A. Penelitian Terdahulu
BAB II TINJAUAN TEORI
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan peneliti dalam melakukan penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, peneliti tidak menemukan penelitian dengan judul yang sama seperti judul penelitian peneliti. Namun peneliti mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian.
Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan.
No
Peneliti dan Tahun
Judul dan Sumber
Pustaka Hasil Penelitian 1 Raden
Feizal, 2015
Pengaruh Hygiene dan Motivating Factors Terhadap Kepuasan Kerja dan dampaknya Terhadap Organizational Citizen Behavior (OCB) Jurnal MIX, Vol V, No. 3
Hygiene factors berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja dan kepuasan kerja berpengaruh langsung
terhadap OCB. Hygiene dan Motivating Factors secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB.
2 Stevianus , 2015
Pengaruh Faktor Hygiene dan Motivator Terhadap
Kepuasan Kerja
Karyawan Pada PT.
Rianto Prima Jaya
Jurnal Ekonomi Bisnis, Vol 20 No. 1
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Hygiene memberikan pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di PT. Rianto Prima Jaya, sedangkan variabel Motivator memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap Kepuasan Kerja karyawan.
3 Erri Komariy
Pengaruh Motivational Factors dan Hygiene
Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa
8
No
Peneliti dan Tahun
Judul dan Sumber
Pustaka Hasil Penelitian ah, 2006 Factors Terhadap
Kepuasan Kerja
Karyawan BMT Bina Ikhsanul Fikri Yogyakarta.
Skripsi Keungan Islam.
Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga
Yogyakarta
masing-masing variable independen (motivasi- hygiene) secara signifikan berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan BMT Bina Ikhsanul Fikri Yogyakarta. Di antara variable motivasi dan hygiene, variable motivasi yang lebih dominan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.
4 Khoirul Huda, 2007
Pengaruh Faktor-Faktor Motivasi Kerja dari Teori Hezberg Ditinjau dari Faktor Motivator dan Hygienics Terhadap Prestasi Kerja Karyawan di Perusahaan PT.
Panamas Surabaya (Studi Kasus Anak Perusahaan Grub Perusahaan Rokok PT. Sampoerna Divisi Distribusi Surabaya-Jawa Timur).
Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya
Variabel kompensasi secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja karyawan pada perusahaan PT. Panamas Surabaya.
Simpulan ini berdasarkan pada hasil uji F. sedangkan variable kondisi kerja berpengaruh dominan terhadap prestasi kerja karyawan pada perusahaan PT. Panamas.
Dari hasil penelitian terdahulu penulis menemukan perbedaan dan persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini, antara lain:
1. Persamaan
Dari beberapa penelitian terdahuludi atas, persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan adalah terletak pada variabel yang akan digunakan. Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah variabel faktor motivator dan faktor hygiene. Selain itu, pada v=penelitian ini juga menggunakan teknik analisa data yang sama yaitu analisis regresi linier berganda.
2. Perbedaan
Perbedaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan yaitu terletak pada objek yang diteliti. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan objek rumah sakit, sedangkan penelitian terdahulu sebagian besar menggunakan objek perusahaan.
B. Landasan Teori 1. Kepuasan Kerja
Kepuasaan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasaan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda seseuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya.
Biasanya orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang dijalankan, apabila apa yang dikerjakan dianggap telah memenuhi harapan, sesuai dengan tujuannya bekerja. Apabila seseorang mendambakan sesuatu, berarti yang bersangkutan memiliki suatu harapan dan dengan demikian termotivasi untuk melakukan tindakan kearah pencapaian harapan tersebut. Jika harapan tersebut terpenuhi, maka akan dirasakan kepuasan. Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan,
sehingga kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan, perjanjian psikologis dan motivasi (Robbins & Judge,2009).
Menurut Church (1992) dalam Setyawan (2005) kepuasan kerja adalah berbagai macam sikap yang dimiliki oleh pegawai. Dalam hal ini, yang dimakusud denga sikap tersebut adalah segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan seperti pengawasan, gaji, kondisi kerja, pengalaman terhadap kecakapan, penilaian kerja yang adil dan tidak merugikan, hubungan sosial di dalam pekerjaan yang baik, penyelesaian yang cepat terhadap keluhan dan perlakuan yang bak dari pimpinan terhadap pegawai.
