• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) PADA SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) BERDASARKAN BUKU SAKU BERBASIS BEHAVIOR CHECKLIST

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) PADA SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) BERDASARKAN BUKU SAKU BERBASIS BEHAVIOR CHECKLIST"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

DOI:

Homepage: https://ojs.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/jps:

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) PADA SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) BERDASARKAN BUKU SAKU BERBASIS BEHAVIOR CHECKLIST

1*Lilis Dahlia , 2Wahidah Fitriani, 3Dani Yoselisa

1Program Studi Psikologi Islam, FUAD, UIN Mahmud Yunus Batusangkar, Indonesia

2Dosen Psikologi Islam, FUAD, UIN Mahmud Yunus Batusangkar, Indonesia

3Dosen Psikologi Islam, FUAD, UIN Mahmud Yunus Batusangkar, Indonesia

*E-mail: lilisdahlia2002@gmail.com

Abstract

The purpose of this study is to describe the identification of children with special needs at Special Schools in Padang Panjang Timur District, Padang Panjang City based on behavior checklist-based pocket books. The background of this research is that there are still many Special Needs Schools in Padang Panjang Timur District, Padang Panjang City, which do not place students with special needs according to their needs. The research method used is descriptive quantitative research method. The population in this study is Special Schools in Padang Panjang Timur District, Padang Panjang City with a total of 70 students.

The sampling technique in this study used a total sampling technique because the number of samples was relatively small, namely 70 samples. The data was obtained using a scale distribution technique (in the form of a pocket book based on a behavior checklist). The data analysis technique in this study was percentage descriptive analysis. The results of this study indicated that there was a discrepancy between the initial identification carried out by the teacher/school and identification using a behavior checklist-based pocket book. So from this study obtained data on mild mental retardation 44%, moderate mental retardation 13%, identified as autistic 19%, unidentified as autistic 10%, identified as ADHD 13% and not identified as ADHD as much as 1%.

Keywords: Identification, ABK and SLB.

Abstrak

Tujuan penelitian ini yakni mendeskripsikan identifikasi anak berkebutuhan khusus pada Sekolah Luar Biasa di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang berdasarkan buku saku berbasis behavior checklist. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih banyaknya Sekolah Luar Biasa yang berada di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang tidak menempatkan siswa berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhannya. Metode penelitian yang digunakan yakni metode penelitian kuantitatif deskriptif. Populasi pada penelitian ini yakni Sekolah Luar Biasa di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang dengan jumlah siswa 70 orang. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling karena jumlah sampel yang relative kecil yakni sebanyak 70 orang sampel. Data diperoleh dengan teknik penyebaran skala (berupa buku saku berbasis behavior checklist). Teknik analisis data pada penelitian ini yakni analisis deskriptif persentase.Hasil penelitian ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara identifikasi awal yang dilakukan oleh guru/sekolah dengan identifikasi menggunakan buku saku berbasis behavior checklist. Sehingga dari penelitian ini diperoleh data tunagrahita ringan 44%, tunagrahita sedang 13%, Teridentifikasi Autis 19%, Tidak Teridentifikasi Autis 10%, Teridentifikasi ADHD 13% dan Tidak Teridentifikasi ADHD sebanyak 1%.

Kata Kunci: Identifikasi ABK dan SLB.

Received: 07 Oktober 2023 Revised: 06 November 2023 Accepted: 30 November 2023

(2)

Pendahuluan

Anak Berkebutuhan Khusus atau disingkat dengan ABK dapat diartikan sebagai anak yang mengalami segala gangguan/hambatan fisik, intelegensi, emosi dan mental sehingga secara otomatis membutuhkan penanganan atau pelayanan khusus, salah satunya dalam proses pembelajaran (Kosasih, 2012). Anak berkebutuhan khusus juga merupakan seorang anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan (baik dari fisik, mental, intelektual, sosial, maupun emosional) dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga anak berkebutuhan khusus tersebut membutuhkan pelayanan pendidikan secara khusus (Marienzi, 2012). Sesuai dengan isi dari Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 tentang anak berkebutuhan khusus di Indonesia memiliki kesamaan hak, dan kewajiban secara penuh sebagai warga negara dalam berbicara, berpendapat, memperoleh pendidikan, kesejahteraan dan kesehatan (Ishartiwi, 2010).

Dari uraian penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ini yakni seorang anak yang mengalami segala gangguan/kelainan dalam proses pertumbuhan atau perkembangan baik dari segi fisik, emosi, mental, emosional maupun intelegensi yang secara otomatis memerlukan/membutuhkan penanganan ataupun pelayanan khusus dalam kehidupan sehari-hari, dan salah satunya dalam proses pembelajaran sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang berbeda-beda, berdasarkan dengan gangguan yang mereka miliki.

