• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN EVALUASI PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KB DAN KS TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DAN EVALUASI PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KB DAN KS TAHUN 2013"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAN EVALUASI PELAKSANAAN

STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KB DAN KS

TAHUN 2013

BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL

DIREKTORAT PELAPORAN DAN STATISTIK

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, laporan Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera (SPM Bidang KB dan KS) Tahun 2013 dapat diselesaikan tepat waktu. SPM merupakan ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Berdasarkan Permendagri No 79 tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian SPM wajib dilakukan setahun sekali oleh SKPD kabupaten/kota. Ada 9 indikator SPM Bidang KB dan KS yang telah ditetapkan dengan batas waktu pencapaian 2010-2014. Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi. Batas waktu pencapaian adalah batas waktu untuk mencapai target jenis pelayanan sesuai indikator dan nilai yang telah ditetapkan.

Laporan Analisis dan Evaluasi SPM Bidang KB dan KS di kabupaten/kota merupakan tindak lanjut pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan Program KB dan KS di tingkat kabupaten/kota. Laporan ini juga untuk memperoleh gambaran informasi tentang kelangsungan pengelolaan Program KB dan KS secara tepat dan akurat. Dengan adanya laporan ini diharapkan perkembangan pelayanan bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera di kabupaten/kota dapat terus diikuti. Melalui laporan ini diharapkan juga mampu mengurangi kesenjangan pelayanan dan menjaga kesinambungan pelaksanaan Program KB dan KS secara nasional.

Akhirnya pada kesempatan ini tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan secara aktif memberikan masukan serta ikut membantu dalam penyelesaian Laporan Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan Standar Minimal Bidang KB dan KS ini.

Jakarta, Mei 2014

Direktur Pelaporan dan Statistik,

Drs. Bambang Marsudi, MM

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II HASIL PELAKSANAAN ... 3

BAB III PENYAJIAN, PEMANTAUAN, DAN PELAPORAN... 19

BAB IV PENUTUP ... 21

LAMPIRAN

(4)

BAB I PENDAHULUAN

Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan kewajiban Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dasar hukum penetapan dan penerapan SPM adalah UU no 32 Tahun 2004 (Pasal 11 ayat 4) yang intinya penyelenggaraan urusan pemerintah yang bersifat wajib berpedoman pada “Standar Pelayanan Minimal”. Hal ini dikarenakan masyarakat mempunyai hak dasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota.

Kegiatan analisis dan evaluasi terhadap pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera (SPM Bidang KB dan KS) di kabupaten/kota merupakan pemantauan dan penilaian terhadap kegiatan Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota. SPM Bidang KB dan KS merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk mendorong pemerintah daerah melakukan pelayanan minimal di Bidang KB dan KS yang tepat sekaligus juga sebagai kontrol terhadap kinerja pemerintah. Jenis pelayanan minimal atau dasar di Bidang KB dan KS adalah Komunikasi, Informasi dan Edukasi KB dan KS (KIE KB dan KS); penyediaan Alat dan Obat Kontrasepsi; serta penyediaan Informasi Data Mikro. Analisis dan evaluasi SPM Bidang KB dan KS dilaksanakan sekali setahun. Hasilnya dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pengembangan kapasitas pemerintah daerah terhadap pencapaian pelaksanaan program di Bidang KB dan KS.

Pencapaian target SPM Bidang KB dan KS dilaksanakan sesuai petunjuk teknis yang telah ditetapkan berdasarkan hasil pencapaian masing-masing indikator. Indikator-indikator yang ada pada SPM Bidang KB dan KS adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi. Berikut adalah indikator kinerja dan target SPM Bidang KB dan KS yang harus dicapai sampai akhir tahun 2014.

1. Pelayanan Komunikasi Informasi dan Edukasi Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera (KIE KB dan KS) :

a. Cakupan Pasangan Usia Subur (PUS) yang isterinya dibawah usia 20 tahun sebesar 3,5%

b. Cakupan sasaran PUS menjadi Peserta KB Aktif sebesar 65%

c. Cakupan PUS yang ingin berKB tidak terpenuhi (unmet need) sebesar 5,0%

d. Cakupan anggota Bina Keluarga Balita (BKB) yang berKB sebesar 70%

e. Cakupan PUS peserta KB anggota Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) yang berKB sebesar 87%

f. Ratio Penyuluh KB/Petugas Lapangan KB 1 PKB/PLKB untuk setiap 2 desa/kelurahan

(5)

g. Ratio petugas Pembantu Pembina KB Desa (PPKBD) setiap desa/keluarahan 1 PPKBD 2. Penyediaan Alat dan Obat Kontrasepsi :

- Cakupan penyediaan alat dan obat kontrasepsi oleh pemerintah kabupaten/kota untuk memenuhi permintaan masyarakat sebesar 30% pertahun

3. Penyediaan Informasi Data Mikro :

- Cakupan penyediaan Informasi Data Mikro Keluarga di setiap desa sebesar 100%

(6)

BAB II

HASIL PELAKSANAAN

Pada pedoman SPM Bidang KB dan KS telah ditetapkan tiga kewenangan wajib, jenis pelayanan dasar, indikator kinerja, serta kondisi ideal yang diinginkan dari pelaksanaan program Bidang KB dan KS di kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Laporan ini memuat Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan SPM dalam hal penyelenggaraan SPM Bidang KB dan KS kabupaten/kota se Indonesia. Dari 33 provinsi, hanya 13 provinsi yang mempunyai data lengkap untuk semua indikator, sedangkan 20 provinsi lainnya tidak tersedia data indikator ketersediaan alat kontrasepsi untuk memenuhi permintaan masyarakat yang disediakan oleh dana APBD II.

Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan SPM Bidang KB dan KS yang dilakukan meliputi analisis dan evaluasi tingkat nasional untuk 33 provinsi dan tingkat provinsi untuk 49 kabupaten/kota dimana 49 kabupaten/kota tersebut berada pada 6 provinsi. Dari 13 provinsi yang mempunyai data lengkap, analisis dan evaluasi hanya dilakukan terhadap 6 provinsi (DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Banten, Sumatera Selatan, Bangka Belitung dan Kepulauan Riau) karena provinsi-provinsi tersebut menyediakan alat kontrasepsi yang bersumber dari dana APBD II. Sedangkan untuk 7 provinsi (Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Jambi, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Maluku Utara) tidak dilakukan analisis dan evaluasi untuk kabupaten/kota karena provinsi-provinsi tersebut tidak menyediakan alat kontrasepsi yang bersumber dari dana APBD II.

