• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Putra (1986), dalam penelitian beliau yang berjudul "Aspek Sastra Dalam Babad Dalem Suatu Tinjauan Intertekstualitas", menyatakan bahwa intertekstualitas adalah kehadiran suatu teks pada teks (lain). Dalam membaca suatu teks tidak dapat dilakukan dengan satu teks saja, akan tetapi kita harus membacanya secara "berdampingan" dengan teks-teks yang lainnya, sehingga interpretasi kita terhadapnya tidak dapat dilepaskan dari kedua teks tersebut.

Adapun kesesuaian antara penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah dalam hal menganalisis kedua buah teks yang saling berkaitan secara intertekstual. Kesesuaian teks tersebut adalah melihat seberapa jauh cerita Sarameya yang terdapat di dalam Adiparwa ditransformasi ke dalam bentuk geguritan.

Anggaraniti (2007), dalam penelitian yang berjudul "Cerita Parikesit Dalam Adiparwa Dengan Geguritan Parikesit", yaitu membandingkan Geguritan Parikesit dengan Adiparwa yang merupakan naskah hipogramnya. Namun, tidak semua cerita yang terdapat di dalam Adiparwa akan dibandingkan dengan Geguritan Parikesit, melainkan bagian cerita kelahiran Parikesit sampai mangkatnya beliau karena digigit oleh Naga Taksaka dan dinobatkannya Sang Janamejaya menjadi raja. Adapun kesesuaian antara penelitian ini dengan

(2)

8

penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama mengungkapkan tentang Adiparwa serta melihat kajiannya yang sama yaitu pola struktur cerita Sarameya yang terdapat di dalam teks Geguritan Sarameya dengan teks hipogramnya, yaitu Adiparwa yang akan dibongkar dan hubungan intertekstual.

Atmaja (2009), " Geguritan Yadnya Ring Kuruksetra Analisis Struktur dan Nilai ". Adapun dalam penelitian ini mengulas tentang teks geguritan yang menceritakan tentang episode Prabhu Janamejaya yang melaksanakan yadnya di Kuruksetra. Episode tersebut merupakan bagian cerita dari Adiparwa. Dalam penelitian yang akan dilakukan teks cerita dalam geguritan ini dijadikan pembantu untuk memahami teks yang diteliti. Dalam teks geguritan yang diteliti terdapat cerita serupa yang sangat berkaitan, yakni pengungkapan yadnya ring Kuruksetra yang menjadi bagian dari cerita Sarameya yang terdapat di dalam Geguritan Sarameya.

Suaryasa (2011), pada penelitiannya yang berjudul " Swadarmaning Putra dalam Teks Sarasamuscaya, dan Teks Putra Sesana, dengan Geguritan Putra Sesana ( Sebuah Kajian Interteks ) ". Adapun dalam penelitian ini mengupas tentang analisis geguritan dalam bentuk kajian interteks. Geguritan Putra Sesana merupakan teks transformasi dari tutur Sarasamuscaya dan tutur Putra Sesana.

Berdasarkan hal tersebut penelitian yang akan dilakukan tidak jauh berbeda, yakni mengkaji secara interteks dari bentuk geguritan yang merupakan transformasi dari parwa. Dari penelitian ini yang akan dijadikan acuan dalam penelitian yang dilakukan, yakni cara meneliti sebuah teks geguritan untuk dijadikan

(3)

9

perbandingan sehingga lebih mudah mengetahui cara kerja kajian interteks tersebut.

2.2 Konsep 2.2.1 Parwa

Bila kita membicarakan sastra kakawin, yang dalam sastra Jawa Kuno menduduki tempat yang unggul, maka akan menjadi jelaslah betapa besar pengaruh sastra India. Kakawin Mahabharata terbagi menjadi beberapa episode yang disebut dengan parwa. Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam bahasa Sanskerta dan menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari karya asli dalam bahasa Sanskerta. Kutipan-kutipan tersebut tersebar di seluruh teks parwa itu ( Zoetmulder, 1973: 80).

