4 2.1. Sistem Manufaktur
2.1.1. Strategi Respons terhadap Permintaan Konsumen
Strategi respons terhadap permintaan konsumen mendefinisikan bagaimana suatu perusahaan industri manufaktur akan memberikan tanggapan atau respons terhadap permintaan konsumen. Menurut Gaspersz, 2001, strategi respons terhadap permintaan konsumen dapat diklasifikasikan sebagai lima kategori berikut:
a. Design to Order
Dalam strategi design to order, produk baru akan didesain dan diproduksi setelah ada permintaan dari pelanggan. Sehingga perusahaan yang memilih strategi ini tidak mempunyai sistem inventori.
b. Make to Order
Aktivitas proses pembuatan produk bersifat yang disesuaikan dengan setiap pesanan dari pelanggan. Tetapi perusahaan mempunyai desain produk dan beberapa material standar dalam sistem inventori.
c. Assemble to Order
Dengan strategi assemble to order, perusahaan akan memiliki inventori yang terdiri dari semua subassemblies atau modul-modul (modules). Apabila pelanggan memesan produk, produsen secara cepat merakit modul-modul yang ada dan mengirimkan dalam bentuk produk akhir ke pelanggan.
d. Make to Stock
Dengan strategi make to stock perusahaan akan memiliki inventori yang terdiri dari produk akhir untuk dapat dikirim dengan segera apabila ada permintaan dari pelanggan.
e. Make to Demand
Dalam strategi make to demand, respons terhadap permintaan pelanggan secara total adalah fleksibel, penyerahan produk dari perusahaan berkaitan
dengan kualitas dan waktu penyerahan secara tepat berdasarkan keinginan pelanggan.
2.1.2. Strategi Desain Proses Manufakturing
Strategi desain proses manufakturing mendefinisikan bagaimana suatu industri dibuat atau diproses. Menurut Gaspersz, pada dasarnya strategi desain proses manufakturing dapat diklasifikasikan kedalam lima kategori, sebagai berikut:
a. Project (No Product Flow)
Dalam suatu proyek, material, peralatan-peralatan, dan personel dibawa ke lokasi proyek tersebut. Dalam hal ini tidak ada aliran produk untuk suatu proyek, tetapi tetap memiliki urutan-urutan atau sekuens operasi. Pada umumnya proyek hanya dikerjakan sekali saja. Proyek cenderung memiliki biaya tinggi serta sulit untuk merencanakan dan mengendalikannya, karena memiliki tingkat kesulitan dalam pendefinisian awal.
b. Job Shop
Job shop mengorganisasikan peralatan dan tenaga kerja ke dalam pusat-pusat kerja berdasarkan jenis pekerjaan. Dalam job shop process, aliran produk dan pekerjaan hanya terdapat dalam pusat-pusat kerja dimana mereka dibutuhkan, sehingga akan membentuk suatu pola aliran tercampur (jumbled flow pattern).
Operasi job shop sangat fleksibel terhadap perubahan dalam desain atau volume produk.
c. Line Flow
Line flow process menyusun stasiun-stasiun kerja dalam sekuens operasi yang membuat produk, sehingga kadang-kadang disebut sebagai product flow, karena produk mengalir mengikuti langkah-langkah sekuensial yang sama dalam proses produksi. Pada dasarnya terdapat tiga jenis line-flow, yaitu small batch line flow, large batch line flow, dan continuous line flow.
d. Flexible Manufacturing System (FMS)
Flexible manufacturing systems merupakan suatu automated cell (integrating materials handling and processing equipment) yang digunakan untuk menghasilkan sekelompok parts atau assemblies. Tujuan utama dari FMS
adalah memberikan respons secara cepat dan tepat terhadap kebutuhan pelanggan, terutama berkaitan dengan perubahan-perubahan dalam desain produk, volume produk, atau pelayanan produk.
e. Agile Manufacturing System (AMS)
Agile Manufacturing System (AMS) memungkinkan perusahaan industri memperoleh banyak manfaat yang diberikan oleh FMS, tanpa menggunakan otomatisasi yang ekstensif. Secara umum dapat dikatakan bahwa AMS adalah suatu sistem manufakturing yang memiliki kemampuan secara lengkap untuk memberikan respons yang cepat dan tepat terhadap permintaan pelanggan.
