EVALUASI PROGRAM PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SLB PONDOK ANUGERAH
KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
BartimeusMarbun 160902005
PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
EVALUASI PROGRAM PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH LUAR BIASA
PONDOK ANUGERAH KABUPATEN DELI SERDANG ABSTRAK
Pelayanan kesejahteraan sosial terhadap anak berkebutuhan khusus merupakan tugas pemerintah dan masyarakat. Anak berkebutuhan khusus pada umumnya memiliki karakter khusus berkaitan dengan hambatan fisik, emosi, dan mental sehingga memerlukan pelayanan khusus untuk mengoptimalkan potensi dalam diri anak agar dapat hidup mandiri, maka dari itupelayanan tidak dapat dibuat seragam atau tunggal melainkan disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak.Program ini diadakan bertujuan untuk menjadikan anak berkebutuhan khusus mampu hidup mandiri khususnya bagi anak tuna rungu, dengan memberikannya bekal kemampuan melalui kegiatan keterampilan. Adapun tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi program keterampilan di Sekolah Luar Biasa Pondok Anugerah Kabupaten Deli Serdang. Jenis penelitian dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan objek dan fenomena yang ingin diteliti. Informan pada penelitian ini yaitu Kepala Sekolah Luar Biasa Pondok Anugerah Kabupaten Deli Serdang, guru keterampilan, dan orang tua dari siswa. Berdasarkan hasil penelitian, program keterampilan ini dapat dilanjutkan dengan perbaikan. Adapun yang harus diperbaiki yaitu di bagian input, seperti memberikan edukasi kepada orang tua siswa, menambah, gaji dan jumlah guru, merawat fasilitas yang ada, membuat Standard Operasional Precedure (SOP), di bagian process, seperti seperti mengusahakan pelatihan bagi guru keterampilan agar lebih berkompeten dalam mengajarkan keterampilan.
Kata Kunci: Evaluasi, Keterampilan, Anak Berkebutuhan Khusus
EVALUATION OF SOCIAL WELFARE SERVICES PROGRAM CHILDREN IN SPECIAL NEEDS IN SLBPONDOK ANUGERAH
DELI SERDANG DISTRICT ABSTRACT
Social welfare services for children with special needs are the duty of the government and society. Children with special needs generally have special characters related to physical, emotional, and mental barriers so that special services are needed to optimize the potential in children so they can live independently, therefore services cannot be made uniform or single but tailored to the characteristics and needs of the child. This was held with the aim of making children with special needs able to live independently, especially for deaf children, by providing them with skills through skill activities. The purpose of this study was to evaluate the skills program at the Pondok Anugerah Special School, Deli Serdang Regency. This type of research and approach used in this research is descriptive research with a qualitative approach, namely research conducted with the aim of describing or describing the objects and phenomena to be studied. The informants in this study were the Principal of the Pondok Anugerah Special School, Deli Serdang Regency, skills teachers, and the parents of the students. Based on the research results, this skills program can be continued with improvements. As for what must be improved is in the input section, such as providing education to parents of students, adding salaries and the number of teachers, maintaining existing facilities, making Standard Operational Precedure (SOP), in the process section, such as seeking training for skills teachers to be more competent in teaching skills.
Keywords: Evaluation, Skills, Children with Special Needs
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skrispsi ini adalah
“EVALUASI PROGRAM PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SLB PONDOK ANUGERAH KABUPATEN DELI SERDANG”. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial Jurusan Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Selama proses penulisan, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan baik moril dan materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih atas segala bimbingan, masukan dan motivasi yang diberikan untuk memacu penyelesaian skripsi ini, kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.HUM, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Departemen Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Fajar Utama Ritonga, S.Sos, M. Kesos, selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
5. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si, selaku Dosen Penguji atas saran, kritik, dan teladan yang diberikan.
6. Seluruh pegawai Departemen Kesejahteraan Sosial, kak Nurbaiti yang galak dan ternyata baik mau pengertian sama kudan seluruh Dosen yang telah memberikan banyak ilmu dan bantuan dalam hal perkuliahan kepada penulis.
7. Seluruh Informan dari SLB Pondok Anugerah yang telah bersedia menyediakan waktunya untuk keperluan skripsi penulis.
8. Teruntuk, Terkhusus, dan Tercinta yang telah berhasil balas dendam dan membuat mood ku sepanjang tahun 2020 terguncang sekaligus mewarnai mood penulis dalam menyelesaikan skripsi, Reyzauli Janviana Mansyur, Aku yakin suatu saat nanti, menanti waktu semesta, harapan daku dia yang terakhir dihati. Asek wuahaha. I Hate You But I Love You My Girl.  Tuhan Baik Sepanjang Waktu.
9. Terkhusus untuk kedua orang tua saya, trims sudah mendukung dan memberi banyak sekali motivasi, semangat, waktu, dan perhatian. Bersyukur berada ditengah-tengah kalian.
10. Untuk Nalsal Damanik teman seperdopingan di Kessos, dan Julian The Prof yang ntah gatau mau bilang apa krn dia telah mengaku dirinya sebagai Raja Kaban ? wkwkwkw teman ku di stambuk 16. Terimakasih atas waktu dan dukungannya, semoga kita bisa mencapai apa yang kita cita-citakan.
Semangat!
11. Seluruh Informan dari SLB Pondok Anugerah yang telah bersedia menyediakan waktunya untuk keperluan skripsi penulis.
12. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu atas dukungan, kerjasama dan doa yang telah diberikan, penulis mengucapkan banyak terimakasih.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memerlukan kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua senantiasa.
Medan, November 2020 Penulis
Bartimeus Marbun
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
DAFTAR ISI ... i
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10
1.4 Sistematika Penulisan ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Evaluasi ... 13
2.1.1.1 Pengertian Evaluasi ... 13
2.1.1.2 Tujuan dan Manfaat Evaluasi Program ... 14
2.1.1.3 Proses Evaluasi Program ... 14
2.1.1.4 Model-model Evaluasi Program ... 16
2.1.1.5 Dimensi dan Tahapan Evaluasi Program ... 18
2.1.2 Program Pelayanan Kesejahteraan Sosial ... 19
2.1.2.1 Model Pelayanan Sosial ... 20
2.1.3 Anak Berkebutuhan Khusus ... 21
2.1.3.1 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus ... 21
2.2 Penelitian Yang Relevan ... 23
2.3 Kerangka Pemikiran ... 34
2.4 Definisi Konsep ... 37
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 39
3.2 Lokasi Penelitian ... 40
3.3 Informan Penelitian ... 40
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 41
3.5 Teknik Analisis Data ... 42
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 44
4.1Letak Geografis Sekolah Luar Biasa (SLB) Pondok Anugerah ... 44
4.2 Sejarah Perkembangan Sekolah Luar Biasa (SLB) Pondok Anugerah ... 44
4.3 Visi, Misi dan Tujuan Sekolah Luar Biasa (SLB) Pondok Anugerah ... 46
4.3.1 Visi Sekolah Luar Biasa (SLB) Pondok Anugerah ... 46
4.3.2 Misi Sekolah Luar Biasa (SLB) Pondok Anugerah ... 46
4.3.3 Tujuan Sekolah Luar Biasa (SLB) Pondok Anugerah ... 47
4.3.3.1 Tujuan Umum ... 47
4.3.3.2 Tujuan Khusus ... 47
4.4 Struktur Organisasi Yayasan Sekolah Luar Biasa (SLB) Pondok Anugerah.48 4.5 Kondisi Umum Klien ... 48
4.6 Sarana dan Prasarana Sekolah Luar Biasa (SLB) Pondok Anugerah ... 49
BAB V HASIL PENELITIAN ... 51
5.1Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 51
5.1.1 Informan Kunci ... 52
5.1.2 Informan Utama 1 ... 62
5.1.1 Informan Utama 2 ... 71
5.1.1 Informan Utama 3 ... 81
5.1.1 Informan Tambahan ... 91
5.2Pembahasan Hasil Penelitian ... 94
5.2.1 Evaluasi Program Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Luar Biasa Pondok Anugerah ... 95
1. Evaluasi Context (Konteks) ... 95
2. Evaluasi Input (Masukan) ... 98
3. Evaluasi Process (Proses) ……….105
4. Evaluasi Output (Hasil)……….108
5.2.2 Keterkaitan Penelitian Dengan Keilmuan Kesejahteraan Sosial……..110
5.3Keterbatasan Penelitian………...111
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……….112
6.1Kesimpulan………...112
6.2Saran……….113
DAFTAR PUSTAKA………..115
LAMPIRAN-LAMPIRAN………..117
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang memiliki karakter khusus berkaitan dengan hambatan fisik, emosi, dan mental sehingga memerlukan pelayanan khusus untuk dapat mengoptimalkan potensi dalam diri anak agar dapat hidup mandiri. Yang termasuk kedalam Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) antara lain:
tuna grahita, tuna rungu, tuna daksa, tuna netra, tuna laras, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan tertentu, dan kesulitan belajar.
Pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak berkebutuhan khusus harus disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak, oleh karena itu pelayanan tidak dapat dibuat seragam atau tunggal melainkan disesuaikan dengan karakteristik anak.
Pemerintah telah membentuk lembaga sosial berupa Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk memberikan pelayanan khusus bagi anak berkebutuhan khusus baik bersifat milik pemerintah maupun swasta, maka dari itu perlu memasukkan anak berkebutuhan khusus kedalam lembaga sosial berupa sekolah luar biasa.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuat konvensi tentang hak penyandang cacat(Convention on the Rights of Persons with Disabilities/ CPRD), kemudiandiadopsi oleh Majelis Umum PBB pada 13 Desember 2006 dan mulai berlaku pada tanggal 3 Mei 2008.Tujuan dari konvensi ini adalah untuk mempromosikan, melindungi dan menjamin penikmatan penuh dan setara dari semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar semua orang penyandang cacat, dan
untuk mempromosikan penghormatan terhadap martabat mereka.Konvensi ini menetapkan kewajiban hukum pada negara untuk mempromosikan dan melindungi hak-hak penyandang cacat.Ini juga merupakan respon terhadap tantangan pembangunan diabaikan; sekitar 10% dari populasi dunia adalah penyandang cacat (lebih dari 650 juta orang), sekitar 80% di antaranya tinggal di negara berkembang.
Sampai saat ini Konvensi telah 144 penandatangan dan telah diratifikasi oleh 82 negara, termasuk Indonesia pada tahun 2011. (Hernowo 2015)
Di Indonesia, jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sebanyak 1,6 juta orang dan dari jumlah tersebut hanya 121.244 anak berkebutuhan khusus yang telah masuk kedalam sekolah luar biasa. Jumlah sekolah luar biasa di Indonesia ada total sebanyak 2070 sekolah, dengan rincian sebanyak 19.727 ruang kelas dan jumlah guru ada sebanyak 24.657 guru. Sedangkan anak berkebutuhan khusus lulusan sekolah luar biasa di Indonesia berjumlah 3.956 orang. Anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah regular pelaksana sekolah inklusi berjumlah sekitar 299 ribu jiwa. (Kemendikbud, 2017)
Pemerintah membuat Undang-Undang untuk memperhatikan dan menjamin hak-hak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat disebutkan bahwa “Setiap penyandang cacat mempunyai hak yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”. (UU Nomor 4 Tahun 1997)
Berdasarkan data nasional yang ada, masih banyaknya anak berkebutuhan khusus yang belum masuk ke lembaga sosial untuk mendapatkan pelayanan kesejahteraan sosial dilihat dari data statistik yang ada, itu sudah cukup menjadi indikator bahwa kurangnya perhatian terhadap anak berkebutuhan khusus disebabkan
oleh hal-hal tertentu, sehingga anak tidak mendapatkan pelayanan yang seharusnya didapatkan, akibatnya hak anak berkebutuhan khusus terabaikan hak-haknya.
Penyebaran Sekolah Luar Biasa (SLB) sangat terbatas di Indonesia, lokasi SLB pada umumnya berada di daerah perkotaan. Hal ini berdampak pada akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Anak-anak yang kemampuan ekonomi keluarganya lemah terpaksa tidak bersekolah karena faktor biaya dan jarak. Masalah lain dalam perkembangan penyelenggaraan pendidikan inklusif, kurang menggembirakan karena banyak sekolah reguler yang keberatan menerima anak berkebutuhan khusus dan konsep pendidikan inklusif di Indonesia seringkali masih dipahami sebatas pada pendidikan terhadap anak-anak berkebutuhan khusus semata.(Olyvia, 2017)
Rendahnya jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang memperoleh pendidikan disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kurangnya infrastruktur sekolah yang memadai, kurangnya tenaga pengajar khusus, dan juga stigma masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus. Memang, upaya pemerintah juga dinilai masih setengah-setengah dalam hal ini. Regulasi yang berlaku pun juga belum memiliki punishment, bahkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk anak berkebutuhan khusus belum dikeluarkan hingga saat ini. Selain itu, standar dan indeks inklusi juga belum ada di Indonesia. Keluarga seharusnya menjadi orang yang berperan paling aktif dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus karena keluarga yang paling mengetahui sejarah dan latar belakang anak berkebutuhan khusus.
(Purba, 2019)
Masih ada fenomena yang tidak bagus, dimana kepedulian terhadap anak- anak berkebutuhan khusus hanya muncul secara signifikan dikalangan keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Sementara anggota masyarakat yang tidak memiliki terlihat kurang peka dalam menyikapi isu anak berkebutuhan khusus, disisi lain juga masih ada keluarga dengan anak berkebutuhan khusus yang enggan dan terkesan menutup-nutupi kondisi anaknya karena alasan malu kepada orang dan sebagainya. (Rogo, 2016)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memperkirakan bahwa hampir 70% anak berkebutuhan khusus tidak memperoleh pendidikan yang layak. Data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2017 menyebutkan bahwa jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia sebanyak 1,6 juta orang.
Artinya, satu juta lebih ABK belum memperoleh pendidikan yang penting bagi kehidupannya. Dari 30% ABK yang sudah memperoleh pendidikan, hanya 18% di antaranya yang menerima pendidiikan inklusi, baik dari Sekolah Luar Biasa (SLB), maupun sekolah biasa pelaksana pendidikan inklusi. Rendahnya jumlah ABK yang memperoleh pendidikan disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kurangnya infrastruktur sekolah yang memadai, kurangnya tenaga pengajar khusus, dan juga stigma masyarakat terhadap ABK. (Purba, 2019)
Lulusan sekolah luar biasa, tidak semua anak berkebutuhan khusus siap bekerja serta belum tentu ada posisi bagi mereka, hanya penyandang tuna rungu yang biasa diterima kerja di perusahaan karena intelegensi tuna rungu normal, hanya tidak bisa mendengar dan bicara. (Bela, 2019)
Anak Berkebutuhan Khusus lulusan (ABK) Sekolah Luar Biasa (SLB) masih sangat sedikit yang mampu berkarir kedalam profesi orang normal pada umumnya dan mencapai prestasi, seperti yang tercatat, sebanyak 68 siswa lulusan Sekolah Luar Biasa (SLB) mengikuti olimpiade olahraga tingkat Asia Pasifik pada tahun 2013 (Gardo, 2013)
Di Sumatera Utara, jumlah anak berkebutuhan khusus yang terdata sebanyak 285.982 jiwa dan dari jumlah tersebut hanya 4.212 jiwa yang telah masuk kedalam sekolah luar biasa. Jumlah sekolah luar biasa di sumatera utara sebanyak 48 sekolah, dengan rincian sebanyak 507 ruang kelas dan jumlah guru ada sebanyak 631 guru.
