• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

38 V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA

PADI

5.1. Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur

Penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2010 berjumlah 2.168.514 jiwa yang terdiri atas 1.120.550 laki-laki dan 1.047.964 perempuan. Dari hasil sensus penduduk 2010 masih tampak bahwa penyebaran penduduk kabupaten Cianjur masih bertumpu di Cianjur wilayah utara yakni sebesar 60,68 persen, sedangkan wilayah tengah dan selatan hanya 39,32 persen. Dengan luas wilayah kabupaten Cianjur sekitar 3.501,48 kilometer persegi yang dialami oleh 2.168.514 orang maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk kabupaten Cianjur adalah sebanyak 127 jiwa perkilo meter persegi.8

Penduduk yang merupakan angkatan kerja sebanyak 960.201 jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari yang bekerja sebanyak 847.542 jiwa dan pengangguran sebanyak 112.659 jiwa. Sektor pertanian menjadi penyerap tenaga kerja terbesar dengan kontribusi sebesar 48,12 persen diikuti dengan sektor perdagangan dengan kontribusi sebesar 23,73 persen. Persentase penyerapan tenaga kerja tahun 2008 di Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Angkatan Kerja di Kabupaten Cianjur Tahun 2008

Angkatan Kerja Jumlah Persentase (%)

Pengangguran 112.659

Bekerja

- Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Perikanan - Industri

- Perdagangan, Rumah Makan dan Hotel - Jasa Kemasyarakatan

- Lainnya

847.542 407.837 55.175 201.122 72.634 110.774

48,12 6,51 23,73 8,57 13,07

Jumlah 847.542 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Cianjur, 2011

8 http://www.bps.go.id/hasilSP2010/jabar/3203.pdf. Diakses tanggal 3 Maret 2011.

(2)

39 Volume air permukaan di Kabupaten Cianjur pada tahun 2010 sebesar 917.000 m3 menurut PSDAP (2011). Penggunaan air permukaan dibutuhkan dalam menanam padi sedangkan penyuplaian dengan sistem air permukaan membutuhkan kapasitas penyimpanan yang besar untuk mengumpulkan air sepanjang tahun dan melepaskannya pada suatu waktu tertentu.

Keadaan curah hujan di suatu daerah sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air dan kondisi lahan pertanian. Peningkatan curah hujan menyebabkan peningkatan jumlah curah hujan itu sendiri, sebaliknya penurunan curah hujan akan menyebabkan penurunan jumlah curah hujan. Hal ini tentu saja akan memperpanjang atau memperpendek musim hujan (Handoko et al. 2008).

Curah hujan yang tidak stabil telah menyebabkan meningkatnya serangan hama dan penyakit terhadap tanaman padi. Data curah hujan Kabupaten Cianjur tahun 2006-2008 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Curah Hujan Kabupaten Cianjur Tahun 2006-2008 Tahun Luas Kabupaten

(Km2)

Curah Hujan (mm per tahun)

Rata-Rata (mm/km2)

2006 3433,00 1454,0 0,42

2007 3433,00 3292,0 0,96

2008 3433,00 3202,1 0,93

Sumber: Integrated Microhydro Development and Application Program, 2009 Kabupaten Cianjur memiliki rata-rata luas tanam yang lebih tinggi dari pada luas panennya selama empat tahun. Rata-rata produktivitas yang diperoleh sebesar 53,51 persen dengan rata-rata produksi 785.575 kg. Perkembangan intensifikasi pertanian tanaman pangan Kabupaten Cianjur sangat baik sehingga perlu upaya yang dicapai dalam meningkatkan peran aktif masyarakat tani yaitu dengan melalui suatu ikatan atau kelompok kelembagaan profesi (Gabungan

(3)

40 Petani Organik) agar keberadaan kelembagaan petani seperti P3A Mitra Cai, Kelompok Tani, Gapoktan dapat mengembangkan dinamika kelompoknya.

