BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kecacingan
Menurut asal katanya helminth berasal dari kata Yunani yang berarti cacing.
Cacing merupakan hewan yang terdiri dari banyak sel yang membangun suatu jaringan tubuh dan organ yang kompleks.[3,8]
B. Penyebab Kecacingan
Penyakit infeksi cacingan atau bisa pula disebut dengan penyakit cacingan sangat berkaitan erat dengan masalah hygiene dan sanitasi lingkungan. Di Indonesia masih banyak tumbuh subur penyakit cacing penyebabnya adalah hygiene perorangan sebagian masyarakat yang masih kurang. Kebanyakan penyakit cacing ditularkan melalui tangan yang kotor. Kuku jemari tangan yang kotor dan panjang sering terselipi telur cacing karena kebiasaan anak bermain ditanah. Orang dewasa bekerja di kebun, dan disawah.[5]
C. Cara penularan
perilaku anak BAB tidak dijamban atau di sembarang tempat menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh tinja yang berisi telur cacing. Penyebaran infeksi kecacingan tergantung dari lingkungan yang tercemar tinja yang mengandung telur cacing. Infeksi pada anak sering terjadi karena menelan tanah yang tercemar telur cacing atau melalui tangan yang terkontaminasi telur cacing.
Penularan melalui air sungai juga dapat terjadi, karena air sungai sering digunakan untuk berbagai keperluan sehari-hari, Perilaku anak jajan di sembarang tempat yang kebersihannya tidak dapat dikontrol oleh orangtua dan tidak terlindung dan dapat tercemar oleh debu dan kotoran yang mengandung telur cacing, hal ini dapat menjadi sumber penularan infeksi kecacingan pada anak. Selain melalui tangan, transmisi telur cacing juga dapat melalui makanan dan minuman, terutama makanan jajanan yang tidak dikemas dan tidak tertutup rapat. Telur cacing yang ada di tanah/debu akan sampai pada makanan tersebut
jika diterbangkan oleh angin atau dapat juga melalui lalat yang sebelumnya hinggap di tanah/selokan, sehingga kaki-kakinya membawa telur cacing tersebut, terutama pada jajanan yang tidak tertutup.[5]
a. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang kumuh sangat mendukung dalam penyebaran penyakit kecacingan. Lingkungan yang tidak higiene dapat memperrmudah perkembangbiakkan telur cacing menjadi infektif, tanah yang gembur serta lingkungan yang tidak tertata dengan rapi dapat memperbesar peluang penyebaran cacing.
b. Faktor Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
Faktor sanitasi lingkungan dan higiene perorangan dapat memepermudah penularan infeksi cacing usus.
D. Jenis – Jenis Cacing
1. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) a. Batasan
Cacing gelang berukuran 20-25 cm, cacing ini tinggal dan menyebar di usus kecil. Telur cacing yang keluar bersama tinja dapat mencemari tanah di lingkungan sekitar dan sayuran yang ditanam ditanah tersebut akan ikut tercemar apabila di makan tanpa di masak terlebih dahulu ( dijadikan sebagai lalapan). Bila telur tertelan setelah melalui berbagai tahap perkembangan di dalam tubuh maka cacing usus akan timbul di usus kecil. Manusia adalah satu-satunya hospes cacing gelang (Ascaris lumbricoides), penyakit yang di sebabkan oleh cacing ini disebut Askariasis.[3,8]
2.1 gambar cacing gelang
b. Geografi
Cacing gelang tersebar dimana-mana / kosmopolit di negara-negara tropis.[3]
c. Morfologi
Cacing gelang berbentuk giling dan terdapat garis-garis melintang pada kutikula berwarna agak abu-abu dan kemerahan.
Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan cacing betina 22-35 cm.
Seekor cacing betina dapat mengasilkan 100.000 -200.000 butir telur perharinya, yang terdiri dari telur yang di buahi dan telur yang tidak di buahi. Panjang cacing gelang berkisar antara 25-40 cm.[3,9]
d. Telur
Bentuk Oval mempunyai 3 lapisan dinding:
1) Membran Vitellina yaitu lapisan tipis yang berada di bagian dalam.