Sedangkan anak berkebutuhan khusus lulusan sekolah luar biasa di sumatera utara hanya berjumlah 136 jiwa. (Kemendikbud, 2017)
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen GTK Kemendikbud) telah meresmikan Sumatera Utara, sebagai provinsi pendidikan inklusif di Indonesia dan mendapatkan penghargaan sebagai bentuk apresiasi atas pencapaian Provinsi Sumatera Utara telah menjadi penyelenggara pendidikan dan juga mengungkapkan sebanyak 633 sekolah telah siap menerima anak-anak berkebutuhan khusus untuk bersekolah di sekolah reguler.
(Gracia, 2015)
Berdasarkan data yang ada menunjukkan masih sangat banyak anak berkebutuhan khusus di sumatera utara yang tidak masuk ke dalam sekolah luar biasa untuk mendapatkan pelayanan kesejahteraan sosial. Disisi lain pemerintah juga menyelenggarakan sekolah inklusif agar memperluas kesempatan bagi anak
berkebutuhan khusus mendapatkan pelayanan kesejahteraan sosial. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terdapat fenomena yang tidak bagus dilapangan.
Seringkali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak diberi perlakuan secara khusus dan baik, bahkan terkadang diperlakukan secara kasar di sekolah inklusif.
ketika jam istirahat maupun jam pelajaran berlangsung tampak siswa reguler mengolok-olok siswa anak berkebutuhan khusus, mendorong badan siswa anak berkebutuhan khusus, merampas barang milik anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, banyak siswa anak berkebutuhan khusus yang lebih sering menghabiskan waktunya dengan guru pendamping, atau dengan orang tua yang datang berkunjung.
Tak jarang jika pada akhirnya siswa anak berkebutuhan khusus menjadi menangis dan berteriak-teriak melaporkan kepada guru, dan bahkan ada siswa anak berkebutuhan khusus yang sampai tidak mau lagi mengerjakan tugas. (Sopa, 2017)
Terdapat kendala-kendala dalam memberikan pelayanan sosial, seperti fasilitas yang kurang memadai, kurangnya alat-alat kesenian, kurangnya tenaga pengasuh sehingga pengasuh yang tersedia berperan ganda, kurangnya efektifitas pengasuh dalam memberikan pelayanan, keterbatasan dana dan kurangnya dukungan dari orang tua dalam berpartisipasi mencegah makanan maupun larangan-larangan yang membuat anak lambat berkembang. Pelayanan keterampilan dan kesehatan belum sepenuhnya dijalankan dengan baik. Hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya pengajar khusus dalam melakukan kegiatan pelayanan keterampilan dan juga pelayanan pemeriksaan kesehatan terhadap anak berkebutuhan khusus ke posyandu setempat belum tentu dilakukan dalam sebulan sekali. (Heriyono, 2017)
Pelaksanaan bimbingan konseling bagi anak berkebutuhan khusus tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ini dibuktikan dengan tidak adanya tupoksi yang dilaksanakan dengan benar dan lancar. Kendala yang dihadapi berupa ketidakmampuan guru bimbingan konseling untuk menempatkan dan memposisikan diri, baik itu sebagai guru bimbingan konseling maupun guru pembimbing khusus.
Sehingga banyak tugas-tugas yang harusnya dilaksanakan menjadi terhambat karena terlalu banyak cakupan yang harus dikerjakan dalam waktu yang hampir bersamaan.
(Dwinita, 2012)
Fenomena tidak bagus lain juga terlihat ketika kesejahteraan guru sekolah luar biasa kurang di perhatikan pemerintah dimana tunj angan guru sekolah luar biasa dihapuskan bersamaan dengan guru sekolah formal, sehingga kondisi ini membuat anggota komisi E DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Sumut meminta Pemerintah provinsi memberikan tunjangan khusus bagi guru-guru Sekolah Luar Biasa (SLB) tetap diberikan dan dialokasikan di Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) karena para guru Sekolah Luar Biasa (SLB) selain bekerja lebih banyak dan lebih berat dibanding guru-guru umum lainnya, juga resiko dalam mengajar juga cukup besar. (Sinar Indonesia Baru, 2020)
Program-program pelayanan disabilitas yang diberikan oleh lembaga penyedia layanan bagi anak berkebutuhan khusus diharapkan bukan hanya bersifat charity tetapi harus mengubah mindset bahwa itu merupakan hak mereka mendapatkan pendidikan, kesehatan dan segala kebutuhan yang mereka butuhkan, itu sangat penting dan dapat menunjang mereka agar mampu hidup mandiri. (Ramdhani, 2018)
Pemenuhan hak bagi anak berkebutuhan khusus selayaknya diperhatikan oleh semua elemen masyarakat yang terkait dengan anak berkebutuhan khusus itu sendiri.
Sebagai manusia yang memiliki rasa kemanusiaan, setiap masyarakat harus sadar dan bisa menerima keberadaan mereka. Tujuannya agar tidak ada kesenjangan diantara anak berkebutuhan khusus dengan anak normal lain secara umum sehingga anak kebutuhan khusus dapat mengembangkan potensi dan kemampuannnya.
Kehadiran lembaga sosial bernama Yayasan Sekolah Luar Biasa (SLB) Pondok Anugerah beralamat di Jalan Stasiun Gg. Munawar, Tj. Gusta, Kec. Sunggal, Deli Serdang, Sumatera Utara, merupakan salah satu yayasan yang bergerak untuk memberikan pelayanan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sekolah Luar Biasa (SLB) Pondok Anugerah telah berdiri sejak tahun 2014, di yayasan terdapat berbagai anak berkebutuhan khusus baik itu gangguan pada mental, fisik, maupun emosional yang dialami oleh anak. Yayasan menerima anak-anak berkebutuhan khusus baik dari keluarga kurang mampu, keluarga mampu, dan dari lingkungan masyarakat umum tanpa memandang suku dan budaya. Sekolah Luar Biasa (SLB) Pondok Anugerah selama berdiri sampai sekarang telah menerima bantuan materi dari berbagai pihak.
Berdasarkan observasi pra penelitian. Peneliti menemukan jumlah guru yang ada di yayasan berjumlah 11 guru dan jumlah anak sekitar 50 orang anak.
Pelayanan kesejahteraan sosial lain yang diberikan dalam wadah Sekolah Luar Biasa (SLB) Pondok Anugerah juga berupa penyediaan fasilitas-fasilitas, memberikan pendidikan, keterampilan bimbingan, serta terapis yang dapat mengembangkan potensi pribadi, kemandirian dan perkembangan diri anak berkebutuhan khusus. Salah satu program unggulan yang disediakan yayasan dalam
pelayanannya adalah ada pada kegiatan keterampilan. Ini sangat penting untuk mendorong perkembangan anak berkebutuhan khusus.