Informasi lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perkembangan Intensifikasi Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010-2011

Tahun Luas Tanam (ha)

Luas Panen (ha)

Produksi (kg)

Produktivitas (kg/ha)

2007 156.465 135.071 688.749 50,99

2008 142.348 137.269 733.900 53,46

2009 154.303 148.950 804.385 54,00

2010 149.874 164.647 915.266 55,59

Rata-rata 150.747 146.485 785.575 53,51

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2011

Organisasi Gabungan Petani Organik terbentuk pada tanggal 27 Juli 2008 yang merupakan wadah untuk menghimpun para petani organik yang terdapat di wilayah Kabupaten Cianjur. Anggotanya terdiri dari perwakilan para petani yang telah mengikuti pelatihan SRI. Adapun visi dan misi terbentuknya GPO yaitu memiliki visi sebagai organisasi yang menjadi wadah untuk meningkatkan kesejahteraan para petani dan melestarikan lahan serta lingkungan. Misi GPO yaitu untuk menghimpun potensi berbagai pihak yang terkait dengan pertanian organik, membina kerjasama yang saling menguntungkan diantara pihak yang terkait dengan petani organik dan membantu pemerintah dalam menyelamatkan lahan dan mensukseskan lingkungan pembangunan pertanian dalam rangka mensejahterakan tani melalui pertanian organik (Program Go Organik Cianjur).

Susunan Oganisasi yaitu sebagai berikut

(4)

41

Sumber: Gabungan Petani Organik (GPO)

Gambar 3. Gabungan Petani Organik (GPO)

Pengembangan padi ramah lingkungan metode SRI dapat memberikan kesadaran kepada petani untuk lebih bersikap arif terhadap penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Petani menjadi lebih mandiri karena tidak harus tergantung kepada penggunaan input tersebut. Usahatani padi organik metode SRI berbeda dengan usahatani padi metode konvensional, meskipun tahapan kegiatan

Pelindung

Bupati Kabupaten Cianjur

Penasehat

HKTI Kabupaten Cianjur

Pembina

Dinas Pertanian TPH dan Dinas PSDAP

Ketua H.U Suparman

Wakil Ketua Didin

Bendahara

Yayan Royani dan Enang Sekretaris

Asep Ramdan dan Ani

Bidang Advokasi Dadang H Bidang Pemasaran

H. Enoh

Konsultasi Publik POPT dan Para PPL/Japung

(5)

42 budidayanya pada umumya sama saja. Teknik budidaya organik SRI telah menggunakan bahan-bahan organik sebagai inputnya seperti pupuk kandang, sisa- sisa tanaman dan berbagai jenis tanaman yang berguna untuk pestisida alami.

Budidaya organik SRI ini menyebabkan kebutuhan organik seperti pupuk kandang dan jerami berubah fungsi sebagai pengganti pupuk kimia. Pembuatan pupuk organik dipermudah lagi dengan adanya bantuan dari dinas pertanian Kabupaten Cianjur berupa mesin appo yang dapat mencacah bahan-bahan organik tersebut. Mesin tersebut dapat mengolah sekitar tujuh ton perhari kotoran hewan yang dihasilkan dari hewan-hewan ternak.

Budidaya padi dengan metode SRI dibedakan dengan teknik budidaya padi konvensional. Perbedaan budidaya tersebut terlihat dalam hal penggunaan jumlah bibit per rumpun, umur bibit yang ditanam, cara seleksi benih, pemberian MOL pada padi SRI dan tata cara pengaturan air. Oleh karena itu pada bagian ini hanya diuraikan kegiatan budidaya padi dengan metode SRI yang dapat sekaligus menggambarkan kegiatan budidaya padi konvensional di Kabupaten Cianjur.

5.2. Gambaran Umum Petani Sampel

Gambaran umum petani sampel diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan para petani yang menerapakan pertanian SRI dan petani konvensional. Hal ini berguna untuk melihat karateristik umum petani. Karateristik yang digunakan merupakan variabel yang akan digunakaan dalam menentukan faktor internal petani menerapkan sistem pertanian SRI. Karateristik umum petani pada penelitian ini terdiri dari lama pendidikan, umur, jumlah anggota keluarga tanggungan petani, luas lahan, status pengusahaan lahan dan pengalaman petani.

