• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TEENIQUE (VCT) TERHADAP HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TEENIQUE (VCT) TERHADAP HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS V"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TEENIQUE (VCT) TERHADAP HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS V

I Dewa Made Arta Putra

1

, Ign.I Wyn. Suwatra

2

, Desak Pt. Parmiti

3

1,2,

Jurusan PGSD,

3

TP, FIP Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail:putra_dewa85@ymail.com1 suwatrapgsd@yahoo.co.id2, dskpt_parmiti@yahoo.co.id3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar PKn antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran Value Clarification Teenique dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dan menggunakan desain non-equivalent post-test only control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 di SD Gugus XV Kecamatan Buleleng yang berjumlah 231 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Anturan yang berjumlah 39 orang sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas V SD Negeri 3 Kalibukbuk yang berjumlah 34 orang sebagai kelas kontrol. Data hasil belajar PKn siswa dikumpulkan dengan instrumen tes berbentuk pilihan ganda. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji–t polled varians). Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh rata–rata hasil belajar PKn kelompok eksperimen adalah 23,95, sedangkan dari rata–rata hasil belajar PKn kelompok kontrol yaitu 14,26. Dari hasil analisis data, diperoleh thitung = 9,06 lebih besar daripada ttabel (pada taraf signifikansi 5%) = 2,000, sehingga hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Value Clarification Teenique dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.

Kata–kata kunci: Value Clarification Teenique, hasil belajar

Abstract

This research aimed at knowing the differences of result in studying Pkn (civic) between students who were taught by using conventional technique and students who were taught by using value clarification technique. This was a quasi- experimental research. The design of this research was non-equivalent posy-test only control group design. The population of this research were all of students at the fifth grade in first semester of SD Cluster XV in Buleleng subdistrict in academic year 2013/2014 and were amounted 231 students. The sample of this research were 39 students of the fifth grade of SDN 1 Anturan as experimental group and 34 students of the fifth grade of SDN 3 Kalibukbuk as control group. Data of the result in studying civic were collected by using test instrument in form of subjective test. The collected data were analyzed by using descriptive statistic analysis and inferential statistic (t-test polled varians).

Based on the result, it was gotten the mean of the result in studying civic for experimental group was 23.95, whereas the mean of control group was 14.26. from the result, it was gotten result of th = 9.06. it was bigger than tt (in significant level 5%) = 2.00, in conclusion, this result showed that there was significant difference on the result of studying civic between students who were taught by using value clarification technique and students who were taught by using conventional technique.

Key Words: Key Words: Result of Study, Value Clarification Technique

(2)

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu investasi jangka panjang bagi manusia, karena melalui pendidikan manusia diharapkan mampu bersaing pada zaman era globalisasi seperti sekarang ini. Oleh sebab itu hampir semua negara menempatkan pendidikan sebagai pilar utama dalam mencetak manusia yang berkualitas. Bangsa Indonesia juga menempatkan pendidikan sebagai pilar utama dalam mencetak manusia yang berkualitas. Hal ini terlihat jelas dari isi pembukaan undang–undang dasar 1945 alenia IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Untuk mencapai tujuan tersebut Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional berupaya mengadakan perbaikan dan pembaharuan sistem pendidikan di Indonesia, yaitu dalam bentuk pembaharuan kurikulum, meningkatkan kualitas guru, serta peningkatan kualitas pembelajaran yang mencakup pembaharuan dalam model, metode, pendekatan dan media pembelajaran, serta pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Sehingga dengan pembaharuan ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

Pendidikan yang bermutu adalah sebuah proses pendidikan yang mampu menjadikan siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadiaan, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara yang dilakukan secara sadar dan bermakna (Arifin, 2007). Hal tersebut merujuk pada pengertian pendidikan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Mewujudkan proses belajar mengajar sesusai undang–undang no 20 Tahun 2003, diperlukan inovasi kemampuan guru dalam kegiatan belajar mengajar. Hendaknya dalam kegiatan belajar mengajar para guru dapat menggunakan berbagai macam

pendekatan dan model, agar proses dan hasil pembelajaran dapat dicapai secara optimal (Tartono, 2006). Apabila pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dapat terlaksana dengan baik, harapan untuk mendapatkan kualitas hasil belajar yang maksimal akan menjadi lebih mudah.