Anak berkebutuhan khusus terdiri dari anak-anak tunanetra (gangguan penglihatan), tunagrahita (gangguan berpikir), tunarungu (gangguan pendengaran), tunadaksa (gangguan fisik dan motorik), tunalaras (gangguan emosi dan perilaku), autis, ADHD (Attention Deficit and Hiperactive Disorder), anak berbakat, anak kesulitan belajar, dan lain-lain sebagainya (Mirnawati, 2020). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa di antaranya anak berkebutuhan khusus meliputi anak autis, tunanetra, tunagrahita, tunarungu, ADHD, anak berbakat, anak kesulitan belajar, dan sebagainya yang mempunyai kebutuhan khusus yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya.

(3)

Salah satu pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus yakni Sekolah Luar Biasa atau disingkat SLB. Sekolah Luar Biasa ini sudah ada sejak tahun 1945 karena pada tahun itu sudah ada 100 siswa berkebutuhan khusus. Namun pada tahun 1945 masih kekurangan guru sehingga pemerintah mengirim beberapa tokoh pemerhati PLB untuk studi. Beberapa tahun kemudian didirikanlah SDLB (Sekolah Dinas Luar Biasa) karena pemerintah pada saat itu mewajibkan sekolah 6 tahun. Kemudian didirikanlah sekolah terpadu untuk anak tunanetra yang menjadi uji pertamanya. Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai lembaga tertua menampung anak dengan gangguan pendengaran atau yang disebut tunarungu, anak dengan gangguan berpikir/kecerdasan yang disebut dengan tunagrahita, anak dengan gangguan fisik dan motorik yang disebut dengan tunadaksa, anak dengan gangguan emosi dan perilaku atau yang sebut tunalaras, serta anak dengan gangguan yang majemuk yang disebut dengan tunaganda (Budiyanto, 2018).

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Sekolah Luar Biasa merupakan salah satu instansi pendidikan yang diperuntukkan kepada anak berkebutuhan khusus. Sekolah Luar Biasa ini telah ada sejak tahun 1945 yang pernah berubah nama menjadi Sekolah Dinas Luar Biasa (SDLB). Sekolah Luar Biasa ini memberikan pelayanan ke beberapa anak berkebutuhan khusus dengan berbeda kebutuhan di antaranya tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, serta tunaganda.

Dari semua Sekolah Luar Biasa (SLB) yang ada, tidak semua yang menerapkan asesmen khusus dalam pengidentifikasian anak berkebutuhan khusus, berkemungkinan siswa pada SLB yang belum menerapkan asesmen tersebut mendapatkan program ataupun pelayanan dalam pembelajarannya tidak akan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh siswa tersebut (Ediyanto, Hastuti, W. & Rizqianti, N., 2021). SLB yang tidak menerapkan asesmen khusus ini, salah satunya dilatarbelakangi oleh minimnya instrumen yang akan digunakan. Dengan adanya instrumen, secara otomatis SLB yang belum menerapkan asesmen dapat menerapkannya.

Sehingga, SLB tersebut dapat memprogram ataupun memberikan layanan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan khusus yang dimiliki oleh peserta didik atau anak kebutuhan khusus.

(4)

Sekolah Luar Biasa bagi para anak berkebutuhan khusus ini banyak tersebar di setiap wilayah yang ada di Indonesia salah satunya di daerah Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang Sumatera Barat. Di beberapa Sekolah Luar Biasa yang ada masih terdapat sekolah yang belum menerapkan asesmen dalam proses pengidentifikasian serta layanan yang tepat dalam pembelajaran sesuai dengan pengelompokan anak berkebutuhan khusus tersebut, sehingga anak berkebutuhan khusus masih mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran. Hal ini juga berkaitan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 157 Tahun 2014 tentang kurikulum yang digunakan untuk peserta didik berkebutuhan khusus yang di mana kurikulum 2013 khusus ini disesuaikan dengan kebutuhan khusus para peserta didik berkebutuhan khusus.

Dalam memberikan layanan yang tepat terhadap kebutuhan khusus yang dimiliki oleh masing-masing anak, maka dibutuhkan pengidentifikasian untuk mengenali atau mendeteksi kebutuhan yang dimiliki oleh masing-masing tersebut. Dalam proses pengidentifikasian tentunya diperlukan sebuah alat atau instrument yang tepat. Salah satu alat atau instrument yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi anak kebutuhan khusus adalah buku saku berbasis behavior checklist. Pentingnya menggunakan instrument yang tepat dalam pengidetifikasian anak berkebutuhan khusus adalah agar anak tersebut dapat didentifikasikan dengan tepat pula, sehingga dapat menerima pelayanan sesuai dengan kebutuhan khususnya.

Buku saku berbasis behavior checklist adalah buku yang berukuran kecil, ringan dan praktis untuk disimpan serta mudah untuk dibawa kemana-mana. Buku saku berbasis behavior checklist merupakan buku yang digunakan untuk mengamati perilaku atau gejala-gejala yang nampak dengan memberikan tanda centang. Tujuan dari buku saku ini untuk melihat jenis gangguan yang dialami oleh anak atau siswa dengan cara mengamati anak, sehingga guru dapat menentukan layanan yang akan diberikan dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak (Yoselisa, D. Wahidah, F, Sri, P. & Mutia A., 2022). Namun pada buku saku berbasis behavior checklist ini hanya ditujukan kepada tiga jenis kebutuhan khusus yakni Tunagrahita, Autis dan ADHD, disebabkan tiga jenis kebutuhan khusus ini berbeda dengan jenis

(5)

kebutuhan lainnya dimana tidak dapat dilihat dari fisik atau tidak mudah dikenali serta juga tidak mudah untuk dibedakan antara anak yang mengalami tunagrahita, Autis, dan ADHD.