Menurut Kamus Jawa Kuna oleh Zoetmulder (1997: 784), parwa adalah cerita prosa yang merupakan bagian (buku) epik Mahabharata. Salah satunya adalah Adiparwa 'parwa yang pertama'. Bagian pertama dari Mahabrata ini banyak dibicarakan dan dikutip bagian-bagian ceritanya untuk dikupas dan diambil manfaatnya dalam dunia pendidikan. Parwa khususnya Adiparwa dibaca dengan irama phalawakya yang dikenal dengan istilah mamutru. Pembacaan itu disertai pula dengan terjemahannya dengan memakai media bahasa Bali sesuai dengan konteks cerita yang dibaca (Jirnaya, 2002: 11).

2.2.2 Geguritan

Geguritan merupakan kesusastraan Bali purwa yang hidup dan berkembang di Masyarakat. Sebagai suatu karya sastra klasik, yang terdiri dari

(4)

10

pupuh-pupuh yang terikat oleh padalingsa dan membentuk suatu jalinan cerita sehingga geguritan tersebut dikatakan sebagai puisi naratif.

Agastia (1980), dalam Geguritan Sebuah Bentuk Karya sastra Bali, menyatakan bahwa geguritan adalah suatu karya sastra tradisional (atau klasik) yang mempunyai sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh-pupuh yang diikat oleh beberapa syarat yang disebut padalingsa yaitu banyaknya suku kata dalam tiap-tiap baris, banyaknya baris dalam tiap-tiap bait dan bunyi akhir tiap-tiap baris. Padalingsa tersebut menyebabkan pupuh tersebut harus dilagukan, karena karya sastra geguritan diciptakan sambil melagukannya.

Surada (2009:1), menyatakan bahwa geguritan merupakan kesusastraan Bali purwa yang berasal dari kata ‘gurit’ dalam bahasa Jawa Kuno kata gurit berarti tulis, karang dan gubah, dalam kamus bahasa Bali gurit berarti gubah;

ngurit berarti menggubah. Jadi geguritan merupakan gubahan atau karangan yang dibentuk oleh beberapa tembang atau pupuh.

Bahasa yang digunakan dalam geguritan umumnya menggunakan bahasa Bali Kawi atau bahasa Bali tengahan dan bahasa Bali lumrah. Geguritan biasanya tercipta dari imajinasi pengawi, yang melalui hasil renungan panjang atas keadaan lingkungan sosial maupun budaya dan peradaban.

2.2.2 Intertekstual

Intertekstualitas sebagai suatu hakekat dari suatu teks yang di dalamnya terdapat teks lain. Dengan kata lain, intertekstualitas adalah kehadiran suatu teks pada teks lain. Intertekstualitas dikonsepsikan : a) Kehadiran secara fisikal suatu

(5)

11

teks dalam suatu teks lainnya, b) Pengertian teks bukan hanya terbatas kepada cerita, akan tetapi juga mungkin berupa teks bahasa. Akan tetapi, kehadiran teks lain dalam suatu teks itu mungkin saja tidak bersifat fisikal belaka, dengan menampilkan ( secara eksplisit ) ( judul ) cerita itu sendiri. Namun, mungkin dapat terkesan adanya hal-hal sebagai berikut, c) Adanya petunjuk yang menunjukkan hubungan - persambungan - dan pemisahan - antara suatu teks dengan teks yang telah terbit lebih dulu. Dengan begitu, bukan tidak mungkin penulisnya ( telah membaca suatu teks yang terbit lebih dulu dan kemudian "

memasukan"nya ke dalam teks yang ditulisnya ), d) Dalam membaca suatu teks kita tidak hanya membaca teks itu saja tetapi kita membacanya berdampingan dengan teks-teks lainnya, sehingga interpretasi kita terhadapnya tidak dapat dilepaskan dari teks-teks lain itu ( Kristeva dalam Junus, 1985: 87 ).