Kemandirian dan kepercayaan diri anak berkebutuhan khusus di yayasan juga dibantu dengan undangan untuk ikut berpartisipasi terhadap beberapa acara dari instansi tertentu seperti mengisi kegiatan acara sehingga secara langsung hal itu mendukung program keterampilan yang diberikan oleh yayasan. Beberapa anak berkebutuhan khusus di yayasan juga sudah ada yang menorehkan prestasi melalui berbagai perlombaan yang diikuti di luar lingkungan yayasan
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa lembaga sosial berfungsi dalam membantu, membina, melayani dan memberi pelayanan sosial terhadap anak. Program pelayanan kesejahteraan sosial untuk anak-anak berkebutuhan khusus harus dipandang lebih serius dari berbagai pihak sehingga tidak akan terjadi isolasi pada mereka yang menderita kelainan dan harus ada upaya masif untuk menciptakan gelombang besar kepedulian terhadap anak berkebutuhan khusus.
Upaya memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak berkebutuhan khusus jelas sekali perlu adanya dukungan dari berbagai pihak terutama dari pemerintah, masyarakat maupun yayasan lembaga sebagai pelaksana operasional untuk memberikan pelayanan kesejaahteraan sosial. Kehadiran lembaga sosial atau yayasan diharapkan mampu membantu tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus melalui program-program pelayanan yang diberikan dengan mengupayakan berbagai bentuk pelayanan-pelayanan yang sesuai kebutuhan anak berkebutuhan khsusus dan layak untuk mendorong perkembangan pada diri anak berkebutuhan khusus.
Terdapat banyak permasalahan dalam pelayanan kesejahteraan sosial terhadap anak berkebutuhan khusus yang berakibat proses kemandirian anak terhambat. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu dan tertarik melakukan penelitian yang berjudul
“Evaluasi Program Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus di Yayasan Sekolah Luar Biasa(SLB) Pondok Anugerah Kabupaten Deli Serdang”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah program pelayanan kesejahteraan sosial anak berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa(SLB) Pondok Anugerah Kabupaten Deliserdang sudah sesuai atau tidak sesuai ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah digambarkan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program pelayanan kesejahteraan sosial di SLB Pondok Anugerah Kabupaten Deli Serdang.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:
a) Secara teoritis, dapat menambah wawasan kepada masyarakat umum tentang pentingnya pelayanan kesejahteraan sosial khususnya bagi anak berkebutuhan khusus yang ada di Indonesia, serta menambah pengetahuan tentang program
yang diberikan SLB Pondok Anugerah Kabupaten Deli Serdang dalam meningkatkan pelayanan kepada anak berkebutuhan khusus.
b) Secara praktis, bahan penelitian ini dapat menjadi acuan kepada pemerintah dan masyarakat untuk membenahi pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak berkebutuhan khusus
c) Secara akademis, Sumbangan positif bagi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Sumatera Utara untuk menambah referensi dan kajian untuk mahasiswa yang tertarik melakukan penelitian yang berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak berkebutuhan khusus
1.4 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah 2. Rumusan Masalah
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 4. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Landasan Teoritis
2. Penelitian Yang Relevan 3. Kerangka Pemikiran 4. Defenisi Konsep
BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian
2. Lokasi Penelitian 3. Informan Penelitian 4. Teknik Pengumpulan Data 5. Teknik Analisis Data
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Temuan Umum
1. Letak Geografis Lokasi Penelitian 2. Sejarah Perkembangan Lokasi Penelitian 3. Profil Lokasi Penelitian
4. Visi, misi, dan tujuan Lokasi Penelitian
5. Struktur Organisasi/Lembaga Lokasi Penelitian 6. Kondisi Umum Tentang Klien
7. Kondisi Umum Tentang Petugas
8. Keadaan Sarana dan Prasarana Lokasi Penelitian BAB V HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Data Hasil Penelitian 2. Pembahasan Hasil Penelitian 3. Keterbatasan Penelitian
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN – LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Evaluasi
2.1.1.1 Pengertian Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian dimana penilaian itu ditujukan pada orang yang lebih tinggi atau yang lebih tahu kepada orang yang lebih rendah, baik itu dari jabatan strukturnya atau orang yang lebih rendah, baik itu dari jabatan strukturnya atau orang yang lebih rendah keahliannya. Evaluasi adalah suatu proses penelitian positif dan negatif atau juga gabungan dari keduanya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Evaluasi atau penilaian adalah satu kata yang elastik, yang mencakup pertimbangan mengenai banyak hal. Orang bisa berbicara mengenai penilaian terhadap kerjaan si pekerja, penilaian tentang suatu naskah film, penilaian tentang potensi penjualan diterjen baru. Evaluasi adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu
mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat. (Hanafi dan Waseso, 1984 dalam Hutagalung, 2019)
Dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi meupakan suatu kegiatan yang sangat penting dan bermanfaat untuk menilai dan menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan telah dilaksanakan dengan standar penilaian tertentu dan diabandingkan dengan harapan-harapan atau target yang telah ditetapkan, kemudian hasil dari evaluasi dapat menjadi kritik atau masukan bagi pelaksana program terutama untuk melakukan perbaikan dan dasar untuk mengambil keputusan terkait program yang telah di evaluasi. Proses evaluasi dapat dilakukan dengan jangka waktu yang telah ditetapkan sebagai alat untuk melakukan kontrol agar program dapat berjalan dengan optimal sesuai target yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.1.1.2 Tujuan dan Fungsi Evaluasi Program
Pada umumnya suatu kegiatan pasti memiliki tujuan, demikian juga dengan evaluasi. Menurut Arikunto (2008:27), ada dua macam tujuan evaluasi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen.
Menurut Tayibnapis (2000:4), evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu :
1. Fungsi formatif, evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang Sedang berjalan (program, orang, produk, dan sebagainya).
2. Fungsi sumatif, evaluasi dipakai untuk mempertanggungjawabkan keterangan, seleksi atau lanjutan.
Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan mereka yang terlibat.
2.1.1.3 Proses Evaluasi Program
Pelaksanaan evaluasi terdiri dari dua tahap : 1. Pra Kegiatan
Dalam pra kegiatan, evaluasi dilakukan baik oleh individu maupun kelompok, penting untuk mengetahui atau menyelidiki perubahan-perubahan, kebijaksanaan kebijaksanaan dan arah prioritas sebelum saat itu dan dimasa mendatang untuk mengetahui apakah program yang sedang dievaluasi tersebut masih relevan dan diperlukan.
2. Kegiatan Evaluasi
Dalam melakukan kegiatan proses evaluasi ada beberapa etik birokrasi yang perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang erat hubungannya dengan tugas-tugas evaluasi diantaranya adalah :
1. Semua tugas dan tanggung jawab pemberi tugas dan pemberi tugas harus jelas.
2. Pengertian dan konotasi yang tersirat dalam evaluasi yaitu mencari kesalahan harus dihindari.
3. Kegiatan evaluasi dimaksudkan disini adalah membandingkan rencana dengan pelaksanaan dengan melakukan pengukuran-pengukuran kwantitatif/kualitatif totalitas program secara teknis.
4. Tim yang melakukan evaluasi adalah pemberi saran/nasehat kepada manajemen, sedangkan pendayagunaan saran/nasehat tersebut serta pembuat keputusan atas dasar nasehat/saran – saran tersebut berada ditangan manajemen program.
5. Dalam proses pengambilan keputusan yang telah didasarkan atas data/penemuan teknis perlu dikonsultasikan sebaik mungkin karena menyangkut kelanjutan program.
6. Hendaknya hubungan dan proses selalu didasari oleh suasana konstruktif dan objektif serta menghindari analisa – analisa subyektif (Firman, 1990 dalam Hutagalung, 2019).