Observasi Awal yang peneliti lakukan pada hari Selasa, 20 Desember 2022 pada salah satu SLB yang berada di Kecamatan Padang Panjang Timur, menunjukkan bahwa di SLB tersebut meletakkan anak berkebutuhan khusus dalam ruangan yang sama yang terdiri dari beberapa anak berkebutuhan khusus yang memiliki kebutuhan yang berbeda, misalnya pada anak autis diletakkan di ruangan atau kelas yang sama dengan anak ADHD (Attention Deficiency and Hiperactivity Disorders), maupun juga anak tunagrahita dan anak berkebutuhan khusus lainnya. Tidak ada perbedaan penempatan ruangan atau kelas pada anak berkebutuhan khusus dengan kebutuhan berbeda. Hal ini tentunya berkaitan dengan pelayanan yang diberikan sama walaupun dengan kebutuhan masing-masing anak tersebut berbeda. Seperti, para siswa dengan kebutuhan yang berbeda dan pada tingkat pendidikan yang berbeda disatukan pada kelas yang sama misalnya anak autis yang masih berada pada tingkat Sekolah Dasar (SD), disatukan dengan anak yang mengalami tunagrahita yang berada pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Observasi di SLB lainnya yang peneliti lakukan pada hari selasa, 20 Desember 2022, di SLB lain yang ada di Kota Padang Panjang untuk permasalahan yang ada pada sekolah tersebut hampir sama dengan SLB sebelumnya yaitu masih menggabungkan siswa pada ruangan/kelas yang sama dalam proses pembelajaran untuk semua siswa yang ada di sekolah tersebut. Masih belajar dalam satu ruang kelas yang sama baik itu siswa yang autis, tunagrahita, ADHD (Attention Deficiency and Hiperactivity Disorders), dan anak kebutuhan khusus lainnya.

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan pada hari Selasa, 20 Desember 2022, pada salah seorang guru SLB di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang, diketahui bahwa pada sekolah tersebut menyamakan sistem pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus, dan masih belum ada tenaga ahli ataupun professional seperti psikolog atau guru-guru yang tamatan PLB (Pendidikan Luar Biasa). Serta pada SLB tersebut tidak melakukan asesmen kepada peserta didik berkebutuhan khusus dikarenakan tidak adanya instrumen yang akan digunakan. Sehingga tanpa adanya proses pengidentifikasian, tentunya

(6)

penanganan yang diberikan tidak sesuai dengan permasalahan/kesulitan yang dihadapi anak.

Hal ini tentunya bertolak belakang dengan tujuan utama dari SLB dalam memberikan bantuan pada anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pembelajaran dan menyesuaikan dengan keterbatasan yang mereka alami. Salah satunya seperti anak tunagrahita yang seharusnya diletakkan pada SLB C dan C1 namun pada sekolah tersebut masih disamakan dengan anak berkebutuhan khusus lain yang berbeda.

Berdasarkan pemaparan masalah di atas, masih ada SLB (Sekolah Luar Biasa) terkhusus di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang yang masih belum mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhannya dikarenakan minimnya instrumen yang digunakan. Melihat hal tersebut peneliti termotivasi untuk memfokuskan penelitian ini pada identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang berdasarkan buku saku berbasis behavior checklist.

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni penelitian kuantitatif. Di mana metode yang digunakan yakni metode penelitian deskriptif. Di mana metode yang digunakan yakni metode penelitian deskriptif. Menurut (Priyono, 2016) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau suatu fenomena.

Menurut (Yusuf, 2016) penelitian deskriptif kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang memiliki tujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai suatu fakta dan sifat populasi tertentu atau mencoba menggambarkan fenomena secara detail. Sedangkan menurut (Abdullah, 2015) mengemukakan bahwa penelitian kuantitatif dengan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian tersebut berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat kepermukaan karakter atau gambaran tentang suatu kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut.

(7)

Penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif ini digunakan oleh peneliti untuk mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus pada SLB di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang berdasarkan buku saku berbasis behavior checklist.

Populasi peneliti yakni seluruh siswa SLB yang ada di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang yaitu 3 Sekolah Luar Biasa (SLB) dengan jumlah sampel sebanyak 70 orang anak berkebutuhan khusus. Menurut (Arikunto, 2012) jika jumlah populasi kurang dari 100 orang, maka dari itu untuk jumlah sampel yang akan diambil secara keseluruhan, akan tetapi jika populasi besar dari 100 orang maka akan diambil 10% sampai dengan 15% dari jumlah populasi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik Total Sampling. Total Sampling yakni suatu teknik penelitian sampel jika semua anggota populasi digunakan, jika jumlah populasi relatif kecil. Total Sampling disebut juga sensus, di mana semua anggota populasi dijadikan sampel (Fauzy, 2019). Oleh karena itu dapat diketahui bahwa, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian adalah sebanyak 70 orang siswa SLB di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala buku saku yang berbasis behavior checklist. Skala untuk mengukur anak berkebutuhan khusus tunagrahita dan ADHD turunan dari teori Hallahan dan Kaffaman, untuk skala mengukur anak berkebutuhan khusus autis menggunakan M-Chart yang telah di terjemahkan oleh Soetjaningsih. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode survey melalui angket atau kuesioner untuk memperoleh data berupa gambaran umum identifikasi anak berkebutuhan khusus pada SLB di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang.