(6)

43 Rincian karateristik umum pada kedua sampel populasi petani didapat pada lampiran 1 dan 2.

Pendidikan merupakan peubah penjelas yang menerangkan lamanya petani mengikuti pendidikan formal. Pendidikan diukur berdasarkan satuan tahun.

Jumlah petani yang menerapkan pertanian SRI di Kabupaten Cianjur memiliki pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani konvensional. Apabila dilihat dari jenjang pendidikan, 33,33 persen petani SRI telah mencapai pendidikan setingkat SMU dan 16,67 persen lulusan perguruan tinggi, sedangkan petani konvensional hanya 16,67 persen lulusan setingkat SMU dan tidak satupun yang memasuki perguruan tinggi. Lama pendidikan petani sampel dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Lama Pendidikan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011

Lama Pendidikan (tahun)

Frekuensi (orang)

Petani SRI Petani Konvensional

< 5 0 1

5-10 15 24

11-15 10 5

>15 5 0

Jumlah 30 30

Sumber: Data Primer, 2011

Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1986), menyatakan bahwa petani yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan suatu inovasi dari pada petani yang berpendidikan rendah relatif sulit untuk melaksanakan suatu inovasi.

Umur petani mencerminkan kemampuan petani dalam berusahatani. Umur terkait dengan kondisi fisik dalam menggarap lahannya. Kelompok terbesar petani di Kabupaten Cianjur berada pada rentang umur 41 sampai dengan 60 tahun, baik

(7)

44 pada petani SRI dengan persentase 60 persen maupun konvensional dengan persentase 63,33 persen. Pada umur tersebut petani termasuk pada umur produktif, namun sudah tidak tergolong muda. Usahatani khususnya padi tidak diminati oleh tenaga kerja muda, hal ini dapat dilihat dari persentase tenaga kerja pada rentang umur 21 sampai dengan 40 tahun hanya 20 persen pada petani SRI dan 26,67 persen pada petani konvensional. Persentase petani yang berumur tua lebih banyak pada petani yang menerapkan SRI, yaitu 20 persen sedangkan petani konvensional hanya 10 persen pada rentang umur 61 sampai dengan 80 tahun.

Informasi lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Umur Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011

Umur (tahun) Frekuensi (orang)

Petani SRI Petani Konvensional

0-20 0 0

21-40 6 8

41-60 18

6

19

61-80 3

Jumlah 30 30

Sumber: Data Primer, 2011

Jumlah tanggungan petani merupakan beban ekonomi terhadap anggota keluarganya. Satuan pengukurannya didasarkan banyak orang/jiwa yang menjadi tanggungan petani. Petani sampel di Kabupaten Cianjur memiliki jumlah tanggungan dalam rentang dua sampai dengan empat jiwa. Hal ini dikarenakan secara statistik rentang ini memiliki persentase tertinggi yaitu 76,67 persen petani pada petani SRI dan 83,33 persen pada petani konvensional. Jumlah tanggungan petani sampel dapat dilihat pada Tabel 8.

(8)

45 Tabel 8. Jumlah Tanggungan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun

2010/2011 Jumlah Tanggungan

(Jiwa)

Frekuensi (orang)

Petani SRI Petani Konvensional

< 2 0 1

2-4 23 25

> 4 7 4

Jumlah 30 30

Sumber: Data Primer, 2011

Luas lahan adalah banyaknya sawah yang digarap petani berdasarkan ukuran panjang dengan satuan hektar. Petani padi di Kabupaten Cianjur pada umumnya memiliki luas garapan yang sempit. Petani SRI maupun konvensional sebagian besar menggarap sawah dengan luas kurang dari 0,5 hektar. Menurut Soekartawi (2002), salah satu ciri pertanian di Indonesia adalah dicirikan dengan pengusahannya dalam luas usaha yang relatif sempit. Persentase luas lahan padi sawah petani sampel menggunakan metode SRI sebesar 73,33 persen sedangkan dengan menggunakan metode konvensional memiliki luas garapan 60 persen untuk luas lahan kurang dari 0,5 hektar. Kondisi ini dapat dikaitkan bahwa petani lahan luas tidak bersedia merubah sistem budidayanya dikarenakan kerugian yang akan diterimanya akan lebih besar daripada lahan sempit jika sistem baru tersebut dalam pelaksanaannya mengalami kegagalan. Informasi lebih jelas dapat dijelaskan pada Tabel 9.