2.1.1.4 Model-model Evaluasi Program
Model evaluasi ialah model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamanakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatnya. Model-model ini dianggap model standar atau dapat dikatakan merk standar dari pembuatannya. Tayibnapis menyebutkan beberapa model yang popular dan banyak dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program adalah sebagai berikut:
1. Model Evaluasi CIPP (Context, Input, Process, dan Output)
Stufflebeam merumuskan evaluasi sebagai suatu proses menggambarkan, memperoleh dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan. Dia membagi evaluasi menjadi empat macam, yaitu:
a) Context evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program.
b) Input evaluation, structuring decision. Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
c) Process evaluation, to serve implementing decision. Evaluasi proses untuk membantu mengimplementasikan keputusan. Sampai sejauh mana rencana telah diterapkan? Apa yang harus direvisi? Begitu pertanyaan terjawab, prosedur dapat dimonitor, dikontrol, dan diperbaiki.
d) Product evaluation, to serve recycling decision. Evaluasi produk untuk menolong keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah dicapai? Apa yang dilakukan setelah program berjalan?
2. Model Evaluasi UCLA
Alkin mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Ia mengemukakan lima macam evaluasi, yakni:
a) System assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem.
b) Program planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program.
c) Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang direncanakan.
d) Program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan. Apakah menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga.
e) Program certification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna program.
3. Model Brinkerhoff
Brinkerhoff mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut:
a) Fixed vs Emergent Evaluation Design. Dapatkah masalah evaluasi dan kriteria akhirnya dipertemukan? Apabila demikian, apakah itu suatu keharusan?
b) Formative vs Summative Evaluation. Apakah evaluasi akan dipakai untuk perbaikan atau untuk melaporkan kegunaan atau manfaat suatu program?
Atau keduanya?
c) Experimental and Quasi Experimental Design vs Natural/Unobtrusive Inquiry. Apakah evaluasi akan melibatkan intervensi kedalam kegiatan program/mencoba memanipulasi kondisi, orang diperlakukan, variable dipengaruhi dan sebagainya, atau hanya diamati, atau keduanya?
2.1.1.5 Evaluator Program
Menurut Suharsimi Arikunto (2008:24), untuk dapat menjadi evaluator, seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.
1. Mampu melaksanakan, persyaratan pertama yang kemampuan harus mereka memiliki untuk melaksanakan evaluasi yang didukung oleh teori dan keterampilan praktik.
2. Cermat, dapat melihat celah-celah dan detail dari program serta bagian program yang akan dievaluasi
3. Objektif, tidak mudah dipengaruhi oleh keinginan pribadi, agar dapat mengumpulkan data sesuai dengan keadaannya, selanjutnya dapat mengambil kesimpulan sebagaimana diatur oleh ketentuan yang harus diikuti
4. Sabar dan tekun, agar di dalam melaksanakan tugas dimulai dari membuat rancangan kegiatan dalam bentuk menyusun proposal, meyusun instrument, mengumpulkan data, dan menyusun laporan, tidak gegabah.
5. Hati-hati dan bertanggung jawab, yaitu melakukan pekerjaan evaluasi dengan penuh pertimbangan, namun apabila masih ada kekeliruan yang diperbuat, berani menanggung resiko atas segala kesalahnya.
2.1.2 Program Pelayanan Kesejahteraan Sosial
Menurut Walter A. Friedlander (1967), kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi sosial yang mungkin mereka
mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat. (Wibhawa, Raharjo, & Budiarti, 2010)
Lembaga sosial berupa Sekolah Luar Biasa (SLB) yang menampung anak berkebutuhan khusus merupakan lembaga sebagai pemberi kebutuhan bagi anak berkebutuhan khusus dalam hal melaksanakan sistem pelayanannya yaitu berupa penyediaan fasilitas-fasilitas, memberikan pendidikan, bimbingan, terapis, pelayanan spiritual serta keterampilan yang dapat mengembangkan potensi pribadi, kemandirian dan perkembangan diri anak berkebutuhan khusus
Dari definisi diatas menjelaskan bahwa konsep kesejahteraan sosial merupakan sebagai suatu sistem yang berhubungan dengan lembaga-lembaga pelayanan sosial. Tujuan sistem tersebut adalah mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan standar pokok seperti kesehatan, sandang dan juga relasi-relasi dengan lingkungannya. Tujuan-tujuan tersebut dapat tercipta dengan cara meningkatkan kemampuan individu-individu dalam memecahkan masalah ataupun memenuhi segala kebutuhannya.
2.1.2.1 ManajemenOrganisasi Pelayanan Sosial
Organisasi dan manajemen memiliki hubungan erat dan saling mempengaruhi. Manajemen sebagai system adaptif dalam organisasi yang baik dan benar diharapkan dapat mencapai tujuan-tujuannya. Dalam organisasi budaya akan menjadi cara kerja bagaimana manajemen berjalan dalam organisasi, baik budaya itu mendukung atau menhambat kinerja artinya itu hal penting sebab dapat membedakan konsep organisasi satu dengan yang lain.
2.1.2.2 Model Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial bagi anak berkebutuhan khusus bertujuan agar mereka dapat melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan sosial masyarakat secara layak dan memperlengkapi mereka dengan kemampuan sesuai potensi agar dapat diterima dalam dunia kerja. Masalah sosial yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus seperti memiliki hambatan fisik mobilitas dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, hambatan mental, hambatan dalam keterampilan kerja dan sosialisasi. (Desiningrum, 2016)
Untuk mengatasi masalah ini maka upaya pelayanan sosial harus diterapkan sesuai kebutuhan masing-masing. Adapun model pelayanan sosial untuk penanganan anak berkebutuhan khusus yang dimaksud dalam penelitian ini, yaitu :
1. Keterampilan
Pelaksanaan pelayanan keterampilan diberikan untuk meningkatkan keterampilan bagi anak berkebutuhan khusus dan tentunya pemberian keterampilan yang bernilai ekonomis, pemberian keterampilan dapat menumbuhkan kreatifitas dan menggali potensi anak berkebutuhan khusus 2.1.3 Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Berkaitan dengan istilah disability, maka anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan di salah satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik seperti tunanetra dan tunarungu, maupun bersifat psikologis seperti autism dan ADHD.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa
selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. (Desiningrum, 2016)
2.1.3.1 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Klasifikasi dari anak berkebutuhan khusus secara umum adalah:
Anak dengan Gangguan Fisik:
1. Tunanetra, yaitu anak yang indera penglihatannya tidak berfungsi (blind/low Vision) sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari 2. Tunarungu, yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal
3. Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, sendi dan otot).
Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku:
1. Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan 2. bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
3. Anak dengan gangguan komunikasi bisa disebut tunawicara, yaitu anak yang mengalami kelainan suara,artikulasi (pengucapan), atau kelancaran
bicara,yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa,isi bahasa,atau fungsi bahasa.
4. Hiperaktif, secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu mengendalikan gerakan dan memusatkan perhatian.
Anak dengan Gangguan Intelektual :
2. Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-rata sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial.
3. Anak Lamban belajar (slow learner), yaitu anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita (biasanya memiliki IQ sekitar 70-90).
4. Anak berkesulitan belajar khusus, yaitu anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus, terutama dalam hal kemampuan membaca,menulis dan berhitung atau matematika.
5. Anak berbakat, adalah anak yang memiliki bakat atau kemampuan dan kecerdasan luar biasa yaitu anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) diatas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
6. Autisme, yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
7. Indigo adalah manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan khusus yang tidak dimiliki manusia pada umumnya.(Desiningrum, 2016)
2.2 Penelitian Yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Widya Ekadara pada tahun 2018 yang berjudul
“Evaluasi Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu di SDLBN 01 Jakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yaitu layanan BPKBI dan Binawicara. Pada tahap Masukan (Input) berada pada kategori rendah dengan rerata kesenjangan sebesar 31,6%. Hasil penelitian menunjukan bahwa kesenjangan yang paling tinggi berada pada aspek pelatihan guru khusus tunarungu sebesar 100%. Rerata kesenjangan pada tahapan Proses (process) sebesar 65% berada pada kategori sedang. Pada tahap ini yang mempunyai kesenjangan paling tinggi berada pada aspek pengawasan yaitu jadwal dan kinerja pegawas baik pengawas internal maupun eksternal sebesar 100%.