2.2. Strategi Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manufakturing
Strategi sistem perencanaan dan pengendalian manufakturing menggambarkan bagaimana suatu manajemen industri akan merencanakan dan mengendalikan sistem manufakturing ketika melakukan operasi jangka pendek maupun menengah dalam proses manufakturing industri tersebut. Pada dasarnya manajemen industri dapat memilih satu atau lebih atau mengkombinasikan pilihannya dari enam strategi perencanaan dan pengendalian manufakturing yang dikenal saat ini. Keenam strategi tersebut ialah:
2.2.1. Project Management
Sistem perencanaan dan pengendalian manajemen proyek terutama didesain untuk mengelola proyek-proyek. Suatu proyek didefinisikan sebagai kumpulan aktivitas yang memiliki waktu awal dan akhir serta dijalankan untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan, berupa kepuasan pelanggan dalam hal biaya, kualitas, dan ketepatan waktu. Langkah-langkah umum yang dipergunakan dalam sistem perencanaan dan pengendalian manajemen proyek adalah:
a. Penyusunan dan pendefinisian proyek b. Perencanaan proyek
c. Pelaksanaan proyek
d. Penyelesaian dan evaluasi proyek
2.2.2. Manufacturing Resource Planning (MRP II)
MRP II merupakan suatu sistem informasi terintegrasi yang menyediakan data di antara berbagai aktivitas produksi dan area fungsional lainnya dari bisnis secara keseluruhan. Model perencanaan kebutuhan material (Material Requirement Planning = MRP) dan perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity Requirement Planning = CRP) paling tepat untuk diterapkan dalam lingkungan job shop manufacturing.
2.2.3. Just-In-Time (JIT)
Dalam sistem Just-In-Time, aliran kerja dikendalikan oleh operasi berikut, dimana setiap stasiun kerja menarik output dari stasiun kerja sebelumnya sesuai dengan kebutuhan. Pada dasarnya sistem JIT merupakan suatu konsep filosofi yaitu memproduksi produk yang dibutuhkan, pada saat dibutuhkan pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada tingkat kualitas yang prima, dari setiap tahap proses dalam sistem manufakturing, dengan cara paling ekonomis dan efisien melalui eliminasi pemborosan dan perbaikan proses terus- menerus.
2.2.4. Continuous Process Control
Sistem perencanaan dan pengendalian dalam lingkungan continuous process atau continuous line flow, pada dasarnya dapat digambarkan sebagai suatu hierarki fungsional. Terdapat empat tingkat fungsional utama secara berurut yang dimulai dari tingkat terendah sampai tertinggi yaitu:
a. Pengukuran proses dan pengendalian input-output b. Pengendalian proses langsung yang lain
c. Pemantauan proses d. Manajemen proses
2.2.5. Flexible Control System (FCS)
Flexible control system berfungsi untuk mengendalikan flexible manufacturing system (FMS). Karena FMS dapat menjadi efektif dan efisien untuk pembuatan sejumlah jenis produk maka FCS harus memiliki fleksibilitas
yang sama serta harus mampu mengendalikan semua sumber daya yang dibutuhkan untuk pembuatan produk-produk itu.
2.2.6. Agile Control System (ACS)
Agile control system berfungsi untuk mengendalikan agile manufacturing system (AMS). ACS merupakan perpaduan terbaik antara JIT dan MRP II. Sistem ini menggunakan manajemen pesanan, manajemen keuangan, dan kapabilitas komunikasi dalam sistem MRP II termasuk keterkaitan elektronik dengan pelanggan dan pemasok, meminimumkan waktu transit informasi dan kesalahan- kesalahan. Kemudian menggunakan filosofi JIT untuk mengidentifikasikan dan menghilangkan pemborosan, dan teknik-teknik JIT untuk penjadwalan dan pengendalian di lantai produksi. (Shop floor control and scheduling)
2.3. Manufacturing Resources Planning (MRP II)
Sistem MRP II mencakup dan mengintegrasikan semua aspek bisnis dari perusahaan industri manufaktur, sejak perencanaan strategik bisnis pada tingkat manajemen puncak sampai perencanaan dan pengendalian terperinci pada tingkat manajemen menengah dan supervisor, kemudian memberikan umpan balik kepada tingkat manajerial diatasnya. Menurut Gaspersz, sistem MRP II dapat digambarkan secara lengkap melalui suatu diagram seperti tampak dalam gambar 2.1.