Proses pembelajaran semacam itu akan berjalan dengan baik apabila guru memiliki kemaun untuk mendayagunakan secara maksimal seluruh potensi yang dimilikinya, dan dibarengi dengan ide atau gagasan- gagasan baru, daya aktivitas dan kreativitas guru yang tinggi. Maksimalnya hasil pembelajaran tersebut merupakan langkah awal membangun bangsa yang cerdas dan membentuk warganegara yang baik. Ruminiati (2008) menyatakan membangun bangsa yang cerdas dan membentuk watak warganegara yang baik dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak- hak dan kewajiban untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945. Melalui

pembelajaran Pendidikan

kewarganegaraan di sekolah dasar nilai- nilai pancasila diharapkan secara utuh dan bulat dapat dijadikan pola berpikir, sikap, dan perilaku. Sehingga siswa benar-benar dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan dalam bentuk perilaku sehari-hari, baik sebagai individu, maupun anggota masyarakat. Apabila hal tersebut terlaksana dengan baik tentunya akan memudahkan membentuk siswa yang memiliki kemampuan berfikir kritis, rasional, beriman, dan memiliki kepedulian terhadap negaranya. Hal tersebut sejalan dengan tujuan mata pelajaran PKn, membangun kemampuan siswa berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya (Mulyasa, 2007).

Peraturan menteri pendidikan nasional No 22 Tahun 2006 juga menjelaskan tentang tujuan dari mata pelajaran PKn, mata pelajaran PKn

(3)

bertujuan agar siswa memiliki kemampuan (1) berpikir secara aktif, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan (2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara serta anti korupsi (3) Berkembang secara positif dan demokrasi untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya (4) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Memiliki kemampuan berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan dan seterusnya sebagai tujuan mata pelajaran PKn, mengisyaratkan akan perlunya suatu proses pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk mencapai tujuan tersebut. Apabila kaji lebih lanjut sesungguhnya akan sulit dicapai apabila tidak dilaksanakan melalui proses pembelajaran aktif (active learning).

Pembelajaran PKn yang aktif sebenarnya bukan hal yang terlalu sulit untuk dilakukan apabila pihak pendidik (guru) mampu menginovatifkan pembelajaran PKn.

Upaya peningkatan kualitas pembelajaran PKn tidak lepas dari peran seorang guru. Guru dituntut harus mampu mengembangkan strategi/model pembelajaran secara kreatif dan inovatif dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

Pemilihan model yang tepat akan membantu proses pembelajaran yang aktif dan kondusif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar PKn.

Keberhasilan seorang guru dalam kegiatan belajar-mengajar sebenarnya tergantung dari kemampuan individu guru dalam merancang proses pembelajaran.

Dalam merancang pembelajaran, guru dituntut untuk mampu memperhatikan tujuan dilaksanakannya proses pembelajaran. Hendaknya dalam

pembelajaran pendidikan

kewarganegaraan, seorang guru harus mampu menguasai konsep nilai-nilai dalam pembelajaran PKn serta menerapkan model pembelajaran inovatif yang dapat

membantu siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran.

Namun kenyataan yang ada dilapangan tidak sesuai dengan harapan.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 22 dan 23 juli 2013, di semua sekolah yang ada di Gugus XV Kecamatan Buleleng, yaitu, SDN 1 Kalibukbuk, SDN 2 Kalibukbuk, SDN 3 Kalibukbuk, SDN 4 Kalibukbuk, SDN 1 Anturan, SDN 2 Anturan, dan di SDN 3 Anturan, diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran PKn yang diterapkan guru secara umum cenderung menerapkan metode atau model yang konvensional. Sehingga kegiatan siswa dalam pembelajaran hanya duduk diam mendengarkan materi yang disampaikan guru tampa terlibat aktif dalam pembelajaran. Hal tersebut tentunya akan berimbas terhadap kurang maksimalnya hasil belajar PKn.