Tabel 9. Luas Lahan Padi Sawah Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011

Lahan (ha) Frekuensi (orang)

Petani SRI Petani Konvensional

< 0,5 22 18

0,5-1,0 8 11

> 1,0 0 1

Jumlah 30 30

Sumber: Data Primer, 2011

(9)

46 Status kepemilikan lahan merupakan kondisi yang menunjukan kondisi penguasaan petani terhadap lahan garapannya. Persentase pengusahaan lahan pemilik sampel dengan metode SRI sebesar 56,67 persen sedangkan metode konvensional sebesar 20 persen. Petani penggarap dapat dibedakan menjadi dua yaitu penggarap sakap atau bagi hasil dengan sistem 50:50 dan penggarap penyewa, dalam sampel didapat persentase petani SRI penggarap sebesar 43,33 persen sedangkan konvensional sebesar 80 persen. Status pengusahaan lahan petani sampel dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Status Pengusahaan Lahan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011

Status Pengusahaan Lahan

Frekuensi (orang)

Petani SRI Petani Konvensional

Pemilik 17 6

Penggarap 13 24

Jumlah 30 30

Sumber: Data Primer, 2011

Pengalaman bertani merupakan lamanya petani melakukan budidaya padi.

Ukuran pengalaman bertani diukur berdasarkan satuan tahun. Pengalaman bertani dengan metode SRI sekitar 100 persen berada pada rentang pengalaman kurang dari 10 tahun bertani. Kondisi ini mencerminkan bahwa petani relatif memiliki sikap dan pola pikir yang sama yaitu petani membutuhkan waktu yang lama dalam menerima inovasi. Pengalaman bertani sampel di Kabupaten Cianjur tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 11.

(10)

47 Tabel 11. Pengalaman Bertani Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode

Tahun 2010/2011 Pengalaman Bertani

(tahun)

Frekuensi (orang)

Petani SRI Petani Konvensional

0-10 30 2

11-12 0 21

21-30 0 4

31-40 0 3

Jumlah 30 30

Sumber: Data Primer, 2011

5.3. Budidaya Padi Organik Metode SRI

Kegiatan usahatani padi organik SRI merupakan budidaya yang lebih mengutamakan potensi lokal yang ramah lingkungan dan mendukung pemulihan kesuburan tanah. Pada prinsipnya pertanian ini sebagai konservasi air serta mendaur ulang hara melalui panen dengan cara mengembalikan biomasa ke dalam tanah seperti tidak membakar jerami di areal pesawahan akan tetapi jerami tersebut dapat dikembalikan ke tanah yang melalui proses dekomposisi jerami dapat menjadi bahan organik. Oleh karena itu budidaya padi ini sama sekali tidak lagi menggunakan input anorganik baik itu pupuk atau pestisida kimia.

Hasil penanaman padi di Kabupaten Cianjur dengan menggunakan metode SRI sudah bebas dari residu kimia, namun sertifikat organik belum dapat diperoleh karena terdapat kendala. Kendala yang dihadapi adalah bahwa luas lahan yang diusahakan petani SRI belum mencapai total 25 hektar dalam satu luasan sedangkan luas lahan petani SRI di Kabupaten Cianjur sebagian besar memiliki luas lahan kurang dari 0,5 hektar dengan plot lahan yang terpisah atau tidak dalam satu luasan. Adapun budidaya padi organik SRI di Kabupaten Cianjur ini meliputi pengolahan tanah, pembibitan, penanaman, penyulaman, pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit serta panen.

(11)

48 5.3.1. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi tanah dari segi kandungan unsur dan hara untuk memperbaiki pengairan (drainase) sehingga tanah atau lahan siap untuk ditanami dengan harapan memperoleh hasil yang maksimal. Pada dasarnya proses pengolahan tanah yang dilakukan petani padi organik SRI hampir sama dengan pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani padi konvensional. Adapun beberapa kegiatan pengolahan tanah yang dilakukan adalah pembajakan, pembuatan saluran air, perataan tanah dan babad galeng pematang.