2.3 Landasan Teori

Sebuah penelitian ilmiah memerlukan landasan kerja berupa teori. Teori merupakan serangkaian pernyataan yang saling berhubungan yang menjelaskan mengenai sekelompok kejadian dan itu sendiri berfungsi sebagai alat untuk memecahkan masalah penelitian (Saifuddin, 1997: 19). Sesuai dengan judul serta permasalahan yang akan dianalisis maka penelitian ini memakai teori struktural dan teori intertekstual.

Analisis struktur adalah tahapan dalam penelitian sastra yang sangat susah untuk dihindari. Dapat pula dikatakan setiap meneliti suatu karya sastra analisis struktur adalah tugas utama atau tujuan akhir dari penelitian sebuah karya sastra secara singkat, selain itu analisis struktur tidak boleh dimutlakkan dan ditiadakan.

(6)

12

Analisis struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin mengenai keterkaitan dan keterjalinan semua anasir-anasir dan aspek-aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984: 135).

Pengertian struktural pada pokoknya berarti bahwa suatu karya sastra atau peristiwa-peristiwa di dalam masyarakat menjadi suatu keseluruhan karena relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara keseluruhan. Hubungan itu tidak hanya bersifat positif, seperti kemiripan dan keselarasan, melainkan juga negatif, seperti pertentangan dan konflik ( Luxemburg, 1984: 36 ). Menurut Teeuw (1984:

123), asumsi dasar strukturalisme adalah sebuah karya merupakan keseluruhan, kesatuan makna yang bulat, mempunyai koherensi intrinsik, dalam keseluruhan itu setiap bagian dan unsur memainkan peranan yang hakiki, sebaliknya unsur dan bagian mendapat makna seluruhnya dari makna keseluruhan teks : lingkaran hermeneutik.

Analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan. Analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar, atau yang lain. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai ( Nurgiantoro, 1995: 37 ).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, pada kajian terhadap struktur Geguritan Sarameya terdiri dari struktur naratifnya yang terbagi menjadi insiden,

(7)

13

alur, tokoh dan penokohan, latar, tema, dan amanat. Penjabaran tersebut cukup relevan untuk diterapkan dalam Geguritan Sarameya untuk mengungkap struktur karya ini.

Sesuai dengan kenyataan yang ada, dalam Geguritan Sarameya terdapat teks Sarameya dalam Adiparwa. Dengan kata lain, sejumlah teks Sarameya dalam Adiparwa terdapat di dalam Geguritan Sarameya. Oleh karena itu, penelitian ini mempergunakan tinjauan intertekstualitas dengan penyelesaian pada pendekatan strukturalisme.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan a ntara tingkatan kelas dan jenis kelamin dengan kecenderungan menjadi korban bullying, namun tidak ada

perbedaan yang signifikan tingkat ketrampilan mahasiswa dalam memasang infus dengan menggunakan metode belajar dengan media audiovisual dan demonstrasi oleh

Kemudian masuk kepada bab yang menjelaskan kenyataan yang diperoleh dari kehidupan praktis melalui riset (Komaruddin, 1987: 140). Dari pernyataan tersebut yang

Permainan bargaining sendiri adalah permainan yang melibatkan beberapa pemain yang memiliki kesempatan untuk bekerja sama untuk memperoleh payoff / hasil yang

Konsep tidak lengkap yang dimaksud dalam analisis buku teks pelajaran pada penelitian ini adalah konsep dalam buku teks yang diteliti sesuai dengan studi pustaka

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

Terwujudnya penataan sumber daya dan alam lingkungan yang didasari oleh konsep Tri Hita Karana, dalam pengaturan ruang, tata letak, bentuk, serta penggunaan lahan,

Dalam pelaksanaannya dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: a. Pendidik atau peserta didik, atau pendidik bersama peserta didik membentuk kelompok-kelompok belajar.