Penelitian ini menggunakan metode skala yang mana informasi dikumpulkan menggunakan beberapa skala. Yang pertama, skala tunagrahita yang di susun berdasarkan teori dari Hallahan dan Kaufman dengan penskoringan respon ya diberi nilai 1 dan respon tidak diberi nilai 0, setelah itu dijumlahkan dan ditotalkan keseluruhan item dari masing-masing indikator.

Selanjutkan dilihat dari skor tertinggi masing-masing indikator tersebut mana yang paling memenuhi keseluruhan item pada masing-masing indikator, sehingga dapat diidentifikasi dari

(8)

skor total tertinggi tergolong pada anak tunagrahita ringan (mild), tunagrahita sedang (moderate), atau tunagrahita berat (severe).

Yang kedua skala autis menggunakan M-Chat oleh (Robins et al., 2001) yang diterjemahkan oleh Soetjiningsih, dengan penskoringan anak gagal M-Chat bila 2 atau lebih ITEM KRITIS gagal atau bila gagal pada 3 item apa saja. Jawaban ya/tidak menggambarkan respon lulus/gagal. Di bawah ini adalah daftar respon gagal dari tiap item pada M-Chat. Huruf besar yang dicetak tebal yakni ITEM KRITIS. Tidak semua anak yang gagal terhadap checklist memenuhi kriteria diagnosis autisme. Walaupun demikian, anak yang gagal terhadap checklist, harus dievaluasi lebih dalam oleh dokter atau dirujuk ke spesialis dievaluasi perkembangan lebih lanjut.

Tabel 1

Respon Skala M-Chat Respon M-Chat

1. Tidak 6. Tidak 11. Ya 16. Tidak 21. Tidak 2. TIDAK 7. TIDAK 12. Tidak 17. Tidak 22. Ya 3. Tidak 8. Tidak 13. TIDAK 18. Ya 23. Tidak 4. Tidak 9. TIDAK 14. TIDAK 19. Tidak

5. Tidak 10. Tidak 15. TIDAK 20. Ya

Dan yang ketiga, skala ADHD (Attention Deficit and Hiperactivity Dosorder) disusun berdasarkan teori Hallahan dan Kauffman dengan penskoringan seseorang yang dapat dikategorikan ADHD, jika memenuhi minimal 4 kriteria pada masing-masing aspek ADHD.

Buku saku ini telah tervalidasi, dengan menggunakan validasi konstrak. Yang dimaksud validasi konstrak adalah suatu tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana instrumen dapat mengungkap suatu trait atau konstrak teoritis (Azwar, 2010). Validitas konstrak digunakan dengan meminta pendapat para ahli (experts jusment). Dengan mendapatkan kesimpulan bahwasanya instrumen tersebut dapat digunakan. Teknik analisis data yang dipakai adalah statistik deskriptif dengan menggunakan persentase yang mengahasilkan data apadanya dengan meyajikan angka-angka. Teknik analisis data yang dipakai adalah statistik deskriptif dengan

(9)

menggunakan persentase yang mengahasilkan data apadanya dengan meyajikan angka-angka.

Statistik deskriptif yakni statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Sedangkan deskriptif persentase ini diolah dengan cara frekuensi dibagi dengan jumlah responden dikali 100 persen (Sudjana, 2006 dalam Ismail, 2019), seperti di bawah ini

𝑃 = 𝑓

𝑁× 100%

Keterangan:

P : skala persentase

f : Jumlah frekuensi dari setiap jawaban yang telah menjadi sampel N : Jumlah frekuensi atau banyak individu

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada Sekolah Luar Biasa (SLB) berdasarkan buku saku berbasis behavior checklist di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan diketahui bagaimana identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada Sekolah Luar Biasa (SLB) berdasarkan buku saku berbasis behavior checklist di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang yang dapat dilihat dari uraian pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa adanya ketidaksesuaian antara identifikasi anak berkebutuhan khusus berdasarkan buku saku berbasis behavior checklist dengan asesmen awal yang dilakukan guru/sekolah.

Pada penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 70 orang dari 3 Sekolah Luar Biasa yang ada di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang diantaranya SLB A, SLB X dan SLB Y. Dari hasil penelitian teridentifikasi siswa yang mengalami tunagrahita sebanyak 40 orang dengan 2 kategorisasi yakni tunagrahita ringan sebanyak 31 orang dengan persentase 44% dan tunagrahita sedang sebanyak 9 orang dengan persentase 13%.