Proses pengolahan tanah untuk padi organik metode SRI di Kabupaten Cianjur dilakukan sebanyak dua kali, adapun proses pengolahan tanah yang pertama adalah lahan dibajak dengan menggunakan traktor, kerbau dan cangkul, setelah itu jerami dimasukan ke lahan, lalu petani biasanya membuat pematang sawah (galengan). Setelah lahan dibajak pada petakan lahan dibuat saluran air setelah itu pupuk kandang atau kompos dimasukan ke lahan dan diratakan setelah itu diairi dengan kondisi macak-macak atau tidak terlalu tergenang, ini dilakukan dengan tujuan agar pupuk tidak mudah terbawa air kemudian lahan diberi pupuk dan didiamkan selama satu minggu sampai dua minggu. Pada waktu yang bersamaan biasanya petani merapikan pematang sawah dengan cara pematang dikikis dengan cangkul yang kemudian dilempar ke lahan, setelah itu pematang kembali ditambal dengan tanah berlumpur hingga rata. Pengolahan tanah kedua yaitu tanah dicangkul dan diratakan dalam kondisi air yang tetap macak-macak kemudian endapkan dalam waktu semalam.

(12)

49 Pembibitan (penyemaian benih) memerlukan waktu yang berbeda. Bibit yang ditanam pada budidaya padi metode SRI berumur 7-10 hari setelah semai sedangkan untuk budidaya padi konvensional umur padi yang ditanam yaitu 20-22 hari setelah tanam. Proses penyemaian benih petani di Kabupaten Cianjur sebagian besar dilakukan di sawah dan sisanya di nampan.

5.3.2. Pembibitan

Pembibitan merupakan salah satu budidaya perlakuan benih padi.

Pembibitan terdiri dari penyemaian dan perlakuan benih sebelum tebar yang dapat dijelaskan dibawah ini.

5.3.2.1. Penyemaian

Persemaian benih metode SRI di Kabupaten Cianjur sebagian besar dilakukan di lahan, namun terdapat pula yang melakukan persemaian benih di nampan. Persentase persemaian benih di nampan sebesar 30 persen sedangkan di lahan sebesar 70 persen. Persentase persemaian benih dengan menggunakan metode konvensional 100 persen dilakukan di lahan. Ini disebabkan karena kebiasaan petani melakukan persemaian benih di lahan, dan merasa takut melakukan inovasi yang baru. Padahal keuntungan persemaian di nampan yang dirasakan petani yang telah mengadopsinya adalah dapat menghemat lahan penyemaian, menghemat biaya tenaga kerja, lebih praktis, dan hasilnya lebih baik.

Proses kegiatan persemaian diawali dengan persiapan media persemaian dengan memakai nampan yang diisi dengan pupuk organik dan tanah, dengan komposisi antara tanah dan pupuk organik (kompos) satu banding satu. Kemudian benih ditebar secara merata tidak terlalu rapat atau tidak terlalu jarang dan tanah

(13)

50 agar selalu lembab sedangkan persemaian di lahan dilakukan diatas terpal yaitu setelah terpal disiapkan maka ditaburi dengan kompos kemudian ditimpa oleh pasir atau tanah, lalu benih disebar diatas permukaan terpal tersebut dan ditutup.

Berbeda dengan kegiatan persemaian yang dilakukan pada usahatani padi konvensional, yaitu pada saat akan dilakukan penyemaian terlebih dahulu lahan dipersiapkan untuk tempat penyemaian. Persiapan tersebut biasanya dilakukan setelah lahan selesai dibajak atau pada saat lahan diberi pupuk. Lahan yang telah dibajak pada pengolahan lahan dibuat menjadi beberapa petak yang kemudian petak semai tersebut diratakan permukaannya.

