK

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN*

Oleh:

Firdalia Emyta Nurdiana Isliko**

Gde Made Swardhana***

I Made Walesa Putra****

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Sulit untuk membawa kasus malpraktik kedokteran ke jalur hukum, karena belum adanya payung hukum dan kajian hukum khusus yang berlaku di Indonesia. Hal ini merupakan kelemahan dari sistem hukum di Indonesia, yang berdampak pada kekaburan norma. Penelitian hukum normatif dalam jurnal ini berangkat dari norma kabur yang tidak menerangkan secara spesifik mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik berdasarkan Undang-Undang nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan kebijakan formulasi hukum pidana saat ini dalam menanggulangi tindak pidana malpraktik kedokteran. Metode yang digunakan adalah deskriptif normatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa berat ringannya beban pertanggungjawaban hukum dokter bergantung pada berat ringannya akibat yang diderita oleh pasien. Tindakan medis tentu mengandung risiko yang merugikan pasien. Apa pun risiko tersebut, diprediksi atau tidak dapat diprediksi, dokter tidak dapat sepenuhnya bertanggung jawab. Tanggung jawab dokter baru dapat dimintakan apabila dokter telah jelas dan terbukti melakukan kesalahan/kelalaian yang mengakibatkan kerugian pasien. Kebijakan hukum pidana terhadap tindak malpraktik ini sulit ditegakan oleh aparat hukum. Salah satu faktor penting yang menjadi kendala adalah kurangnya kemampuan atau pengetahuan aparat penegak hukum terhadap hukum kesehatan, yang berkaitan dengan masalah etik dan hukum. Formulasi pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik dalam perundang-undangan pidana saat ini masih ada kelemahan, sehingga dalam praktik penegakan hukum pidana medis terkesan mengalami kekebalan hukum.

*Makalah ilmiah ini disarikan dan dikembangkan lebih lanjut dari Skripsi yang ditulis oleh Penulis atas bimbingan Pembimbing Skripsi I Dr. Gde Made Swardhana, SH.,MH. dan Pembimbing Skripsi II I Made Walesa Putra, SH.,M.Kn.

Firdalia Emyta Nurdiana Isliko adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana. Korespondensi: mythaisliko@gmail.com

Gde Made Swardhana adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, Korespondensi: gmswar@yahoo.com

(8)

2 Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Tenaga Medis, Malpraktik, Praktik Kedokteran

ABSTRACK

It is difficult to bring medical malpractice cases to the legal path, because there is no legal umbrella and special law study in Indonesia. This is a weakness of the legal system in Indonesia, which has an impact on the blurring of the norm.

Normative legal research in this thesis departs from the vague norms that do not specifically explain the criminal responsibility of medical personnel who do malpractice based on Act No. 29 of 2004 on Medical Practice. The purpose of this research is to know the criminal responsibility to malpractice medical practitioner based on Law number 29 Year 2004 about Medical Practice, and current criminal law formulation policy in overcoming malpractice crime of medicine. The method used is descriptive normative. The results explain that there is no regulation that explicitly regulate the duty and authority of medical personnel in medical treatment, so that medical personnel should refer to the medical code of ethics. The formulation of criminal liability for malpractice medical personnel in current criminal legislation still has weaknesses, so that in practice the medical criminal law enforcement impressed.

Keywords: Criminal Accountability, Medical Personnel, Malpractice, Medical Practice

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, masih banyak negara maju dengan teknologi mutakhir yang menghadapi permasalahan dan dilema dalam memberikan pelayanan medis yang akhirnya merugikan pasien.

Demikian pula dengan Indonesia, sebagai negara berkembang juga memiliki berbagai permasalahan di bidang pelayanan medis. Hal ini disebabkan adanya perbedaan latar belakang masyarakat dari segi sosial, budaya, adat istiadat, dan sistem pelayanan kesehatan.1

I Made Walesa Putra adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, Korespondensi: mdwalesaputra@yahoo.com

1 Moh. Hatta, 2013, Hukum Kesehatan dan Sengketa Medik Edisi 1, Penerbit Liberty, Yogyakarta, Hlm.73.

(9)

3 Saat ini, dunia hukum kedokteran di Indonesia belum memiliki batasan dan ketentuan hukum yang valid mengenai malpraktik. Banyak persepsi yang muncul mengenai isi, pengertian dan aturan-aturan yang berkaitan dengan malpraktik dalam dunia kedokteran. Sistem hukum Indonesia adalah hukum substantif, yang mengatur tentang hukum administrasi, hukum pidana, dan hukum perdata. Ketiga sistem hukum tersebut tidak mengenal sistematika hukum malpraktik. Aturan hukum yang paling utama dan fundamental dalam sistem hukum kesehatan di Indonesia adalah Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, di mana Pasal 54 dan 55 menyebutkan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesi kedokteran.