Berdasarkan pendapat definisi yang dikemukakan oleh para ahli terkait kepuasan kerja, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan emosional yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan yang dirasakan pegawai dalam pekekerjaanya.
a. Teori Kepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yukl (1977) sebagaimana dikutip oleh As’ad (2004), terdapat tiga macam teori tentang kepuasan kerja, antara lain:
1) Discrepancy Theory/Teori Perbedaan
Teori ini menyatakan bahwa kepuasan kerja seseorang dapat diperoleh dengan membandingkan apa yang diharapkan atau diinginkan dengan pencapaian atau kenyataan. Perbedaan akan menjadi positif jika yang diperoleh lebih besar dari yang diharapkan, sebaliknya perbedaan akan menjadi negatif jika yang
diperoleh lebih kecil dari yang diharapkan. Dalam menjalankan tugasnya, masing-masing perawat memiliki keinginan atau harapan yang berbeda, jika keinginan-keinginan tersebut sudah dapat tercapai, maka para perawat akan merasakan kepuasan kerja.
2) Equity Theory/Teori Keadilan
Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Terdapat tiga elemen equity, yaitu input, outcomes, dan comparison person.
3) Two Factor Theory/
Teori Dua Faktor Menurut teori ini terdapat dua kelompok situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya.
Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjannya menajadi 2 kelompok, antara lain sebagai berikut:
a. Herzberg menyebutkan faktor pemeliharaan (hygiene factor), yaitu:
1) Gaji
Apabila karyawan mendapatkan gaji yang memadai maka akan meningkatkan pendapatan seseorang.
2) Kondisi kerja/lingkungan
Seseorang akan bekerja dengan nyaman apabaila tercipta suasan yang kondusif, kerja sama yang baik dan harmonis dengan teman kerja.
3) Mutu dan tekhnik pengawasan
Standar operasional prosedur (SOP) yang dijalankan dengan tepat serta pengawasan yang baik akan meningkatkan kinerja pegawai.
4) Hubungan interpersonal
Interaksi antara personal yang dapat dibedakan menjadi interaksi antara bawahan dan interaksi antara pimpinan.
b. Sedangkan Frederick Herzberg menjelaskan faktor-faktor motivator adalah sebagai berikut:
1) Pekerjaan itu sendiri
Pekerjaan yang disenangi akan menjadi motivasi untuk dilkasanakan dengan baik
2) Pencapaian persestasi
Seseorang yang ingin memiliki berprestasi sebagai sesuatu kebutuhan dapat mendorongnya sebagai suatu sasaran
3) Tanggung jawab
Adanya rasa ingin memiliki akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab
4) Kesempatan untuk berkembang
Kesempatan untuk mengembangkan diri mamacu dan berlomba-lomba meraih sukses.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat faktor pendorong yang berkaitan dengan perasaan positif terhadap pekerjaanya yang dapat
memberikan kepuasan kerja dan faktor yang dapat mengakibatkan ketidakpuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan motivator internal, yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri sedangkan lingkungan pekerja dimana pekerja harus puas agar tetap dalam organisasi.
c. Karakteristik Biografi yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Robbin & Judge (2008), kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh karakteristik biografi, yaitu:
1) Umur
Umur adalah lama hidup seseorang hingga ulang tahunnya yang terakhir. Hubungan umur dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan yang positif artinya makin tua umur karyawan makin tinggi tingkat kepuasan kerjanya, setidak tidaknya sampai umur karyawan menjelang pensiun pada pekerjaan yang dikuasainya. Sebaliknya mudah menduga bahwa bagi karyawan yang lebih muda usia, keinginan pindah lebih besar. Davis (2004) menyatakan 27 usia >35 tahun di kategorikan usia tua dan usia ≤35 tahun usia muda.