2.3.1. Perencanaan Strategik Bisnis (Business Strategic Planning)
Pada dasarnya tujuan-tujuan utama dari strategi bisnis dalam industri manufaktur adalah: pertumbuhan (growth), pangsa pasar, kepuasan dan loyalitas pelanggan internal dan eksternal, keuntungan, return of investment, return on net assets, dan kadang-kadang sasaran keuangan lainnya.
Titik awal untuk strategi bisnis bagi suatu perusahaan adalah pengembangan suatu strategi perusahaan (corporate strategy). Pada dasarnya, model dari strategi perusahaan dimulai secara berurut sebagai berikut: mission, objectives, environmental scanning, internal strengths dan weakness analysis, corporate strategy.
Peramalan Permintaan
Manajemen Permintaan
Oelayanan Pesanan (Order Service)
Final Assembly Schedule
Rekayasa Produk dan Manufakturing
Pembelian
Pengendallian dan Penjadwalan
Pemasok
Perencanaan Strategik Bisnis
Perencanaan Produksi
Penjadwalan Produksi Induk
(MPS)
Perencanaan Kebutuhan Material (MRP)
Pengendalian Aktivitas Produksi
(PAC)
Perencanaan Keuangan dan Pemasaran
Perencanaan Kebutuhan sumber
Daya
Rough-Cut Capacity Planning
(RCCP)
Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP)
Operations Sequencing
Pengendalian Input/Output
Akuntansi dan Keuangan
Keterangan:
= Hubungan dua arah, termasuk umpan balik MPS = Master Production Schedule
CRP = Capacity Requirement Planning MRP = Material Requirement Planning PAC = Production Activity Control
Gambar 2.1. Sistem Manufacturing Resources Planning (MRP II)
2.3.2. Perencanaan Strategik Fungsional (Functional Strategic Planning)
Perencanaan strategik fungsional, seperti perencanaan pemasaran, perencanaan manufakturing, perencanaan keuangan, dan perencanaan pengembangan produk diformulasikan secara interaktif dengan corporate strategy.
2.3.2.1. Perencanaan Strategik Pemasaran (Marketing Strategic Planning)
Perencanaan strategik pemasaran berkaitan dengan koordinasi dari produk dan pasar serta merupakan bagian dari aktivitas product supply secara keseluruhan. Perencanaan strategi pemasaran terutama berfokus pada penyesuaian produk terhadap market niches, proyeksi pangsa pasar, penentuan strategi distribusi dan penjualan, dan yang paling utama adalah menentukan keunggulan- keunggulan kompetitif yang akan menjadi paling berhasil dalam memasuki market niches yang diidentifikasi.
2.3.2.2. Perencanaan Strategik Keuangan (Financial Strategic Planning)
Perencanaan strategik manufakturing lebih sering berhubungan dengan isu-isu internal daripada isu-isu eksternal. Bagaimanapun juga, isu eksternal paling penting yang perlu dipertimbangkan dalam strategi manufakturing adalah isu-isu yang berkaitan dengan pemasok serta pemahaman terhadap kebutuhan dan keinginan pelanggan. Perencanaan strategik manufakturing berfokus pada bagaimana manufakturing dapat memberikan suatu keunggulan kompetitif untuk perusahaan industri dalam menghadapi persaingan pasar global.
Strategi manufakturing didefinisikan sebagai sekumpulan tindakan dan keputusan terkoordinasi yang bertindak atas penyebaran sumber-sumber daya manufakturing, guna memberikan suatu keunggulan kompetitif bagi perusahaan.
2.3.2.3. Perencanaan Strategik Riset dan Pengembangan (Research and Development Strategic Planning)
Perencanaan strategik riset dan pengembangan berfokus pada aktivitas desain produk baru. Produk yang didesain secara baik yang tanggap terhadap kebutuhan dan keinginan pelanggan dapat menjadi suatu keunggulan strategik.
Dalam strategi manufakturing, riset dan pengembangan bertanggung jawab menjamin bahwa produk-produk baru konsisten dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan dan bahwa desain produk merupakan hasil dari semua partisipasi pelanggan internal dan eksternal.
2.3.2.4. Perencanaan Strategik Manufakturing (Manufacturing Strategic Planning) Strategi keuangan dari perusahaan biasanya mencakup strategi terperinci utnuk investasi, beberapa rencana keseluruhan untuk financial leverage, target spesifik untuk dividen, dan beberapa posisi yang berkaitan dengan degree of public offering of stock or other ownership issues.