Pada tahapan Keluaran (Output) secara keseluruhan berada pada kategori rendah dengan kesenjangan sebesar 26,6%. Fokus yang perlu ditingkatkan pada tahapan ini yaitu peran aktif orang tua peserta didik di sekitar lingkungan tempat tinggal dengan kesenjangan sebesar 50%.
Persamaan penelitian Widya Ekadara dengan peneliti terdapat pada penggunaan jenis penelitian kualitatif metode deskriptif, penelitian bersifat evaluatif di Sekolah Luar Biasa (SLB), model evaluasi menggunakan DEM (Discrepancy
Evaluation Model) yang melihat kesenjangan antara standar dan realita yang sebenarnya melalui tiga tahap yaitu Masukan (Input), Proses (Process), Keluaran (Output), dan teknik pengumpulan data dari wawancara, observasi, dokumen.
Sedangkan perbedaan penelitian Widya Ekadara dengan peneliti terletak pada model program pelayanan sosial yang ingin peneliti evaluasi bagi semua klasifikasi anak berkebutuhan khusus dan Widya Ekadara fokus kepada layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus klasifikasi tunarungu.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Rahmah pada tahun 2019 yang berjudul
“Evaluasi Program Gerakan Literasi Sekolah Di Sekolah Luar Biasa (SLB-E) Negeri Pembina Tingkat Provinsi Sumatera Utara”. Maksud penelitian adalah untuk mengevaluasi Program Gerakan Literasi Sekolah bagi anak berkebutuhan khusus di SLB. Hasil Penelitian ini menunjukkan pelaksanaan gerakan literasi sekolah dimulai dengan tahap pembiasaan membaca buku yang dilakukan setiap pagi hari dimasing- masing kelas sesuai minat peserta serta saran guru, sekolah juga memiliki strategi pengembangan yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan siswa/siswi, dan kegiatan membaca sudah disertai tagihan secara lisan maupun tulisan. Pengambilan tahap ini dikategorikan berdasarkan kemampuan peserta. Ini berarti bahwa pelaksanaan gerakan literasi disekolah dilakukan tidak sesuai dengan indikator yang tercantum dalam buku panduan.
Persamaan penelitian Siti Rahmah dengan peneliti terdapat pada penggunaan metode penelitian kualitatif deskriptif, penelitian bersifat evaluatif di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan teknik pengumpulan data wawancara, observasi, dokumen.
Sedangkan perbedaan penelitian Siti Rahmah dengan peneliti terletak pada jumlah
program pelayanan secara keseluruhan yang ingin peneliti evaluasi bagi semua klasifikasi anak berkebutuhan khusus di yayasan dan Siti Rahmah hanya satu program pendidikan bagi dua jenis dari anak berkebutuhan khusus.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Andira pada tahun 2011 yang berjudul
“Evektivitas Pelaksanaan Program Pelayanan Sosial Terhadap Penyandang Tuna Daksa Oleh Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan”. Hasil penelitian ini menunjukkan efektivitas pelaksanaan program pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa di yayasan secara keseluruhan sudah dikatakan baik dengan persentase dari setiap indikator dengan persentase rata-rata sebesar 90% yang berarti efektifitas pelayanan program sudah cukup baik dan dibuktikan dengan yayasan sudah berhasil menciptakan kemandirian sesuai kemampuannya dalam mengerjakan aktivitas- aktivitas sederhana seperti memakai baju, memegang pulpen, memakai sepatu, serta keterampilan sesuai kemampuan mereka masing-masing.
Persamaan penelitian Ayu Andira dengan peneliti terdapat pada penggunaan metode penelitian kualitatif deskriptif, teknik pengumpulan data wawancara, observasi, dokumen. Sedangkan perbedaannya terletak pada program pelayanan yang ingin peneliti evaluasi bagi semua klasifikasi anak berkebutuhan khusus di yayasan dan Ayu Andira hanya program pelayanan bagi penyandang tuna daksa.
4. Penelitian yang dilakukan Fajar Endah Wulandari, 2006, Jurusan Hubungan Masyarakat, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Budiluhur yang berjudul “Proses Pembelajaran Metode Maternal Reflektif dalam Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Siswa Tunarungu dengan Komunikasi Total pada Jenjang SMLB Santi
Rama Jakarta”. Hasil penelitian menunjukan bahwadengan menggunakan metode MMR siswa mampu memahami kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
5. Penelitian yang dilakukan Milla Febriyani Tanjung, 2014, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan Pendidikan Pra Sekolah dan Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, yang berjudul: “Interaksi Sosial Anak Tunarungu di SD Negeri 4 Bejen Karanganyar”. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan menempatkan anak tunarungu duduk bersama anak normal, terlibat dalam KBM, senantiasa memberikan pujian dan motivasi, serta memberikan arahan pada anak-anak lain untuk memahami kondisi anak tunarungu agar dapat berteman dengan baik, mereka mampu menjalin interaksi sosial dengan sesama tunarungu, anak normal, guru kelas, maupun dengan guru pendamping khusus di sekolah.
6. Penelitian yang dilakukan Siti Uswatun Hasanah, 2015, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta yang berjudul: “Program Intervensi Dini pada Anak Tunarungu di Paud Santi Rama Jakarta Pusat”. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana program intervensi dini pada anak tunarungu di PAUD Santi Rama Jakarta Pusat. Hasil penelitian menunjukan bahwaprogram intervensi dini pada anak tunarungudilakukan secara komprehensif, dapat membantu dan mendukung dalam pemerolehan bahasa anak tunarungu.
7. Penelitian yang dilakukan Maria Purnama Nduru (2012) yang berjudul Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SDN Kabupaten Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus dari aspek konteks, input, proses,
dan produk. Penelitian ini termasuk penelitian evaluasi yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan didukung dengan pendekatan kualitatif. Sehingga mendapatkan hasil evaluasi yang mendalam dan komprehensif serta menyeluruh tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif. Kriteria penilaian yang digunakan berdasarkan panduan standar pelayanan minimum. Hasil penelitian menunjukkan aspek konteks memenuhi kategori baik, aspek input memenuhi kategori cukup, aspek proses memenuhi kategori cukup dan aspek produk memenuhi kategori baik.
8. Penelitian yang dilakukan Redi Susanto (2012) yang berjudul Efektifitas Program Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif di SDN Giwangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas program sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di SDN Giwangan. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelenggaraan pendidikan inklusif dilihat dari tenaga pendidik, sarana prasarana, monitoring dan evaluasi sudah efektif. Hanya saja penyelenggaraan pendidikan inklusif dilihat dari kurikulum belum efektif.
9. Penelitian yang dilakukan Dhiarintan Kurniasari (2018) yang berjudul Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Retradasi Mental.Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian kuantitatif non eksperimen dengan metode korelasional. Menurut hasil analisis berdasarkan jenis kelamin subjek diketahui bahwa orang tua laki-laki memiliki penerimaan lebih tinggi terhadap anak retardasi mental daripada orang tua perempuan. Orang tua yang memiliki kecerdasan emosional tinggi akan segera mengenali perubahan emosi dan penyebabnya. Mereka mampu mengenali emosi secara objektif sehingga tidak larut
ke dalam emosi. Hal ini menyebabkan orang tua mampu memikirkan cara coping untuk meredakan stres dan menyelesaikan konflik yang berlangsung.