A. Indikator Kinerja

Indikator Kinerja dalam SPM Bidang KB dan KS yang berkaitan dengan kewenangan wajib dan standar pelayanan minimal yang harus diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten dan kota dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) program pokok, sebagai berikut :

1. Penyelenggaraan KIE Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera a. Persentase Pasangan Usia Subur yang isterinya berusia <20 tahun b. Persentase PUS yang menjadi Peserta KB Aktif

c. Persentase PUS yang tidak berKB (unmetneed)

d. Persentase PUS Anggota Bina Keluarga Balita yang ikut KB

e. Persentase PUS Anggota Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera yang ikut KB.

f. Rasio Petugas Lapangan KB/Penyuluh KB di Desa/Kelurahan

g. Rasio Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa di Desa/Kelurahan

(7)

2. Penyediaan Alat dan Obat Kontrasepsi (alokon)

Cakupan penyediaan alat kontrasepsi untuk memenuhi permintaan masyarakat 3. Penyediaan Informasi Data Mikro

Cakupan penyediaan informasi data mikro keluarga di setiap desa/kelurahan B. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan pada analisis dan evaluasi SPM Bidang KB dan KS pada saat ini adalah:

1. Penyelenggaraan KIE Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera

a. Persentase Pasangan Usia Subur (PUS) yang Isterinya Berusia <20 tahun Pembilang : Jumlah PUS yang istrinya berusia di bawah 20 tahun

pada tahun 2013 Sumber Data : Pendataan Keluarga

Penyebut : Jumlah seluruh PUS (yang istrinya berusia 15-49 tahun) pada tahun 2013

Sumber Data : Pendataan Keluarga

b. Persentase PUS Yang Menjadi Peserta KB Aktif (PA) Pembilang : Jumlah PA pada tahun 2013 Sumber Data : Pendataan Keluarga

Penyebut : Jumlah PUS pada tahun 2013 Sumber Data : Pendataan Keluarga

c. Persentase PUS Yang Tidak berKB (Unmetneed)

Pembilang : Jumlah PUS yang tidak berKB walaupun tidak ingin anak lagi dan ingin anak tapi ditunda pada tahun 2013 Sumber Data : Pendataan Keluarga

Penyebut : Jumlah PUS pada tahun 2013 Sumber Data : Pendataan Keluarga

d. Persentase PUS Anggota Bina Keluarga Balita (BKB)Yang Ikut KB

Pembilang : Jumlah PUS anggota BKB yang ikut KB pada tahun 2013 Sumber Data : F/I/Dallap

Penyebut : Jumlah PUS anggota BKB pada tahun 2013

Sumber Data : F/I/Dallap

(8)

e. Persentase PUS Anggota Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera

(UPPKS) Yang Ikut KB

Pembilang : Jumlah PUS anggota UPPKS yang ikut KB pada tahun 2013 Sumber Data : F/I/Dallap

Penyebut : Jumlah PUS anggota UPPKS pada tahun 2013 Sumber Data : F/I/Dallap

f. Rasio Petugas Lapangan KB/Penyuluh KB (PLK/PKB) di Desa/Kelurahan Pembilang : Jumlah Desa/Kelurahan pada tahun 2013

Sumber Data : Pendataan Keluarga

Penyebut : Jumlah PLKB/PKB pada tahun 2013 Sumber Data : F/I/Dallap

g. Rasio Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) di

Desa/Kelurahan

Pembilang : Jumlah Desa/Kelurahan pada tahun 2013 Sumber Data : Pendataan Keluarga

Penyebut : Jumlah PPKBD pada tahun 2013 Sumber Data : F/I/Dallap

2. Penyediaan Alat dan Obat Kontrasepsi

Cakupan Penyediaan Alat Kontrasepsi Untuk Memenuhi Permintaan Masyarakat

Pembilang : Jumlah penyediaan alokon yang disediakan APBD II pada tahun 2013

Sumber Data : APBD II

Penyebut : PPM PB dan PA Kabupaten/Kota pada tahun 2013 Sumber Data : Rakernas/Rakerda

3. Penyediaan Informasi Data Mikro

Cakupan informasi data mikro keluarga di setiap desa/kelurahan.

Pembilang : Jumlah rekapitulasi data mikro keluarga di desa/kelurahan pada tahun 2013

Sumber Data : Pendataan Keluarga

Penyebut : Jumlah Desa/Kelurahan pada tahun 2013 Sumber Data : Pendataan Keluarga

C. Penghitungan Pencapaian Indikator Kinerja

Dari variabel-variabel yang ada dalam suatu indikator kinerja SPM Bidang KB dan

KS, dapat dilakukan penghitungan untuk mengukur pencapaian indikator kinerja.

(9)

Variabel-variabel tersebut menjadi pembilang dan penyebut dari suatu nilai indikator kinerja SPM Bidang KB dan KS, sehingga akan dapat dilakukan penghitungan pencapaian indikator kinerjanya. Asumsi penilaian bisa Semakin Tinggi Semakin Baik dan bisa juga

Semakin Rendah Semakin Baik. Hasil pengukuran pada setiap indikator akan dinilai

berdasarkan kategori sebagai berikut:

1. “SemakinTinggi Semakin Baik” untuk indikator :

PUS yang menjadi peserta Aktif

Keluarga anggota BKB yang ikut KB

PUS anggota UPPKS yang ikut KB

Cakupan penyediaan alat kontrasepsi untuk memenuhi permintaan masyarakat

Cakupan informasi data mikro keluarga di setiap desa/kelurahan 2. “Semakin Rendah Semakin Baik” untuk indikator :

PUS yang isterinya berusia kurang dari 20 tahun

PUS yang tidak ber-KB (unmet need)

Rasio PLKB/PKB di Desa/Kelarahan

Rasio PPKBD di Desa/Kelurahan.

Untuk memudahkan penghitungan dibuat format rumusan dengan bantuan Lembar Kerja (LK). Pada analisis dan evaluasi SPM Bidang KB dan KS saat ini diperlukan LK I, LK II, dan LK III dengan rincian sebagai berikut:

 LK I: memuat data dasar sesuai dengan variabel dari masing-masing Indikator

 LK II: memuat hasil pengukuran variabel dari hasil input data pada LK I

 LK III: memuat nilai variabel dari hasil rumusan format dari LK II

Pada LK I terdapat 14 data dasar yang harus diisi. Ketersediaan 14 data dasar tersebut mutlak diperlukan agar dapat mengukur perkembangan pencapaian 9 indikator SPM Bidang KB dan KS. Ketidaktersediaan data akan mempengaruhi hasil pengukuran pada LK II dan akhirnya akan mengurangi nilai pada penilaian akhir (total nilai) yang termuat pada LK III.

Pada LK II memuat hasil pengukuran pencapaian indikator kinerja, dengan

mengetahui seberapa besar persentase PUS yang isterinya berusia <20 tahun,

persentase PUS yang menjadi Peserta Aktif, persentase PUS yang tidak ber-KB (unmet

need), persentase keluarga anggota BKB yang ikut KB, persentase PUS anggota UPPKS

yang ber-KB, ratio PLKB/PKB terhadap jumlah desa/kelurahan, ratio PPKBD terhadap

jumlah desa/kelurahan. Disamping itu juga untuk mengetahui seberapa besar cakupan

penyediaan alat kontrasepsi untuk memenuhi permintaan masyarakat dan cakupan

informasi data mikro keluarga di setiap desa/kelurahan.

(10)

Sedangkan pada LK III merupakan hasil penilaian analisis dan evaluasi dengan cara membandingkan antara hasil pencapaian dengan kondisi ideal yang diinginkan. Nilai yang diperoleh merupakan skor masing-masing indikator dan total nilai adalah penjumlahan dari keseluruhan nilai indikator.

D. Penilaian Indikator Kinerja

Dalam rangka mengetahui seberapa jauh pencapaian indikator kinerja SPM Bidang KB dan KS telah ditetapkan pula “Kondisi Ideal yang diinginkan” dari indikator kinerja tersebut sebagai dasar untuk mencapai kondisi yang diharapkan dalam pelaksanaan Program KB dan KS di Kabupaten dan Kota. Pelaksanaan penilaian indikator kinerja disini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan pencapaian indikator kinerja dengan kondisi yang diinginkan, dengan cara membandingkan antara “hasil penghitungan indikator kinerja” dengan “kondisi ideal yang diinginkan”. Sedangkan total nilai dan rangking per kabupaten/kota di 6 provinsi serta nasional dapat dilihat pada Lampiran A/II/1. Adapun hasil penghitungan nasional dan 6 provinsi (DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Banten, Sumatera Selatan, Bangka Belitung dan Kepulauan Riau) seperti berikut:

1. Persentase PUS yang isterinya berusia <20 tahun

Target yang harus dicapai untuk persentase PUS yang isterinya berusia <20 tahun atau kondisi idealnya adalah 3,5% atau semakin rendah semakin baik.