2.4. Perencanaan Prioritas dan Kapasitas dengan MRP II
Sistem Manufakturing tidak dapat memproduksi prioritas (output) yang diinginkan tanpa memiliki kapasitas (input) yang cukup. Karena itu, dalam sistem manufakturing modern aktivitas perencanaan prioritas (priority planning) sejajar dengan aktivitas perencanaan kapasitas, sehingga terdapat suatu hierarki dari rencana-rencana kapasitas (capacity plans) yang sejajar dan sesuai dengan hierarki dari rencana-rencana prioritas (priority plans), seperti ditunjukkkan dalam gambar 2.2.
2.4.1. Manajemen Permintaan
Pada dasarnya manajemen permintaan (demand management) didefinisikan sebagai suatu fungsi pengelolaan dari semua permintaan produk untuk menjamin bahwa penyusun jadwal mengetahui dan menyadari semua permintaan produk tersebut. Secara garis besar aktivitas-akktivitas dalam manajemen permintaan dapat dikategorikan kedalam dua aktivitas utama yaitu:
(1) pelayanan permintaan (order service) dan (2) peramalan permintaan (demand forecasting).
Outgoing Product
Hierarki Perencanaan Prioritas dan Kapasitas dalam Sistem MRP II
Tingkat Pelaksanaan dan Pengendalian Tingkat Perencanaan Taktikal
Tingkat Perencanaan Operasional Tingkat Perencanaan Strategik
Perencanaan Kebutuhan Material (MRP)
Pengendalian Aktivitas Produksi
(PAC)
Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP)
Operations Sequencing
Pengendalian Input/Output Manajemen
Permintaan
Perencanaan Produksi
Penjadwalan Produksi Induk
(MPS)
Perencanaan Kebutuhan sumber
Daya (RRP)
Rough-Cut Capacity Planning
(RCCP) Perencanaan
Strategik Bisnis
Perencanaan Prioritas
Perencanaan Kapasitas
Pengendalian Kapasitas
Keterangan:
= Hubungan dua arah, termasuk umpan balik RRP = Resources Requirement Planning
MPS = Master Production Schedule CRP = Capacity Requirement Planning MRP = Material Requirement Planning PAC = Production Activity Control
Gambar 2.2. Hierarki perencanaan piroritas dan kapasitas dalam MRP II
2.4.1.1. Pelayanan Pesanan
Pelayanan pesanan merupakan suatu proses yang mencakup aktivitas- aktivitas penerimaan pesanan, penerimaan pesanan (order entry), serta membuat janji kepada pelanggan berkaitan dengan produk dari perusahaan. Pelayanan permintaan pada dasarnya bertanggung jawab untuk menanggapi kebutuhan
pelanggan dan berinteraksi dengan penyusun jadwal guna menjamin ketersediaan produk.
2.4.1.2. Peramalan Permintaan
Terdapat sembilan langkah yang harus diperhatikan untuk menjamin efektivitas dan efisiensi dari sistem peramalan dalam manajemen permintaan, yaitu:
a. Menentukan tujuan dari peramalan.
Tujuan utama dari peramalan dalam manajemen permintaan adalah untuk meramalkan permintaan dari item-item independent demand di masa yang akan datang.
b. Memilih item independent-demand yang akan diramalkan
Pemilihan item-item independent demand yang akan diramalkan sangat tergantung pada situasi dan kondisi aktual dari masing-masing industri manufaktur.
c. Menentukan horizon waktu dari peramalan (jangka pendek, menengah, atau panjang).
Alternatif yang umum dipilih adalah menggunakan interval waktu harian, mingguan, bulanan, triwulan, semesteran, atau tahunan. Disamping itu, banyaknya periode di masa mendatang yang akan diramalkan perlu untuk ditetapkan.
d. Memilih model-model peramalan
Pemilihan model peramalan akan tergantung pada pola data dan horizon waktu dari peramalan. Pada dasarnya model peramalan dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu (1) ekstrapolasi, (2) kausal, dan (3) pertimbangan.
Model ekstrapolasi dan kausal dikategorikan sebagai model kuantitatif sedangkan model pertimbangan dikategorikan sebagai model kualitatif.