2) Glikoid yaitu lapisan tengah berwarna kuning/cokelat.
3) Albumin yaitu lapisan bagian luar berwarna cokelat dan tidak rata
yang di dalamnya berisi sel telur dan bila masak akan berisi larva.[8]
Telur Ascaris lumbricoides yang di temukan dalam tinja di bedakan menjadi 3 bentuk umum, yakni:
1) Telur fertil dengan kulit yang memiliki lapisan protein.
2) Telur fertil yang kulitnya tidak memiliki lapisan protein.
3) Telur non fertil e. Siklus Hidup
Telur yang infektif, apabila tertelan oleh manusia, maka telur cacing ini akan menetas di usus halus, lavarnya akan menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu larva ini akan dialirkan ke jantung kemudian mengikuti aliran darah ke paru.
Larva yang ada di paru akan menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, menembus rongga alveolus kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus.
Dari trakea larva ini menuju ke faring sehingga menimbulkan rangsangan pada faring, penderita akan batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan kedalam esofagus lalu menuju ke usus halus.
Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa, sejak telur matang dan tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan.[3,9]
f. Patologi
Gejala yang timbul pada penderita di sebabkan oleh cacing dewasa dan larva.
Gangguan yang di sebabkan oleh larva biasanya terjadi ketika larva tersebut berada di paru, apabila tubuh orang tersebut rentan maka akan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus yang akan menimbulkan gangguan pada paru yang di sertai dengan batuk, demam dan eosinofilia.
Sedangkan gangguan yang di sebabkan oleh cacing dewasa biasanya hanya gejala ringan, kadang-kadang penderita mengalami gangguan
usus ringan seperti mual-mual, nafsu makan berkurang, perut buncit, diare dan konstipasi.[3-11]
g. Dignosis
Diagnosis penyakit dapat di lakukan dengan pemeriksaan tinja secara langsung, dengan adanya telur dalam tinja dapat di pastikan diagnosis askariasis. Selain itu diagnosis juga dapat di lakukan apabila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung, maupun melalui tinja.[3,8,9]
h. Cara penularan
Cara penularan askariasis dapat terjadi melalui beberapa hal yaitu, masuknya telur yang infektif kedalam mulut bersama makanan dan minuman yang tercemar, atau telur tertelan melalui tangan yang kotor.
Hal ini juga bisa terjadi apabila telur berada didebu dan terhirup oleh nafas sehingga telur tersebut masuk kedalam rongga hidung dan menembus pembuluh darah serta memasuki aliran darah.[8]
i. Epidemiologi
Di indonesia prevalensi askariasis sangat tinggi, terutama pada anak- anak. Frekuensinya antara 60-90%, kurangnya pemakaian jamban keluarga menjadi penyebab utama timbulnya pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah. Penyebaran penyakit oleh askariasis semakin meluas karena di sebagian negara-negara tertentu masih menggunakan tinja sebagai pupuk. Misalnya saja di negara yang mempunyai kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara 250-300 dalam keadaan yang seperti ini telur akan dengan cepat menjadi bentuk yang infektif.[3]
j. Pengobatan
Pengobatan di lakukan dengan memberikan piperasin dosis tunggal untuk dewasa 3-4 gram, untuk anak 25 mg/kgBB. Obat ini di minum
agar cacing dapat di lumpuhkan sehingga cacing dapat keluar hidup- hidup bersama tinja.
Untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu:
1) Obat mudah diterima oleh masyarakat
2) Aturan pemakaian obat sederhana sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat.
3) Mempunyai efek samping yang minim.