Negara Indonesia, untuk profesi dokter sendiri merupakan pekerjaan keahlian yang dilaksanakan berdasarkan pada keilmuan tertentu, dengan kemampuan yang dapat dipertanggungjawabkan yang diperoleh melalui jenjang pendidikan, yang dilindungi dengan kode etik dan tanggung jawab memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, sesuai dengan Pasal 1 Ayat (10) Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran.Dokter memiliki keterikatan moral dan profesi sesuai dengan ketentuan hukum dalam menjalankan profesinya.

Kitab Hukum Udang-Undang Pidana tidak disebutkan secara jelas mengenai mekanisme pertanggungjawaban pidana yang diterapkan di Indonesia. Beberapa pasal dalam KUHP menyebutkan kesalahan baik berupa kesengajaan ataupun kealpaan. Namun, dalam KUHP pengertian mengenai kesalahan

(10)

4 dengan kesengajaan dan kealpaan tidak dijelaskan secara lebih lanjut. Berdasarkan doktrin dan pendapat para ahli hukum disimpulkan bahwa dalam pasal-pasal KUHP tersebut mengandung unsur-unsur kesalahan kesengajaan dan kealpaan yang harus dibuktikan oleh pengadilan. Untuk memidanakan pelaku, selain harus telah terbukti melakukan tindak pidana, pelaku juga harus terbukti melakukan unsur kesalahan atau kealpaan yang disengaja2. Pertanggungjawaban pidana ini memerlukan peranan hakim untuk membuktikan kebenaran mengenai unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh pelaku.

Memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi masyarakat diperlukan upaya penegakan hukum yang proporsional terhadap dokter yang melakukan tindakan malpraktik medis. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah masih terkendala untuk membawa kasus malpraktik ke ranah hukum. Hal ini terjadi karena belum adanya payung hukum yang mengatur malpraktik dan kajian hukum khusus tentang malpraktik kedokteran yang dapat dijadikan pedoman dalam menanggulangi malpraktik kedokteran di Negara Indonesia.

Berdasarkan deskripsi permasalahan tersebut, menarik untuk dianalisis mengenai: “Pertanggungjawaban Pidana terhadap Tenaga Medis yang Melakukan Malpraktik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran”.

1.2 Permasalahan Penelitian

2 Hanafi Amrani, Mahrus Ali, 2015, Sistem Pertanggungjawaban Pidana, Rajawali Pers, Jakarta Hlm. 52.

(11)

5 Permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik berdasarkan Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran?

2. Bagaimana kebijakan formulasi hukum pidana saat ini dalam menanggulangi tindak pidana malpraktik kedokteran?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini mengembangkan ilmu hukum sehubungan dengan paradigma science as a process (ilmu sebagai suatu proses). Paradigma ilmu tidak akan berhenti dalam penggaliannya atas kebenaran dalam bidang hukum viktimologi yakni bentuk pertanggungjawaban tenaga medis terhadap korban malpraktik, berdasarkan Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

2. Untuk menganalisis kebijakan formulasi hukum pidana tentang malpraktik kedokteran di Indonesia.

II. ISI MAKALAH

2.1 Metode Penulisan

(12)

6 Jenis penelitian adalah hukum normatif. Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini berangkat dari norma kabur yang tidak menerangkan secara spesifik mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Jenis pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan analitis konsep hukum (Analytical & Conseptual Approach), dan pendekatan kasus (case Approach). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi3, dan bahan hukum tersier yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensiklopedi dan seterusnya4. Sumber bahan hukum dari penelitian hukum normatif ini merupakan hasil penelitian melalui penelitian kepustakaan (Library Research)5. Teknik analisis data yang digunakan adalah melalui studi kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan pertama-tama dilakukan pemahaman dan mengkaji isinya secara mendalam untuk selanjutnya dibuat catatan sesuai permasalahan yang dikaji baik langsung maupun

3 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hlm. 13-14.

4 Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm.

23.

5 Ronny Hanitiyo Soemitro, 2000, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, Hlm. 24.

(13)

7 tidak langsung6, diawali dengan pengumpulan dan sitematisir bahan-bahan hukum yang diperoleh untuk kemudian dianalisis.