Metode eksplorasi sering disebut sebagai metode deret waktu (time series method) yang menggunakan sekumpulan data berdasarkan interval waktu tertentu. Metode-metode kausal berusaha menemukan hubungan sebab akibat diantar variabel yang akan diramalkan dan satu atau lebih variabel lain.
Metode-metode pertimbangan merupakan model peramalan kualitatif tanpa
berdasarkan data kuantitatif, tetapi dilakukan berdasarkan pengalaman dan survey. Berikut ini adalah beberapa model peramalan:
§ Model rata-rata bergerak (Moving average model).
§ Model rata-rata bergerak berbobot (Weighted moving average model).
§ Model pemulusan eksponensial (Exponential smoothing model).
§ Model analisis garis kecenderungan (Trend line analysis model).
§ Model pemulusan eksponensial dengan mempertimbangkan kecenderungan (Exponential smoothing with trend adjustment).
§ Model peramalan dengan mempertimbangkan pengaruh musiman (Seasonal variation) dalam data permintaan.
e. Memperoleh data yang dibutuhkan untuk melakukan peramalan.
Meskipun terdapat sejumlah sumber dan jenis data yang digunakan untuk peramalan, usaha menentukan data terbaik untuk situasi tertentu seringkali menjadi sangat sulit karena hal itu akan mencakup identifikasi, definisi, dan penyesuaian data dari berbagai sumber.
f. Validasi model peramalan.
Terdapat sejumlah indikator dalam pengukuran akurasi peramalan, diantaranya yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
§ MAD (Mean absolute deviation) yaitu rata-rata penyimpangan absolut
§ MAPE (Mean absolute percentage error) yaitu rata-rata persentase kesalahan absolut
§ MSE (Mean square error) yaitu rata-rata kuadrat kesalahan
Akurasi peramalan akan semakin tinggi apabila nilai-nilai MAD, MAPE, dan MSE semakin kecil
g. Membuat peramalan.
h. Implementasi hasil-hasil peramalan.
i. Memantau keandalan hasil peramalan.
2.4.2. Perencanaan Produksi Aggregat
Perencanaan produksi merupakan suatu proses penetapan tingkat output manufakturing secara keseluruhan guna memenuhi tingkat penjualan yang direncanakan oleh inventori yang diinginkan. Rencana produksi mendefinisikan
tingkat manufakturing, biasanya dinyatakan sebagai tingkat bulanan untuk periode satu tahun atau lebih, untuk setiap kelompok produk. Rencana produksi harus konsisten dengan rencana bisnis, yang dalam sistem MRP II merupakan input bagi proses perencanaan produksi. Perencanaan produksi merupakan tanggung jawab manajemen puncak (top management) yang membutuhkan konsensus dari semua departemen fungsional, terutama dari departemen pemasaran, keuangan, PPIC, dan produksi.
Proses perencanaan produksi dapat dikemukakan melalui empat langkah utama sebagai berikut:
1. mengumpulkan data yang relevan dengan perencanaan produksi 2. mengembangkan data yang relevan menjadi informasi yang teratur
3. menentukan kapabilitas produksi, berkaitan dengan sumber-sumber daya yang ada
4. melakukan partnership meeting yang dihadiri manajer umum, manajer PPIC, manajer produksi, manajer pemasaran, manajer keuangan, manajer rekayasa (engineering), manajer pembelian, manajer jaminan kualitas dan manajer lain yang dianggap relevan.
Rencana produksi harus mengacu pada permintaan total, sehingga formula umum untuk rencana produksi adalah permintaan total dikurangi inventori awal ditambah dengan inventori akhir.
Dalam sistem MRP II terdapat tiga alternatif strategi perencanaan produksi yaitu:
a. Level method
Level method didefinisikan sebagai metode perencanaan produksi yang mempunyai distribusi merata dalam produksi. Level method akan mempertahankan tingkat kestabilan produksi sementara menggunakan inventori yang bervariasi untuk mengakumulasi output apabila terjadi kelebihan permintaan total
b. Chase strategy
Chase strategy didefinisikan sebagai metode perencanaan produksi yang mempertahankan tingkat kestabilan inventori, sementara produksi bervariasi mengikuti permintaan total.
c. Compromise strategy
Compromise strategy merupakan kombinasi antara kedua metode perencanaan produksi diatas.