(10)

Pada pengidentifikasian anak berkebutuhan khusus ini juga terdapat siswa yang mengalami autis sebanyak 20 orang dari 70 orang siswa dengan persentase 29% pada identifikasi awal, namun setelah dilakukan identifikasi berdasarkan buku saku berbasis behavior checklist ditemukan bahwa adanya siswa yang teridentifikasi autis dan tidak teridentifikasi autis hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuain antara identifikasi yang dilakukan oleh guru dengan identifikasi berdasarkan buku saku berbasis behavior checklist.

Tabel 2 Data Hasil Penelitian

Identifikasi SLB A SLB X SLB Y Total Persentase

Teridentifikasi ADHD 4 0 5 9 13%

Tidak Teridentifikasi

ADHD 1 0 0 1 1%

Teridentifikasi Autis 3 3 7 13 19%

Tidak Teridentifikasi

Autis 5 0 2 7 10%

Tunagrahita Ringan 8 19 4 31 44%

Tunagrahita Sedang 1 2 6 9 13%

Total 22 24 24 70 100%

Dari pengidentifikasian anak berkebutuhan khusus juga ditemukan bahwa terdapat 10 orang dari 70 orang siswa yang menjadi sampel penelitian teridentifikasi mengalami ADHD (Anttention Deficit and Hyperactivity Disorder) dengan persentase 14%. Pada identifikasi yang dilakukan dengan menggunakan buku saku berbasis behavior checklist ditemukan bahwa terdapat siswa yang teridentifikasi mengalami ADHD dan siswa yang tidak teridentifikasi ADHD, yang berarti bahwa adanya ketidaksesuain antara identifikasi yang dilakukan oleh guru dengan identifikasi berdasarkan buku saku berbasis behavior checklist. Proses Pengidentifikasian anak berkebutuhan khusus ini sangat penting karena dapat berpengaruh besar pada pelayanan yang

(11)

akan diberikan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Kismawiyati, 2018) yang mengemukakan bahwa semakin dini diketahui (identifikasi) kebutuhan khususnya, maka akan semakin cepat diberikannya intervensi atau layanan yang sesuai sehingga akan meminimalisir kekurangannya dan memaksimalkan kemampuannya.

Pada Sekolah Luar Biasa I terdiri dari beberapa ruangan pembelajaran dengan guru sebanyak 9 orang guru namun tidak terdapat tenaga ahli/ psikolog. Pada Sekolah Luar Biasa Y terdiri dari 5 kelas dengan 6 guru dengan latarbelakang pendidikan berbagai macam namun tidak terdapat satupun guru dengan berlatarbelakang Pendidikan Luar Biasa (PLB) serta tidak adanya tenaga ahli/psikolog. Dan pada Sekolah Luar Biasa (SLB) X terdiri dari beberapa ruangan pembelajaran dengan jumlah guru 7 orang yang rata-rata memiliki latar belakang Pendidikan Luar Biasa (PLB). SLB X ini juga bekerja sama dengan psikolog sehingga dalam proses awal masuk sekolah di haruskan bagi setiap anak yang mendaftar, untuk dapat meminta rekomendasi dari psikolog terlebih dahulu.

Secara lebih rinci pada Sekolah Luar Biasa A terdapat ketidaksesuaian antara identifikasi yang dilakukan guru dengan identifikasi berdasarkan buku saku berbasis behavior checklist.

Adapun data yang dihasilkan pada Sekolah Luar Biasa A ini meliputi identifikasi tunagrahita ringan sesuai, identifikasi tunagrahita sedang sesuai, identifikasi autis tidak sesuai dibuktikan dari 8 siswa autis di Sekolah Luar Biasa I3 siswa sesuai (teridentifikasi autis) dan 5 siswa tidak sesuai (tidak teridentifikasi auti), serta identifikasi ADHD tidak sesuai dibuktikan dari 5 orang siswa ADHD di Sekolah Luar Biasa I4 siswa sesuai (teridentifikasi ADHD) dan 1 siswa tidak sesuai (tidak teridentifikasi ADHD).

Pada Sekolah Luar Biasa Y juga terdapat ketidaksesuaian antara identifikasi yang dilakukan guru dengan identifikasi berdasarkan buku saku berbasis behavior checklist. Data yang dihasilkan pada SLB Y ini meliputi identifikasi tunagrahita ringan sesuai, identifikasi tunagrahita ringan sesuai, identifikasi autis tidak sesuai dibuktikan dari 9 orang siswa autis di Sekolah Luar Biasa Y 7 siswa sesuai (teridentifikasi autis) dan 2 siswa tidak sesuai (tidak teridentifikasi autis), serta identifikasi ADHD sesuai. Pada Sekolah Luar Biasa Y dihasilkan data yang sesuai antara

(12)

identifikasi yang dilakukan oleh guru dengan identifikasi berdasarkan buku saku berbasis behavior checklist.