Berangkat dari paparan permasalahan di atas, maka perlu upaya yang dilakukan untuk memaksimalkan kualitas belajar siswa. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan di atas adalah menggunakan model-model pembelajaran inovatif dalam pembelajaran PKn. Salah satu model pembelajaran inovatif yang bisa digunakan oleh guru adalah model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT). Model pembelajaran VCT merupakan model inovatif yang menekankan nilai sosial, budaya, personal, dan masyarakat. Kosasih (Dalam Lasmawan, 2005) menyatakan, melalaui model pembelajaran VCT, siswa akan belajar PKn dalam konteks pengalaman nyata, yang meliputi aplikasi keterampilan berfikir, memecahkan masalah, apresiasi budaya, apresiasi nilai moral. Dengan pembelajaran demikian maka diharapkan hasil belajar PKn siswa meningkat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar PKn antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Value Clarification Teenique dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas V Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014 di SD Gugus XV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng.

(4)

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experimen) dengan rancangan non equivalent post-test only control group design (Gribbons, 1997).

Pemilihan desain ini karena peneliti hanya ingin mengetahui perbedaan hasil belajar PKn siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dan tidak untuk mengetahui peningkatan hasil belajar PKn siswa kedua kelompok tersebut, dengan demikian tidak menggunakan skor pretest.

Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di SD Gugus XV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng pada rentang waktu semester I (ganjil) tahun pelajaran 2013/2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di SD Gugus XV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Banyak populasi dalam penelitian ini adalah 231 siswa yang tersebar ke dalam 8 kelas yang ada di Gugus XV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng, yaitu Kelas V di SD Negeri 1 Kalibukbuk, Kelas VA di SD Negeri 2 Kalibukbuk, Kelas VB di SD Negeri 2 Kalibukbuk, Kelas V di SD Negeri 3 Kalibukbuk, Kelas V di SD Negeri 4 Kalibukbuk, Kelas V di SD Negeri 1 Anturan, Kelas V di SD Negeri 2 Anturan, dan Kelas V di SD Negeri 3 Anturan. Dari 8 kelas tersebut, kemudian dilakukan uji kesetaraan dengan menggunkan analisis varians satu jalur (ANAVA A).

Berdasarkan uji kesetaraan yang sudah dilakukan, menunjukkan semua anggota populasi di SD Gugus XV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng setara dan mendapat hak yang sama untuk memperoleh kesempatan menjadi anggota sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik random sampling untuk memilih dua kelas sebagai anggota sampel. Teknik ini digunakan sebagai teknik pengambilan sampel karena individu-individu pada populasi telah terdistribusi ke dalam sekolah-sekolah sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pengacakan terhadap individu-individu dalam populasi. Dari delapan kelas yang ada di Gugus XV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng, dilakukan pengundian

untuk diambil dua kelas yang dijadikan sampel penelitian. Berdasarkan hasil random sampling, diperoleh siswa kelas V SD Negeri 1 Anturan yang berjumlah 39 orang dan siswa kelas V SD Negeri 3 Kalibukbuk yang berjumlah 34 orang sebagai sampel penelitian. Kemudian dari dua kelas yang terpilih dirandom lagi dengan pengundian untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil random memperoleh SD Negeri 1 Anturan sebagai kelas eksperimen dan SD Negeri 3 Kalibukbuk sebagai kelas kontrol. SD Negeri 1 Anturan diberi perlakukan berupa model pembelajaran Value Clarification Teenique dan SD Negeri 3 Kalibukbuk diberi perlakukan pembelajaran konvensional.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes. Instrumen yang digunakan adalah tes. Tes yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar PKn siswa dalam penelitian ini adalah tes pilihan ganda dengan satu jawaban benar.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferesial (uji–t).

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan menghitung nilai rata-rata, modus, median, standar deviasi dan varian. Uji-t digunakan untuk menganalisis data guna menguji hipotesis penelitian. Sebelum dilakukan uji–t, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas sebaran data menggunakan chi–kuadrat dan uji homogenitas varian antar kelompok dengan menggunakan uji F.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data dalam penelitian ini adalah skor hasil belajar PKn sebagai akibat dari penerapan modeli pembelajaran Value Clarification Teenique pada siswa kelompok eksperimen dan skor hasil belajar PKn sebagai akibat dari penerapan pembelajaran konvensional pada siswa kelompok kontrol. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat disajikan rekapitulasi data hasil belajar PKn siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada Tabel 1 berikut.