Semakin kecil proporsi perempuan yang menikah dibawah usia 20 tahun semakin baik, karena dapat memberikan kontribusi pada penurunan angka kelahiran. Selain itu juga dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu dan menurunkan potensi angka kematian maternal.

a. Tingkat Provinsi

Pada Lampiran A/II/1 untuk tingkat provinsi dapat dilihat besaran persentase PUS yang isterinya berusia kurang dari 20 tahun di masing-masing kabupaten/kota untuk 6 provinsi seperti terlampir. Dari keseluruhan kabupaten/

kota di 6 provinsi yang dilakukan penilaian SPMnya, persentase PUS yang

isterinya kurang dari 20 tahun untuk DKI Jakarta terendah di Jakarta Selatan yaitu

0,2% dan tertinggi di Kepulauan Seribu yaitu 9,8%; DI Yogyakarta terendah di

Sleman yaitu 0,7% dan tertinggi di Gunung Kidul yaitu 2,3%; Banten terendah di

Kota Tenggerang yaitu 1,5% dan tertinggi di Lebak yaitu 10,5%; Sumatera Selatan

terendah di Kota Pagar Alam yaitu 1,2% dan tertinggi di Empat Lawang yaitu

9,9%; Bangka Belitung terendah di Kota Pangkal Pinang yaitu 0,9% dan tertinggi

(11)

di Bangka yaitu 7,7%; Kepulauan Riau terendah di Lingga yaitu 0,8% dan tertinggi di Kepulauan Anambas yaitu 26,8%.

Dari Lampiran A/II/1 untuk tingkat nasional memperlihatkan kondisi hasil rekap di 33 provinsi, dapat dikatakan provinsi DKI Jakarta yang terendah persentase PUS yang isterinya kurang dari 20 tahun yaitu 1,1% dengan nilai 328,6. Sedangkan yang tertinggi persentase PUS yang isterinya kurang dari 20 tahun adalah provinsi Papua Barat sebesar 14,9% dengan nilai 23,5. Hasil penghitungan di masing-masing kabupaten/kota sangat bervariasi dengan disparitas antar kabupaten/kota dan disparitas antar provinsi yang relatif tidak besar namun bila dilihat dari hasil penghitungan nilainya, disparitas antar provinsi cukup besar. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

b. Tingkat Nasional

Secara nasional, persentase pasangan usia subur yang istrinya berusia kurang dari 20 tahun sebesar 4,0%. Karena hasil penghitungan lebih tinggi dari kondisi ideal sama artinya bahwa persentase PUS yang isterinya berusia <20 tahun melebihi 3,5%, maka nilai dari hasil penghitungannya kurang dari 100,0 yaitu 88,1. Dengan kata lain target nasional pada tahun 2013 untuk indikator pasangan usia subur yang isterinya berusia kurang dari 20 tahun tidak tercapai.

Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

2. Persentase PUS yang menjadi Peserta KB Aktif

Pada variabel ini, makin besar hasil penghitungan menunjukkan kondisi yang lebih baik dari kondisi ideal sebesar 65,0%. Hal ini dilakukan dengan mengajak PUS untuk menjadi peserta KB baru (PB yakni PUS yang baru pertama kali menggunakan salah satu alat, obat dan cara kontrasepsi, atau yang menjadi peserta KB setelah melahirkan atau keguguran) dan membina peserta KB aktif.

a. Tingkat Provinsi

Pada Lampiran A/II/1 untuk tingkat provinsi dapat dilihat besaran

persentase PUS yang menjadi Peserta KB Aktif di masing-masing kabupaten/kota

untuk 6 provinsi seperti terlampir. Dari keseluruhan kabupaten/kota di 6 provinsi

yang dilakukan penilaian SPMnya, persentase PUS yang menjadi Peserta KB Aktif

untuk DKI Jakarta terendah di Jakarta Utara yaitu 75,0% dan tertinggi di

Kepulauan Seribu yaitu 78,0%; DI Yogyakarta terendah di Kota Yogyakarta yaitu

65,3% dan tertinggi di Gunung Kidul yaitu 77,0%; Banten terendah di Lebak yaitu

(12)

64,2% dan tertinggi di Kota Cilegon yaitu 74,9%; Sumatera Selatan terendah di Ogan Ilir yaitu 63,3% dan tertinggi di Kota Pagar Alam yaitu 82,2%; Bangka Belitung terendah di Kota Pangkal Pinang yaitu 71,1% dan tertinggi di Belitung Timur yaitu 82,3%; Kepulauan Riau terendah di Kota Tanjung Pinang yaitu 62,5%

dan tertinggi di Natuna yaitu 81,8%.

Dari Lampiran A/II/1 untuk tingkat nasional memperlihatkan kondisi hasil rekap di 33 provinsi dapat dikatakan provinsi Papua yang terendah persentase PUS yang menjadi Peserta KB Aktif yaitu 39,6% dengan nilai 60,9. Sedangkan yang tertinggi persentase PUS yang menjadi Peserta KB Aktif adalah provinsi Bali sebesar 84,8% dengan nilai 130,4. Hasil penghitungan di masing-masing kabupaten/kota sangat bervariasi dengan disparitas antar kabupaten/kota dan disparitas antar provinsi yang relatif tidak besar namun bila dilihat dari hasil penghitungan nilainya, disparitas antar provinsi cukup besar. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

b. Tingkat Nasional

Secara nasional, persentase PUS yang menjadi Peserta KB Aktif sebesar 71,6%. Karena hasil penghitungan lebih tinggi dari kondisi ideal sama artinya bahwa persentase PUS yang menjadi Peserta KB Aktif melebihi 65,0%, maka nilai dari hasil penghitungannya lebih dari 100,0 yaitu 110,1. Dengan kata lain target nasional pada tahun 2013 untuk indikator persentase PUS yang menjadi Peserta KB Aktif telah tercapai. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

3. Persentase PUS yang tidak ber-KB (Unmet Need)

Unmet need adalah PUS yang tidak ingin anak lagi dan PUS yang ingin mempunyai anak ditunda tetapi tidak memakai alat/obat kontrasepsi dengan kondisi ideal 5,0%. Cakupan ini untuk mengukur akses dan kualitas pelayanan KB yang tidak terpenuhi di suatu daerah. Diharapkan persentase pada indikator ini semakin rendah karena persentase yang semakin rendah akan semakin baik.

a. Tingkat Provinsi

Pada Lampiran A/II/1 untuk tingkat provinsi dapat dilihat besaran persentase PUS yang tidak ber-KB (Unmet Need) di masing-masing kabupaten/

kota untuk 6 provinsi seperti terlampir. Dari keseluruhan kabupaten/kota di 6

provinsi yang dilakukan penilaian SPMnya, persentase PUS yang tidak ber-KB

(Unmet Need) untuk DKI Jakarta terendah di Kepulauan Seribu yaitu 9,7% dan

(13)

tertinggi di Jakarta Utara yaitu 16,8%; DI Yogyakarta terendah di Gunung Kidul yaitu 10,5% dan tertinggi di Kota Yogyakarta yaitu 16,3%; Banten terendah di Kota Cilegon yaitu 13,2% dan tertinggi di Lebak yaitu 23,9%; Sumatera Selatan terendah di Kota Pagar Alam yaitu 6,2% dan tertinggi di Ogan Ilir yaitu 24,3%;

Bangka Belitung terendah di Belitung Timur yaitu 7,1% dan tertinggi di Kota Pangkal Pinang yaitu 17,2%; Kepulauan Riau terendah di Kepulauan Anambas yaitu 8,3% dan tertinggi di Kota Tanjung Pinang yaitu 24,0%.