2.2 Hasil dan Analisis

2.2.1 Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Dokter yang Melakukan Malpraktik

Seorang dokter yang melakukan tindakan malpraktik yang berakibat timbulnya kerugian atau meninggalnya seseorang dapat digugat secara hukum pidana apabila ditemukan adanya unsur kelalaian atau kesengajaan.

Azas Geen Straf Zonder Schuld (tiada pidana tanpa kesalahan) dalam hukum pidana merupakan hukum yang berlaku dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Secara eksplisit, dalam KUHP tidak dijelaskan secara spesifik mengenai makna kesengajaan tersebut. Dalam hal ini, kesengajaan diartikan sebagai perbuatan yang dilarang, yang dilakukan dengan membayangkan akibat yang terjadi dari perbuatannya. Teori ini menitikberatkan pada apa yang diketahui oleh si pelaku tentang apa akibat dari perbuatannya.

Kelalaian merupakan bentuk kesalahan yang berbeda dengan bentuk kesengajaan, yang tidak terjadi secara tiba-tiba atau kebetulan. Dalam kealpaan, sikap batin seseorang menghendaki melakukan suatu perbuatan tetapi tidak berniat untuk melakukan kejahatan. Dalam KUHP tindakan kealpaan atau kelalaian yang membahayakan keamanan dan keselamatan orang lain tetap harus ditempuh ke jalur pidana.

6 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hlm. 58.

(14)

8 Tidak adanya kebijakan tentang malpraktik yang secara jelas tertulis di KUHP dan Undang-Undang Praktek Kedokteran, oleh karena itu sulit untuk menjelaskan tentang malpraktek merupakan pidana atau bukan. Tidak adanya pengaturan secara khusus tentang malpraktek kedokteran dan KUHP, sehingga dirasakan sulit mnyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan malpraktik. Melalui Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesian hanya melihat dari sudut etika kedokteran yaitu pengaturan tentang perbuatan tersebut berupa malpraktek atau bukan. Pertanggungjawaban pidana terhadap dokter yang melakukan malpraktek hanya dapat dilihat dari kelalaian yaitu kesalahan yang tidak berupa kesengajaan7.

Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tidak menjelaskan secara spesifik tentang Malpraktik, tetapi disebutkan bahwa sanksi terhadap kesalahan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan profesi (malpraktik medik) (Pasal 54 dan 55) adalah dikenakannya tindakan disiplin yang ditentukan oleh majelis disiplin tenaga kesehatan. Ganti rugi yang harus dipenuhi dokter yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur tentang ganti rugi sesuai dengan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata.8

Sistem hukum di Indonesia sepenuhnya memberi hak kepada warga negara untuk memperoleh keadilan dengan cara mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan secara

7https://www.scribd.com/document/228284403/JURNAL-malpraktik.

8Anny Isfandyarie, 2006.Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter, Buku 1, Hlm. 72.

(15)

9 hukum, dalam perkara perdata atau pidana. Perkara hukum tersebut akan dilakukan melalui proses peradilan yang adil, dan tidak memihak, dengan mengacu kepada hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara objektif oleh perangkat hukum, dalam hal ini adalah hakim yang jujur dan adil.9

Sanksi dalam hukum pidana pada dasarnya adalah sanksi yang berupa penyiksaan atau pengekangan kebebasan terhadap pelaku tindak pidana. Dengan harapan setelah menjalani sanksi pidana, si pelaku tidak lagi mengulangi perbuatannya, di samping juga dijadikan sebagai upaya unsur preventif bagi masyarakat dalam menghadapi masalah malpraktik kedokteran.

2.2.2 Pengaturan Pertanggungjawaban Hukum Dokter yang Melakukan Tindak Malpraktik dimasa yang akan datang

Tujuan dibuatnya formulasi kebijakan mengenai perlindungan hukum terhadap korban malpraktik adalah dapat memberikan suatu perlindungan secara langsung yakni jaminan hukum yang pasti atas penderitaan atau kerugian yang dialami korban. Selain itu, formulasi hukum ini juga diharapkan dapat meminimalisasi terjadinya tindakan malpraktik kedokteran, serta mewujudkan harmonisasi dan keselarasan perundang-undangan pidana di bidang kesehatan dan medis.

9 Darwin Prinst, 2001. Sosialisasi dan Diseminasi Penegakan Hak Asasi Manusia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm. 65.