4) Bersifat polivalen ( berhasiat terhadap beberapa jenis cacing) 5) Harganya murah.[3,9]
2. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) a. Batasan
Disebut cacing tambang karena pertama kali di temukan di daerah pertambangan, yang fasilitas sanitasinya kurang memadai. Hospes dari cacing tambang adalah manusia dan cacing tambang dapat menyebabkan Nekatoriasis dan Ankilostomiasis. Pada manusia terdapat 2 spesies:
1) Ancylostoma duodenale 2) Necator americanus.3
2.2 gambar cacing tambang
b. Geoografi
Tersebar di negara-negara tropis yang lembab dengan higiene sanitasi yang rendah seperti di Asia Tenggara. Cacing ini banyak di temukan khususnya di daerah pertambangan dan perkebunan.[3]
c. Morfologi
Cacing betina Ancylostoma duodenale mampu bertelur 10.000 butir setiap harinya, sedangkan pada Necator americanus mengeluarkan telur kira-kira 9000 butir setiap harinya.
Pada Ancylostoma duodenale cacing betinanya berukuran 10-30 mm dan cacing jantannya berukuran 8-11 mm, cacing ini menyerupai huruf C dan dan mulutnya mempunyai 2 pasang gigi.
Sedangkan pada Necator americanus cacing betinanya berukuran 9-11 mm dan cacing jantannya berukuran 5-9 mm, cacing ini menyerupai huruf S dan mulutnya mempunyai 2 pasang gigi.[8]
d. Telur
Telur cacing tambang keluar bersama-sama dengan feses, bentuknya bundar, oval dan besarnya sekitar 20-50 mikron.
Di dalam telur dapat terlihat seperti ada sel-sel berjajar.[11]
e. Siklus hidup
Cacing tambang dewasa hidupnya di usus kecil terutama jejenum, tetapi pada infeksi yang berat cacing ini dapat di temukan di lambung. Telur yang di hasilkan oleh betina akan keluar bersama tinja. Telur yang keluar bersama tinja akan menetas dalam waktu 1-1,5 hari, telur akan menjadi morula, gastrula dan akhirnya akan menjadi larva fase pertama, larva fase kedua (larva rhabditiform) dan larva fase ketiga. Larva ketiga inilah yang infeksius dan dinamakan juga dengan larva filariform.
Bila ada orang secara tidak sengaja kontak dengan larva filariform maka masuklah larva ini ketubuh manusia dengan cara menembus kulit dan kemudian akan menuju ke pembuluh darah, jantung, paru-paru, bronkus, trakea, laring dan tertelan menjadi cacing dewasa di usus halus kemudian bertelur.[3,8-11]
f. Patologi
Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis:
1) Stadium larva
Bila larva filariform menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang di sebut ground itch dan perubahan pada paru biasanya ringan.
2) Stadium dewasa
Gejala pada stadium ini tergantung pada spesies dan jumlah cacing serta keadaan gizi penderita (Fe dan protein).
Tiap cacing N.americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 – 0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale 0,08 – 0,34 cc. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer.[3]
g. Diagnosis
Diagnosa dapat di lakukan dengan memeriksa tinja yang masih segar, pada tinja yang lama mungkin akan di temukan larva.[3]
h. Cara penularan
Penularan cacing tambang melalui tinja orang sakit yang di keluarkan di sembarang tempat. Pada hari ke lima setelah berada di luar, maka telur tersebut akan berubah menjadi larva yang siap menembus kulit manusia, kemudian akan masuk dalam aliran darah seterusnya ke paru-paru bergerak menuju tenggorokan dan akan tertelan menuju usus dan menjadi cacing dewasa.
i. Epidemiologi
Prefalensi tinggi di temukan pada penduduk indonesia di daerah pedesaan, khususnya di perkebunan yang langsung berhubungan dengan
tanah. Kebiasaan buang tinja di sembarang tempat, tanah yang cocok untuk perkembang biakan larva ialah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimal untuk Necator americanus 28-320 c, sedang untuk Ancylostoma duodenale lebih rendah 23-250 C.[3]
j. Pengobatan
Obat anti cacing antara lain Piperasin, Mebendazol, Pyrantel bemoat.