10. Penelitian yang dilakukan Mumtazul Fikri, pada tahun 2010, yang berjudul
“Implemantasi Pendidikan Akhlak pada Sekolah Inklusi (Analisis Implementatif Pembinaan Akhlak pada Sekolah Inklusi SD Negeri 54 Yayasan TAHIJA Banda Aceh)”. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pembinaan akhlak pada sekolah inklusi SDN 54 Yayasan TAHIJA Banda Aceh disampaikan dalam beberapa metode yaitu, metode kelompok, metode tausiah, metode hiburan, metode suri teladan. Penerapan metode ini disesuaikan dengan usia dan karakteristik anak.
Pembinaan akhlak mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap pembentukan kepribadian anak, ini terlihat dari presentase sikap hormat dan rukun siswa menunjukan angka positif. Sikap guru yang menerima kekurangan ABK menjadi teladan bagi para siswa. Namun demikian tetap ada sebagian kecil siswa yang masih berperilaku negatif, hal ini
disebabkan pengaruh lingkungan yang tidak kondusif dan kurangnya pengawasan orang tua. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif.
11. Penelitian yang dilakukan Fitri Lestari, pada tahun 2013, yang berjudul “Metode guru BK dalam mengatasi problem penyesuaian diri pada anak berkebutuhan khusus (studi kasus pada siswa tunarungu di SLB Purworaharjo)”. Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam skripsi adalah penulis ingin mengetahui penyesuaian diri pada siswa tunarungu yang meliputi kurang percaya diri, kurang mandiri, cenderung kaku dan egosentris. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif.
12. Penelitian yang dilakukan Rindi Lelly Anggraini, pada tahun 2013,
“Modelpembelajaran inklusif untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) Kelas V SD Negeri Giwangan Yogjakarta”. Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam skripsi adalah proses pembelajaran inklusif di kelas V SD Negeri giwangan dengan menyatukan peserta didik normal dengan peserta didik berkebutuhan khusus (kelas penuh) dibawah pengawasan guru kelas atau guru mata pelajaran dan guru pendamping khusus. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif.
13. Penelitian yang dilakukan Afnizar Sopa pada tahun 2018 yang berjudul Model Program Penaganan Anak Berkebutuhan Khusus Pada SLB Kota Banda Aceh.
Penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu mendeskripsi data-data yang diperoleh di lapangan. Model penanganan anak berkebutuhan khusus (ABK) pada model pendidikan inklusif dimana anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di ruang kelas dengan kelas reguler dengan bertatap muka langsung dengan guru dan menggunakan kurikulum yang sama. Hal ini ditunjukan fakta di lapangan sebagai berikut, model penanganan anak berkebutuhan khusus kepala sekolah dan guru berusaha semaksimal mungkin untuk melayani anak berkebutuhan khusus, sehingga menciptakan budaya sekolah model regular untuk ABK. Contohnya;
memberikan perhatian lebih, memberikan motivasi, dan melengkapi fasilitas untuk ABK.
14. Penelitian yang dilakukan Rafinda Sari pada tahun 2018 telah meneliti Dukungan Sosial Terhadap Anak Cacat Mental studi kasus penelitian ini di Kecamatan Kluet Timur Aceh Selatan. Permasalahan yang ditemukan oleh Rafinda Sari dalam penelitian tersebut adalah tidak adanya perhatian terhadap anak tuna grahita layaknya
sebagai anak normal, dicaci dan putus sekolah serta dijauhi oleh teman sebayanya serta mendapatkan pelecehan seksual. Seakan-akan mereka tidak layak untuk mendapatkan dukungan ataupun perlakuan baik dari siapapun selain dari orang tua mereka.
15. Penelitian yang dilakukan Rr. Mawaddaturrahmah, pada tahun 2018 yang berjudul Pola Asuh Orang Tua dan Kemenangan Sosial Anak Cacat Mental Ringan.
Hasil penelitiannya pola asuh orang tua pada intinya yaitu mengasuh anak menyesuaikan dengan kondisi yang ada pada anak cacat mental ringan. Membentuk anak dengan bimbingan dan motifasi serta mengasuh, membina anak sesuai dengan ajaran-ajaran religius seperti shalat, berpuasa dan mengaji.
16. Penelitian yang dilakukan Bobby pada tahun 2013 yang berjudul Pembelajaran Musik Bagi ABK Di Payakumbuh. Metode yang digunakan yang digunakan guru adalah ceramah, tanya jawab, diskusi, tugas dan CTL (Contextual Teaching dan Learning). Bagi anak normal metode yang digunakan guru tersebut dapat berjalan dengan baik. Namun bagi anak berkebutuhan khusus, ada beberapa metode-metode yang pada pelaksanaannya mereka mengalami kesulitan. Peneliti menyimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus tidak mendapatkan pelaksanaan pembelajaran yang sama dengan siswa normal dalam bidang materi, metode,media pembelajaran, karena pada penerapan hal tersebut lebih banyak menggunakan kemampuan visual, sementara guru pembimbing khusus tidak hadir membantu pada saat pembelajaran.
Oleh karena itu anak berkebutuhan khusus sering mendapatkan nilai yang kurang baik dalam hasil ujiannya. Pada akhirnya nilai hasil belajar yang diperoleh anak
berkebutuhan khusus adalah nilai pemberian dari guru, bukan nilai yang diperoleh siswa murni hasil usahanya sendiri.
17. Penelitian yang dilakukan Anindya Ratna Pratiwi pada tahun 2013 yang berjudul Komunikasi Antarpribadi Guru Dalam Membangun Kemandirian Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Pada Siswa Tunarungu di SLB Negeri Semarang). Penelitian kualitatif ini menggunakan paradigma post-positivistik dengan tipe penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa komunikasi antarpribadi yang efektif dirasa penting untuk diterapkan dalam aktifitas mengajar guru pada siswa berkebutuhan khusus. Komunikasi antarpribadi yang mampu berjalan efektif, dapat mewujudkan perasaan akrab (intimated) antara kedua belah pihak. Selain itu, komunikasi antarpribadi juga mampu menunjukkan perasaan kasih sayang dan perhatian guru kepada siswanya, yang mampu menyentuh sisi emosional sehingga siswa dengan kebutuhan khusus ini tidak merasa dikesampingkan. Perasaan positif ini dapat memacu semangat belajar siswa dan dapat mempermudah penyerapan materi dari guru, dalam hal ini terkait pembelajaran kemandirian.
18. Penelitiam yang dilakukan Haryono, pada tahun 2015 yang berjudul Evaluasi Pendidikan Bagi ABK Di Jawa Tengah. Penelitian ini bersifat evaluatif dan dirancang menggunakan model CIPP (Context, Input, Process, dan Product). Tujuan manajemen kesiswaan adalah untuk mengatur berbagai kegiatan kesiswaan agar kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah dapat berjalan lancar, tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan yang diinginkan. Aktivitas pokok yang termasuk dalam manajemen kesiswaan meliputi (1) penerimaan siswa ABK dan (2) program bimbingan dan penyuluhan ABK. Seluruh sekolah inklusi di Provinsi Jawa Tengah
(519 sekolah) dalam proses penerimaan siswa baru ABK tidak ada yang memberikan batasan/kuota bagi ABK. Namun, pada saat melakukan proses identifikasi dan asesmen untuk penerimaan siswa sekolah inklusif di Jawa Tengah dijalankan dengan proses yang berbeda-beda. Sekolah inklusif yang berasal dari sekolah berstatus negeri dan memiliki reputasi prestasi yang baik (terakreditasi A) memiliki kesamaan dengan sekolah sekolah luar biasa (SLB) yang terbiasa mendidik ABK. Akan tetapi, pada sekolah inklusif dari sekolah berstatus swasta, proses penerimaan siswa baru bagi ABK belum bisa menyamai seperti yang dilakukan oleh SLB. Ketidaksamaanya terletak pada ketersediaan alat dan proses identifikasi dan asesmen ABK terkait kondisi kecatatan fisik, psikis, dan IQ serta bakat dan minat.