2) Masa Kerja
Karyawan baru cenderung kurang puas dibandingkan dengan karyawan yang lebih senior. Terdapat berbagai alasan terjadinya hal ini karena karyawan baru datang di tempat kerja dengan harapan tinggi yang tidak memungkinkan untuk dipenuhi atau mungkin untuk pekerjaan tersebut hanya dibutuhkan
pendidikan atau kemampuan yang lebih rendah dari pada kemampuan yang dipunyai karyawan baru tersebut. Karyawan yang lebih berpengalaman lebih tinggi kepuasan kerjanya dari pada mereka yang kurang pengalaman kerjanya. Menurut Siagian (2005) kepuasan kerja relatif tinggi pada permulaan bekerja menurunsecara berangsur-angsur setelah 5-8 tahun dan selanjutnya kepuasan kerja meningkat setelah 20 tahun.
3) Pendidikan
Adanya hubungan yang negatif antara tingkat pendidikan dengan kepuasan terhadap gaji disebabkan perbedaan harapan.
Klien dan Mahe mengatakan bahwa pekerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi berharap dapat berpenghasilan lebih tinggi di perusahaan / pekerjaan lain.
4) Jenis Kelamin
Tidak ada pengaruh jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan terhadap kepuasan kerja. Penelitian Suroso (2011) menyatakan bahwa perawat wanita yang merupakan seorang ibu dalam keluarga, kemungkinan akan memiliki naluri keibuan yang bermanfaat dalam membentuk perilaku caring dalam proses pemberian asuhan keperawatan dan menciptakan kepuasan kerja.
5) Status Kepegawaian
Karyawan PNS lebih memiliki ketenangan dengan statusnya, mereka mengerti akan peluang pengembangan karier,
serta cukup tenang akan jaminan hari tuanya, sebaliknya hal ini tidak dialami oleh karyawan yang berstatus Non PNS.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Perawat
Menurut Herzberg dalam Mathis & Jackson (2006) dan Gomes (2003) faktor mempengaruhi dengan kepuasan kerja, yaitu:
1) Kepemimpinan
Pengertian kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, dengan kata lain kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk menggerakkan orangorang tersebut agar dengan penuh pengertian dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pemimpin tersebut. Kepemimpinan manajerial ditandai dengan sifat manajerial dan keterampilan manajerial yang mengarah ke pemberdayaan. Pembuatan keputusan pimpinan dalam sebuah organisasi tergantung pada gaya kepemimpinan (Siagian, 2005).
2) Kompensasi (insentif)
Kompensasi merupakan istilah luas yang berkaitan dengan imbalan yang diterima oleh orang-orang melalui hubungan kepegawaian mereka dalam organisasi. Pada umumnya bentuk kompensasi adalah finansial karena pengeluaran moneter yang dilakukan sebuah organisasi. Pengeluaran moneter dapat bersifat segera atau tertangguh. Gaji mingguan atau bulanan karyawan adalah contoh moneter yang bersifat segera (immediate payment)
sedangkan pensiunan, pembagian laba atau bonus merupakan moneter bersifat tertangguh (deferred payment). Kompensasi bisa diberikan dalam bentuk non moneter (Flippo, 2000).
3) Kondisi Lingkungan Kerja
Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu faktor lain yang mampu mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.
Lingkungan kerja yang baik dalam arti sempit tempat / lokasi kerja aman, nyaman, bersih dan tenang, peralatan yang baik, teman sejawat akrab, pimpinan yang pengertian akan memberikan kepuasan karyawan (Gomes, 2003). Demikian pula yang dinyatakan Flippo (2000), kondisi kerja yang nyaman aman dan menarik merupakan keinginan karyawan untuk dipenuhi perusahaan.
4) Kesempatan Promosi
Robbins (2003) menyebutkan bahwa reward system / kesempatan untuk memperoleh promosi melalui jenjang kepangkatan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, dengan demikian untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan perlu memperhatikan kepuasan kerja karyawan. Kesempatan promosi perawat di rumah sakit antara lain kesempatan untuk menduduki jabatan kepala ruang, kabid keperawatan dan pendidikan lanjut program nurse dengan tersedianya dana untuk meraih hal tersebut,
yang dapat meningkatkan kinerja rumah sakit (Gilies, 1996). Hal ini dapat mendorong motivasi perawat untuk senantiasa meningkatkan komitmen bekerja di rumah sakit tersebut.