(5)

Tabel 1. Deskripsi Data berpikir kritis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Statistik Kelompok

Eksperimen

Kelompok Kontrol

Mean 23,95 14,26

Median 24,13 13,51

Modus 24,30 12,70

Varians 20,58 22,02

Standar Deviasi 4,54 4,69

Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa nilai mean, median dan modus data hasil belajar PKn siswa kelompok eksperimen berbeda dengan hasil belajar PKn siswa kelompok kontrol. Selanjutnya hasil perhitungan mean, median, dan modus data hasil belajar PKn siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan ke dalam grafik poligon seperti pada Gambar 1 dan 2 berikut.

Gambar 1. Grafik Poligon Data Hasil Belajar PKn Kelompok Eksperimen

Grafik poligon pada Gambar 1 di atas menunjukkan modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M), sehingga kurva di atas adalah kurva juling negatif yang berarti sebagian besar skor hasil belajar PKn siswa kelompok eksperimen cenderung tinggi. Skor rata-rata data hasil belajar PKn siswa pada kelompok eksperimen adalah 23,95 skor rata-rata tersebu

dikonversikan ke dalam PAP skala lima, maka berada pada kategori tinggi.

Gambar 2. Grafik Poligon Data Hasil Belajar PKn Kelompok Kontrol

Grafik poligon pada Gambar 2 di atas menunjukkan modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo<Md<M), sehingga kurva di atas adalah kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor hasil belajar PKn cenderung rendah. Skor rata-rata data hasil belajar PKn siswa pada kelompok kontrol adalah 14,26. Jika skor rata-rata tersebut dikonversikan ke dalam PAP skala lima, maka berada pada kategori sedang.

Secara deskriptif, rata-rata skor hasil belajar PKn siswa pada kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran VCT lebih tinggi dibandingkan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional, yaitu 23,95 >

14,26. Hal ini menunjukkan bahwa model i pembelajaran VCT lebih efektif dalam

(6)

meningkatkan hasil belajar PKn siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Selanjutnya, untuk menguji hipotesis penelitian dilakukan analisis data dengan uji-t sehingga akan diketahui pangaruh dari model pembelajaran VCT terhadap hasil belajar PKn siswa. Namun sebelum dilakukan uji hipotesis penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.

Uji normalitas data dilakukan terhadap data hasil belajar PKn siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Rumus yang digunakan untuk uji normalitas data adalah Chi-Kuadrat. Kemudian dilakukan

uji homogenitas varians dengan rumus uji F. Uji homogenitas dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh data hasil belajar PKn kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal dan varians kedua kelompok homogen, sehingga untuk menguji hipotesis menggunakan uji–t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus polled varians. Rekapitulasi hasil perhitungan uji–t antar kelompok eksperimen dan kontrol disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji–t

Kelompok N X s2 thitung ttabel dengan taraf signifikansi 5%

Eksperimen 39 23,95 20,58

9,06 2,000

Kontrol 34 14,26 22,02

Keterangan: N = jumlah siswa, X = rata–rata, S2 = varians Berdasarkan Tabel 3, hasil

perhitungan uji–t diperoleh thitung sebesar 9,06. Sedangkan ttabel dengan db = 71 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,000.

Hal ini berarti thitung lebih besar dari ttabel (thitung ttabel), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar PKn antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran VCT dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas V semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 di SD Gugus XV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng.

Analisis data penelitian menunjukkan hasil belajar PKn siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran VCT lebih tinggi dari siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Tinjauan tersebut didasarkan pada rata–rata skor hasil belajar PKn siswa. Rata-rata skor hasil

belajar PKn siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran VCT lebih tinggi dari rata- rata skor hasil belajar PKn siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Hasil pengujian hipotesis juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model VCT dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Perbedaan yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran VCT dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional disebabkan karena perbedaan perlakuan pada langkah-langkah dan proses pembelajaran. Pembelajaran dengan model pembelajaran VCT menekankan aktivitas siswa melalui 3 tahapan yaitu tahap kebebasan memilih, menghargai dan berbuat. Selain itu proses kegiatan belajar siswa dengan model VCT dapat melatih kepekaan dan kemantapan keterampilan serta memberikan aneka pengalaman kepada siswa sehingga

(7)

dapat berimbas pula pada peningkatan hasil belajar pendidikan kewarganegaraan siswa. Pembelajaran model VCT ini berbeda dengan pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran konvensional, guru cenderung lebih aktif sebagai sumber informasi bagi siswa dan siswa cenderung pasif dalam mengikuti pembelajaran. Guru lebih mendominasi pembelajaran dengan memberi contoh- contoh soal serta menjawab semua permasalahan yang dialami siswa.