Dari Lampiran A/II/1 untuk tingkat nasional memperlihatkan kondisi hasil rekap di 33 provinsi dapat dikatakan provinsi Papua yang tertinggi persentase PUS yang tidak ber-KB (Unmet Need) yaitu 38,3% dengan nilai 13,0. Sedangkan 3 provinsi yang terendah persentase PUS yang tidak ber-KB (Unmet Need) adalah provinsi Bali sebesar 4,2% dengan nilai 118,2; Sulawesi Utara sebesar 10,1%

dengan nilai 49,3; dan Bangka Belitung sebesar 10,7% dengan nilai 46,8. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

b. Tingkat Nasional

Secara nasional, persentase PUS yang tidak ber-KB (Unmet Need) sebesar 15,2%. Karena hasil penghitungan lebih tinggi dari kondisi ideal sama artinya bahwa persentase PUS yang tidak ber-KB (Unmet Need) melebihi 5,0%, maka nilai dari hasil penghitungannya kurang dari 100,0 yaitu hanya 33,0. Dengan kata lain target nasional pada tahun 2013 untuk indikator persentase PUS yang tidak berKB (Unmet Need) tidak tercapai, bahkan masih jauh dari target. Diperlukan upaya yang lebih serius dan kerja keras untuk menurunkan persentase Unmet

Need nasional agar tercapai kondisi ideal 5%. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran

A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

4. Persentase Keluarga anggota BKB yang ikut KB

Kelompok BKB pada hakekatnya merupakan wadah pembinaan kelangsungan berKB bagi para keluarga balita anggota BKB, khususnya yang masih PUS, baik untuk mengatur jarak kelahiran maupun untuk membatasi jumlah anak yang sudah dimilikinya. Penilaian indikator ini dengan pencapaian semakin tinggi dari kondisi ideal (70,0%) maka semakin baik.

a. Tingkat Provinsi

Pada Lampiran A/II/1 untuk tingkat provinsi dapat dilihat besaran

persentase keluarga anggota BKB yang ikut KB di masing-masing kabupaten/kota

untuk 6 provinsi seperti terlampir. Dari keseluruhan kabupaten/kota di 6 provinsi

(14)

yang dilakukan penilaian SPMnya, persentase keluarga anggota BKB yang ikut KB untuk DKI Jakarta terendah di Jakarta Pusat yaitu 64,0% dan tertinggi di Kepulauan Seribu yaitu 96,8%; DI Yogyakarta terendah di Kulon Progo yaitu 81,2% dan tertinggi di Bantul yaitu 90,6%; Banten terendah di Kota Serang yaitu 68,9% dan tertinggi di Kota Tanggerang Selatan yaitu 97,6%; Sumatera Selatan terendah di Kota Lubuk Linggau yaitu 59,7% dan tertinggi di Ogan Komering Ulu Selatan yaitu 91,1%; Bangka Belitung terendah di Bangka Tengah yaitu 67,6% dan tertinggi di Bangka yaitu 100,0%; Kepulauan Riau terendah di Kepulauan Anambas yaitu 31,8% dan tertinggi di Kota Batam yaitu 97,6%.

Dari Lampiran A/II/1 untuk tingkat nasional memperlihatkan kondisi hasil rekap di 33 provinsi, terdapat 1 provinsi yang tidak mengirimkan kondisi pencapaiannya yaitu Papua Barat. Pencapaian tertinggi untuk 3 provinsi yaitu Gorontalo sebesar 89,8% dengan nilai 128,3; Bali sebesar 87,3% dengan nilai 124,7; dan Sulawesi Barat sebesar 86,3% dengan nilai 123,3. Sedangkan 3 provinsi yang terendah persentase keluarga anggota BKB yang ikut KB adalah Papua sebesar 48,3% dengan nilai 69,0; Sumatera Utara sebesar 71,0% dengan nilai 101,5; dan Maluku sebesar 72,3% dengan nilai 103,3. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

b. Tingkat Nasional

Secara nasional, persentase keluarga anggota BKB yang ikut KB sebesar 79,6%. Karena hasil penghitungan lebih tinggi dari kondisi ideal sama artinya bahwa persentase keluarga anggota BKB yang ikut KB melebihi 70,0%, maka nilai dari hasil penghitungannya lebih dari 100,0 yaitu 113,7. Dengan kata lain target nasional pada tahun 2013 untuk indikator persentase keluarga anggota BKB yang ikut KB telah tercapai. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

5. Persentase PUS anggota UPPKS yang ikut KB

Indikator ini menggunakan penilaian dengan cara semakin tinggi pencapaian dari kondisi ideal (87%) maka semakin baik. Sehingga diharapkan laporan yang disampaikan sesuai dengan pelaksanaan dilapangan.

a. Tingkat Provinsi

Pada Lampiran A/II/1 untuk tingkat provinsi dapat dilihat besaran

persentase PUS anggota UPPKS yang ikut KB di masing-masing kabupaten/kota

untuk 6 provinsi seperti terlampir. Dari keseluruhan kabupaten/kota di 6 provinsi

(15)

yang dilakukan penilaian SPMnya, persentase PUS anggota UPPKS yang ikut KB untuk DKI Jakarta terendah di Jakarta Utara yaitu 72,3% dan tertinggi di Jakarta Barat yaitu 88,1%; DI Yogyakarta terendah di Kulon Progo dan Kota Yogyakarta yaitu 85,9% dan tertinggi di Gunung Kidul yaitu 92,3%; Banten terendah di Lebak yaitu 57,6% dan tertinggi di Kota Tanggerang Selatan yaitu 96,2%; Sumatera Selatan terendah di Ogan Komering Ulu yaitu 61,8% dan tertinggi di Penukal Abab Lematang Ilir yaitu 95,2%; Bangka Belitung terendah di Belitung Timur yaitu 64,5% dan tertinggi di Bangka yaitu 89,0%; Kepulauan Riau terendah di Bintan yaitu 53,5% dan tertinggi di Natuna yaitu 100,0%.

