• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Toilet Training

1. Pengertian Toilet Training ( Pelatihan Buang Air )

Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil ( BAK) dan buang air besar ( BAB) ( Hidayat, 2008). Toilet training merupakan proses pengajaran untuk mengontrol buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) secara benar dan teratur (Zaivera, 2008). Toilet training adalah sebuah pembiasaan pelatihan buang air ( Koraag, 2007). Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan definisi toilet training adalah sebuah usaha pembiasaan mengontrol buang air kecil ( BAK) dan buang air besar (BAB) secara benar dan teratur.

Latihan ini termasuk dalam perkembangan psikomotorik, karena

latihan ini membutuhkan kematangan otot – otot pada daerah pembuangan

kotoran ( anus dan saluran kemih). Latihan ini hendaknya dimulai pada

waktu anak berusia 15 bulan dan kurang bijaksana bila anak pada usia

kurang dari 15 bulan dilatih karena dapat menimbulkan pengalaman –

pengalaman traumatik. Toilet training merupakan latihan moral yang

pertama kali diterima anak dan sangat berpengaruh pada perkembangan

moral anak selanjutnya ( Suherman, 2000).

(2)

10 2. Tahapan Toilet Training

Mengajarkan toilet training pada anak memerlukan beberapa tahapan seperti membiasakan menggunakan toilet pada anak untuk buang air, dengan membiasakan anak masuk ke dalam WC anak akan cepat lebih adaptasi. Anak juga perlu dilatih untuk duduk di toilet meskipun dengan pakaian lengkap dan jelaskan kepada anak kegunaan toilet. Lakukan secara rutin kepada anak ketika anak terlihat ingin buang air.

Anak dibiarkan duduk di toilet pada waktu – waktu tertentu setiap hari, terutama 20 menit setelah bangun tidur dan seusai makan, ini bertujuan agar anak dibiasakan dengan jadwal buang airnya. Anak sesekali enkopresis (mengompol) dalam masa toilet training itu merupakan hal yang normal. Anak apabila berhasil melakukan toilet training maka orang tua dapat memberikan pujian dan jangan menyalahkan apabila anak belum dapat melakukan dengan baik ( Pambudi, 2006).

Prinsip dalam melakukan toilet training ada 3 langkah yaitu melihat kesiapan anak, persiapan dan perencanaan serta toilet training itu sendiri:

a. Melihat kesiapan anak

Salah satu pertanyaan utama tentang toilet training adalah kapan waktu

yang tepat bagi orang tua untuk melatih toilet training. Sebenarnya

tidak patokan umur anak yang tepat dan baku untuk toilet training

karena setiap anak mempunyai perbedaan dalam hal fisik dan proses

biologisnya. Orang tua harus mengetahui kapan waktu yang tepat bagi

anak untuk dilatih buang air dengan benar. Para ahli menganjurkan

(3)

11 untuk melihat beberapa tanda kesiapan anak itu sendiri, anak harus memiliki kesiapan terlebih dahulu sebelum menjalani toilet training.

Bukan orang tua yang menentukan kapan anak harus memulai proses toilet training akan tetapi anak harus memperlihatkan tanda kesiapan toilet training, hal ini untuk mencegah terjadinya beberapa hal yang tidak diinginkan seperti pemaksaan dari orang tua atau anak trauma melihat toilet.

b. Persiapan dan perencanaan

Prinsipnya ada 4 aspek dalam tahap persiapan dan perencanaan. Hal yang perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut gunakan istilah yang mudah dimengerti oleh anak yang menunjukkan perilaku buang air besar (BAB) / buang air kecil (BAK) misalnya poopoo untuk buang air besar (BAB) dan peepee untuk buang air kecil (BAK).

Orang tua dapat memperlihatkan penggunaan toilet pada anak sebab

pada usia ini anak cepat meniru tingkah laku orang tua. Orang tua

hendaknya segera mungkin mengganti celana anak bila basah karena

enkopresis (mengompol) atau terkena kotoran, sehingga anak akan

merasa risih bila memakai celana yang basah dan kotor. Meminta pada

untuk memberitahu atau menunjukkan bahasa tubuhnya apabila ia

ingin buang air kecil (BAK) atau buang air besar (BAB) dan bila anak

mampu mengendalikan dorongan buang air maka jangan lupa berikan

pujian pada anak (Farida, 2008).