Berangkat dari hakikat PKn, pendidikan kewarganegaraan pada hakikatnya merupakan pendidikan yang menitikberatkan pada pelestarian nilai luhur dan moral bangsa yang diharapkan wujudnya dalam bentuk perilaku sehari- hari, baik sebagai makhluk individu

maupun sebagai anggota

masyarakat,bangsa dan negara serta sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa (Rusyanto, 2004:98).

Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang mengembangkan serta membina moral anak didik agar dapat menerapkan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai pedoman bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari sebagai makhluk individu, anggota masyarakat, serta sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang berdasarkan Pancasila.

VCT juga dikenal sebagai model pembelajaran untuk membantu siswa mencari serta menentukan nilai (value) yang dianggap baik dalam menghadapi permasalahan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam pada diri siswa. Dalam konteks pendidikan persekolahan di Indonesia.

model pembelajaran VCT dalah suatu model untuk menganalisis nilai, aplikasinya dalam pembelajaran dimulai dari pemberian stimulus yang berisi konflik nilai moral yang membingungkan yang dapat melabilkan keseimbangan dalam proses kognitif siswa, kemudian siswa terlibat dalam menyelidiki problema, mendiskusikan problema dalam kelompok kecil/kelas dengan pola tuntunan dari guru dan akhirnya siswa merumuskan pandangan-pandangan. Jika dilihat dari tujuan langsung bagi siswa dalam penerapan model VCT adalah: 1)

membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain, 2) membantu siswa agar mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur terhadap orang lain terkait dengan nilai-nilainya sendiri, 3) membantu siswa agar mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional untuk memahami perasaan, nilai dan pola tingkah

laku mereka sendiri.

Dalam pelaksanaan

pembelajaran, hal yang terpenting dalam menerapkan model VCT agar bisa berjalan efektif adalah perlu adanya siswa yang mau dan mampu terlibat aktif dalam pembelajarannya. Oleh karenanya, dituntut siswa yang secara potensial memiliki kemampuan berpikir kritis. Dalam hal ini peranan guru sebagai motivator pembelajaran sangat diperlukan, suasana kekeluargaan yang hangat juga sangat penting sehingga siswa tidak malu untuk ikut aktif Berbeda halnya dalam pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional yang membuat siswa lebih banyak belajar PKn secara prosedural. Dalam penelitian ini, guru lebih banyak mendominasi kegiatan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pendengar yang pasif dan mengerjakan apa yang disuruh guru serta melakukannya sesuai dengan yang dicontohkan. Antar siswa sangat jarang terjadi interaksi. Selain itu, dalam pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional, siswa jarang diberikan kesempatan untuk melakukan eksplorasi terhadap suatu masalah dengan cara pikirnya sendiri.

Pembelajaran seperti ini membuat siswa tidak terlatih untuk berinvestigasi dan hanya akan menunggu perintah guru.

Pemahaman yang diperoleh siswa tentunya tidak akan bertahan lama diingatan siswa karena pemahaman tersebut hanya berdasarkan informasi guru dan tidak diperolehnya dengan pengalaman sendiri. dalam pembelajaran.

Selain itu perbedaan cara pembelajaran antara pembelajaran dengan model pembelajaran VCT dan pembelajaran dengan model konvensional

(8)

tentunya akan memberikan dampak yang berbeda pula terhadap hasil belajar PKn siswa. Penerapan model VCT dalam pembelajaran memungkinkan siswa untuk tahu manfaat dari materi yang dipelajari bagi kehidupannya, aktif dalam kegiatan pembelajaran, menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari tanpa harus selalu tergantung pada guru, mampu memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari, bekerja sama dengan siswa lain, dan berani untuk mengemukakan pendapat. Siswa menjadi lebih tertantang untuk belajar dan berusaha menyelesaikan semua permasalahan yang ditemui, sehingga pengetahuan yang diperoleh akan lebih diingat oleh siswa.