5) Supervisi
Tujuan pelayanan rumah sakit, khususnya pelayanan keperawatan diperlukan supervisi keperawatan. Supervisi keperawatan adalah proses pemberian sumber – sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas dalam rangka pencapaian tujuan. Adapun tujuan dari supervisi keperawatan adalah pemenuhan dan peningkatan kepuasan pelayanan pada klien dan keluarganya (Nursalam, 2008).
e. Aspek-aspek yang menentukan kepuasan kerja
Aspek-aspek yang menentukan kepuasan kerja menurut Robbins (2001), yaitu:
1) Kepuasan tentang pekerjaan
Kerja yang secara mental menantang Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan – pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja.
2) Kepuasan tentang ganjaran yang pantas
Ganjaran yang pantas Para karyawan yang menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan
sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Oleh karena itu individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dengan cara yang adil kemungkinan besar akan merasakan kepuasan dengan pekerjaan mereka.
3) Kepuasan tentang rekan kerja
Rekan sekerja yang mendukung. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan meningkat bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, memberikan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka.
4) Kepuasan tentang kondisi kerja yang mendukung
Kondisi kerja yang mendukung Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Studi-studi
memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan fisik sekitar yang tidak berbahaya atau merepotkan. Di samping itu, kebanyakan karyawan lebih menyukai bekerja dekat dengan rumah, dengan fasilitas yang bersih dan relatif modern, dan dengan alat-alat dan peralatan yang memadai.
5) Kepuasan tentang kesesuaian antara kepribadian dan pekerjaan Teori kesesuaian antara kepribadian pekerjaan yang
dikemukakan Holland menyimpulkan bahwa kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang karyawan dan pekerjaan akan menghasilkan individu yang lebih terpuaskan. Orang-orang yang tipe kepribadiannya sama dengan pekerjaannya memiliki kemampuan untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaannya, sehingga mereka juga mempunyai probabilitas yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi.
2. Motivasi Dan Hygiene (Teori Herzberg)
Teori yang dikembangkan Hezberg dikenal dengan teori dua factor, yaitu Faktor Motivasional dan Faktor Hygiene atau pemeliharaan.
Faktor motivasional adalah dorongan-dorongan untuk berprestasi yang sifatnya intrinsic, yang berarti bersumber dari dalam diri seseorang, sedangkan factor Hygiene atau pemeliharaan adalah factor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri seseorang (Siagian, 1996).
Menurut Herzberg (1996) yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan untuk tumbuh, kemajuan dalam berkarier dan pengakuan orang lain. sedangkan faktor- faktor Hygiene atau pemeliharaan mencakup status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang karyawan dengan atasannya dan rekan–rekan kerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Teori lain mengenai motivasi kerja yaitu teori hierarki kebutuhan dan teori X dan Y. Teori Hierarki Kebutuhan dikembangkan oleh Maslow (Robbins, 2008) dikatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan, yaitu fisiologis, rasa aman, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri. Jadi, ketika satu kebutuhan dasar ini telah terpenuhi maka seseorang akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan dasar berikutnya.
Memisahkan kelima kebutuhan dasar ini menjadi 2 tingkatan, yaitu kebutuhan tingkat bawah yang berasal dari luar diri seseorang (kebutuhan fisioligis, dan kebutuhan rasa aman) dan kebutuhan tingkat atas yang berasal dari dalam diri seseorang (kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri).
Teori X dan teori Y dikembangkan oleh McGregor (dalam Robbins, 2008) yang memiliki dua pandangan mengenai manusia, yaitu manusia pada dasarnya negatif atau disebut teori X, dan manusia pada dasarnya positif atau disebut teori Y. Menurut McGreogor (dalam
Robbins, 2008) teori X memiliki anggapan bahwa karyawan tidak suka bekerja, malas, tidak menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa untuk menghasilkan kinerja. Sedangkan teori Y memiliki anggapan bahwa karyawan suka bekerja, kreatif, mencari tanggung jawab dan dapat berlatih untuk mengendallikan diri.