(4)

12 Selain itu ada juga persiapan dan perencanaan yang lain seperti:

a. Mendiskusikan tentang toilet training dengan anak

Orang tua bisa menunjukkan dan menekankan bahwa pada anak kecil memakai popok dan pada anak besar memakai celana dalam. Orang tua juga bisa membacakan cerita tentang cara yang benar dan tepat ketika buang air.

b. Menunjukkan penggunaan toilet

Orang tua harus melakukan sesuai dan jenis kelamin anak ( ayah dengan anak laki – laki dan ibu dengan anak perempuan). Orang tua juga bisa meminta kakaknya untuk menunjukkan pada adiknya bagaimana menggunakan toilet dengan benar ( disesuaikan juga dengan jenis kelamin).

c. Membeli pispot yang sesuai dengan kenyamanan anak

Pispot ini digunakan untuk melatih anak sebelum ia bisa dan terbiasa

untuk duduk di toilet. Anak bila langsung menggunakan toilet orang

dewasa, ada kemungkinan anak akan takut karena lebar dan terlalu

tinggi untuk anak atau tidak merasa nyaman. Pispot disesuai dengan

kebutuhan anak, diharapkan dia akan terbiasa dulu buang air di

pispotnya baru kemudian diarahkan ke toilet sebenarnya. Orang tua

saat hendak membeli pispot usahakan untuk melibatkan anak sehingga

dia bisa menyesuaikan dudukan pispotnya atau bisa memilih warna,

gambar atau bentuk yang ia sukai.

(5)

13 d. Pilih dan rencanakan metode reward untuk anak

Suatu proses panjang dan tidak mudah seperti toilet training ini, seringkali dibutuhkan suatu bentuk reward atau reinforcement yang bisa menunjukkan kalau ada kemajuan yang dilakukan anak dengan sistem reward yang tepat. Anak juga bisa melihat sendiri kalau dirinya bisa melakukan kemajuan dan bisa mengerjakan apa yang sudah terjadi tuntutan untuknya sehingga hal ini akan menambah rasa mandiri dan percaya dirinya. Orang tua bisa memilih metode peluk cinta serta pujian di depan anggota keluarga yang lain ketika dia berhasil melakukan sesuatu atau mungkin orang tua bisa menggunakan sistem stiker / bintang yang ditempelkan dibagian ” keberhasilan” anak.

Ketika orang tua sudah melakukan 2 langkah di atas maka bisa masuk ke langkah selanjutnya yaitu toilet training. Proses toilet training ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu

a. Membuat jadwal untuk anak

Orang tua bisa menyusun jadwal dengan mudah ketika orang tua tahu

dengan tepat kapan anaknya biasa buang air besar (BAB) atau buang

air kecil ( BAK). Orang tua bisa memilih waktu selama 4 kali dalam

sehari untuk melatih anak yaitu pagi, siang, sore dan malam bila orang

tua tidak mengetahui jadwal yang pasti BAK ( buang air kecil ) atau

BAB ( buang air besar) anak.

(6)

14 b. Melatih anak untuk duduk di pispotnya

Orang tua sebaiknya tidak memupuk impian bahwa anak akan segera menguasai dan terbiasa untuk duduk di pispot dan buang air disitu.

Awalnya anak dibiasakan dulu untuk duduk di pispotnya dan ceritakan padanya bahwa pispot itu digunakan sebagai tempat membuang kotoran. Orang tua bisa memulai memberikan rewardnya ketika anak bisa duduk dipispotnya selama 2 – 3 menit misalnya ketika anak bisa menggunakan pispotnya untuk BAK maka reward yang diberikan oleh orang tua harus lebih bermakna dari pada yang sebelumnya.

c. Orang tua menyesuaikan jadwal yang dibuat dengan kemajuan yang diperlihatkan oleh anak