Dengan demikian, hasil belajar PKn siswa yang diajar dengan model pembelajaran VCT akan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh beberapa hasil penelitian tentang model pembelajaran VCT yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian ini juga didukung oleh beberapa hasil penelitian tentang model pembelajaran VCT yang telah dilakukan sebelumnya.

Hasil penelitian yang dilakukan Subadri (2008) dengan penelitian eksperimen. Dari hasil penelitan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan hasil belajar PKn siswa SD No 1 Baha Mengwi antara yang mengikuti model VCT dengan mengikuti model konvensional. Rerata- rata hasil belajar pada pembelajaran dengan model VCT sebesar 93,14 sedangkan rata-rata hasil belajar pada model pembelajaran konvensional sebesar 59,00. Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa model VCT lebih baik daripada model Konvensional. Didukung pula penelitian oleh Erawati (2011), dari Hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan pada siklus I hasil belajar PKn diperoleh skor rata-rata 70,45, dengan keberhasilan 70,45% dengan katagori sedang, pada siklus II diperoleh skor rata- rata 80,76% dengan katagori tinggi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan model VCT dapat

meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD No 3 Purwakerti.

Dari hasil penelitian dan analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran VCT memang logis berpengaruh lebih baik terhadap hasil belajar dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Terlebih lagi PKn di SD bukanlah sebagai wahana bagi siswa untuk mempersiapkan diri hanya mengadapi ujian nasional atau lombalomba semata. Tetapi lebih dari itu, siswa dituntut agar memahami dirinya dan lingkungannya. Maka tidak wajar jika ekspresi pengetahuan siswa dikekang tanpa diberi kebebasan untuk berfikir dan bereksperimen dalam pembelajaran.

Karena siswa telah membawa gagasangagasan yang menjadi modal dasar untuk mengikuti pembelajaran.

Gagasan-gagasan tersebut dimiliki akibat dari pengalaman kehidupan siswa sehari- hari.

Semua penjelasan di atas menjadi alasan pendukung bahwa model pembelajaran VCT, logis berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar PKn dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional yang notabene hanya menstransformasi pengetahuan tanpa memperhatikan potensi siswa. Padahal sebenarnya potensi yang dimiliki siswa harus diberikan ruang dan waktu untuk diekspresikan secara aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran VCT lebih berpengaruh positif terhadap hasil belajar PKn pada siswa kelas V di SD Gugus XV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka simpulan penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Deskripsi hasil belajar PKn kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional tergolong pada kriteria sedang. Hal ini dapat dilihat dari data hasil post–test siswa, yang menunjukkan skor rata-rata hasil belajar PKn siswa tergolong sedang yaitu 14,26. (2) Deskripsi hasil belajar PKn kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model

(9)

pembelajaran VCT tergolong pada kriteria tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data hasil post–test siswa, yang menunjukkan skor rata-rata hasil belajar PKn siswa tergolong tinggi yaitu 23,95. (3) Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan uji–t diperoleh thitung sebesar 9,06. Sedangkan, ttabel dengan db = (39 + 34) – 2 = 71 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,000. Hal ini menunjukkan, thitung lebih besar dari ttabel (thitung ttabel), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar PKn yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Value Clarification Teenique dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas V semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 di SD Gugus XV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng.

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dikemukakan beberapa saran, yaitu: (1) Siswa-siswa di sekolah dasar agar lebih aktif mengikuti kegiatan pembelajaran dan lebih meningkatkan kerja sama dengan anggota kelompoknya untuk menyelesaikan suatu permasalahan sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik. (2) Guru-guru di sekolah dasar agar lebih berinovasi dalam pembelajaran dengan menerapkan suatu strategi pembelajaran yang inovatif dan didukung dengan penggunaan media pembelajaran yang relevan untuk dapat meningkatkan pemahaman siswa dan membuat siswa lebih aktif di dalam pembelajaran. (3) Sekolah yang mengalami permasalahan rendahnya hasil belajar siswa di sekolah, disarankan untuk mengimplementasikan model VCT dalam pembelajaran sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil belajar PKn. (4) Kepada peneliti lain yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model VCT, sangat memungkinkan menguji pengaruh model tersebut terhadap variabel yang lain seperti motivasi belajar, penguasaan konsep, dan keterampilan berpikir kritis.