Pada Sekolah Luar Biasa Y ditemukan 2 orang siswa berkebutuhan khusus yang tidak teridentifikasi Autis dengan inisial AAH yang berjenis kelamin laki-laki dan IUS yang berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan ketika proses penelitian guru mengungkapkan bahwa ketika awal daftar sekolah AAH diidentifikasi autis berdasarkan hasil wawancara antara pihak sekolah dengan orangtua. Hal ini tentunya berkaitan dengan kesadaran guru dalam pengetahuan identifikasi anak berkebutuhan khusus yang mana tidak dapat didiagnosa begitu saja hanya dengan wawancara dengan orangtua anak. Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Putra & Neviyarni S, 2023) mengungkapkan pemrosesan identifikasi ABK dibutuhkan oleh guru memperoleh pengetahuan tingkat gangguan ABK. Melalui pengamatan pada ABK, guru dapat menentukan penanganan berupa pelayanan khusus kepada ABK. Pengdiagnosian secara menyeluruh diperlukan tenaga ahlis yang berwenang.

Sedangkan IUS ketika awal daftar sekolah IUS diidentifikasi autis hanya menggunakan asesmen biasa tanpa adanya tools asemen psikologi serta juga tanpa adanya rekomendasi dari psikolog. Hal ini tentunya berkaitan dengan pengetahuan akan peran penting psikolog dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus. Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Maulidiyah & Hikmah, 2021) menyatakan bahwa mengikuti Commission of Inquiry on Mental Handicap dan perluasan penyediaan spesialis, peran penilaian psikologis dalam identifikasi dan penempatan anak-anak dengan ketidakmampuan belajar sangat penting. Oleh karena itu secara tradisional. Penilaian psikologis terutama digunakan untuk membantu dalam diagnosis anak- anak atau proses identifikasi.

Pada sekolah Luar Biasa I ditemukan 5 orang siswa yang tidak teridentifikasi mengalami Autis. Yang bernisial A , ZS , RRF , MAZ dan DNA yang berjenis kelamin laki-laki. Menurut masing- masing guru pada proses penelitian sistem penerimaan siswa baru hanya dilakukan dengan cara pelaksanaan tes IQ. Dengan cuma menggunakan tes IQ saja belum bisa mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Ilyas, 2016) tentang analisis kecerdasan intelektual dan kepribadian anak berkebutuhan khusus yang

(13)

menyatakan bahwa tes IQ tidak dapat menjadi penentu dari identifikasi anak berkebutuhan khusus karena lemahnya kecerdasan intelektual juga dapat dilihat dari karakteristik anak berkebutuhan khsusus yang berbeda-beda. Pada sekolah ini peneliti juga menemukan 1 orang siswa yang tidak teridentifikasi mengalami ADHD (Attention Deficit and Hyperactivity Disorder) dengan inisal RPR yang berjenis kelamin laki-laki menurut keterangan yang diberikan guru RPR ketika awal daftar sekolah data tentang RPR yang tidak lengkap karena RPR ini seorang anak yatim dengan ibu yang menjadi tulang punggung keluarga sehingga RPR didaftarkan sekolah oleh tantenya. Data-data tentang siswa tentunya sangat diperlukan dalam proses pengidentifikasian anak berkebutuhan khusus sehingga dapat membantu memudahkan guru dalam identifikai nantinya. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Kismawiyati, 2018) tentang identifikasi anak berkebutuhan khusus di Sekolah PAUD Kabupaten Jember yang mengungkapkan bahwa data siswa sangat diperlukan dalam proses pengidentifikasian sehingga memudahkan guru untuk mendapatkan informasi sebagai bahan acuan guru nantinya untuk dapat melayani kebutuhan anak.

Pada Sekolah Luar Biasa X peneliti tidak menemukan siswa berkebutuhan yang tidak teridetifikasi berdasarkan buku saku berbasis behavior checklist dengan kata lain identifikasi awal yang guru/sekolah lakukan sesuai dengan identifikasi anak berkebutuhan khusus (Tunagrahita, Autis, dan ADHD/ Attention Deficit and Hyperactivity Disorder) berdasarkan buku saku berbasis behavior checklist. Menurut penjelasan dari guru pada saat proses penelitian dilakukan bahwasanya di Sekolah Luar Biasa X ini untuk pendaftaran siswa baru diharuskan adanya surat rekomendasi dari psikolog, melakukan tes IQ, melakukan wawancara dengan orang tua, serta asesmen pada siswa baru. Dengan adanya proses pengidentifikasian terstruktur dengan melibatkan tenaga professional tentunya berkaitan dengan ketepatan dalam pengidentifikasian anak berkebutuhan khusus. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Maulidiyah & Hikmah, 2021) yang mengungkapkan bahwa peran penting psikolog dalam proses identifikasi berupa penilaian yang berkontribusi pada keputusan tentang sekolah dan penempatan kejuruan dari anak berkebutuhan khusus tersebut.

(14)

Dari wawancara secara umum yang dilakukan pada saat penelitian pada 3 Sekolah Luar Biasa yang berada di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang diketahui bahwa kelas dan ruangan yang terbatas oleh karena itu siswa dengan kebutuhan khusus yang berbeda dan pada jenjang pendidikan yang berbeda pula terpaksa disatukan dalam ruangan atau kelas yang sama dalam proses pembelajaran. Satu orang guru akan mengajar satu sampai 2 kelas.