Misalnya anak hari ini pukul 09.00 pagi anak buang air kecil (BAK) di popoknya maka esok harinya orang tua sebaiknya membawa anak ke pispotnya pada pukul 08.30 atau bila orang tua melihat bahwa beberapa jam setelah buang air kecil (BAK) yang terakhir anak tetap kering, bawalah dia ke pispot untuk buang air kecil (BAK). Hal yang terpenting adalah orang tua harus menjadi pihak yang pro aktif membawa anak ke pispotnya jangan terlalu berharap anak akan langsung mengatakan pada orang tua ketika dia ingin buang air besar (BAB) atau buang air kecil ( BAK).

d. Buatlah bagan untuk anak supaya dia bisa melihat sejauh mana

kemajuan yang bisa dicapainya dengan stiker yang lucu dan warna –

warni, orang tua bisa meminta anaknya untuk menempelkan stiker

(7)

15 tersebut di bagan itu. Anak akan tahu bahwa sudah banyak kemajuan yang dia buat dan orang tua bisa mengatakan padanya orang tua bangga dengan usaha yang telah dilakukan anak (Dr Sears, 2006).

Berdasarkan dari uraian tentang tahapan melatih toilet training dapat disimpulkan sebagai berikut orang tua selayaknya melihat kesiapan anak untuk toilet training terlebih dahulu kemudian mendiskusikan tentang toilet training dengan anak agar anak tidak merasa terpaksa melakukannya. Membiasakan anak menggunakan toilet untuk buang air, ini agar anak beradaptasi terlebih dahulu dan orang tua dapat memperlihatkan penggunaan toilet untuk menarik perhatian anak terhadap toilet. Meminta pada anak untuk memberitahukan bahasa tubuhnya apabila anak ingin buang air dan menggunakan istilah seperti poopoo untuk buang air besar ( BAB) dan peepee untuk buang air kecil ( BAK), bila anak berhasil melakukan buang air dengan benar berikan pujian pada anak.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Toilet Training

Faktor – faktor yang mempengaruhi kesiapan toilet training anak yaitu:

a. Minat.

Suatu minat telah diterangkan sebagai sesuatu dengan apa anak

mengidentifikasi kebenaran pribadinya. Minat tumbuh dari tiga jenis

pengalaman belajar. Pertama, ketika anak-anak menemukan

sesuatuyang menarik perhatian mereka. Kedua, mereka belajar melalui

(8)

16 identifikasi dengan orang yang dicintai atau dikagumi atau anak-anak mengambil operminat orang lain itu dan juga pola perilaku mereka.

Ketiga, mungkin berkembang melalui bimbingan dan pengarahan seseorang yang mahir menilai kemampuan anak. Perkembangan kemampuan intelektual memungkinkan anak menangkap perubahan- perubahan pada tubuhnya sendiri dan perbedaan antara tubuhnya dengan tubuh teman sebaya dengan orang dewasa, sehingga dengan adanya bimbingan dan pengarahan dari orang tua maka sangatlah mungkin seorang anak dapat melakukan toilet training sesuai dengan apa yang diharapkan (Hidayat, 2008 )

b. Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang telah diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2003).

c. Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap

pembentukan dan perkembangan perilaku individu baik lingkungan

fisik maupun lingkungan sosio-psikologis termasuk didalamnya adalah

belajar. (Sudrajat, 2008)

(9)

17 4. Hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam latihan toilet training

Menurut Imam (2003) hal yang penting perlu diperhatikan dalam toilet training adalah

a. Berikan penghargaan

Anak bila berhasil menahan buang air besar atau buang air kecil, berilah penghargaan pada anak. Anak akan memahami tujuan dari toilet training yang sedang dilaksanakannya.

b. Jangan marah atau memberi hujatan pada anak

Orang tua jangan marah bila anak belum bisa menahan kencing atau enkopresis (mengompol). Terkadang orang tua terlalu memaksakan anak agar dapat segera buang air dengan benar.

c. Jelaskan pada anak tentang toilet training

Orang tua perlu menjelaskan kepada anak bahwa apada umur dia sekarang sudah harus dapat buang air di tempatnya dengan benar dan tidak memerlukan lagi popok sekali pakai ( diapers).