19. Penelitian yang dilakukan Lailil Aflahkul Yaum pada tahun 2019 yang berjudul Evaluasi Pelaksanaan Lesson Study Dalam Mengidentifikasi Dan Mengasesment ABK Untuk Anak Usia Dini Oleh Guru PAUD Di Jember. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif digunakan untuk mengungkap proses kegiatan lesson study dalam mengidentifikasi dan mengasesmen ABK. Hasil ini terlihat dari observasi pada setiap ruang kelas yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, diantaranya. pertama kondisi dalam setting ruang kelas yang memudahkan peserta untuk berinteraksi, praktik dan berdiskusi. Kedua setting tempat duduk memudahkan berkomunikasi dalam pemberian materi dengan peserta lesson study. Ketiga, setting sirkulasi udara dan cahaya yang mendukung peserta lesson study merasa nyaman. Hasil observasi pada pengelolaan pembelajaran berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa peserta lesson study menyatakan bahwa situasi ruang kelas terasa nyaman dalam pembelajaran
20. Penelitian yang dilakukan Nina Hastina pada tahun 2018 yang berjudul Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Bagi ABK Di SDN Medan Marelan. Penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh berupa data kualitatif.
Subjek dalam penelitian ini adalah guru, wali murid, kepala sekolah yang dijadikan sumber penelitian.Berdasarkan hasil analisis dan pembahasannya dalam penelitian ini dapat ditarik simpulan yaitu terdapat beberapa kompenen dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif yang perlu mendapat perhatatian untuk refleksi dan perbaikan dari hasil evaluasi yaitu tenaga Pendidik khusus untuk guru pendamping khusus, saranan dan prasana yang belum menyesuaikan kebutuhan ABK secara keseluruhan, keuangan dari pemerintah untuk penyelenggara pendidikan inklusif.
21. Penelitian yang dilakukan Mulia Astuti pada tahun 2013 yang berjudul Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Di Panti Sosial Bina Netra Tan Miyat Bekasi. Hasil yang dicapai dapat dilihat dari kondisi penerima manfaat setelah mengikuti proses rehabilitasi bagi penyandang disabilitas pada umumnya terjadi perubahan pengetahuan dan keterampilan, sudah bisa melaksakan kegiatan sehari- hari secara mandiri, sudah bisa mobilitas di arena publik, sudah bekerja, dan berpenghasilan. Namun masih ada beberapa hambatan untuk melaksanakan fungsi sosialnya.
22. Penelitian yang dilakukan Lilik Maftuhatin pada tahun 2014 yang berjudul Evaluasi Pembelajaran ABK Di SD Plus Darul Ulum Jombang. Penelitian ini bertujuan untuk mencari solusi pemecahan masalah bagaimana sistem perencanaan evaluasi pembelajaran, bentuk evaluasi, bentuk pelaporan hasil evaluasi yang terdapat di kelas. Penelitian ini dilakukan dengan metode interview,observasi dan
dokumentasi. Obyek penelitian adalah kepala sekolah, guru-guru pendamping ABK, serta koordinator kelas inklusi disertai dengan data-data di lapangan yang dapat mendukung penelitian ini. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa evaluasi pembelajaran sudah cukup bagus karena guru sudah menerapkan dua metode dalam evaluasi yaitu dengan soal yang disamakan dengan reguler dan yang kedua dengan soal sesuai dengan kebutuhan mereka, disertai dengan portofolio yang mencatat perkembangan mereka selama pembelajaran.
2.4 Kerangka Pemikiran
Setiap anak memiliki kebutuhan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup dan menjalankan fungsi sosialnya dengan baik. Demikian juga dengan anak berkebutuhan khusus yang memerlukan pelayanan kesejahteraan dari anggota masyarakat, sudah seharusnya memberikan perlindungan dan pelayanan yang diperlukan sehingga bisa menuju kemandirian. Untuk mewujudkan anak berkebutuhan khusus yang mandiri serta mampu melanjutkan hidupnya perlu memasukkan anak berkebutuhan khusus ke dalam yayasan yang menampung mereka untuk mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhannya.
Yayasan Sekolah Luar Biasa adalah tempat diselenggarakannya proses pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak berkebutuhan khusus, sehingga mampu dan memiliki modal tertentu untuk membekali dirinya untuk hidup mandiri dan melanjutkan hidupnya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Program pelayanan kesejahteraan sosial perlu mendapat perhatian penting dari setiap anggota masyarakat karena masih belum optimalnya pelaksanaan program pelayanan
bagi anak berkebutuhan khusus dan diharapkan dengan adanya program pelayanan ini mampu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Bagan Alur Pikir
Sesuai
Pelayanan Kesejahteraan Sosial
Tujuan Sekolah Luar Biasa
1. Siswa punya kemampuan untuk mengurus diri sendiri 2. Siswa mempunyai keterampilan spesifik guna bekal
hidup di masyarakat
3. Siswa mampu melaksanakan ajaran agama dan keyakinannya dalam kehidupan sehari-hari
Evaluasi
- Konteks (Visi misi, Tujuan, Indikator) - Input ( Guru keterampilan, Penerima
manfaat, Kerjasama, Fasilitas, SOP) - Proses (Jam mata pelajaran, Materi
keterampilan, Metode keterampilan) - Product (Kompetensi anak tuna rungu dan
Kesesuaian visi dan misi)
Tidak Sesuai
2.5 Defenisi Konsep
Defenisi konsep menurut Siagian, 2011 adalah pengertian terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian. Maka penentuan defenisi konsep yang berhubungan dengan yang akan diteliti, antara lain :
1. CIPP Evaluation Model merupakan sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai dari suatu kegiatan yang telah direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan melalui Contex, Input, Process, Product
2. Program Pelayanan Kesejahteraan Sosial adalah serangkaian kegiatan program dari yayasan yang dirancang untuk anak berkebutuhan khusus agar dapat tumbuh dan berkembang menuju kemandirian dengan penyediaan fasilitas- fasilitas, pendidikan, keterampilan, bimbingan, serta terapis.
3. Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki karakter khusus berkaitan dengan hambatan fisik, dan mental sehingga memerlukan pelayanan khusus untuk dapat mengoptimalkan potensi anak agar dapat hidup mandiri.
Klasifikasi anak berkebutuhan khusus yang peneliti teliti adalah tuna runggu 4. Yayasan Sekolah Luar Biasa (SLB) Pondok Anugerah Kabupaten Deli Serdang
adalah yayasan sosial yang menampung anak berkebutuhan khusus yang bertujuan untuk membantu dan memberikan pelayanan bagi anakberkebutuhan khusus untuk mendorong kemandirian dan kelanjutan hidup.
Tidak Tercapai
Kriteria Evaluasi Pelayanan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Luar Biasa Pondok Anugerah
Komponen Indikator
Context Evaluation 1. Visi misi
2. Tujuan Program Keterampilan 3. Indikator ketercapaian program
Input Evaluation 1. Guru keterampilan 2. Penerima manfaat 3. Kerjasama
4. Fasilitas 5. SOP
Process Evaluation 1. Jam pembelajaran 2. Materi keterampilan 3. Metode pembelajaran
Product Evaluation 1. Kompetensi anak tuna rungu 2. Kesesuaian visi dan misi