Sehingga jika dilakukan terus menerus akan berdampak kepada siswa berkebutuhan khusus itu sendiri salah satunya yakni tertutupnya potensi siswa akibat tidak tercapainya perkembangan anak secara optimal. Hal ini tidak jauh kaitannya dengan pemberian layanan yang diberikan oleh guru kepada siswa yang pada dasarnya setiap anak berkebutuhan khusus memiliki kebutuhan yang berbeda-beda apalagi dengan jenjang pendidikan yang berbeda pula. Hal ini dapat merujuk dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Rezieka et al., 2021) yang mengungkapkan bahwa tanpa pelayanan atau perlakuan yang khusus ABK tidak dapat mencapai perkembangan yang optimal, termasuk kebutuhan khusus dalam pelayanan pendidikan.

Penutup

Berdasarkan hasil penelitian identifikasi anak berkebutuhan khusus (ABK) pada Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang, dapat simpulkan bahwa ditemukan ketidaksesuaian identifikasi anak berkebutuhan khusus pada Sekolah Luar Biasa yang dilakukan oleh guru/sekolah dengan identifikasi berdasarkan buku saku berbasis behavior checklist dibuktikan dari 70 orang siswa yang menjadi sampel penelitian terdapat 31 orang siswa yang mengalami Tunagrahita Ringan dengan persentase 44%, 9 orang siswa yang mengalami Tunagrahita sedang dengan persentase 13%, 13 orang siswa teridentifikasi autis dengan persentase 22%, 7 orang siswa yang tidak teridentifikasi autis dengan persentase 10%, 9 orang siswa teridentifikasi ADHD (Attention Deficit and Hyperactivity Disorder) dengan persentase 13% dan 1 orang siswa yang tidak teridentifikasi ADHD dengan persentase 1%.

(15)

Keterbatasan Penelitian

Dalam pengisian buku saku berbasis behavior checklist ini guru pada masing-masing Sekolah Luar Biasa hanya mengisi sesuai dengan diagnosa guru/sekolah tersebut seperti jika pada diagnosa awal sekolah siswa berkebutuhan khusus tersebut mengalami autis maka yang diisi pada buku saku berbasis behavior checklist hanya pada skala autis serta menggunakan waktu yang singkat.

Ucapan Terima Kasih

Terimakasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak terkait yang membantu dalam penyelesaian jurnal ilmiah ini. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini, izinkan penulis untuk mengucapkan terimakasih yang mendalam dan setulus-tulusnya. Yang sangat istimewa kepada kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda dan Ibunda serta sanak keluarga besar penulis dan semua pihak yang membantu dan memberikan support kepada penulis.

(16)

Daftar Pustaka

Abdullah, P. M. (2015).Metode Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Aisah. (2020). Upaya Meningkatkan Minat Belajar Anak Berkebutuhan Khusus Pada Kelas Ii Sdn Unggulan Melalui Metode Full Inclusion. Pedagogi: Jurnal Penelitian Pendidikan, 6(1), 1–9.

Ambarwati, B. roro. (2019). Tingkat Kebugaran Jasmani Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusi SD Negeri Gejayan Condongcatur Depok Selatan. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Arfalah, S. (2014). Studi Kasus Siswa Underachiever Di Smp Negeri I Kotabumi Lampung Utara Tahun Pelajaran 2012/2013. ALIBKIN (Jurnal Bimbingan Konseling), Vol 3, No.

Arikunto. (2012). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka Cipta.

Azwar, S. (2010). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Budiyanto. (2018). Pengantar Pendidikan Inklusif. Jakarta: PRENAMEDIA GROUP.

Desiningrum, R. D. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.Yogyakarta:Psikosain Ediyanto, Hastuti, W. D., & Rizqianti, N. A. (2021). Identifikasi dan Asesmen Anak

Berkebutuhan Khusus: Program Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Inklusi.

Malang: Universitas Negeri Malang.

Elais Retnowati, S. N. P. (2017). Pelaksanaan Kurikulum Pembelajaran Mengelola Emosi Dan Perilaku Bagi Siswa Sekolah Dasar Sekolah Luar Biasa Bagian G Rawinala Jakarta Timur. Perspektif Ilmu Pendidikan, 31(2), 72–80.

Fatimah, M., Binahayati, & Muhammad, B. (2017). Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita (Studi Kasus Tunagrahita Di SLB N Purwakarta). Jurnal Pendidikan Dan PKM, 4(2), 220–221.

Fauzy, A. (2019). Metode Sampling. Banten: Universitas Terbuka.

Hallahan, Kauffman, & Pullen. (2014). Exceptional Learners An Introduction to Special Education (12th ed). Amerika Serikat: British Library.

Ilyas, A. (2016). Analisis Kecerdasan Intelektual Dan Kepribadian Anak-Anak Berkebutuhan Khusus di Kota Bogor. Jurnal Sosial Humaniora, 7(4), 73–80.

Ishartiwi. (2010). Implementasi Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus dalam Sistem Persekolahan Nasional. Jurnal Pendidikan Khusus (Vol. 6, Issue 1, pp. 7–9).