d. Perhatikan siklus buang air

Orang tua memperhatikan siklus buang air anak dengan begitu pelatihan buang air dapat berjalan dengan baik dan lancar tanpa ada pemaksaan dari orang tua.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hal yang

harus perhatikan dalam melakukan toilet traning yaitu pemberiaan

penghargaan atau reward pada anak bila anak dapat menahan kencing dan

berhasil melakukan buang air dengan benar. Orang tua juga tidak perlu

(10)

18 marah bila anak belum berhasil melakukan buang air dengan benar karena pada umur 2 tahun anak belum mampu mengontrol kandung kemih dan sfingter ani yang dengan baik, wajar bila anak masih enkopresis (mengompol). Perlu juga orang tua menjelaskan tentang toilet training, agar anak paham apa yang akan orang tua lakukan pada dia dan menangani tidak terjadi penolakan. Orang tua juga perlu memperhatikan siklus buang air anak agar mempermudah dalam melakukan toilet training.

5. Dampak latihan toilet training

Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak yang cenderung bersifat retentive di mana anak cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau kecil atau melarang anak saat bepergian. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian eksprensif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara – gara, emosional dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari – hari ( Hidayat, 2008).

Berdasarkan uraian tentang dampak latihan toilet training diatas maka

dapat disimpulkan toilet training pada anak usia 18 – 36 bulan mempunyai

pengaruh terhadap pekembangan selanjutnya dan kepribadian anak.

(11)

19 B. Usia Toddler ﴾1 - 3 tahun﴿

Anak usia toddler ﴾1 - 3 tahun﴿ merujuk konsep periode kritis dan plastisitas yang tinggi dalam proses tumbuh kembang, maka usia satu sampai tiga tahun sering disebut sebagai ”golden period” ﴾ kesempatan emas ﴿ untuk meningkatkan kemampuan setinggi – tingginya dan plastisitas yang tinggi adalah pertumbuhan sel otak cepat dalam waktu yang singkat, peka terhadap stimulasi dan pengalaman, fleksibel mengambil alih fungsi sel sekitarnya dengan membentk sinaps – sinaps serta sangat mempengaruhi periode tumbuh kembang selanjutnya. Anak pada usia tersebut ini harus memdapatkan perhatian yang serius dalam arti tidak hanya mendapatkan nutrisi yang memadai saja tetapi memperhatikan juga intervensi stimulasi dini untuk membantu anak meningkatkan potensi

dengan memperoleh pengalaman yang sesuai dengan perkembangannya

﴾ Hartanto, 2006﴿.

Anak pada masa ini bersifat egosentris yaitu mempunyai sifat keakuan

yang kuat sehingga segala sesuatu itu dianggpa sebagai miliknya

﴾ Nursalam,et.al, 2005﴿. Ciri – ciri anak toddler ﴾ 1 - 3 tahun﴿ antara lain menurut jasmani anak usia toddler ﴾ 1 - 3 tahun﴿ berada dalam tahap pertumbuhan jasmani yang pesat oleh karena itu mereka sangat lincah.

Sediakanlah ruangan yang cukup luas dan banyak kegiatan sebagai

penyalur tenaga. Anak usia ini secara mental mempunyai jangka perhatian

yang singkat, suka meniru oleh karena itu jika ada kesempatan gunakanlah

perhatian mereka dengan sebaik – baiknya. Segi emosional anak usia ini

(12)

20 mudah merasa gembira da mudah merasa tersinggung, kadang – kadang mereka suka melawan dan sulit diatur. Kembangkanlah kasih sayang dan displin serta perlihatkan kepadanya bahwa ia adalah penting bagi anda dengan sering memujinya. Segi sosial anak toddler ﴾ 1 - 3 tahun﴿ sedikit anti sosial. Wajar bagi mereka untuk merasa senang bermain sendiri dari pada bermain secara berkelompok. Berilah kesempatan untuk bermain sendiri tetapi juga tawarkan kegiatan yang mendorongnya untuk berpartisipasi dengan anak – anak lain.