DAFTAR RUJUKAN

Arifin. 2007. Profil Baru Guru dan Dosen Indonesia. Jakarta: Pustaka Indonesia.

Erawati, Ni Wayan Widya. 2011.

“Implementasi Model

Pembelajaran VCT (Value Value Clarification Technique) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa kelas V Semester 1 SD No. 3 Purwakerti Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2011/2012”. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas.

Gribbons, Barry dan Joan Herman. 1997.

“True and Quasi Experimental Designs”. Tersedia pada http://PAREonline.net/getvn.asp?

v=5&n=14 (diakses tanggal 12 Desember 2012).

Lasmawan, Wayan. 2005.

“Pengembangan Buku Ajar PPKn

Sekolah Dasar Yang

Berwawasan VCT (Value Clarification Technique) Studi Pembelajaran PPKn Untuk Meningkatkan Pemahaman Materi dan Klarifikasi Nilai Siswa Kelas V Sekolah Dasar di Kota Singaraja Kabupaten Buleleng- Bali”. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha.

Mulyasa. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Penerbit: PT Remaja Rosdakarya Bandung.

Permendiknas, RI No. 22 Tahun 2006, Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

(10)

Ruminiati. 2008. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Jakarta: Depdiknas.

Rusyanto, Sujarwo. 2004. Pengetahuanku

Pengetahuan Sosial. Bumi aksara.

Subadri. 2008. “Pengaruh Implementasi Metode Value Clarification Techniquen (VCT) dalam Pembelajaran PPKn Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas V Pada SD di Gugus XI Mengwi”.

Tesis. Program Pasca Sarjana.

Undiksha.

Suweni, Ni Nyoman. 2011. Peningkatan Minat dan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Pendekatan Matematika Realistik Pada Siswa Kelas V SD No. 1

Darmasaba Kecamatan

Abiansemal Kabupaten Badung Tahun Pelajaran 2010/2011.

Tesis (Tidak Diterbitkan).

Program Studi Pendidikan Dasar, Program Pasca Sarjana, Undiksha.

Tartono Subiyat. 2006. “Inovasi Kemampuan Guru Dalam Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Dasar”. Jurnal pendidikan dan pengajaran, No 1, Tahun XXXIX (hlm. 180-194).

Gambar

Tabel 1.  Deskripsi Data berpikir kritis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol  Statistik  Kelompok  Eksperimen  Kelompok Kontrol  Mean  23,95  14,26  Median  24,13  13,51  Modus  24,30  12,70  Varians  20,58  22,02  Standar Deviasi  4,54  4,69

Referensi

Dokumen terkait

(4) Tidak ada interaksi antara siswa yang diberi metode pembelajaran baik melalui metode TGT-TTS maupun TGT-RI dengan kemampuan awal siswa baik terhadap

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menyatakan bahwa dari enam elemen dari analisis risiko pemakaian alat pelindung diri masker dan sumbat telinga pada pekerja tekstil di

Metode rasio linear yang dikembangkan Stumpf, nilai pantulan citra berhubungan eksponensial dengan nilai kedalaman aktual.Hubungan eksponensial ini dilinearkan

Proses membuat laporan pembantu perencanaan pengadaan barang yaitu proses penghitungan untuk membantu menentukan pembelian barang untuk periode berikutnya dengan

(tambah, kurang, kali, bagi dan pangkat) pecahan aljabar dengan penyebut satu suku.  Menyederhanakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran manajemen dalam peningkatan kualitas pegawai di kantor kementerian agama kota Makassar baik dari segi

Dari hasil tes porositas yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah pori tertutup pada binder , terdapat pada komposisi molaritas 14M. 1,5 bisa menyebabkan kuat

Sehubungan dengan pengumuman pendaftaran dan pengambilan Dokumen Pengadaan nomor: _________________ tanggal ______________ dan setelah kami pelajari dengan saksama Dokumen Pengadaan,