a. Dimensi Motivasi Kerja
Menurut Herzberg (dalam Ivancevich, dkk, 2006) terdapat serangkaian kondisi intrinsik yang dapat membentuk motivasi yang kuat sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik.Kondisi ini disebut faktor motivator. Yang termasuk ke dalam faktor motivator adalah:
1) Pekerjaan itu sendiri (work itself)
Aspek ini berhubungan dengan tantangan yang dirasakan karyawan dari pekerjaannya. Pekerjaan yang disenangi akan menjadi motivasi untuk dilkasanakan dengan baik
2) Pencapaian (advanscement)
Seseorang yang ingin memiliki berprestasi sebagai sesuatu kebutuhan dapat mendorongnya sebagai suatu sasaran
3) Prestasi (achievement)
Aspek ini berhubungan dengan usaha yang dilakukan seseorang untuk mencapai prestasi kerja yang optimal. Seseorang yang ingin memiliki berprestasi sebagai sesuatu kebutuhan dapat mendorongnya sebagai suatu sasaran
4) Tanggung jawab
Aspek ini meliputi hal-hal yang berhubungan dengan tanggung jawab dan otoritas pada karyawan. Adanya rasa ingin memiliki akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab
5) Kesempatan untuk berkembang.
Kesempatan untuk mengembangkan diri memacu dan berlomba-lomba meraih sukses.
Kemudian Menurut Herzberg (dalam Ivancevich, dkk, 2006) terdapat serangkaian kondisi ekstrinsik dalam konteks pekerjaan yang dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja karyawan (ketika kondisi tersebut tidak ada).Kondisi ini disebut Faktor Hygiene. Yang termasuk ke dalam faktor Hygiene antara lain:
1) Gaji
Aspek ini berhubungan dengan upah, kenaikan upah dan harapan karyawan pada upah dari kinerja mereka. Gaji yang memadai akan meningkatkan pendapatan seseorang
2) Kondisi lingkungan kerja
Seseorang akan bekerja dengan nyaman apabaila tercipta suasan yang kondusif, kerja sama yang baik dengan teman kerja 3) Mutu pelayanan
Standar operasional prosedur (SOP) yang dijalankan dengan tepat dan baik akan meningkatkan kinerja pegawai.
4) Hubungan interpersonal
Interaksi antara personal yang dapat dibedakan menjadi interaksi antara bawahan dan interaksi antara pimpinan
3. Kinerja
Konsep Kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah performance. Istilah performance sering di-Indonesiakan sebagai performa. Kinerja adalah
keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu (Wirawan, 2009: 5).
Sedangkan menurut Cherington dalam (Khaerul Uman, 2010:188) mengatakan bahwa kinerja menunjukkan pencapaian target kerja yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Menurut (Juavani, 2009 : 548-549), kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan peranannya dalam perusahaan.
Kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2007:67). Menurut (Wibowo, 2007:349), kompensasi merupakan kontra prestasi terhadap penggunaan tenaga kerja atau jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja. Di dalam kompensasi terdapat sistem insentif yang menghubungkan kompensasi dengan kinerja. Dengan
kompensasi kepada pekerja diberikan penghargaan berdasarkan kinerja dan bukan berdasarkan senioritas atau jumlah jam kerja.
a. Faktor-faktor yang Mempengaruh Kinerja
Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan. Kinerja individu ini akan tercapai apabila didukung oleh atribut individu, upaya kerja (work effort) dan dukungan organisasi.
Ada dua faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu sebagai berikut:
1) Faktor kemampuan Perlu penempatan karyawan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya
2) Faktor motivasi Kondisi yang menggerakan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan. Organisasi (tujuan kerja) yang merupakan dorongan yang timbul dari dalam diri karyawan untuk melakukan kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji.
(Mangkunegara, 2009: 67-68).
Menurut steers dalam buku (Edi sutrisno, 2009:151) umumnya orang percaya bahwa prestasi kerja individu merupakan fungsi gabungan dari tiga faktor, yaitu: Kemampuan, perangai, dan minat seorang pekerja.
1) Kejelasan dan penerimaan atas penjelasan peranan seseorang dalam bekerja.
2) Tingkat motivasi kerja
b. Elemen-elemen Penilaian Kinerja
Penilain kinerja (performance appraisal) adalah sistem formal untuk menilai dan mengevaluasi kinerja tugas individu atau tim (R.
Wayne Mondy, 2008: 257). Teknik paling tua yang digunakan oleh manajemen untuk meningkatkan kinerja adalah penilaian (appraisal).