Dari Lampiran A/II/1 untuk tingkat nasional memperlihatkan kondisi hasil rekap di 33 provinsi, terdapat 1 provinsi yang tidak mengirimkan kondisi pencapaiannya yaitu Papua Barat. Pencapaian tertinggi untuk 3 provinsi yaitu Gorontalo sebesar 98,1% dengan nilai 112,8; Aceh sebesar 90,4% dengan nilai 103,9; dan Kalimantan Timur sebesar 89,2% dengan nilai 102,5. Sedangkan 3 provinsi yang terendah persentase PUS anggota UPPKS yang ikut KB adalah Riau sebesar 70,1% dengan nilai 80,5; Sulawesi Tenggara sebesar 74,2% dengan nilai 85,3; dan Papua sebesar 75,5% dengan nilai 86,8. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

b. Tingkat Nasional

Secara nasional, persentase PUS anggota UPPKS yang ikut KB sebesar 83,4%. Karena hasil penghitungan lebih rendah dari kondisi ideal sama artinya bahwa persentase PUS anggota UPPKS yang ikut KB kurang dari 87,0%, maka nilai dari hasil penghitungannya kurang dari 100,0 yaitu 95,9. Dengan kata lain target nasional pada tahun 2013 untuk indikator persentase PUS anggota UPPKS yang ikut KB tidak tercapai. Diharapkan kepada provinsi yang pencapaiannya masih jauh di bawah kondisi ideal agar lebih aktif lagi mengajak pasangan usia subur yang menjadi anggota UPPKS untuk ber-KB. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

6. Ratio PLKB/PKB di Desa/Kelurahan

PLKB dan PKB merupakan ujung tombak penyuluhan KB yang berhubungan

langsung dengan masyarakat dan atau sebagai penggerak masyarakat di

desa/kelurahan binaannya agar mendapatkan akses dan kualitas pelayanan KB dan

KS yang memadai. Target SPM yang ditetapkan dengan kondisi ideal yaitu 2, atau

setiap 2 desa/kelurahan dibina oleh 1 orang PLKB/PKB. Diharapkan ratio pada

indikator ini semakin kecil karena ratio yang semakin kecil akan semakin baik.

(16)

a. Tingkat Provinsi

Pada Lampiran A/II/1 untuk tingkat provinsi dapat dilihat besaran ratio PLKB/PKB di desa/kelurahan di masing-masing kabupaten/kota untuk 6 provinsi seperti terlampir. Dari keseluruhan kabupaten/kota di 6 provinsi yang dilakukan penilaian SPMnya, ratio PLKB/PKB di desa/kelurahan untuk DKI Jakarta terendah di Jakarta Timur yaitu 0,5 dan tertinggi di Kepulauan Seribu yaitu 6,0; DI Yogyakarta terendah di Kulon Progo yaitu 1,2 dan tertinggi di Gunung Kidul yaitu 2,3; Banten terendah di Kota Cilegon yaitu 0,7 dan tertinggi di Tanggerang yaitu 13,7; Sumatera Selatan terendah di Kota Prabumulih yaitu 0,5 dan tertinggi di Muara Enim yaitu 7,3; Bangka Belitung terendah di Bangka yaitu 2,0 dan tertinggi di Kota Pangkal Pinang yaitu 7,7; Kepulauan Riau terendah di Kota Batam yaitu 0,9 dan tertinggi di Bintan yaitu 5,1.

Dari Lampiran A/II/1 untuk tingkat nasional memperlihatkan kondisi hasil rekap di 33 provinsi. Hasil penilaian menunjukkan bahwa provinsi Papua mempunyai ratio PLKB/PKB di desa/kelurahan yang paling tinggi yaitu 216,0 dengan nilai sebesar 0,9. Hal ini menunjukkan bahwa di Papua 1 PLKB/PKB membina 216 desa/kelurahan sehingga tenaga lapangan di Papua sangatlah kurang. Sedangkan 3 provinsi yang terendah ratio PLKB/PKB di desa/kelurahan adalah DKI Jakarta sebesar 0,6 dengan nilai 320,6; Sumatera Barat sebesar 1,2 dengan nilai 173,0; dan Bali sebesar 1,2 dengan nilai 171,5. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

b. Tingkat Nasional

Secara nasional, ratio PLKB/PKB di desa/kelurahan sebesar 2,4. Hal ini berarti 1 PLKB/PKB membina 2 s.d. 3 desa/kelurahan. Karena hasil penghitungan lebih tinggi dari kondisi ideal sama artinya bahwa ratio PLKB/PKB di desa/kelurahan melebihi 2,0, maka nilai dari hasil penghitungannya kurang dari 100,0 yaitu 82,9. Dengan kata lain target nasional pada tahun 2013 untuk indikator ratio PLKB/PKB di desa/kelurahan tidak tercapai. Diperlukan upaya yang lebih serius dan kerja keras untuk menurunkan ratio PLKB/PKB di desa/kelurahan agar tercapai ratio kondisi ideal yaitu 2. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

7. Ratio PPKBD di Desa/Kelurahan

PPKBD sebagai mitra PLKB/PKB merupakan ujung tombak penyuluhan KB

yang berhubungan langsung dengan masyarakat dan atau sebagai penggerak

masyarakat di Desa/Kelurahan binaannya agar mendapatkan akses dan kualitas

(17)

pelayanan KB dan KS yang memadai. Target SPM yang ditetapkan dengan kondisi ideal yaitu 1 yaitu satu orang PPKBD membina 1 desa/kelurahan. Diharapkan ratio pada indikator ini semakin kecil karena ratio yang semakin kecil akan semakin baik.

a. Tingkat Provinsi

Pada Lampiran A/II/1 untuk tingkat provinsi dapat dilihat besaran ratio PPKBD di desa/kelurahan di masing-masing kabupaten/kota untuk 6 provinsi seperti terlampir. Dari keseluruhan kabupaten/ kota di 6 provinsi yang dilakukan penilaian SPMnya, ratio PPKBD di Desa/Kelurahan untuk DKI Jakarta di semua kab/kota yaitu 0,1 kecuali di Kepulauan Seribu yaitu 0,3; DI Yogyakarta di semua kab/kota yaitu 1,0 kecuali di Kulon Progo yaitu 0,6; Banten di semua kab/kota yaitu 1,0 kecuali di Kota Cilegon yaitu 0,8; Sumatera Selatan terendah di Ogan Komering Ulu Selatan yaitu 0,8 dan tertinggi di Empat Lawang yaitu 1,5; Bangka Belitung terendah di Bangka Selatan yaitu 0,8 dan tertinggi di Bangka Barat yaitu 1,3; Kepulauan Riau terendah di 4 kab/kota yaitu 0,1 di Bintan, Lingga, Kota Batam dan Kota Tanjung Pinang sedangkan tertinggi di Natuna yaitu 21,5.

Dari Lampiran A/II/1 untuk tingkat nasional memperlihatkan kondisi hasil rekap di 33 provinsi. Hasil penilaian menunjukkan bahwa provinsi Papua mempunyai ratio PPKBD di desa/kelurahan yang paling tinggi yaitu 8,6 dengan nilai sebesar 11,6. Sedangkan 4 provinsi yang terendah ratio PPKBD di desa/kelurahan dengan ratio kurang dari 1 adalah DKI Jakarta sebesar 0,1 dengan nilai 1.011,2; Sumatera Barat sebesar 0,4 dengan nilai 223,6; Jawa Barat sebesar 0,8 dengan nilai 130,3; dan DI Yogyakarta sebesar 0,9 dengan nilai 112,8. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

b. Tingkat Nasional

Secara nasional, ratio PPKBD di desa/kelurahan sebesar 1,02 Hal ini berarti 1 s.d. 2 PPKBD membina 1 desa/kelurahan. Karena hasil penghitungan lebih tinggi dari kondisi ideal sama artinya bahwa ratio PPKBD di desa/kelurahan melebihi 1,0, maka nilai dari hasil penghitungannya kurang dari 100,0 yaitu 98,1.

Dengan kata lain target nasional pada tahun 2013 untuk indikator ratio PPKBD di

desa/kelurahan tidak tercapai. Diperlukan upaya yang lebih serius dan kerja

keras untuk menurunkan ratio PPKBD di desa/kelurahan agar tercapai ratio

kondisi ideal yaitu 1. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran A/II/1 dan Lampiran

A/III/1.