2.4.3. Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya
Perencanaan kebutuhan sumber daya merupakan suatu proses yang mengevaluasi rencana produksi guna menentukan sumber daya jangka panjang seperti tanah, fasilitas, mesin-mesin dan tenaga kerja adalah tersedia. Pada perencanaan kebutuhan sumber daya, produk-produk sering diagregasikan ke dalam kelompok atau family untuk menghitung beban untuk kelompok secara keseluruhan. Apabila sumber-sumber daya itu telah tersedia, rencana produksi dapat dilaksanakan. Namun apabila sumber-sumber daya itu tidak cukup, rencana produksi harus diubah, atau mencari tambahan sumber daya itu.
Perencanaan kebutuhan sumber daya dapat dilakukan melalui lima langkah berikut:
1. memperoleh rencana produksi 2. menentukan struktur produk 3. menentukan bill of resources
4. menghitung kebutuhan sumber daya total 5. mengevaluasi rencana yang telah dilakukan
2.4.4. Pengendalian Aktivitas Produksi
Menurut Gaspersz, 2001, tujuan utama dari pengendalian aktivitas produksi (Production Activity Control = PAC) adalah mempertahankan seseimbangan antara sumber-sumber daya manufakturing yang tersedia dan permintaan total. Fungsi dari pengendalian aktivitas produksi adalah melakukan aktivitas-aktivitas sebagaimana telah direncanakan, melaporkan hasil-hasil operasi, dan memperbaiki atau merevisi rencana-rencana yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. PAC melakukan umpan balik melalui pengukuran output actual dan membandingkan dengan rencana-rencana. Tujuan utama dari PAC:
§ Memaksimumkan tingkat pelayanan pelanggan
§ Meminimumkan investasi inventori
§ Efisiensi operasi
2.4.4.1. Otorisasi dan Pengeluaran Pesanan Produksi
Ketersediaan sumber-sumber daya manufakturing harus diverifikasi sebelum pekerjaan dikeluarkan ke bagian produksi. Penyesuaian-penyesuaian harus dibuat apabila ditemukan adanya kekurangan dalam material, kapasitas, peralatan, dan sumber daya lain termasuk keuangan.
Dokumen-dokumen dibuat untuk memberikan informasi dan instruksi ke shop floor dan memudahkan umpan balik yang berkaitan dengan isu-isu material, status pesanan, dan lain-lain. Informasi yang dibutuhkan tergantung pada produk dan kompleksitas manufakturing, derajat pengendalian (degree of control) yang dibutuhkan, dan aksesibilitas dari informasi melalui sistem komputer. Dokumen dan informasi tersebut biasanya menjadi satu paket dan seringkali disebut shop information packet.
2.4.4.2. Pengukuran dan Pelaporan dalam PAC
Sistem production activity control (PAC) memberikan umpan balik tentang biaya-biaya, efisiensi, utilisasi, dan performansi dari jadwal. Umpan balik ini penting untuk mengambil tindakan korektif apabila performansi aktual tidak sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Pembuatan laporan produksi berkaitan dengan pengumpulan dan pemeliharaan data untuk menjamin akurasi dan integritas dari informasi terutama berkaitan dengan status work-in-process inventory.
2.4.5. Operations Sequencing
Sequencing digunakan untuk memberikan aturan terperinci tentang aturan-aturan prioritas untuk penugasan ke pusat-pusat kerja. Beberapa metode yang digunakan untuk menetapkan prioritas dalam operasi manufakturing antara lain:
1. Critical ratios
Prioritas dalam operasi manufakturing dihitung melalui pembagian waktu yang tersisa (banyaknya jam atau hari kerja antara sekarang dan due date) dengan kerja (manufakturing time) yang tersisa.
2. Shortest Processing Time (SPT)
Dengan metode SPT, pesanan-pesanan dengan jumlah setup and run time yang dibutuhkan pada current work center terkecil adalah yang diprioritaskan untuk dikerjakan lebih dahulu.
3. First Come, First Serve (FCFS)
Dengan metode first come first serve, tugas yang pertama datang ke pusat kerja diproses terlebih dahulu.
4. Earliest Due Dates (EDD)
Metode Earliest Due Dates digunakan untuk memprioritaskan tugas-tugas yang memiliki due date yang paling awal.
5. Longest Processing Time (LPT)
Dengan metode longest processing time, tugas-tugas yang mempunyai waktu proses terpanjang akan diprioritaskan terlebih dahulu.