Anak usia toddler ﴾ 1 - 3 tahun﴿ mengalami tiga fase yaitu 1. Fase otonomi vs ragu – ragu atau malu

Menurut teori Erikson, hal ini terlihat dengan berkembanganya kemampuan anak yaitu dengan belajar untuk makan atau berpakaian sendiri. Apabila orang tua tidak mendukung upaya anak untuk belajar mandiri, maka hal ini dapat menimbulkan rasa malu atau ragu akan kemampuannya. Misalnya orang tua yang selalu memanjakan anak dan mencela aktivitas yang telah dilakukan oleh anak. Pada masa ini anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh kasih sayang, tetapi juga tegas sehingga anak tidak mengalami kebingungan.

2. Fase anal

Menurut teori Sigmund Freud pada fase ini sudah waktunya anak

dilatih untuk buang air atau toilet training ﴾pelatihan buang air

(13)

21 pada tempatnya ﴿. Anak juga dapat menunjukkan beberapa bagian tubuhnya menyusun dua kata dan mengulang kata – kata baru.

Anak usia toddler ﴾ 1 - 3 tahun﴿ yang berada pada fase anal yang diatndai dengan berkembanganya kepuasan ﴾kateksis﴿ dan ketidakpuasan ﴾ antikateksis﴿ disekitar fungsi eliminasi. Dengan mengeluarkan feses atau buang air besar timbul rasa lega, nyaman dan puas. Kepuasan ini bersifat egosentrik artinya anak mampu mengendalikan sendiri fungsi tubuhnya.

Hal yang perlu diperhatikan dalam fase anal yaitu anak mulai menunjukkan sifat egosentrik, sifat narsitik ﴾ kecintaan pada diri sendiri ﴿ dan egosentrik ﴾ memikirkan diri sendiri﴿. Tugas perkembangan yang penting pada fase anal tepatnya saat anak umur 2 tahun adalah latihan buang air ﴾ toilet training﴿ agar anak dapat buang air secara benar.

3. Fase pra operasional

Menurut teori Piaget pada fase anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh kasih sayang tetapi juga tegas sehingga anak tidak mengalami kebingungan. Bila orang tua mengenalkan kebutuhan anak maka anak akan berkembang perasaan otonominya sehingga anak dapat mengendalikan otot – otot dan rangsangan lingkungan

﴾ Nuryanti, 2008﴿.

(14)

22 C. Kemampuan Anak Usia 18 – 36 Bulan

Kemampuan anak usia 18 – 36 bulan sesuai dengan tugas perkembangannya meliputi perkembangan motorik kasar dan halus, perkembangan emosi, perilaku dan bicara, diantaranya sebagai berikut:

Usia 12 sampai 18 bulan anak dapat berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah, anak dapat menyusun 2 atau 3 balok, dapat mengatakan 5 sampai 10 kata dan anak dapat memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing.

Usia 18 sampai 24 bulan perkembangan anak yaitu anak dapat naik turun tangga, menyusun 6 kotak, menunjuk mata dan hidungnya, menyusun 2 kata, belajar makan sendiri dan menggambar garis dikertas atau pasir, mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil, menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang yang lebih besar dan memperlihatkan minat kepada apa yang dilakukan anak lain dan bermain dengan mereka.

Usia 2 sampai 3 tahun perkembangan anak tersebut yaitu belajar

meloncat, memanjat dan melompat dengan satu kaki, membuat jembatan

dengan 3 kotak, mampu menyusun kalimat, menggunakan kata – kata saja,

bertanya dan mengerti kata – kata yang ditunjukkan kepadanya,

menggambar lingkaran dan bermain bersama anak lain dan menyadari

adanya lingkungan lain diluar keluarga ﴾ Soetjiningsih, 1995 ﴿.

(15)

23 D. Kemampuan Toilet Training Anak Usia 18 – 36 Bulan

Anak – anak yang telah mampu melakukan toilet training dapat dilihat dari kemampuan psikologi, kemampuan fisik dan kemampuan kognitif.

Kemampuan psikologi anak mampu melakukan toilet training sebagai berikut anak tampak kooperatif, anak memiliki waktu kering periodenya antara 3 – 4 jam, anak buang air kecil dalam jumlah yang banyak, anak sudah menunjukkan keinginan untuk buang air besar dan buang air kecil dan waktu untuk buang air besar dan kecil sudah dapat diperkirakan dan teratur.