5.3.2.2. Perlakuan Benih Sebelum Sebar

Benih yang ditanam di persemaian diharapkan tumbuh semuanya dengan baik dan optimal. Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Cianjur dalam mempersiapkan benih sebelum ditebar di persemaian adalah proses seleksi dan perendaman, dapat dilihat pada lampiran 3. Seleksi benih ini dapat berguna untuk memisahkan benih yang baik dengan benih yang hampa dan kotoran benih lainnya. Setelah itu dilakukan perendaman benih. Pada umumnya petani SRI lebih kreatif dari pada petani konvensional. Benih dapat dibuat sendiri dari benih sebelumnya yaitu benih yang sudah masak ditarik untuk dijadikan benih persemaian. Ini dapat menghemat dalam pembelian benih di toko secara berkelanjutan.

Perendaman benih adalah suatu perlakuan yang berguna untuk merangsang perkecambahan, sehingga diperoleh benih yang siap disebar dan tumbuh optimal di lahan persemaian. Setelah direndam selama dua hari benih

(14)

51 ditiriskan selama dua hari, sampai benih mengeluarkan kecambah maka benih siap untuk ditanam.

5.3.3. Penanaman (Tandur)

Petani padi metode SRI umumnya menanam bibit relatif muda (7-14 hari).

Bibit pada umur ini telah memiliki dua helai daun atau lebih tinggi  10-15 cm sehingga bibit perlu diperlakukan secara hati-hati terutama pada bagian akar agar tidak rusak dicabut dari persemaian.

Benih muda pada metode SRI ini diharapkan dapat menumbuhkan tunas lebih awal dan akan banyaknya pertumbuhan tunas primer sebagai tunas yang lebih produktif serta lebih cepat pembentukannya. Hal ini berbeda dengan metode konvensional yang menanam bibit yang telah berumur relatif tua yaitu 20-22 hari setelah tanam.

Sebelum bibit ditanam, lahan dibuat pola jarak tanam dengan menggunakan caplakan. Menaplak lahan dilakukan dua kali dengan arah yang berlawanan (vertikal-horizontal) sehingga terbentuk pola tanam dengan jarak tanam yang ukurannya telah ditentukan pada caplakan. Usahatani padi metode SRI di Kabupaten Cianjur menggunakan jarak 28 x 28 cm2 sampai 35 x 35 cm2. Jarak tanam tersebut relatif lebih luas dibandingkan jarak tanam padi konvensional (25 x 25 cm2 sampai 30 x 30 cm2). Jarak tanam yang lebar pada SRI dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada tanaman dalam pembentukan anakan, pertumbuhan akar dan masuknya sinar matahari kedalam perakaran didalam tanah. Terdapat pula penanaman padi yang bertujuan untuk menanggulangi jika ada tanaman padi yang tidak tumbuh, yaitu dengan menanam

(15)

52 bibit di salah satu sudut secara bergerombol, penanaman ini dinamakan penyulaman.

Penanaman padi metode SRI berbeda dengan penanaman padi konvensional. Bibit yang ditanam pada padi konvensional paling sedikit empat per rumpun dan ujung akar tanaman biasanya masih berada dipermukaan tanah.

Berbeda dengan cara penanaman padi SRI, pada metode ini banyaknya bibit per rumpun yaitu satu bibit per rumpun (benih tunggal), namun sebagian petani SRI di Kabupaten Cianjur menanam bibitnya sebanyak dua sampai tiga bibit per rumpun. Alasan petani padi SRI tersebut adalah masih takut dan ragu jika hanya menanam satu bibit disaat cuaca buruk yaitu hujan atau terkena serangan hama dan penyakit. Pada proses penanaman ini kegiatan pencabutan bibit dari tempat persemaian harus secara hati-hati dengan jarak waktu dari cabut ke tanam tidak lebih dari 15 menit dan bulir padi tetap dijaga serta kondisi akar horizontal sehingga membentuk huruf L. Kenudian benih ditanam dangkal 0,5-1 cm, hal ini dilakukan untuk menghindari kematian akibat busuk akar.

Kendala pada usahatani padi SRI adalah jika faktor cuaca tidak mendukung biasanya terjadi pada musim hujan, ketika musim tanam dan hujan cukup besar maka bibit padi yang baru saja ditanam terlepas karena areal sawah terendam air, hal ini dapat terjadi karena pada metode SRI padi ditanam dangkal, sehingga bibit padi tidak kuat menahan genangan air yang membanjiri sawah.