Ismail, J. (2019). Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Indonesia Melalui Interaksi Edukatif Siswa Kelas Viii Smp Negeri 5 Kota Ternate. Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online), 3(8), 1105–1120.

Iswari, M. (2007). Pendidikan Kecakapan Hidup Bagi Anak Berkebutuhan Khusus.Padang;

Universitas Negeri Padang.

Kismawiyati, R. (2018). Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Paud

(17)

Kabupaten Jember. HELPER : Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 35(1), 1–10.

Kosasih. (2012). Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama Widya.

Kurniawan, R., Muhimmah, I., & Jannah, H. R. (2016). Sistem Monitoring Perkembangan Anak Berbasis Denver Development Screening Test (DDST/DENVER II). Teknion, 4, 305–314.

Kusdiyati, S., & Irfan, F. (2016). Observasi Psikologi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mangunsong. (2009). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Jilid Kesatu.

Depok: LPSP3 Universitas Indonesia.

Marienzi, R. (2012). Meningkatkan kemampuan mengenal konsep angka melalui metode multisensori bagi anak autis. E-Jupekhu (Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus), 1(3), 320–331.

Maulidiyah, A., & Hikmah. (2021). Pendidikan Kebutuhan Khusus Ditinjau Dari Perspektif Psikologi Perkembangan. Berajah Journal, 2(1), 76–86.

https://doi.org/10.47353/bj.v2i1.58

Mirnawati. (2020). Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusi. Yogyakarta:

CV BUDI UTAMA.

Muhyi, M., Hartono, Budiyono, S. C., Satianingsih, R., Sumardi, Rifai, I., Zaman, A. Q., Astutik, E. P., & Fitriatien, S. R. (2018). Metodologi Penelitian. Surabaya: Adi Buana University Press.

Nugraheni, S. A. (2012). Menguak Belantara Autisme. Buletin Psikologi, 20(1–2), 9–17.

Nugroho, W. S. (2021). Melalui Program Identifikasi Dan Asesmen. Jurnal Pendidikan Dasar Flobamorata2(1).

Pas, E. G., & Wardani, K. W. (2022). Pengembangan Buku Saku Berbasis Mind Mapping untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 6(6), 9715–9725.

Pramartha, I. N. B. (2015). -ID-sejarah-dan-sistem-pendidikan-sekolah-lu. Jurnal HISTORIA, 3, 13–14.

Priyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Zifatama Publishing.

Putra, I. E. D., & Neviyarni S, N. S. (2023). Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi: Studi Awal. Jurnal Basicedu, 7(1), 202–212.

Rezieka, D. G., Khamim, Z. P., & Mardi, F. (2021). Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus Dan Klasifikasi Abk. Bunayya : Jurnal Pendidikan Anak, 7(2), 40.

Ridwan, & Indra, B. (2021). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jambi: Anugerah Pratama Press.

Robins, D. L., Fein, D., Barton, M. L., & Green, J. A. (2001). The Modified Checklist fo Autism in Toddlers: An Initial Study Investigating the Earky Detection of Autism and

(18)

Pervasive Developmental Disorders. Journal of Autis and Developmental Disorder, 31(3).

Sitompul, B. L., & Martini, R. D. (2021). Kemampuan identifikasi Dini Anak Berkebutuhan Khusus di PAUD. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(3), 7075–7080.

Sugiyono. (2013). Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Tarjiah, I., Supena, A., & Kurniawan, E. (2022). Pendampingan Orang Tua dan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus Di Rumah Susun Jatinegara Kaum Jakarta Timur. Suluah Bendang: Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat, 22(1), 25.

Yoselisa, D., Wahidah, F., Sri, P. R., & Mutia, A. A. (2022). Buku Saku Asesmen Awal (Children Screening) Pada Siswa SLB. Batusangkar: UIN Mahmud Yunus Batusangkar.

Yusuf, A. M. (2016). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif & penelitian gabungan.

Bandung: Prenada Media.

Zaitun. (2017). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Pekan Baru: Publishing and Consulting Company.

Referensi

Dokumen terkait

Sekolah Luar Biasa Autis yang berbasis alam di Boyolali dengan penekanan taman terapi, merupakan fasilitas sekolah yang dirancang untuk anak berkebutuhan khusus (ABK)

Sehubungan dengan penelitian tentang pengembangan kapasitas sekolah luar biasa sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus,

ANALISIS PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA KELAS BERKEBUTUHAN KHUSUS SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI SURAKARTA DITINJAU DARI AKTIVITAS

Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda perkembangan fisik, mental, atau sosial dari perkembangan gerak anak- anak normal seperti pada umumnya,

“peranan sekolah luar biasa adalah untuk mengembangkan dan melatih potensi yang ada pada siswa berkebutuhan khusus, membantu siswa bagaimana cara mereka berinteraksi dengan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan manajemen kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di SLB Al Azhar,

Sekolah Luar Biasa atau SLB merupakan suatu institusi pendidikan formal yang memfasilitasi pendidikan bagi anak-anak dengan ABK atau Anak Berkebutuhan Khusus. Sekolah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri Kota Medan dan untuk