Kemampuan fisik dalam melakukan toilet training yaitu anak dapat duduk atau jongkok tenang kurang lebih 2 – 5 menit, anak dapat berjalan dengan baik, anak sudah dapat menaikkan dan menurunkan celananya sendiri, anak merasakan tidak nyaman bila mengenakan popok sekali pakai yang basah atau kotor, anak menunjukkan keinginan dan perhatian terhadap kebiasaan ke kamar mandi, anak dapat memberitahu bila ingin buang air besar atau kecil, menunjukkan sikap kemandirian, anak sudah memulai proses imitasi atau meniru segala tindakan orang, kemampuan atau ketrampilan dapat mencontoh atau mengikuti orang tua atau saudaranya dan anak tidak menolak dan dapat bekerjasama saat orang tua mengajari buang air.

Kemampuan kogitif anak bila anak sudah mampu melakukan toilet

training seperti dapat mengikuti dan menuruti instruksi sederhana, memiliki

bahasa sendiri seperti peepee untuk buang air kecil dan poopoo untuk buang

air besar dan anak dapat mengerti reaksi tubuhnya bila ia ingin buang air kecil

atau besar dan dapat memberitahukan bila ingin buang air ( Nadira, 2006).

(16)

24 E. Praktik

1. Pengertian Praktik

Praktik menurut Bart Smet ﴾ 1994﴿ dipengaruhi oleh kehendak sedangkan kehendak dipengaruhi oleh sikap dan norma subjektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subjektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk menaati pendapat tersebut.

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan ﴾ overt behavior﴿ untuk terwujudnya sikap menjadi suau perbuatan nyata diperlukan faktor pedukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. Disamping fasilitas juga diperlukan faktor pendukung ﴾support﴿ dari pihak lain ﴾ Notoatmodjo,2007﴿ ada 4 yaitu:

a. Persepsi ﴾ perception﴿

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

b. Respon ﴾guide respons﴿

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. Misalnya ibu dapat mencontohkan cara buang air besar

﴾BAB) dan buang air kecil ﴾BAK) dengan benar pada anak mulai dari

melepas celana sampai memakai celananya kembali.

(17)

25 c. Mekanisme﴾ mechanism﴿

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

Misalnya jika anak biasa buang air kecil setelah bangun tidur pada pukul 7 pagi maka ibu langsung mengajak anak untuk buang air kecil ke WC.

d. Adaptasi ﴾ adaptation﴿

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifiksinya sendiri tanpa mengurangi tindakan tersebut.

Pengukuran praktik dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan – kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu ﴾ recall) . Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2. Praktik Toilet Training Ibu

Praktik toilet training yang dilakukan oleh ibu sebagai berikut:

a. Praktik Lisan

Usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan instruksi pada

anak dengan kata – kata sebelum atau sesudah buang air kecil dan

besar. Cara ini merupakan hal biasa yang dilakukan pada orang tua

akan tetapi apabila kita perhatikan bahwa teknik lisan ini mempunyai

nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air

(18)

26 kecil (BAK) atau buang air besar (BAB) dimana dengan lisan ini persiapan psikologis pada anak akan semakin matang dan akhirnya anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB).

b. Praktik memberi contoh

Usaha melatih anak dalam melakukan buang air besar dengan cara meniru untuk buang air besar atau memberikan contoh. Cara ini juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh – contoh buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) atau membiasakan buang air kecil (BAK) dan besar secara benar. Teknik memberi contoh ini dapat dilakukan dengan cara seperti anak mengamati orangtua dengan jenis kelamin yang sama atau saudaranya yang sedang buang air ( Hidayat, 2008).