Motivasi karyawan untuk bekerja mengembangkan kemampuan pribadi, dan meningkatkan kemampuan dimasa mendatang dipengaruhi oleh umpan balik mengenai kinerja masa lalu dan pengembangan.(Sofyandi, 2008:122). Adapun elemen-elemen penilaian kinerja antara lain:
1) Standar kinerja penilaian membutuhkan standar kinerja yang mencerminkan seberapa jauh keberhasilan pekerjaan yang telah dicapai.
2) Kinerja terukur juga membutuhkan ukuran kinerja yang yang dapat diandalkan, seperti pengukuran rating tiap karyawan berdasarkan jenis pekerjaannya (Mangkuprawira, 2011: 234).
4. Keperawatan
Tanggung jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan ini menunjukan bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur. Klien merasa yakin bahwa perawat bertanggung jawab dan memiliki kemampuan, pengetahuan dan keahlian yang relevan
dengan disiplin ilmunya. Kepercayaan tumbuh dalam diri klien, karena kecemasan akan muncul bila klien merasa tidak yakin bahwa perawat yang merawatnya kurang terampil, pendidikannya tidak memadai dan kurang berpengalaman. Klien tidak yakin bahwa perawat memiliki integritas dalam sikap, keterampilan, pengetahuan (integrity) dan kompeten (Kusanto, 2004)
a. Peran Perawat
Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi maupun diluar profesi keperawatan yang bersifat konstan Kusanto, 2004:
1) Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar dapat direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat dasar kebutuhan manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya.
Pemberian asuhan keperawatan dilakukan dari yang sederhana sampai yang kompleks.
2) Peran sebagai advokasi membantu klien dan keluarga dan menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan
atau informasi lain khususnya dalam pengambilan perpuasan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankann dan melindungi h-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak unutk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
3) Peran edukator peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan prilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
4) Peran koordinator ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, serta mengorganisasis pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
5) Peran kolaborator dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain- lain. Dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
6) Peran konsultan Sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini
dilaksanakan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
7) Peran pembaharu, dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
b. Fungsi Perawat
Fungsi perawat merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi tersebut dapat berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya:
1) Fungsi Independent
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, , pemenuhan kebutuhan hargadiri dan aktualisasi diri.
2) Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas pesan atau instruksidari perawat lain. Sehingga sebagian
tindakan pelimpahan tugas yang di berikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer keperawat pelaksana
3) Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya.
Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun yang lainnya (Hidayat, 2008).
C. Kerangka Pikir
Dalam penelitian menggunakan dua faktor yaitu faktor motivasi (X1) dan faktor hygiene (X2) terhadap faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja perawat (Y). faktor motivasi ini memiliki indikator diantaranya: pekerjaaan itu sendiri, pencapaian, prestasi, tanggung jawab, dan kesempatan untuk berkembang. Sedangkan indikator faktor hygiene terdiri dari: gaji, kondisi lingkungan kerja, mutu pelayanan, dan hubungan interpersonal. Dari kedua faktor tersebut kemudian dianalisis untuk diketahui pengaruhnya terhadap kepuasan kerja karyawan untuk kemudian dianalisis dan di klasifikasi tinggi dan rendahnya.
Gambar 2.1. Kerangka Pikir
Sumber: Teori Dua Faktor Herzberg (2006), Gomes (2003) D. Perumusan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus di uji secara empiris. Hal ini digunakan untuk memberikan jawaban sementara terhadap penelitian ini maka perlu peneliti kemukakan sebuah hipotesis. Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Raden Feizal (2015) menyatakan bahwa Hygiene dan Motivating berpengaruh secara signfikan terhadap OCB. Dan penelitian yang dilakukan oleh Erri Komariy (2006) mengatakan bahwa variabel motivational factors dan hygiene factors berpengaruh secara parsial terhadap kepuasan kerja karyawan, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
Faktor Motivasi Pekerjaan itu sendiri Pencapaian
Prestasi
Tanggung jawab Kesempatan untuk berkembang
H2
H1
Kepuasan Kerja Perawat
Faktor Hygiene
Gaji
Kondisi lingkungan kerja
Mutu pelayanan
Hubungan interpersonal
H3
H1: Diduga faktor motivator dan faktor hygiene secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja perawat
H2: Diduga faktor motivator berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja perawat
H3: Diduga faktor hygiene berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja perawat