(18)

8. Cakupan penyediaan alat kontrasepsi untuk memenuhi PPM

Penyediaan (pengadaan, penyimpanan dan penyaluran) alat dan obat kontrasepsi untuk memenuhi permintaan masyarakat merupakan upaya penyediaan oleh Pemerintah Pusat (BKKBN) sebesar 30,0% untuk Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I, kekurangannya dipenuhi oleh pelayanan swasta sekitar 40%

dan sekitar 30% oleh Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Provinsi. Namun demikian tidak semua kab/kota melakukan penyediaan ALKON yang bersumber dari dana APBD II. Dalam penghitungannya terdapat perbedaan antara tingkat provinsi dan nasional, yaitu mengenai jumlah PPM PA dan PPM PB. Hal ini dikarenakan pada tingkat provinsi seringkali terjadi peningkatan target PPM PA dan PPM PB untuk meningkatkan kinerja kab/kota.

a. Tingkat Provinsi

Pada Lampiran A/II/1 untuk tingkat provinsi dapat dilihat cakupan penyediaan ALKON untuk memenuhi permintaan masyarakat di masing-masing kabupaten/kota untuk 6 provinsi seperti terlampir. Dari keseluruhan kabupaten/

kota di 6 provinsi yang dilakukan penilaian SPMnya, cakupan penyediaan ALKON untuk memenuhi permintaan masyarakat wilayah DKI Jakarta di terendah di Jakarta Selatan yaitu 0,3% dan tertinggi di Kepulauan Seribu yaitu 82,1%; DI Yogyakarta terendah di Kulon Progo yaitu 1,6% dan tertinggi di Bantul yaitu 17,2%; Banten hanya 1 kab/kota yang menyediakan alkon dari APBD II yaitu Kota Cilegon sebesar 21,9%; Sumatera Selatan hanya 1 kab/kota yang menyediakan alkon dari APBD II yaitu Ogan Ilir sebesar 21,9%; Bangka Belitung hanya 2 kab/kota yang menyediakan alkon dari APBD II yaitu Kota Pangkal Pinang sebesar 1,3% dan Bangka Selatan sebesar 61,9%; Kepulauan Riau hanya 1 kab/kota yang menyediakan alkon dari APBD II yaitu Kota Batam sebesar 1,4%.

Dari Lampiran A/II/1 untuk tingkat nasional memperlihatkan kondisi hasil rekap di 33 provinsi. Hasil penilaian menunjukkan bahwa dari 6 provinsi yang menyediakan alkon dari dana APBD II, tidak ada provinsi yang memenuhi kondisi ideal (30,0%). Secara berurutan pencapaian masing-masing dari 6 provinsi tersebut yaitu Bangka Belitung sebesar 11,7% dengan nilai 39,0; DKI Jakarta sebesar 7,6% dengan nilai 25,3; DI Yogyakarta sebesar 6,6% dengan nilai 22,2;

Kepulauan Riau sebesar 0,9% dengan nilai 3,0; Banten sebesar 0,9% dengan nilai

2,9; Sumatera Selatan sebesar 0,2 dengan nilai 0,5%. Untuk lebih jelasnya lihat

Lampiran A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

(19)

b. Tingkat Nasional

Secara nasional, cakupan penyediaan ALKON untuk memenuhi permintaan masyarakat sebesar 0,5%. Hal ini berarti hasil penghitungan jauh lebih rendah dari kondisi ideal, maka nilai dari hasil penghitungannya kurang dari 100,0 yaitu 1,6. Dengan kata lain target nasional pada tahun 2013 bagi indikator cakupan penyediaan ALKON untuk memenuhi permintaan masyarakat tidak tercapai. Tidak tercapainya indikator ini ada kemungkinan disebabkan sedikitnya provinsi yang mengirimkan data untuk ketersediaan dana penyediaan alkon dari APBD II. Namun demikian tetap diperlukan upaya yang lebih serius dan kerja keras dalam meningkatkan dukungan APBD II terhadap tersedianya alat kontrasepsi untuk memenuhi permintaan masyarakat. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

9. Cakupan Informasi Data Mikro Keluarga di setiap desa/kelurahan

Data mikro keluarga memuat informasi individu dan anggota keluarga yang mencakup aspek data demografi, data KB dan data tahapan KS untuk menunjang kegiatan operasional Program KKBPK di Desa/Kelurahan. Kondisi ideal Indikator ini adalah 100,0%.

a. Tingkat Provinsi

Pada Lampiran A/II/1 untuk tingkat provinsi dapat dilihat cakupan informasi data mikro keluarga di setiap desa/kelurahan di masing-masing kabupaten/kota untuk 6 provinsi seperti terlampir. Dari keseluruhan kabupaten/kota di 6 provinsi yang dilakukan penilaian SPMnya, cakupan informasi data mikro keluarga di setiap desa/kelurahan untuk DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Banten yaitu 100,0% untuk semua kab/kota. Untuk Sumatera Selatan terendah di Musi Banyuasin yaitu 75,4%; Bangka Belitung terendah di Kota Pangkal Pinang yaitu 77,8%; Kepulauan Riau terendah di Lingga yaitu 78,9%.

Dari Lampiran A/II/1 untuk tingkat nasional memperlihatkan kondisi hasil

rekap di 33 provinsi. Terdapat 7 provinsi dengan pencapaian telah memenuhi

kondisi ideal yaitu 100,0% yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Banten,

Bali, Kalimantan Barat dan Jambi. Pencapaian terendah untuk 3 provinsi yaitu

Kalimantan Timur sebesar 78,9%; Kalimantan Selatan sebesar 88,4%; Riau

sebesar 89,3%. Sedangkan 23 provinsi lainnya mempunyai rentang sebar antara

92,1% di Kepulauan Riau sampai 99,97% di Jawa Tengah. Untuk lebih jelasnya

lihat Lampiran A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

(20)

b. Tingkat Nasional

Secara nasional, cakupan informasi data mikro keluarga di setiap desa/

kelurahan sebesar 97,2%. Karena hasil penghitungan lebih rendah dari kondisi ideal sama artinya bahwa persentase PUS anggota UPPKS yang ikut KB kurang dari 100,0%, maka nilai dari hasil penghitungannya kurang dari 100,0 yaitu 97,2.

Dengan kata lain target nasional pada tahun 2013 untuk indikator cakupan informasi data mikro keluarga di setiap desa/kelurahan tidak tercapai. Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran A/II/1 dan Lampiran A/III/1.

Rekapitulasi nilai total dari pencapaian indikator kinerja terhadap kondisi ideal yang diinginkan pada masing-masing provinsi dan nasional dapat dilihat pada tabel berikut:

1. Tingkat Provinsi

No Provinsi Nilai

Total No Provinsi Nilai

Total 1 DKI Jakarta 2.142,1 18 Sulawesi Selatan 727,3

2 Jawa Barat 776,4 19 Gorontalo 858,5

3 Jawa Tengah 788,3 20 Sulawesi Barat 760,5

4 DI Yogyakarta 1.031,8 21 Riau 579,0

5 Jawa Timur 769,2 22 Jambi 708,5

6 Banten 630,9 23 Bengkulu 675,4

7 Bali 1.059,0 24 Kepulauan Riau 692,5

8 Aceh 734,1 25 Nusa Tenggara Timur 704,2

9 Sumatera Utara 693,5 26 Kalimantan Tengah 634,3 10 Sumatera Barat 1.059,2 27 Kalimantan Timur 637,9 11 Sumatera Selatan 697,6 28 Sulawesi Tengah 721,6 12 Lampung 702,5 29 Sulawesi Tenggara 632,7