Selain dapat menggunakan metode praktik yang diatas ibu juga dapat menggunakan metode praktik pengaturan jadwal dan menggunakan alat bantu seperti boneka.

a. Praktik pengaturan jadwal

Anak yang telah menampakkan tanda kesiapan secara bertahap diminta

duduk diatas kloset sebentar dalam keadaan berpakaian lengkap. Anak

diminta untuk melepaskan pakaian dalamnya sendiri dan duduk di

kloset selama 5 – 10 menit. Ibu memberikan pujian pada anak bila

anak dapat melakukan dengan baik. Metode ini efektif untuk anak –

(19)

27 anak yang memiliki jadwal buang air besar (BAB) atau buang air kecil kecil (BAK) yang teratur.

b. Praktik menggunakan alat bantu

Anak telah menunjukkan tanda kesiapan untuk latihan buang air, kemudian anak diajrkan toilet training menggunakan boneka sebagai model. Orang tua memberikan contoh lewat boneka kemudian orang tua meminta anak untuk menirukan proses toilet training dengan boneka secara berulang – ulang dan anak diajarkan untuk memberi pujian pada boneka ( Apotik Online, 2008).

3. Faktor yang mempengaruhi pada praktik toilet training a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu melakukan pengindraan terjadi melalui indra manusia, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata (pengelihatan) dan telinga (pendengaran) (Notoadmojo, 2003).

Pengetahuan tentang toilet training yaitu cara mengajarkan latihan toilet training, dimulai tahu tanda – tanda kesiapan anak.

Orang tua perlu tahu acara mengajarkan toilet training dari tahap

awal sampai akhir( Wulandari, 2001).

(20)

28 b. Sikap

Sikap adalah reaksi tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial Sikap menggambarkan suka atau tidak sukanya seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri ataupun dari orang lain. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Sikap masyarakat terhadap toilet training juga dipengaruhi oleh tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi (Azwar, 2002).

Sikap juga perlu dalam latihan buang air. Sikap dibagi menjadi 2:

1) Sikap tegas

Orang tua harus bersikap tegas saat mengajarkan toilet training

tidak sedikit orang tua kebingungan, merasa sudah berupaya

dengan berbagai cara tetapi tetap tidak ada perubahan yang

berarti. Salah satu penyebab ketidakberhasilan dalam toilet

training biasanya tidak lain karena orang tua tidak bersikap

inkonsisten.

(21)

29 2) Sikap kompromi

Selain sikap tegas orang tua dituntut untuk bersikap kompromi, jadi bukan pada semua aktivitas. Orang tua bersikap ketat artinya orang tua perlu memilih – milih yang perlu pengawasan ketat dan tidak. Selain itu wajib menumbuhkan dalam diri anak tentang pemahaman atau pengetahuan yang boleh dan tidak boleh dalam melakukan toilet training.

3) Kesiapan orang tua dan kesiapan anak

Kesiapan anak sendiri yaitu kesiapan fisik, mental dan psikologi. Faktor kesiapan orang tua juga memegang peranan penting untuk melatih toilet training, dimulai dari melatih anak untuk tidak enkopresis (mengompol) siang hari, tidak buang air besar (BAB) di celana sampai tidak enkopresis (mengompol) di malam hari. Hal ini tentunya membutuhkan kesabaran orang tua dalam melatih toilet training ( Wulandari, 2001).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut

pengetahuan orang tua dalam melakukan toilet training merupakan faktor

yang sangat mempengaruhi dalam toilet training selain itu sikap orang tua

juga sangat mempengaruhi seperti sikap orang tua yang tegas akan

membuahkan hasil terhadap toilet training, sikap orang tua yang

kompromi juga diperlukan akan tetapi tidak semua aktivitas karena bila

(22)

30 orang tua terlalu ketat dalam melakukan toilet training anak bersikap menolak.

4. Faktor yang mendukung praktik latihan toilet training

Menurut Pambudi (2006) faktor yang mendukung praktik latihan toilet training yaitu

a. Kesediaan WC atau kakus

WC atau kakus sebaiknya aman dan nyaman serta lantai tidak licin agar anak tidak terjatuh atau kecelakaan dalam melakukan latihan toilet training.

b. Komunikasi

Sampaikan pada anak bahwa saat ini anak sudah siap untuk mulai belajar latihan buang air besar dan buang air kecil. Komunikasikan semua proses latihan buang air besar dan buang air kecil agar anak paham seperti sebelum buang air kecil atau buang air besar membuka celana terlebih dahulu, jongkok dan lalu membersihkan alat kelamin agar alat kelamin tetap bersih. Sampaikan pada anak bila sudah bisa melakukan dengan baik dan berilah pujia, tetapi jika belum bisa jangan mengejek anak.