Selain cuaca, faktor hama juga merupakan salah satu kendala pada pertanian organik SRI maupun konvensional. Petani konvensional hanya menanam bibit pada umur tua dan ditanam dalam sehingga tidak takut jika bibit yang baru ditanamnya mengalami kerusakan.

(16)

53 5.3.4. Penyulaman

Penyulaman dengan metode SRI maupun konvensional di Kabupaten Cianjur dilakukan dengan melihat terlebih dahulu kondisi tanaman, apakah tumbuh dengan baik atau tidak. Jika tanaman ada yang roboh atau bila ada kerusakan akibat adanya gangguan hama seperti keong atau serangga. Ini perlu dilakukan penyulaman dengan cara menanaminya kembali, pada umumnya penyulaman dilakukan maksimal pada umur tujuh hari setelah tanam. Penyulaman pada metode SRI lebih sering dilakukan oleh petaninya, jika bibit yang baru ditanam lepas dari lubang tanam karena air hujan yang terlalu menggenang atau karena serangan hama dan penyakit.

5.3.5. Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan atau mengurangi tanaman lain selain tanaman pokok yaitu padi atau sering disebut dengan tanaman gulma yang dapat menjadi pesaing dalam penyerapan unsur hara sekaligus dapat memberi dukungan terhadap kondisi pertukaran dan perputaran udara (aerasi), selain itu penyiangan juga dapat mencegah serangan hama.

Penyiangan yang dilakukan oleh petani dengan metode SRI tidak jauh berbeda dengan padi konvensional, hanya saja yang membedakannya adalah frekuensi kegiatan penyiangan yang dilakukan. Kegiatan penyiangan pertama pada metode SRI dilakukan pada umumnya ketika tanaman berumur 7-14 hari, penyiangan kedua dan seterusnya dilakukan setiap 10 hari sekali. Rata-rata penyiangan dilakukan selama 3-4 kali dalam satu kali musim tanam sedangkan kegiatan penyiangan padi konvensional dilakukan sebanyak dua kali dalam satu musim tanam.

(17)

54 5.3.6. Pemupukan

Pemupukan merupakan kegiatan yang dapat memenuhi kebutuhan hara tanah yang sangat terbatas terkandung didalam tanah, sehingga dengan pemupukan kebutuhan hara tersebut dapat ditambah dari luar dengan pupuk organik maupun pupuk anorganik (kimia). Kegiatan pemupukan metode SRI sepenuhnya berupa pupuk organik mulai dari pemupukan dasar hingga pemupukan dasar hingga pemupukan susulan yang berbentuk padat ataupun cair yaitu MOL (Mikro Organisme Lokal). Pupuk organik yang diberikan petani padi metode SRI berupa pupuk kompos. Pupuk kompos terdiri dari bahan-bahan organik yang berasal dari alam, seperti jerami, rerumputan, limbah sayuran, limbah buah-buahan dan kotoran hewan. Bahan-bahan tersebut dikompos melalui proses penguraian dengan bantuan mikro organisme.

Pemberian MOL pada metode SRI adalah pemberian cairan yang terbuat dari bahan-bahan alami yang disukai oleh media hidup dan berkembangnya mikro organisme yang bertujuan untuk mempercepat penghancuran bahan-bahan organik dan sebagai aktivator atau tambahan nutrisi bagi tanaman padi. Petani padi SRI di Kabupaten Cianjur mengaplikasikan MOL sebagai campuran dalam pembuatan kompos (aktivator) dan juga dalam bentuk cairan yang pengaplikasiannya dilakukan penyemprotan dengan menggunakan handsprayer. MOL tidak memiliki efek samping yang menyebabkan overdosis pada tanaman terutama padi, sehingga dalam pemberiannya terhadap tanaman padi dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan kemampuan petani sendiri.

Pemupukan yang diberikan kepada padi metode konvensional di Kabupaten Cianjur biasanya sampai dua kali pemupukan dalam satu musim

(18)

55 tanam. Pupuk yang digunakan adalah pupuk buatan pabrik yaitu urea, TSP, dan KCL namun terdapat pula petani yang menggunakan pupuk Ponska, Decis, Buldog, Fiodan, Furadan.