Obat cacing lainnya tetrachlorathylena (TCE) diberikan 0,1 ml/kg berat badan. Obat ini harus diberikan dalam bentuk cairan pada perut yang belum terisi, dapat di ulang selama tiga hari. Apabila kadar haemoglobin penderita rendah sebaiknya dinaikan dahulu sampai 40% dengan transfusi atau dengan pemberian Fe Sulfat sebelum memakai obat cacing.[8]
3. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) a. Batasan
Di namakan cacing cambuk karena secara menyeluruh cacing ini bentuknya seperti cambuk.
Manusia merupakan satu-satunya hospes dari cacing ini, bila manusia terinfeksi cacing cambuk maka penyakitnya disebut trichuriasis.[8]
2.3 gambar cacing cambuk
b. Geografi
Cacing Cambuk banyak ditemukan dinegara-negara tropis dan subtropis.
Didaerah yang beriklim sedang mereka yang paling sering terinfeksi adalah yang tinggal di lembaga-lembaga seperti panti asuhan, lembaga permasyarakatn dan rumah sakit jiwa.
c. Morfologi
Cacing Cambuknberbentuk seperti cambuk yaitu 3/5 bagian atas mengecil, sedangkan 2/3 bagian bawah lebih besar. Cacing betina berukuran 35 – 50 mm dengan ekor yang lurus, sedangkan cacing jantan berukuran 30 – 45 mm dengan ekor melingkar. (Bernardus sandjaja).
Seekor cacing betina dapat mengasilkan 3000 – 10.000 butir telur setiap harinya.[3]
d. Telur
Telur cacing cambuk berbentuk oval mempunyai semacam tutup pada kedua ujungnya yang sering di sebut tong rongga.
Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian
dalamnya jernih.[3]
e. Siklus hidup
Telur yang dibuahi akan keluar bersama tinja, dilingkungan yang sesuai telur ini akan berubah menjadi infektif. Apabila telur yang infektif tertelan oleh manusia maka didalam usus telur akan menetas hingga menjadi cacing dewasa.[3]
f. Patologi
Pada infeksi berat, terutama pada anak cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi.
Infeksi ini ditandai dengan menunjukan gejala-gejala seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri, anemia, dan berat badan turun.[3]
g. Diagnosis
Ditemukannya telur cacing didalam tinja.
h. Cara penularan
Penularan dapat terjadi melalui beberapa jalan yaitu masuknya telur yang infektif kedalam mulut bersama makanan dan minuman yang tercemar, atau telur tertelan melalui tangan yang kotor misalnya pada anak-anak maupun telur yang terhirup bersama debu udara.[3]
i. Pengobatan
Pengobatan pada Cacing cambuk sama seperti pengobatan pada Ascariasis, untuk perseorangan dapat dipergunakan obat misalnya piperasin, pirantel pamoat, mebendazol atau albendazol.
E. Pencegahaan
Pencegahan infeksi cacing dapat dilakukan dengan:
1. Pendidikkan kesehatan seluruh anggota keluarga.
2. Menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat bebas dari tinja.
3. Membuat jamban yang sehat dan biasakan buang tinja pada jamban.
4. Mancuci tangan dengan deterjen / sabun sebelum makan.
5. Menggunting kuku tangan.
6. Hindari bermain di tanah.
7. Menggunakan alas kaki.
F. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Infestasi Cacing.
Higiene Sanitasi
Mengungkap tujuan kesehatan masyarakat untuk mencegah penyakit, memperpanjang harapan hidup dan meningkatkan kesehatan dan efisiensi masyarakat. Ada berbagai usaha yang dianggap penting agar dapat mencapai tujuan antara lain sanitasi lingkungan higiene perorangan yang merupakan ruang lingkup dari higiene sanitasi.[12]
Higiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan.[15]
a. Higiene
Higiene adalah ilmu tentang kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan dan memperbaiki kesehatan. Higiene perorangan bisa tercapai bila seseorang mengetahui pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan diri, karena pada dasarnya higiene adalah mengembangkan kebiasaan yang baik untuk kesehatan.[19]
Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pegaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah
timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatannya.[13]
1) Kebiasaan ibu dan anak mencuci tangan sebelum makan
Anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena biasanya jari-jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau makan nasi tanpa cuci tangan, namun orang dewasa juga tidak luput dari penyakit Cacingan. Maka hendaklah anak-anak dibiasakan mencuci tangan sebelum makan agar larva cacing tidak tertelan bersama makanan.