5. Faktor yang menjadi pendorong dalam praktik toilet training

Menurut Zaivera (2008) faktor yang menjadi pendorong dalam praktik

toilet training adalah

(23)

31 a. Ayah atau kakak laki- laki

Ayah atau kakak laki – laki memberi contoh buang air besar atau buang air kecil pada anak laki – laki atau adik laki – lakinya.

b. Ibu atau kakak perempuan

Ibu atau kakak perempuan memberi contoh buang air besar atau kecil pada anak perempuan atau adik perempuannya.

Berdasarkan uraian diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang menjadi pendorong dalam praktik toilet training adalah orang tua dan saudara terdekat, ini disebabkan anak pada usia 18 - 36 bulan lebih cepat untuk meniru seseorang.

(24)

32 F. Kerangka Teori

Gambar 2.1 kerangka teori

Sumber: Hidayat, 2008., Zaivera,2008.,Apotik Online, 2008., Kurniasih,2006., Wulandari,2001.,Pambudi,2006.

G. Kerangka Konsep

Variabel independent Variabel depedent

Gambar 2.2 kerangka konsep

Praktek toilet training ibu:

1. Praktek lisan

2. Praktek memberi contoh

3. Praktek pengaturan jadwal

4. Praktek menggunakan alat bantu

Faktor yang memperngaruhi toilet training:

1. Pengetahuan orang tua

2. Sikap orang tua 3. Kesiapan anak dan orang tua

Faktor pendorong toilet training:

1. Ayah/ ibu 2. Kakak laki – laki/ kakak perempuan

Kemampuan toilet training anak usia 18 – 36 bulan:

1. Kemampuan fisik 2. Kemampuan psikologi 3. Kemampuan kognitif

Praktek toilet training ibu

Kemampuan toilet training anak usia 18- 36 bulan

Faktor pendukung toilet training : 1. Sarana WC atau

kakus 2. Komunikasi

(25)

33 H. Variabel penelitian

1. Variabel independen ( bebas) dalam penelitian ini adalah praktek toilet training ibu

2. Variabel dependen ( terikat) dalam penelitian ini adalah kemampuan toilet training anak usia 18 – 36 bulan.

I. Hipotesis

Ha : Ada hubungan praktik toilet training oleh ibu dengan kemampuan toilet training anak usia 18 – 36 bulan.

Gambar

Gambar 2.1 kerangka teori

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memperhatikan peta penurunan luas sawah, dapat diketahui bahwa daerah Kecamatan Somba Opu adalah daerah yang paling tinggi perubahan alih fungsi lahan sawah ke non sawah. Hal

Dari Gambar 5 diatas, data masukkan pengguna dihitung menggunakan metode AHP terlebih dahulu, setelah metode AHP menghasilkan bobot kriteria, selanjutnya dihitung menggunakan

DOSEN PEMBIMBING MAGANG : EKO RIAL NUGROHO, S.H., M.H ASISTEN DOSEN : DAVIED IBEN JAUHARI, S.H., M.H..

Sementara itu, tokoh masyarakat (termasuk tokoh adat) dapat mensosialisasikan HIV/AIDS serta narkoba dalam kelompok keluarga untuk mendorong keterlibatan mereka dalam

Fragmen pengenal adalah epidermis atas bentuk tidak beraturan, dinding bergelombang; epidermis bawah bentuknya tidak beraturan, dinding bergelombang dengan stomata tipe

Dengan ungkapan lain, pemahaman yang mendalam atas realita dan pertimbangan atas perubahan sosial, adalah penting untuk menghin- dari kekeliruan dalam berfatwa.. Pertimbangan

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 272 / Kpts.II / 2003 tanggal 12 Agustus 2003 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka

(2009) dalam penelitiannya berjudul “Information Technology Adoption Behavior Life Cycle: Toward a Technology Continuance Theory (TCT)” meneliti penggabungan tiga model