5.3.7. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit sangat penting dilakukan agar hasil produksi tidak menurun. Upaya pemberantasan hama dan penyakit, budi daya padi metode SRI berbeda dengan metode budidaya padi secara konvensional.

Penggunaan obat-obatan anorganik seperti pestisida kimia buatan pabrik merupakan pengendalian kimiawi yang biasa dilakukan petani padi konvensional.

Cara ini dianggap paling efektif untuk mengendalikan hama dan penyakit karena mengandung racun yang langsung kontak dengan hama atau meracuni hama secara sistematik.

Berbeda dengan petani padi konvensional, petani padi metode SRI menggunakan pestisida nabati yang ramah lingkungan. Biasanya pestisida nabati dibuat sendiri oleh petani sama halnya pembuatan MOL. Bahan-bahan yang digunakan petani untuk pestisida nabati diperoleh dari bahan-bahan yang terdapat di lingkungan sekitar yang telah diketahui efektif dalam pengendalian hama dan penyakit pada padi.

5.3.8. Pengairan Sawah

Kebutuhan air di kabupaten Cianjur untuk kegiatan usahatani padi pada umumnya tercukupi dengan adanya irigasi. Pengairan yang dilakukan oleh petani SRI berbeda dengan petani padi konvensional. Metode konvensional biasanya padi selalu tergenang dari awal penanaman sampai panen, sedangkan metode SRI

(19)

56 pengairan dilakukan secara berselang (intermitten) sehingga padi tidak selalu tergenang oleh air karena pada dasarnya padi bukanlah tanaman air tetapi tanaman yang butuh air.

5.3.9. Panen dan Pasca Panen

Pemanenan padi dilakukan pada waktu yang tepat karena akan berpengaruh terhadap kualitas gabah. Panen dapat dilakukan setelah bulir padi sebagian besar telah menguning 90 persen. Cara pemanenan yang dilakukan petani masih menggunakan tahapan dan teknologi yang sederhana yaitu pada tahap awal padi dipotong menggunakan pisau khusus untuk panen (sabit). Setelah dipotong kemudian dikumpulkan pada suatu tempat untuk dirontokan. Cara perontokannya adalah dengan membantingnya pada papan perontok atau hamparan kayu yang disiapkan. Setelah gabah diperoleh dari hasil perontokan, gabah dibersihkan dari sisa-sisa daun dan kotoran lain dengan cara diangin- anginkan. Setelah itu GKP (Gabah Kering Panen) dijemur di lahan yang datar selama 2-3 hari, namun waktu pengeringan tersebut fleksibel karena tergantung pula dengan cuaca.

Gambar

Gambar 3. Gabungan Petani Organik (GPO)
Tabel 9. Luas Lahan Padi Sawah Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode   Tahun 2010/2011

Referensi

Dokumen terkait

Tidak hanya sebagai pembimbing, beliau telah banyak membantu baik moril, materil dan nasihat-nasihat yang sangat membantu penulis dalam kelancaran proses perkuliahan, juga

Jadi, mereka bertujuan mengumpulkan target market dalam satu waktu, untuk melakukan pendekatan dengan audiens dan membangun awareness.?. Sehingga audiens selalu ingat dengan

Rencana Kinerja Tahunan ANRI Tahun 2009 merupakan tahun terakhir dari pelaksanaan Rencana Strategis ANRI yang tertuang dalam Peraturan Kepala Arsip Nasional

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas setiap berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Startegi Pengembangan Pariwisata

Tanaman rami (Boehmeria nivea L.Gaud) merupakan tanaman tahunan herba berumpun banyak menghasilkan serat dari kulit batangnya (bast fiber) yang terletak dalam jaringan

Namun mengingat besarnya lingkup dari pengetahuan yang dapat dikelola oleh sebuah klub sepakbola dan banyaknya bidang/divisi dari suatu klub sepakbola yang menjadi partisipan KMS

Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya dan umumnya larut