13 Bangka Belitung 743,8 30 Maluku 601,1

14 Busa Tenggara Barat 770,7 31 Maluku Utara 597,0

15 Kalimantan Barat 616,9 32 Papua 379,4

16 Kalimantan Selatan 698,8 33 Papua Barat 275,9

17 Sulawesi Utara 811,8 Nasional 720,7

(21)

2. Tingkat Nasional

NO. INDIKATOR KINERJA KONDISI

IDEAL

HASIL

2013 NILAI I Penyelenggaraan KIE KB-KS

1 % PUS yang isterinya berusia <20 tahun 3,5% 4,0% 88,1 2 % PUS yang menjadi Peserta Aktif 65,0% 71,6% 110,1 3 % PUS yang tidak ber-KB (Unmet Need) 5,0% 15,2% 33,0 4 % Keluarga Anggota BKB yang ikut KB 70,0% 79,6% 113,7 5 % PUS Anggota UPPKS yang ber-KB 87,0% 83,4% 95,9

6 Rasio PLKB/PKB di Desa/Kel. 2 2,4 82,9

7 Rasio PPKBD di Desa/Kel. 1 1,02 98,1

II Penyediaan Alat Kontrasepsi

1 Cakupan penyediaan alat kontrasepsi

untuk memenuhi permintaan masyarakat 30,0% 0,5% 1,6 III Penyediaan Informasi Data

1 Cakupan informasi data mikro keluarga di

setiap Desa/Kelurahan 100% 97,2% 97,2

(22)

BAB III

PENYAJIAN, PEMANTAUAN, DAN PELAPORAN

A. Tingkat Provinsi

1. Kepala BKKBN Provinsi minat Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi (ADPIN) melakukan penyusunan laporan Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan SPM KB dan KS seluruh Kabupaten/Kota yang ada di provinsi tersebut untuk kemudian dikirimkan oleh Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi ke Kantor BKKBN Pusat minat Direktorat Pelaporan dan Statistik; Gubernur; dan Bupati/Walikota di provinsi bersangkutan sebagai laporan; Kepala SKPD-KB Kabupaten/Kota di wilayah masing-masing sebagai umpan balik; serta komponen/bidang lain di kantor Perwakilan BKKBN Provinsi yang bersangkutan.

2. Kepala BKKBN Provinsi minat Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap Pelaksanaan SPM Bidang KB dan KS di kabupaten dan kota wilayah masing-masing.

3. Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pembinaan kepada Direktorat Pelaporan dan Statistik dan Kepala SKPD-KB Kabupaten/Kota di wilayahnya paling lambat 1 minggu setelah pemantauan.

4. Pemanfaatan hasil analisis dan evaluasi diperlukan antara lain untuk bahan penyajian pada Rakerda serta untuk kebutuhan operasional lainnya yang disesuaikan dengan perkembangan program KKB nasional.

B. Tingkat Pusat

1. Direktorat Pelaporan dan Statistik menyusun laporan Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan SPM Bidang KB dan KS untuk dikirimkan ke Kepala BKKBN dan Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi (ADPIN). Tembusannya dikirimkan kepada setiap komponen di Kantor Pusat BKKBN dan diumpan balikkan ke Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi di seluruh Indonesia.

2. Direktorat Pelaporan dan Statistik mengadakan pemantauan dan bimbingan

terhadap pelaksanaan Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan SPM Bidang KB dan KS di

tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

(23)

3. Direktorat Pelaporan dan Statistik menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pembinaan kepada Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi paling lambat 1 (satu) minggu setelah melaksanakan pemantauan.

4. Pemanfaatan hasil analisis dan evaluasi diperlukan antara lain untuk bahan penyajian

pada Rapat Pengendalian Program dan Anggaran (Radalgram), Penelaahan (Review),

serta untuk kebutuhan operasional lainnya yang disesuaikan dengan perkembangan

Program KKBPK.

(24)

BAB IV PENUTUP

Hasil analisis dan evaluasi terhadap pelaksanaan kinerja pemerintah di Bidang KB dan KS pada tahun 2013 melalui Standar Pelayanan Minimal (SPM) secara nasional dapat dikatakan belum begitu baik. Hal ini dilihat dari hasil pelaksanaan kinerja pada masing- masing indikator yang belum semua indikatornya mencapai kondisi ideal.

Hasil Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan SPM Bidang KB dan KS di Kabupaten/Kota seharusnya merupakan informasi yang sangat penting bagi pimpinan baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Juga dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan strategi dalam rangka peningkatan pelaksanaan operasional Program KKBPK. Dengan dilaksanakannya Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan SPM Bidang KB dan KS di Kabupaten/Kota, diharapkan akan memudahkan para petugas pelaksana yang secara fungsional bertanggung jawab untuk melakukan analisis dan evaluasi atas pelaksanaan dan hasil kegiatan SPM Bidang KB dan KS di Kabupaten/Kota.

Pada bidang operasional dan bidang-bidang lain di provinsi dan pusat, seharusnya bisa memanfaatkan hasil analisis dan evaluasi SPM Bidang KB dan KS untuk merencanakan kebijakan. Hal ini diharapkan membantu perbaikan dan penyempurnaan manajemen serta peningkatan kualitas kegiatan operasional dilapangan khusus Bidang KB dan KS. Dari laporan analisis dan evaluasi ini juga dapat dimanfaatkan untuk menetapkan langkah-langkah antisipatif terhadap tuntutan kebutuhan operasional di lapangan yang berubah dan berkembang lebih dinamis sebagai konsekuensi dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam era otonomi daerah.

Secara nasional di 33 provinsi, dari 9 indikator penilaian SPM terdapat 2 indikator

yang melampaui kondisi ideal yaitu PUS yang menjadi Peserta KB Aktif dan PUS Anggota

BKB yang ikut KB. Sedangkan 7 indikator lainnya belum mencapai kondisi ideal, terutama

untuk indikator Cakupan Penyediaan Alat Kontrasepsi untuk Memenuhi Permintaan

Masyarakat yang sangat jauh di bawah kondisi ideal. Secara umum dapat dikatakan

pelaksanaan SPM Bidang KB dan KS pada tahun 2013 belum baik.

(25)

LAMPIRAN

(26)

LEMBAR KERJA I

DATA DASAR ANALISIS DAN EVALUASI PELAKSANAAN SPM KBKS PROVINSI

WILAYAH : INDONESIA

TAHUN : 2013

Lampiran : A / I / 1

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 DKI Jakarta 1,241,204 13,222 951,673 180,563 50,025 39,329 4,783