2.4.6. Pengendalian Input/Output
Pengendalian input-ouput (input/output control) merupakan suatu metode yang efektif untuk mengendalikan antrian, work in process (WIP), dan waktu tunggu manufacturing (manufakturing lead time). Metode ini menggunakan prinsip-prinsip dasar dari perencanaan dan pengendalian, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengukuran, dan perbaikan terus-menerus. Berikut ini adalah variabel-variabel yang digunakan dalam pengendalian input/output:
§ Planned input : beban kerja yang diharapkan tiba pada periode waktu tertentu dalam pusat kerja, ditentukan berdasarkan CRP constraint, dan dinyatakan dalam jam standar (standart hour) atau ukuran-ukuran lain
§ Planned output : output kerja yang akan diproduksi oleh pusat-pusat kerja pada periode waktu tertentu, dimana untuk mengurangi antrian perlu merencanakan output lebih besar dari input
§ Planned backlog : PBi =PBi−1+PIi−POi (2.1) dimana : PBi = planned backlog pada periode ke-i
PBi-1 = planned backlog pada periode ke-(i-1) PIi = planned input pada periode ke-i POi = planned output pada peiode ke-i
§ Actual input : beban kerja aktual yang tiba pada pusat kerja dalam periode waktu tertentu, yang diperoleh dari sistem pelaporan, dipengaruhi oleh releases to shop dan flow from prior operations.
§ Actual Output : jam standar yang dihasilkan (standardt hours produced) atau dapat diukur dalam unit produk selama tiap-tiap periode waktu, yang diperoleh dari sistem pelaporan, dan dipengaruhi oleh sumber-sumber daya, efisiensi, beban kerja, dan lain-lain.
§ Actual backlog : ABi = ABi−1+ AIi−AOi (2.2) dimana : ABi = actual backlog pada periode ke-i
ABi-1 = actual backlog pada periode ke-(i-1) AIi = actual input pada periode ke-i AOi = atual output pada peiode ke-i Prinsip dasar penyusunan pengendalian input/output adalah:
§ Planned ouput harus realistik dan sesuai dengan kapasitas sumber daya seperti peralatan dan tenaga kerja yang tersedia
§ Planned atau actual input yang lebih besar daripada actual output akan meningkatkan WIP dan manufacturing lead time.
§ Semua penyimpangan yang signifikan dari planned input dan planned output mengindikasikan terdapat masalah operasional yang harus diidentifikasikan dan diselesaikan.
Berikut adalah tabel yang akan membantu dalam interpretasi laporan pengendalian input/output:
Tabel 2.1 Tabel Interpretasi Laporan Pengendalian Input-Output
Perbandingan Dasar
Masalah Kemungkinan Penyebab
Hasil Interpretasi
Actual Input <
planned output
Work center behind schedule
Ketidakcukupan kapasitas atau input
Antrian dan waktu tunggu meningkat, pesanan akan terlambat
Actual input <
planned input
Work
arriving late
Feeding work centers behing schedule, beban kerja tidak dikeluarkan tepat waktu
Antrian lebih rendah daripada yang diharapkan, tetapi mungkin output tidak mencukupi sehingga pesanan akan terlambat
Actual output
> planned output
Work center ahead of schedule
Kelebihan kapasitas
Antrian lebih rendah daripada yang diharapkan, tetapi dapat menimbulkan ketidakseimbangan kerja Actual input >
planned input
Work arriving early
Feeding work centers ahead of schedule, work being released early
Antrian dan waktu tunggu meningkat
Actual output
< actual input
Increase in queues and lead times
Kapasitas tidak cukup atau preceeding work centers ahead, release early
Tambahan inventory pada work center, menimbulkan risiko keterlambatan pesanan
Actual output
> actual input
Work center ahead of schedule or feeders behind
Excess capacity or feeding work centers behind
Wasted capacity, work center mungkin tidak mempunyai cukup kerja, atau pesanan-pesanan terlambat
Tindakan korektif yang dapat dilakukan terhadap out-of control situations adalah:
§ Antrian melewati batas atas (queues exceed upper limit)
Kemungkinan penyebabnya adalah kegagalan peralatan, proses yang tidak efisien, dan input yang berlebihan.
§ Output berada dibawah batas atas (output is below the lower limit)
Kemungkinan penyebabnya adalah kegagalan peralatan, proses yang tidak efisien, ketidakcukupan atau ketidaktepatan input, kesalahan input pada assembly work centers.