Cacing yang paling sering ditemui ialah cacing gelang, cacing tambang, cacing pita, dan cacing kremi.[14]
2) Kebiasaan memakai alas kaki
Kesehatan anak sangat penting Karena kesehatan semasa kecil menentukan kesehatan pada masa dewasa. Anak yang sehat akan menjadi manusia dewasa yang sehat. Membina kesehatan semasa anak berarti mempersiapkan terbentuknya generasi yang sehat akan memperkuat ketahanan bangsa. Pembinaan kesehatan anak dapat dilakukan oleh petugas kesehatan, ayah, ibu, saudara, anggota keluarga anak itu serta anak itu sendiri. Anak harus menjaga kesehatannya sendiri salah satunya membiasakan memakai alas/sandal.[18]
3) Frekuensi memotong kuku
Kebersihan perorangan penting untuk pencegahan. Kuku sebaiknya selalu dipotong pendek untuk menghindari penularan cacing dari tangan ke mulut.[3]
4) Kebiasaan bermain ditanah
Telur dan larva cacing banyak terdapat di tanah. Semakin sering kontak dengan tanah maka resiko terinfeksi cacing semakin besar.
b. Sanitasi
Departemen Pendidikan Nasional Sanitasi adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik dibidang kesehatan terutama kesehatan masyarakat.[19]
Sedangkan menurut Budioro.B. Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Jadi lebih baik mengutamakan usaha pencegahan terhadap berbagai faktor lingkungan sehingga dapat menghindari munculnya berbagai penyakit.[13]
1) Kepemilikan jamban
Bertambahnya penduduk yang tidak seimbang dengan area pemukiman timbul masalah yang disebabkan pembuangan kotoran manusia yang meningkat.
Penyebaran penyakit yang bersumber pada kotoran manusia (feaces) dapat melalui berbagai macam jalan atau cara. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut.[16]
Tinja
Tangan
Makanan, minuman,
sayur- sayuran
Tanah
Host
Lalat
Sakit
Air Mati
Sumber: Soekidjo Notoatmodjo, 2000
Bagan: Peranan Tinja dalam penyebaran penyakit.
Dari skema tersebut nampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar. Benda-benda yang telah terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita suatu penyakit tertentu merupakan penyebab penyakit bagi orang lain.
Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan lewat tinja. Penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing tambang, cacing pita), schistosomiasis, dan sebagainya.[16]
2) Lantai rumah
Rumah sehat secara sederhana yaitu bangunan rumah harus cukup kuat, lantainya mudah dibersihkan. Lantai rumah dapat terbuat dari : Ubin, plesteran, dan tanah yang didapatkan.[18]
Sedangakan menurut Soekidjo Notoatmodjo syarat-syarat rumah yang sehat jenis lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim penghujan. Lantai rumah dapt terbuat dari: ubin atau semen, kayu, dan tanah yang disiram kemudian dipadatkan. [16]
3) Ketersediaan air bersih
air sehat adalah air bersih yang dapat digunakan untuk kegiatan manusia dan harus terhindar dari kuman-kuman penyakit dan bebas dari bahan-bahan kimia yang dapat mencemari air bersih tersebut, sehingga orang yang memanfaatkan air bersih tidak menjadi sakit.[18]
Akibat air yang tidak sehat dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti:
a) Penyakit perut (kolera, diare, disentri, keracunan, dan penyakit perut lainnya).
b) Penyakit cacingan (cacing pita, cacing gelang, cacing kremi, demam keong, kaki gajah).
Air yang bersih dapat dilihat dari ciri fisiknya yaitu: air titak boleh berwarna harus jernih atau bening sampai kelihatan dasar tempat air itu dan tidak boleh keruh harus bebas dari pasir, debu, lumpur, sampah, busa, dan kotoran lainnya. Air juga tidak boleh berbau harus bebas dari bahan kimia industri maupun bahan kimia rumah tangga seperti bau busuk, dan bau belerang.
Faktor-faktor risiko (Risk faktor) yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit cacingan yang penyebarannya melalui tanah antara lain:
1. Lingkungan
Penyakit cacingan biasanya terjadi dilingkungan yang kumuh terutama didaerah kota atau daerah pinggiran. Jumlah prevalensi Ascaris lumbricoides banyak ditemukan di daerah perkotaan, dan jumlah prevalensi tertinggi ditemukan didaerah pinggiran atau pedesaan yang masyarakatnya sebagian besar masih hidup dalam kekurangan.[25]
2. Tanah
Penyebaran penyakit cacingan dapat melalui terkontaminasinya tanah dengan tinja yang mengandung telur Trichuris trichiura, telur tumbuh dalam tanah liat yang lembab dan tanah dengan sushu optimal ± 30-C. Tanah liat dengan kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara 250C-300C sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides sampai menjadi bentuk infektif.[3] Sedangakan untuk pertumbuhan larva Necator americanus yaitu memerlukan suhu optimum 280C-320C dan tanah gembur seperti pasir atau humus, dan untuk Ancylostoma duodenale lebih rendah yaitu 230C-250C tetapi umumnya lebih kuat.[3]
3. Iklim
Penyebaran Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura yaitu didaerah tropis karena tingkat kelembabannya cukup tinggi. Sedangkan untuk Necator americanus dan Ancylostoma duodenale penyebarannya paling banyak didaerah panas dan lembab. Lingkungan yang paling cocok sebagai habitat dengan suhu dan kelembaban yang tinggi terutama didaerah perkebunan dan pertambangan).[17]
4. Perilaku
Perilaku mempengaruhi terjadinya infeksi cacingan yaitu ditularkan lewat tanah. Anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena biasanya jari-jari tangan mereka dimasukkan kedalam mulut, atau makan nasi tanpa cuci tangan.[14]
5. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi mempengaruhi terjadinya cacingan yaitu faktor sanitasi yang buruk berhubungan dengan sosial ekonomi yang rendah.[25]
6. Status Gizi
Cacingan dapat mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara keseluruhan infeksi cacingan dapat menimbulkan kekurangan zat gizi berupa kalori dan dapat menyebabkan kekurangan protein serta kehilangan dan produktifitas kerja, juga berpengaruh besar dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya.[23]
G. Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan, maka dapat disusun kerangka teori sebagai berikut :
Faktor Geografis 1. Lingkungan 2. Tanah 3. Iklim 4. kelembaban
Telur/ larva cacing di tanah lembab
Telur cacing infektif di tanah yang sesuai
Infestasi Cacing
Perilaku Hidup Sehat 1. Kebiasaan mencuci tangan 2. Kebiasaan memakai alas kaki 3. Frekuensi memotong kuku 4. Kebiasaan Bermain Di Tanah 5. Kepemilikan jamban 6. Lantai Rumah
7. Ketersediaan Air Bersih
1. Sosial Ekonomi 2. Pengetahuan
Sumber: modifikasi TH. Rampengan, Laurentz, 1997
H. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan.[21]
Variabel Bebas Higiene
1. Mencuci Tangan 2. Memakai alas kaki 3. Memotong Kuku 4. kebiasaan bermain
ditanah
5. Kepemilikan jamban
Sanitasi
6. Lantai Rumah 7. Ketersediaan Air
bersih
Variabel Terikat Infestasi Cacing
Variabel Pengganggu Kebiasaan Minum Obat
Cacing
I. Hipotesis
a. Ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dengan infestasi cacing.
b. Ada hubungan antara kebiasaan memakai alas kaki dengan infestasi cacing c. Ada hubungan antara frekuensi memotong kuku dengan infestasi cacing.
d. Ada hubungan antara bermain ditanah dengan infestasi cacing.
e. Ada hubungan antara kepemilikan jamban dengan infestasi cacing.
f. Ada hubungan antara lantai rumah dengan infestasi cacing
g. Ada hubungan antara ketersediaan air bersih dengan infestasi cacing