2 Jawa Barat 9,047,576 355,154 6,419,216 1,372,927 654,229 506,851 129,258

3 Jawa Tengah 6,602,519 174,102 5,112,900 770,170 683,328 548,662 851,638

4 DI Yogyakarta 499,584 5,911 353,517 62,201 50,569 43,552 53,183

5 Jawa Timur 7,740,907 270,239 5,688,031 952,083 654,456 535,320 180,665

6 Banten 2,023,773 115,352 1,396,845 404,561 61,239 45,905 11,907

7 Bali 676,945 11,167 573,744 28,647 128,214 111,944 57,770

8 Aceh 747,344 29,398 509,476 131,987 70,490 55,782 17,766

9 Sumatera Utara 2,210,958 75,516 1,423,051 419,344 92,610 65,775 20,580

10 Sumatera Barat 796,810 12,111 547,525 125,324 56,119 42,773 15,208

11 Sumatera Selatan 1,638,864 82,908 1,197,028 233,691 98,296 76,877 31,195

12 Lampung 1,650,668 74,828 1,134,449 303,709 112,911 89,723 45,274

13 Bangka Belitung 267,435 12,230 207,322 28,583 20,496 16,980 1,369

14 Nusa Tenggara Barat 1,045,880 39,565 732,338 158,638 52,645 40,430 17,086

15 Kalimantan Barat 861,174 72,681 590,705 161,677 13,515 11,178 6,491

16 Kalimantan Selatan 781,482 33,346 585,134 107,471 55,011 46,353 13,807

17 Sulawesi Utara 445,125 10,495 357,691 45,163 20,101 14,632 8,441

18 Sulawesi Selatan 1,363,999 53,611 905,177 249,902 85,464 65,021 22,837

19 Gorontalo 202,845 6,552 155,386 24,260 10,396 9,334 2,036

20 Sulawesi Barat 203,045 10,689 132,465 37,297 8,789 7,588 4,488

21 Riau 881,168 60,890 597,715 165,215 20,887 16,661 3,220

22 Jambi 654,256 41,796 499,085 80,628 53,863 42,173 9,326

23 Bengkulu 362,362 19,087 283,992 45,098 9,589 7,516 6,478

24 Kepulauan Riau 277,581 24,779 193,418 49,826 11,140 8,933 4,497

25 Nusa Tenggara Timur 698,186 26,987 458,604 135,074 35,160 27,289 6,877

26 Kalimantan Tengah 444,641 31,004 327,246 63,316 21,170 17,986 4,483

27 Kalimantan Timur 576,138 23,440 390,685 107,148 7,537 5,678 3,751

28 Sulawesi Tengah 502,096 18,650 357,339 77,590 44,184 37,152 4,776

29 Sulawesi Tenggara 430,937 19,901 277,853 95,101 41,612 30,935 10,557

30 Maluku 264,266 21,883 164,895 66,639 6,544 4,730 935

31 Maluku Utara 209,615 12,704 120,331 55,597 6,113 4,887 1,908

32 Papua 476,705 44,208 188,566 182,720 3,955 1,910 1,153

33 Papua Barat 146,097 21,726 74,917 48,081 0 0 0

45,972,185

1,826,132 32,908,319 6,970,231 3,240,657 2,579,859 1,553,743 INDONESIA

No Provinsi

Jumlah PUS yang Tidak ber- KB (TIAL + IAD)

Jumlah PUS Anggota BKB

(Pendataan Keluarga)

Jumlah PUS

Jumlah PUS yang Istrinya

Berusia < 20 Tahun

(Pendataan Keluarga)

Jumlah PA

(Pendataan Keluarga)

Jumlah PUS Angota BKB yang

ber-KB

Jumlah PUS Anggota UPPKS

(F/I/Dallap) (F/I/Dallap)

(Pendataan Keluarga) (F/I/Dallap)

(27)

LEMBAR KERJA I

DATA DASAR ANALISIS DAN EVALUASI PELAKSANAAN SPM KBKS PROVINSI

WILAYAH : INDONESIA

TAHUN : 2013

Lampiran : A / I / 2

1 2 10 11 12 13 14 15 16

1 DKI Jakarta 3,818 267 428 2,700 1,384,316 105,245 267

2 Jawa Barat 103,502 5,961 3,343 7,766 7,033,339 - 5,961

3 Jawa Tengah 706,518 8,578 3,500 8,741 5,208,441 - 8,575

4 DI Yogyakarta 46,995 438 279 494 460,277 30,602 438

5 Jawa Timur 153,811 8,508 4,136 8,792 5,947,315 - 8,503

6 Banten 9,211 1,563 308 1,563 1,466,244 12,700 1,563

7 Bali 51,310 716 614 716 619,052 - 716

8 Aceh 16,066 6,840 3,542 6,643 627,758 - 6,446

9 Sumatera Utara 15,755 6,058 2,443 5,815 1,704,416 - 6,033

10 Sumatera Barat 11,874 1,176 1,017 2,629 673,313 - 1,132

11 Sumatera Selatan 26,404 3,314 1,315 3,297 1,337,789 2,160 3,068

12 Lampung 39,460 2,662 1,120 2,564 1,402,183 - 2,615

13 Bangka Belitung 1,114 399 111 397 199,873 23,362 380

14 Nusa Tenggara Barat 14,144 1,161 795 1,135 705,137 - 1,137

15 Kalimantan Barat 5,248 1,846 410 1,620 659,802 - 1,846

16 Kalimantan Selatan 12,051 2,007 566 2,002 677,008 - 1,774

17 Sulawesi Utara 7,076 1,903 1,055 1,636 395,792 - 1,774

18 Sulawesi Selatan 18,060 3,054 1,681 3,072 1,119,855 - 3,012

19 Gorontalo 1,998 740 565 726 186,429 - 730

20 Sulawesi Barat 3,922 647 462 647 150,002 - 646

21 Riau 2,256 1,838 298 1,492 717,273 - 1,641

22 Jambi 8,082 1,551 701 1,457 531,734 - 1,551

23 Bengkulu 5,730 1,637 360 1,602 327,008 - 1,517

24 Kepulauan Riau 3,979 394 282 251 234,192 2,100 363

25 Nusa Tenggara Timur 5,820 3,378 1,488 3,114 592,038 - 3,322

26 Kalimantan Tengah 3,517 1,533 353 1,290 399,876 - 1,442

27 Kalimantan Timur 3,345 1,493 349 1,267 492,452 - 1,178

28 Sulawesi Tengah 4,181 2,089 829 1,923 426,896 - 1,951

29 Sulawesi Tenggara 7,834 2,285 623 2,036 309,654 - 2,283

30 Maluku 797 1,013 356 735 175,380 - 1,002

31 Maluku Utara 1,667 1,085 253 769 144,927 - 1,084

32 Papua 871 3,888 18 452 157,036 - 3,864

33 Papua Barat 0 1,451 160 598 82,673 - 1,379

1,296,416

81,473 33,760 79,941 36,549,480 176,169 79,193 INDONESIA

No Provinsi

Jumlah PUS Anggota UPPKS

yang ber-KB

Jumlah Desa/Kelurahan

yang Ada

Jumlah

PLKB/PKB Jumlah PPKBD Jumlah PPM PA & PB di Provinsi

Jumlah ALKON yang Disediakan

APBD II

Jumlah Rekap.

Data Mikro Keluarga di Desa/Kelurahan

(Pendataan Keluarga) (APBD II)

(Rakernas) (F/I/Dallap)

(F/I/Dallap) (Pendataan Keluarga)

(F/I/Dallap)

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah dan pemerintah daerah dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, memiliki tugas dan wewenang untuk menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pajak Pertambahan Nilai memungkinkan masih banyak Wajib Pajak yang belum paham dengan tata cara pemungutan, penyetoran, dan

Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Ketua BAN PAUD dan PNF tentang Penetapan Status Akreditasi Program dan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 101 Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah,

a) Nilai Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pekerjaan Umum Sub Bidang Air Minum ditetapkan berdasarkan persentase penduduk yang mendapatkan akses air minum. b)

Atas dasar hasil penelitian mengenai aspek-aspek yang menjadi pertimbangan mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro, Universitas Katolik Soegijapranata dan Universitas

Maka dari itu peneliti akan uraikan beberapa penelitian terdahulu yang masing-masing memiliki kesamaan dan perbedaan terhadap kajian yang diteliti antara lain: Pertama, penelitian

Region pertama pada volume FAT 32 adalah reserved region yang berisi boot sector, sebuah struktur FSInfo yang berisi informasi untuk membantu menemukan free cluster, dan