(16)

10 Formulasi kebijakan perlindungan hukum terhadap korban malpraktik medis dalam perspektif pembaharuan hukum pidana di Indonesia, adalah:

a. Membuat atau memperbarui formulasi dan orientasi berkaitan dengan peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana atau tindakan malpraktik medis, dengan membuat perumusan tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, pidana dan pemidanaannya secara tepat dan konsisten. Formulasi hukum yang tepat ini tentunya akan memberikan efek jera (deterrent effect) terhadap dokter dalam melakukan tindakan malpraktik medis. Dengan demikian, akan terwujud keadilan dan keseimbangan antara perlindungan/kepentingan pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana.

b. Reformulasi den reorientasi peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana atau tindakan malpraktik medis berikutnya adalah melalui mediasi penal sebagai kebijakan ius constituendum dalam rangka pembaharuan hukum pidana di Indonesia. Mediasi penal merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa atau perkara hukum, yang tidak saja bersifat perdata, tetapi juga masuk ke dalam ranah hukum pidana, dengan ide dan dalih memberikan perlindungan hukum terhadap korban tindakan malpraktik medis.

III. Kesimpulan

1. Pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik berdasarkan Undang-Undang Nomor

(17)

11 29 Tahun 2004 yang membahas tentang Praktik Kedokteran.

Berat ringannya beban pertanggungjawaban hukum dokter bergantung pada berat ringannya akibat yang diderita oleh pasien. Tindakan medis tentu mengandung risiko yang merugikan pasien. Apa pun risiko tersebut, diprediksi atau tidak dapat diprediksi, dokter tidak dapat sepenuhnya bertanggung jawab. Tanggung jawab dokter baru dapat dimintakan apabila dokter telah jelas dan terbukti melakukan kesalahan/kelalaian yang mengakibatkan kerugian pasien.

Kebijakan hukum pidana terhadap tindak malpraktik ini sulit ditegakan oleh aparat hukum. Salah satu faktor penting yang menjadi kendala adalah kurangnya kemampuan atau pengetahuan aparat penegak hukum terhadap hukum kesehatan, yang berkaitan dengan masalah etik dan hukum.

2. Formulasi pertanggungjawaban tindak malpraktik medis saat ini memiliki kelemahan yang berdampak pada terjadinya kekebalan hukum atau immunity. Kendala ini semakin diperkuat dengan tidak adanya keselarasan atau harmonisasi perundang-undangan yang mengatur pertangungjawaban pidana di bidang medis, dan praktik kedokteran. Untuk itu diperlukan reformulasi dan reorientasi mengenai ketentuan tentang sistem pertangungjawaban pidana yang konsisten dan tepat. Reorientasi dan reformulasi ketentuan tersebut merupakan langkah awal yang tepat, sebelum diterapkannya hukum pidana dalam bentuk unifikasi maupun kodifikasi sebagaimana dibuat dalam Rancangan KUHP yang masih dalam proses pembentukan dan penyempurnaan kearah yang lebih baik.

(18)

12 DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Amssrani, Hanafi., Mahrus Ali, 2015, Sistem Pertanggungjawaban Pidana, Rajawali Pers, Jakarta.

Hatta, Moh., 2013. Hukum Kesehatan dan Sengketa Medik Edisi 1, Penerbit Liberty, Yogyakarta

Soemitro, Ronny Hanitiyo., 2000, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji., 2003, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Prinst, Darwin., 2001. Sosialisasi dan Diseminasi Penegakan Hak Asasi Manusia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Waluyo, Bambang., 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktik, Sinar Grafika, Jakarta.

2. Jurnal

https://www.scribd.com/document/228284403/JURNAL- malpraktik

3. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana .

Kode Etik Kedokteran Indonesia Tahun 2002.

Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa (1) seiring dengan perkembangan masyarakat dan pembangunan yang diarahkan pada masyarakat pedesaan di Kecamatan

Abstract. Air bersih merupakan kebutuhan dasar yang penting dan dominan dalam pemenuhan kegiatan sehari-hari. Namun ketersediaan air terbatas jumlahnya sedangkan jumlah

Beberapa startegi penanaman nilai-nilai agama pada anak tersebut diharapkan mampu dilaksanakan oleh orangtu secara konsisten sehingga orangtua dapat mendampingi

Termofisika adalah cabang dari ilmu fisika yang mempelajari tentang proses perpindahan energi sebagai kalor dan usaha antara sistem dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1) mendeskripsikan pelaksanaan penerapan media edmodo dalam pembelajaran akuntansi di SMK N 6 Surakarta, 2) mendeskripsikan

tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai

[r]

dipilih adalah karyawan yang membuat laporan keuaangan perusahaan dan dapat menjelaskan mengenai laporan keuangan yang dibuatnya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini