• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) TERHADAP PENDAPATAN DAERAH

KOTA MEDAN

OLEH

RIZKA A KHALISHA 160501054

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)
(5)

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya pengaruh Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) secara parsial dan simultan terhadap Pendapatan Daerah Kota Medan.

Penelitian ini menggunakan data time series dengan runtut waktu dari tahun 2005-2019. Metode analisis menggunakan analisis regresi linier berganda dengan program SPSS v 25. Adapun persamaan regresi yang dihasilkan yaitu Ŷ=

127315885611,215 + 11,007X1

+ 1,186X

2

. Nilai konstanta sebesar

127315885611,215 merupakan nilai tingkat Pendapatan Daerah.

Dari hasil uji t dapat diketahui bahwa nilai pada variabel PBB-P2 tsig. <

0,05 (0,000 < 0,05) maka dapat dinyatakan bahwa secara parsial PBB-P2 berpengaruh signifikan terhadap pendapatan daerah Kota Medan. Sedangkan nilai pada variabel BPHTB t sig. > 0,05 (0,506 < 0,05) maka dapat dinyatakan bahwa secara parsial BPHTB berpengaruh tidak signifikan terhadap pendapatan daerah Kota Medan. Dari hasil uji F, nilai F sig. sebesar 0,034. Oleh karena nilai F sig. <

0,05 (0,000 < 0,05) maka dapat dinyatakan bahwa PBB-P2 dan BPHTB secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan daerah Kota Medan.

Kata kunci: PBB-P2, BPHTB, dan Pendapatan Daerah

(6)

The purpose of this study is to determine the impact of Land and Rural and Urban Building Tax (PBB-P2) and Land And Building Title Transfer Duty (BPHTB) partial and simultant on the Medan City Regional Government Revenue.

This research uses timeseries from 2005-2019. The method of analysis uses multiple linear regression analysis with the SPSS v 25 program. The result of regression equation is Ŷ = 127315885611,215 + 11.007X1 + 1,186X2. The constant value of 127315885611,215 represents the value of the Regional Government Revenue.

From the results it can be seen that the value of the PBB-P2 variable is tsig.

<0.05 (0,000 <0.05), it can be stated that partially PBB-P2 has significant effect on regional income of Medan City. Meanwhile, the value of the variable BPHTB t sig. > 0.05 (0.506 <0.05), it can be stated that partially BPHTB has no significant effect on regional income of Medan City. From the result of F test, the F value is sig. in the amount of 0.034. Therefore the value of F sig. <0.05 (0,000 <0.05), it can be stated that PBB-P2 and BPHTB simultaneously have significant effect on regional income of Medan City.

Keyword: PBB-P2, BPHTB, and Goverment Revenue.

(7)

Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Terhadap Pendapatan Daerah Kota Medan”

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Teristimewa kepada kedua orangtua Ayahanda Aminuddin dan Ibunda Atri Yustiana yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan selama proses perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

1. Bapak Prof Dr. Ramli, SE., MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier, MP., selaku Ketua Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, SE., MSi., selaku Sekretaris Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Murbanto Sinaga,MA., selaku Dosen Pembimbing saya yang telah memberikan bimbingan dan masukan untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier Hsb, MP dan Bapak Prof. Dr. Sya'ad Afifuddin Sembiring, SE., M.Ec., selaku Dosen Penguji I dan Dosen Penguji II yang telah membantu penulis melalui saran dan kritik yang diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah membagi ilmu pengetahuan yang akan bermanfaat bagi penulis.

7. Seluruh pegawai dan staf Administrasi Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah membantu saya dalam menyelesaikan administrasi.

8. Sahabat seperjuangan satu stambuk Ekonomi Pembangunan Tobat Gang Cut Mutia, Gemi Nastiti, Revina Amanda, Anggita Salsabila, Astry Aridhana, Siti Fatima, Aldo Prawana, dan Rizky Ma’arif untuk segala bantuan, saran, dan dukungan yang tidak henti-hentinya sehingga memacu semangat dalam proses perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini .

9. Sahabat FARR (Firda Syahliza, Amelia Sari, Riska Rahmayani) yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada peneliti dalam susah maupun senang.

10. Sahabat-sahabat Mutiara Giovani, Aisyah Haryati, Dewi Safitri, Dwi

sialagan, dan Teguh Leonardo yang telah memberikan semangat dan

dukungan kepada penulis.

(8)

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.

Medan, 30 Juni 2020 Penulis,

Rizka A Khalisha

NIM. 160501054

(9)

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian... 8

1.4 Manfaat Penelitian... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis ... . 11

2.1.1 Teori Keuangan Negara ... . 11

2.1.2 Teori Kebijakan Fiskal ... 12

2.1.3 Pendapatan Daerah ... 14

2.1.4 Pajak ... 18

2.1.5 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) ... 22

2.1.6 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ... 27

2.1.7 Hubungan Antar Variabel ... 32

2.2 Penelitian Terdahulu ... 33

2.3 Kerangka Konseptual ... 35

2.4 Hipotesis ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 37

3.3 Jenis Variabel Penelitian ... 37

3.4 Teknik Pengumpulan data ... 38

3.5 Definisi Operasional ... 39

3.6 Analisis Data ... 40

3.7.1 Analisis Data Deskriptif ... 40

3.7.2 Analisis Regresi Linier Berganda ... 40

3.7 Teknik Analisis Data ... 41

3.7.1 Uji Asumsi Klasik ... 41

3.7.2 Pengujian Hipotesis ... 44

(10)

4.1.2 Jumlah Penduduk Kota Medan ... 49

4.1.3 Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan ... 50

4.2 Gambaran Umum Variabel Penelitian ... 52

4.2.1 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ... 52

4.2.2 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ... 54

4.2.3 Pendapatan Daerah ... 56

4.3 Hasil Analisis Data ... 58

4.3.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 58

4.3.2 Analisis Regresi Linier Berganda ... 60

4.4 Uji Asumsi Klasik ... 61

4.4.1 Uji Normalitas ... 61

4.4.2 Uji Multikolinieritas ... 62

4.4.3 Uji Heteroskedasdisitas ... 63

4.4.4 Uji Autokolerasi ... 64

4.5 Hasil Uji Hipotesis ... 66

4.5.1 Uji Koefisien Determinan (R

2

) ... 66

4.5.2 Uji F Statistik (Uji Signifikan Simultan) ... 67

4.5.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) ... 68

4.6 Pembahasan ... 69

4.6.1 Pengaruh Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Terhadap Pendapatan Daerah ... 69

4.6.2 Pengaruh Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Terhadap Pendapatan Daerah ... 70

4.6.3 Pengaruh Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan Terhadap Pendapatan Daerah ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 74

5.2 Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

1.2 Nilai Interpretasi Efektivitas ... 4

1.3 Target dan Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan Kota Medan Tahun 2015-2019 ... 5

1.4 Target dan Realisasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kota Medan Tahun 2015-2019 ... 6

2.1 Dasar Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ... 31

2.2 Penelitian Terdahulu ... 33

4.1 Luas Wilayah Kota Medan ... 48

4.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Medan Tahun 2019 ... 49

4.3 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perde- saan dan Perkotaan Kota Medan Tahun 2005-2019 ... 53

4.4 Target dan Realisasi Penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kota Medan Tahun 2005-2019 ... 55

4.5 Target dan Realisasi Penerimaan Pendapatan Daerah Kota Medan Tahun 2005-2019 ... 57

4.6 Analisi Statistik Deskriptif ... 59

4.7 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 60

4.8 Hasil Uji Normalitas ... 61

4.9 Hasil Uji Multikolinieritas ... 63

4.10 Hasil Uji Heteroskedasdisitas ... 64

4.11 Hasil Uji Autokolerasi Run Test ... ... 65

4.12 Hasil Uji Autokolerasi DW Test ... ... 65

4.13 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R

2

) ... ... 66

4.14 Hasil Uji Simultan (Uji F) ... ... 67

4.15 Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji T) ... 68

(12)

2.2 Grafik Normal P-Plot ... 62

(13)

3 Hasil Uji Statistik

4 Tabel DW

5 Surat Izin Penelitian

(14)

Setelah bergulirnya era reformasi sejak tahun 1998 yang melahirkan UU No.

22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi dengan UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 25 tahun 2005 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka dimulailah era otonomi menurut Nasution (2009) ialah “daerah yang memberi kesempatan yang besar bagi pemerintah daerah beserta masyarakat untuk berpartisipasi dan membangun daerahnya sesuai dengan kemampuan sumber daya alam atau ekonomi dan sumber daya manusia yang dimilikinya”. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah daerah diharapkan dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, peran serta masyarakat, dan juga peningkatan daya saing daerah.

Oleh karena itu untuk mewujudkan harapan tersebut pemerintah daerah berusaha untuk mengoptimalkan sumber penerimaan daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya, karena bukan hal yang mudah untuk memiliki sumber dana yang mencukupi untuk melangsungkan proses penyelenggaraan, pelaksanaan kegiatan, dan mengelola keuangan daerah.

Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 157, sumber

pendapatan daerah terdiri dari : 1) Pendapatan Asli Daerah, yaitu: hasil pajak daerah,

hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan. 2) Dana Perimbangan terdiri dari: dana bagi hasil

(15)

yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. 3) Lain-lain pendapatan yang sah.

Pajak Daerah merupakan salah satu komponen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan salah satu dari sumber pendapatan daerah. Terbitnya UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam rangka meningkatkan kapasitas fiskal daerah terdapat penambahan jenis pajak baru yang dapat dipungut oleh daerah. Salah satu jenis pajak baru yang dapat dipungut oleh daerah adalah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang sebelumnya merupakan pajak pusat kemudian dialihkan menjadi pajak daerah Kabupaten/Kota.

Sedangkan, PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan masih tetap menjadi pajak pusat.

Kota Medan adalah ibu kota Provinsi Sumatera Utara yang merupakan kota

terbesar ke tiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya, serta kota terbesar di

Pulau Sumatera. Kota Medan berupaya untuk meningkatkan daerahnya dari tahun

ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan baik oleh

Pemerintah Kota Medan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, maupun oleh

Pemerintah Pusat. Adapun upaya peningkatan daerah yang dimaksud adalah upaya

untuk meningkatkan penerimaan Pendapatan Daerah yang pada garis besarnya

ditempuh dengan melakukan pemungutan pajak atau retribusi kepada masyarakat.

(16)

Berikut disajikan tabel mengenai Pendapatan Daerah Kota Medan dari tahun 2015-2019.

Tabel 1.1

Anggaran dan Realisasi Pendapatan Daerah Kota Medan Tahun 2015 – 2019

No. Tahun Berjalan

Target (Rp.000)

Realisasi (Rp.000)

Persentase (%) 1. 2015 5.046.111.839 4.259.044.490 88,09%

2. 2016 5.203.526.015 4.308.242.686 82,79%

3 2017 5.523.623.117 4.409.065.482 79,82%

4 2018 5.239.408.011 4.253.618.758 81,19%

5. 2019 6.118.774.024 5.231.211.347 85,59%

Sumber: BPS Kota Medan (Data diolah)

Dapat dilihat melalui tabel 1.1 bahwa setiap tahunnya anggaran pendapatan daerah di Kota Medan selalu meningkat, hanya terjadi sekali penurunan anggaran di tahun 2018. Realisasi pendapatan daerah juga setiap tahunnya cenderung meningkat tetapi tidak pernah mencapai target yang telah ditentukan. Penerimaan tertinggi terdapat pada tahun 2019 yaitu sebesar Rp.5.231.211.347 dengan target penerimaan sebesar Rp.6.118.774.024 dengan tingkat persentase 85,59%.

Sedangkan penerimaan terendah terdapat pada tahun 2018 dimana realisasi pendapatan sebesar Rp.4.253.618.758 dengan target sebesar Rp.5.239.408.011 dengan tingkat persentase 81,19%. Persentase tertinggi terdapat pada tahun 2015 dengan tingkat persentase 88,09% dimana target dan penerimaan sebesar Rp.5.046.111.839 dan Rp.4.259.044.490.

Tingkat persentase diatas menunjukkan berapa besar efektivitas dari

penerimaan pendapatan daerah Kota Medan. Menurut Mardiasmo (2009:132)

efektivitas ialah “pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau

target kebijakan (hasil guna)”. Dengan kata lain efektivitas merupakan suatu ukuran

(17)

untuk melihat seberapa besar capaian dari suatu target kebijakan. Untuk melihat tingkat efektivitas dari persentase penerimaan dilihat dari :

Tabel 1.2

Nilai Interpretasi Efektivitas

Persentase (%) Kriteria

>100 Sangat Efektif

90-100 Efektif

80-90 Cukup Efektif

60-80 Kurang Efektif

<60 Tidak Efektif

Sumber : Munir, dkk, 2004:151 (jurnal efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan peresaan dan perkotaan terhadap peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah , Rudi Saputro, Nengah Sudjana, : 2016)

Dari tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat efektivitas penerimaan pendapatan daerah Kota Medan tahun 2015-2019 jika diambil rata-rata persentase sebesar 83,49% maka dapat dikatakan cukup efektif.

Kota Medan merupakan Kota Metropolitan yang pastinya banyak bangunan dan gedung yang dibangun dari hari ke hari. Banyaknya bangunan dan gedung ditambah dengan luasnya wilayah yang ada di Kota Medan dapat memberikan tambahan pendapatan bagi pemerintah daerah dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintahan yang didapat melalui penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan terhadap wajib pajak atas penggunaan manfaat dari bumi dan bangunan.

Namun pada kenyataannya realisasi yang tercapai belum mampu memenuhi

target yang telah ditetapkan, hal ini tentu berbanding terbalik dengan kenyataan dan

perkiraan yang ada.

(18)

Seperti terlihat dalam data target dan realisasi PBB-P2 Kota Medan beberapa tahun terakhir di bawah ini:

Tabel 1.3

Target dan Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Kota Medan Tahun 2015 - 2019

No. Tahun Berjalan

Target (Rp.)

Realisasi (Rp.)

Persentase (%) 1. 2015 376.000.000.000 302.176.917.525 79,18 2. 2016 387.000.000.000 328.612.400.771 98,87 3. 2017 419.040.861.523 360.038.223.329 85,59 4. 2018 454.040.861.523 375.535.355.171 82,71 5. 2019 515.795.969.214 448.918.810.717 87.03

Sumber: Laporan PBB Kota Medan, Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan tahun 2015-2019

Berdasarkan tabel 1.3 terlihat bahwa target yang ditetapkan oleh pemerintah daerah selalu meningkat setiap tahunnya dan penerimaan PBB-P2 setiap tahunnya mengalami peningkatan walaupun kenyataannya realisasi PBB-P2 tidak pernah mencapai target yang telah ditentukan. Pada tahun 2015 realisasi PBB-P2 sebesar Rp. 302.176.917.525 dengan target sebesar Rp.376.000.000.000 dan tingkat persentase sebesar 79,18% yang merupakan persentase terendah dalam kurun 5 tahun terakhir. Penerimaan PBB-P2 terbesar terjadi pada tahun 2019 dimana realisasi penerimaan sebesar Rp.448.918.810.717 dengan target yang harus dicapai sebesar Rp.515.795.969.214 dan tingkat persentase 87,03%.

Menurut tabel nilai interpretasi efektivitas dapat dikatakan bahwa penerimaan PBB-P2 di Kota Medan jika diambil rata-rata sebesar 86,67%, maka dapat dinyatakan penerimaannya cukup efektif.

(19)

Seharusnya dengan banyaknya gedung dan bangunan ditambah luasnya daerah yang ada di Kota Medan yang merupakan salah satu objek PBB, memungkinkan PBB-P2 untuk memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap kelangsungan perluasan dan pembangunan daerah dibandingkan dengan pajak-pajak lainnya yang dikelola oleh daerah. PBB-P2 semestinya menjadi salah satu sumber pendapatan yang baik untuk daerah dan menjadi hal yang sangat diperhitungkan untuk menambah peningkatan Pendapatan Daerah. Dimana bumi dan bangunan akan selalu berkembang dari waktu ke waktu dan nilai jual dari objek bumi dan bangunan seperti tanah juga akan meningkat setiap tahunnya serta pembangunan yang akan terus berkembang juga akan terus meningkatkan jumlah objek PBB yang dikenakan atas perolehan manfaat dari bangunan yang telah dibangun di atas bumi (tanah) Indonesia.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan terhadap perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan dan yang menjadi objek pajak ialah perolehan dari hak atas tanah dan/atau bangunan.

Berikut adalah data penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Medan dalam kurun 5 tahun terakhir ini:

Tabel 1.4

Target dan Realisai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kota Medan Tahun 2015 – 2019

No. Tahun Berjalan

Target

(Rp.) Realisasi Persentase

(%) 1. 2015 335.974.000.000 201.806.504.023 60,97 2. 2016 336.000.000.000 265.662.050.024 79,06 3. 2017 336.974.000.000 402.576.535.076 119,17 4. 2018 339.974.000.000 275.741.255.103 81,11 5. 2019 370.685.122.322 302.724.851.911 81,17

Sumber: Laporan BPHTB Kota Medan, Badan Pengelola Pajak dan

(20)

Berdasarkan tabel 1.4 dapat dilihat bahwa target BPHTB selalu meningkat setiap tahunnya dan penerimaan BPHTB fluktuatif cenderung meningkat. Realisasi penerimaan terendah terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar sebesar Rp.

201.806.504.023 dengan target sebesar 335.974.000.000 sehingga tingkat persentase pada tahun tersebut sebesar 60,97%. Realisasi penerimaan tertinggi terdapat pada tahun 2017 sebesar Rp. 402.576.535.076 dan melampaui target yang telah ditentukan yaitu sebesar Rp. 336.974.000.000 sehingga tingkat persentase pada tahun tersebut sebesar 119,17%. Hal ini terjadi karena banyaknya kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah kota Medan dan rata-rata kegiatan yang dilaksanakan efektif. Namun pada tahun 2018 penerimaan BPHTB Kota Medan mengalami penurunan sebesar Rp.

275.741.255.103 dari target yang ditentukan sebesar Rp. 339.974.000 dengan tingkat persentase sebesar 81,11%. Menurut Zulkarnain, tidak tercapainya realisasi dikarenakan akibat tidak adanya tercatat transaksi pertanahan / properti dalam skala besar selama tahun 2018 sebagaimana yang terjadi pada tahun 2017. Dan juga terjadi penurunan transaksi pertanahan / properti sepanjang tahun 2018 (http://waspada.co.id/2019/01/realisasi-pajak-daerah-kota-medan-tahun-2018- capai-9344-persen/).

Menurut tabel interpretasi efektivitas jika diambil rata-rata penerimaan

BPHTB Kota Medan sebesar 84,29% dapat dikatakan cukup efektif. Penerimaan

BPHTB tertinggi terjadi pada tahun 2017 yaitu sebesar 119,17% yang melewati

100% sehingga realisasi penerimaan BPHTB di Kota Medan pada tahun 2017

dinyatakan sangat efektif.

(21)

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang ada di Kota Medan terutama mengenai pengaruhnya terhadap Pendapatan Daerah yang ada di Kota Medan.

Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Pengaruh Tingkat Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Terhadap Pendapatan Daerah Kota Medan”.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) berpengaruh positif terhadap Pendapatan Daerah Kota Medan ? 2. Apakah penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

berpengaruh positif terhadap Pendapatan Daerah Kota Medan ?

3. Apakah penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) secara bersamaan berpengaruh positif terhadap Pendapatan Daerah Kota Medan ? 1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerimaan Pajak Bumi dan

Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) terhadap Pendapatan Daerah

Kota Medan.

(22)

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan terhadap Pendapatan Daerah Kota Medan.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan secara bersamaan terhadap Pendapatan Daerah Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti

Skripsi ini diharapkan dapat menjadi nilai tambah secara akademis khususnya bagi peneliti tentang bagaimana pengaruh penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap Pendapatan Daerah Kota Medan.

b. Bagi Pihak Dinas Pendapatan Daerah

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

pihak Dinas Pendapatan Daerah khususnya kota Medan, tentang bagaimana

pengaruh penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

(PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

terhadap Pendapatan Daerah sehingga pemerintah daerah diharapkan dapat

lebih bijak dalam mengalokasikan sumber dana yang diterimanya baik yang

berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun Dana Perimbangan dari

Pemerintah Pusat, sehingga tujuan pembangunan nasional dapat tercapai.

(23)

c. Bagi Pihak Lain

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian

yang selanjutnya untuk penulisan skripsi khususnya pada bidang ekonomi

pembangunan, selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan

tambahan wawasan dan pemahaman kepada masyarakat tentang bagaimana

Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)

dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) berpengaruh

terhadap Pendapatan Daerah Kota Medan.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Teori Keuangan Negara

Keuangan negara merupakan suatu instrumen yang sangat penting dalam menggerakkan roda organisasi pemerintahan. Penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan tidak akan bisa dilaksanakan secara efektif tanpa didukung oleh sarana keuangan negara. Keuangan negara juga dikenal dengan sistem yang mengatur penerimaan dan pengeluaran negara.

Menurut Harvey S. Rosen dalam bukunya yang berjudul “public finance”, keuangan negara fokus dalam membahas tentang pajak dan belanja pemerintah serta bagaimana pengaruhnya terhadap alokasi berbagai sumber daya dan distribusi pendapatan. (Sinaga :2018)

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa keuangan negara adalah suatu instrumen

yang penting untuk mengatur penerimaan dan pengeluaran negara dan didalamnya

berisi hak dan kewajiban negara untuk memungut pajak dan penyelenggaraan

fungsi-fungsi pemerintahan.

(25)

2.1.2 Teori Kebijakan Fiskal

Dalam mengatur penerimaan dan pendapatan negara, pemerintah memerlukan suatu kebijakan untuk mengelola anggaran dalam mempengaruhi perekonomian serta memaksimumkan kesejahteraan dan stabilitas dalam bidang perekonomian.

Menurut Sudirman (2017) kebijakan fiskal adalah “penyesuaian dalam pendapatan dan pengeluaran pemerintah sebagaimana ditetapkan dalam APBN untuk mencapai kestabilan ekonomi yang lebih baik dan laju pembangunan ekonomi yang dikehendaki yang umumnya ditetapkan dalam rencana pembangunan”.

Menurut Hariyadi (2017) kebijakan fiskal merupakan “kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengarahkan perekonomian suatu negara ke arah yang lebih baik atau sesuai dengan yang diinginkan dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah”.

Kebijakan fiskal awalnya dicetuskan oleh John Maynard Keynes dikarenakan adanya depresi besar (great depression) yang melanda perekonomian Amerika pada tahun 1930an. Dalam bukunya The General Theory of Employment Interest And Money. Keynes menyatakan bahwa “peningkatan atau penurunan pendapatan (pajak) dan tingkat pengeluaran mempengaruhi inflasi, lapangan pekerjaan dan aliran uang melalui sistem ekonomi suatu negara”.(Wartoyo: 2019).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kebijakan fiskal merupakan kebijakan

ekonomi yang ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka mengatur perekonomian

(26)

negara dengan cara menurunkan atau menaikkan pendapatan melalui penetapan pajak dan belanja pemerintah.

Salah satu instrumen dalam kebijakan fiskal adalah APBN. Menurut Direktorat Jenderal Pajak (2018) APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) merupakan “rencana keuangan tahunan yang dilakukan oleh pemerintahan negara Indonesia. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran untuk membiayai tugas-tugas negara disegala bidang termasuk belanja pegawai negara selama satu tahun anggaran”.

Untuk memenuhi tugas negara yang pada prinsipnya diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat, maka masyarakat dikenakan pungutan-pungutan berupa pajak, bea dan cukai dan lain-lain pungutan. Yang nantinya pungutan-pungutan yang diterima dari masyarakat akan menjadi sumber penerimaan dalam APBN.

Dalam konteks daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Anggaran

daerah digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan

pengeluaran bagi daerah. Sama halnya dengan APBN, untuk memenuhi biaya yang

diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat, maka pemerintah daerah

mengenakan pungutan-pungutan berupa pajak-pajak, bea dan cukai dan lain-lain

nya kepada masyarakat. Pungutan-pungutan yang diterima dari masyarakat akan

menjadi sumber penerimaan bagi daerah dalam APBD. Jadi semakin banyak

pungutan-pungutan yang diterima oleh pemerintah daerah akan meningkatkan

penerimaan pendapatan daerah.

(27)

2.1.3 Pendapatan Daerah

2.1.3.1 Pengertian Pendapatan Daerah

Dalam pengelolaan keuangan pemerintahan daerah, pendapatan merupakan bagian yang sangat penting karena pendapatan adalah sumber keuangan dalam pelaksanaan pemerintahan dan merupakan gambaran potensi ekonomi daerah.

(Sinurat:2018).

Menurut UU. No. 32 Tahun 2004 Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu. Pendapatan daerah merupakan semua penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dalam berbagai sumber dalam periode tahun anggaran bersangkutan. (Halim:2012).

Dapat diambil kesimpulan bahwa pendapatan daerah merupakan penerimaan daerah yang menjadi hak daerah untuk menambah aktiva untuk membangun dan mengembangkan daerah dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

2.1.3.2 Sumber-Sumber Pendapatan Daerah

Dalam upaya untuk memperbesar peran pemerintah daerah dalam pembangunan, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai kegiatan operasional rumah tangganya. Oleh karena itu pemerintah memerlukan sumber-sumber pendapatan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.

Sumber Pendapatan Daerah menurut Undang- undang No. 33 tahun 2004

pasal 157 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah terdiri dari:

(28)

1) Pendapatan Asli Daerah

Menurut UU No 33 tahun 2004 Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Warsito (200:128) dikutip dari (Putra:2019) pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah.

Adapun sumber-sumber Pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No.23 tahun 2014 pasal 285, yaitu :

a. Pajak daerah

Pajak daerah secara umum adalah pajak yang dipungut oleh daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangganya.

b. Retribusi daerah

Retribusi merupakan pemasukan yang berasal dari usaha-usaha pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang ditujukan untuk memenuhi kepentingan masyarakat dengan kewajiban memberikan pengganti berupa uang sebagai pemasukan kas daerah.

Penggolongan jenis retribusi berdasarkan undang-undang No. 28 tahun 2009 dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Retribusi Jasa Umum

Retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk

tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang

(29)

pribadi atau badan. Contoh: Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, retribusi pelayanan kesehatan, dan retribusi pelayanan parkir.

2. Retribusi Jasa Usaha

Retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Contoh: Retribusi terminal bus , retribusi tempat rekreasi, retribusi pasar grosir atau pertokoan.

3. Perizinan Tertentu

Retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Contoh: Retribusi izin mendirikan bangunan, retribusi izin gangguan, dan retribusi izin tempat penjualan minuman berakohol.

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Kekayaan daerah yang dipisahkan berarti kekayaan daerah yang dilepaskan dan penguasaan umum yang dipertanggung jawabkan melalui anggaran belanja daerah dan dimaksudkan untuk dikuasai dan dipertanggungjawabkan sendiri.

d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

Yang termasuk dalam kategori penerimaan dari lain-lain pendapatan asli daerah

yang sah adalah penerimaan daerah diluar dari pajak dan retribusi daerah. Lain-

lain pendapatan asli daerah menurut UU No.32 Tahun 2004 meliputi: a)Hasil

penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, b) Jasa giro, c) Pendapatan

(30)

bunga, dan d) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah mata uang asing dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan atau pengadaan barang atau jasa oleh daerah.

2) Dana Perimbangan

Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari dana penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang di alokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah (Halim:2012).

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) No. 52 tahun 2015 tentang kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:

A. Dana bagi hasil

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana bagi hasil bersumber dari:

a) Bagi hasil pajak, terdiri dari atas Pajak Bumi dan bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan pajak penghasilan Pasal 21.

b) Bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam, terdiri atas kehutanan,

pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas

bumi, dan pertambangan panas bumi.

(31)

B. Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana alokasi umum adalah sejumlah dana yang harus dialokasikan Pemerintah Pusat kepada setiap Daerah Otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan dengan tujuan pemerataan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

C. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Provinsi/ Kabupaten/ Kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

3) Lain-lain pendapatan yang Sah

Lain-lain pendapatan yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain pendapatan asli daerah dan dana perimbangan. Menurut PERMENDAGRI No. 52 tahun 2015 yang termasuk dalam pendapatan jenis ini adalah hibah, dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan bencana, bagi hasil pajak dari pemerintah provinsi, dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan pemerintah, dan bantuan keuangan dari provinsi atau pemda lainnya.

2.1.4 Pajak

2.1.4.1 Pengertian Pajak

Berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Pasal 1 menyatakan

bahwa Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan

(32)

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-Undang yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan sebagai alat pencegah atau pendorong untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan. (Nasution : 2009).

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pajak adalah iuran dari masyarakat yang diberikan kepada negara yang dipungut oleh pemerintah yang berdasarkan pada Undang-Undang yang balas jasanya tidak dapat diterima secara langsung dan bersifat memaksa.

2.1.4.2 Penggolongan Pajak

Secara garis besar pajak dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Menurut administrasi dan pembebanan

a) Pajak Langsung: pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.

Contohnya: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

b) Pajak Tidak Langsung: pajak yang dipungut oleh pemerintah kepada wajib pajak tidak secara langsung dan dapat dialihkan kepada pihak lain. Contohnya:

Pajak Penambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

(PPnBM).

(33)

2. Menurut sasaran

a) Pajak Subjektif: pajak yang dalam pengenaannya memperhatikan keadaan atau kondisi pribadi wajib pajak, dimulai dengan menetapkan orangnya terlebih dahulu kemudian dicari syarat-syarat objektifnya. Contohnya : Pajak Penghasilan (PPh).

b) Pajak Objektif: pajak yang dalam pengenaanya memperhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Contohnya : Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

3. Menurut Kewenangannya

a) Pajak Negara: pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai dan hasilnya masuk ke kas negara. Contohnya : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan.

b) Pajak Daerah: pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) sehingga hasilnya masuk ke kas daerah. Pengelolaannya oleh Dinas Pendapatan Daerah. Pajak daerah terdiri dari 2 jenis, yaitu pajak Provinsi dan pajak Kabupaten/Kota. Contohnya: Pajak Kendaaraan Bermotor, Pajak Rokok, Pajak Hotel, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB- P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB).

2.1.4.3 Fungsi Pajak Dalam Perekonomian

Menurut Sinaga (2018:97) pajak yang dipungut dari wajib pajak

mempunyai beberapa fungsi, antara lain:

(34)

1. Sumber Pendapatan Negara (Budgetary Function)

Pajak merupakan sumber utama bagi pendapatan negara. Pajak yang dipungut oleh pemerintah digunakan untuk membiayai pengeluaran negara seperti pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.

2. Pengatur Kegiatan Ekonomi ( Regulatory Function)

Pajak juga berfungsi sebagai pengatur dalam perekonomian. Dalam hal untuk meningkatkan investasi, pemerintah dapat menurunkan pajak guna merangsang pengusaha-pengusaha untuk menanamkan modalnya. Pajak sebagai pengatur dalam perekonomian berguna untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, retribusi pendapatan dan stabilisasi ekonomi.

3. Pemerataan Pembangunan dan Pendapatan Masyarakat

Pendapatan masyarakat di satu daerah berbeda dengan daerah lainnya, sehingga mengakibatkan perbedaan pada pemerataan pembangunan ekonomi.

Penerimaan pajak akan digunakan untuk membangun sarana dan prasarana ekonomi di daerah kurang maju sehingga pajak dapat memeratakan pembangunan dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah tertinggal.

4. Sarana Stabilitas Ekonomi

Pajak juga dapat berfungsi sebagai alat stabilitas ekonomi. Misalnya untuk

meningkatkan kesempatan kerja, pemerintah menurunkan tarif pajak. Tarif pajak

yang rendah memungkinkan masyarakat untuk membeli lebih banyak barang

yang nantinya perusahaan akan memproduksi lebih banyak barang yang akan

(35)

membutuhkan lebih banyak tenaga kerja. Oleh karena itu, pajak dapat meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakat.

2.1.5 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

2.1.5.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan. Berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang No. 12 Tahun 1994. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat objektif dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek tidak ikut menentukan besarnya pajak.

Menurut Sudirman dkk (2016) Pajak Bumi dan Bangunan adalah “pajak yang dikenakan kepada seseorang atau badan hukum yang memiliki, menguasai, memperoleh manfaat bangunan dan/atau mempunyai hak atau manfaat atas permukaan bumi”.

Maka dapat disimpulkan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat objektif yang dikenakan kepada wajib pajak atas penggunaan manfaat dari bumi dan bangunan.

2.1.5.2 Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Berdasarkan Perda Kota Medan No.3 tahun 2011 objek Pajak Bumi dan

Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki,

dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan

yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

(36)

Pengertian bumi yang tertuang dalam UU No.12 tahun 1994 adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Dalam menentukan klasifikasi bumi atau tanah diperlihatkan faktor-faktor sebagai berikut:

1) Letak, maksudnya adalah letak dari tanah tersebut yang strategis dikenakan biaya yang lebih mahal dari tanah yang berada di pedalaman.

2) Peruntukan, maksudnya untuk apa tanah tersebut digunakan.

3) Pemanfaatan.

4) Kondisi lingkungan dan lain-lain.

Sedangkan pengertian bangunan yang tertuang dalam UU No.12 tahun 1994 adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor- faktor sebagai berikut: 1) Bahan yang digunakan, 2) Rekayasa, 3) Letak, 4) Kondisi lingkungan dan lain-lain.

Maka yang termasuk dalam objek PBB-P2, yaitu:

a) Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik dan emplasemennya dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.

b) Jalan tol.

c) Kolam renang, tempat olah raga.

d) Pagar mewah.

e) taman mewah.

f) Rumah, gedung kantor, hotel.

g) Dermaga, galangan kapal.

(37)

h) Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.

i) Menara.

2.1.5.3 Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang Dikecualikan

Objek pajak yang tidak dikenakan PBB-P2 sesuai dengan Perda Kota Medan No.3 tahun 2011, yaitu:

1) Digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan 2) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksud untuk memperoleh keuntungan

3) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu 4) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak

5) Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik

6) Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga interna sional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan

2.1.5.4 Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Yang menjadi subjek pajak bumi dan bangunan menurut UU No. 12 Tahun

1994 yang terdapat dalam pasal 4 ayat 1 adalah orang pribadi/badan yang secara

nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas

bangunan. Subjek pajak tersebut dikenakan kewajiban membayar PBB terutang dan

menjadi wajib pajak bumi dan bangunan.

(38)

Jika suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, maka Direktorat Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajak berkewajiban membayar pajak itu. Subjek pajak yang ditetapkan dapat menolak untuk dijadikan wajib pajak dengan cara memberikan keterangan tertulis kepada Direktorat Jendral Pajak.

Nantinya Direktorat Jendral Pajak akan memberikan keputusan menerima atau menolak beserta alasannya dalam waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan tersebut. Penunjukkan wajib pajak oleh Direktorat Jendral Pajak bukan merupakan bukti pemilik hak.

2.1.5.5 Dasar dan Tarif Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Adapun yang menjadi dasar dan tarif dari pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan menurut Perda kota Medan no.3 tahun 2011, antara lain:

1. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

Dasar pengenaan PBB-P2 adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan.

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun oleh

Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai

dengan perkembangan daerah tersebut. Cara penilaian Nilai Jual Objek Pajak

(NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi

secara wajar, dan bila mana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan

melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan

(39)

baru, atau NJOP pengganti, sedangkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB).

2. Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak disesuaikan sebesar Rp.15.000.000 (lima belas juta rupiah) untuk setiap wajib pajak.

Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu tahun pajak, apabila wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu objek pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan objek pajak lainnya.

3. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Tarif yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0.5%. Adapun ketentuan perhitungan penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang berlaku untuk Kota Medan, menurut Perda No.6 Tahun 2012 adalah sebagai berikut:

1) NJOP Rp. 0 s/d Rp. 499.999.999, tarif sebesar 0,115%.

2) NJOP Rp. 500.000.000 s/d Rp. 999.999.999, tarif sebesar 0,125%.

3) NJOP Rp. 1 M s/d Rp. 1.999.999.999, tarif sebesar 0,215%.

4) NJOP Rp. 2 M s/d Rp. 3.999.999.999, tarif sebesar 0,225%.

5) NJOP Diatas Rp. 4.000.000.000, tarif sebesar 0,275%.

(40)

2.1.5.6 Rumus Untuk Menghitung Besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Besaran pokok PBB-P2 yang terutang dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

2.1.5.7 Pembagian Hasil dan Alur Penerimaan PBB

Berdasarkan peraturan pemerintah No.16 Tahun 2000 mengenai pembagian hasil penerimaan dari PBB antara pemerintah pusat dan daerah pada pasal 2 ayat (1 dan 2) hasil penerimaan PBB dibagi untuk pemerintah Pusat dan Daerah dengan imbangan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah.

Jumlah yang 90% merupakan bagian daerah yang diperincikan sebagai berikut:

a. 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan.

b. 64,8% untuk daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

c. 9% untuk biaya pemungutan.

Hasil penerimaan PBB pemerintah pusat sebesar 10% di alokasikan dengan menentukan pembagian imbangan sebagai berikut:

a. 65% dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten/kota.

b. 35% dibagikan sebagai insentif kepada daerah kabupaten/kota yang realisasi 2.1.6 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

2.1.6.1 Pengertian BPHTB

Menurut UU No.20 Tahun 2000 Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) adalah bea yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yaitu perbuatan atas peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya

PBB-P2 = Tarif x (NJOP – NJOPTKP)

(41)

hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan beserta bangunan diatasnya.

2.1.6.2 Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan.

Menurut Perda Kota Medan No.1 tahun 2011 perolehan hak pada dasarnya ada dua, yaitu:

1. Pemindahan hak karena : a) Jual beli, b) Tukar-menukar, c) Hibah, d) Hibah wasiat, e) Waris, f) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, g) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, h) Penunjukkan pembeli dalam lelang, i) Pelaksanaan putusan hakim, j) Penggabungan usaha, k) Peleburan usaha, l) Pemekaran usaha, dan m) Hadiah.

2. Pemberian hak baru karena:

a) Kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak.

b) Di luar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang

pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(42)

Hak atas tanah yang menjadi objek BPHTB adalah:

a) Hak milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.

b) Hak guna usaha, yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.

c) Hak guna bangunan, yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan- bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri.

d) Hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain.

e) Hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat perorangan dan terpisah.

f) Hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya.

2.1.6.3 Objek Pajak yang Tidak Dikenakan BPHTB

Menurut Perda Kota Medan No.1 tahun 2011 objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh:

1) Perwakilan diplomatik.

2) Negara/ daerah untuk penyelenggaraan pemerintah dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.

3) Badan atau perwakilan organisasi internasional.

4) Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum

lain dengan tidak adanya perubahan nama.

(43)

5) Orang pribadi atau badan karena wakaf.

6) Orang pribadi atau badan yang digunakan sebagai tempat ibadah.

2.1.6.4 Subjek Pajak BPHTB

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi wajib pajak.

2.1.6.5 Tarif dan Dasar Pengenaan BPHTB

Berdasarkan Perda Kota Medan No.1 tahun 2011 pasal 5 menyatakan bahwa tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan sebesar 5%

(lima persen). Jika NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP, maka yang digunakan adalah pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan hak atas tanah dan bangunan, maka dasar pengenaan BPHTB adalah NJOP PBB.

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) diberikan untuk

setiap perolehan hal sebagai pengurang perhitungan BPHTB terutang. Kota Medan

menetapkan besaran NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,- kecuali dalam

hak perolehan karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang

masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat

keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk

suami/istri. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak nya ditetapkan sebesar

Rp 300.000.000,-.

(44)

Sedangkan untuk Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) , yaitu:

Tabel 2.1

Dasar Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan TRANSAKSI PEROLEHAN DASAR PENGENAAN a) Jual beli.

b) Tukar menukar.

c) Hibah.

d) Hibah wasiat.

e) waris

f) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya.

g) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan h) Pemisahan hak karena

pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum

i) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak.

j) Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak.

k) Penggabungan, pelabuhan, dan pemekaran usaha .

l) Hadiah.

m) Penunjukan pembeli dalam lelang.

a) Harga transaksi.

b) Nilai pasar.

c) Nilai pasar.

d) Nilai pasar.

e) Nilai pasar.

f) Nilai pasar.

g) Nilai pasar.

h) Nilai pasar.

i) Nilai pasar.

j) Nilai pasar k) Nilai pasar l) Nilai pasar

m) Harga transaksi yang tercantum dalam risalan lelang.

Sumber : Perda Kota Medan No.1 Tahun 2011 pasal 4 ayat 2

2.1.3. Rumus Untuk Menghitung Besarnya BPHTB

Besaran pajak terutang dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

Rumus diatas digunakan jika NPOP digunakan sebagai dasar pengenaan. Jika NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan, maka rumus perolehannya:

BPHTB terutang = Tarif x NPOP Kena Pajak NPOP Kena Pajak = NPOP – NPOPTKP

BPHTB terutang = Tarif x (NJOP-NPOPTKP)

(45)

2.1.7 Hubungan Antar Variabel

a. Hubungan antara PBB-P2 dan BPHTB

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak yang dikenakan terhadap wajib pajak yang menggunakan atau yang memanfaatkan bumi dan bangunan. Jika wajib pajak memiliki ataupun menggunakan manfaat atas penggunaan suatu bumi dan bangunan maka pastinya akan ada biaya untuk memperoleh hak atas penggunaan dari tanah dan bangunan yang disebut BPHTB.

Maka jika seseorang melakukan pembelian tanah maupun bangunan maka akan terdapat biaya untuk memperoleh hak atas pengunaan tersebut. Sehingga banyaknya pembelian tanah maupun bangunan dari masyarakat akan menambah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang ada.

b. Hubungan antara PBB-P2 dan BPHTB terhadap Pendapatan Daerah Kota Medan

Jika potensi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan semakin meningkat dan

mencapai target maka pemerintah daerah dapat mengoptimalkan sumber

penerimaannya dengan meningkatkan target dan realisasi PBB-P2 dan BPHTB

yang berlandaskan potensi sesungguhnya, hal ini dapat meningkatkan total

Pendapatan Daerah. Sehingga akan mengurangi rasio ketergantungan pemerintah

daerah kepada pemerintah pusat.

(46)

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

Penulis Judul Metode Variabel Hasil

1.Muhamad Fauzan, Moh.Didik Ardiyanto (Universitas Diponegoro, 2012)

Akuntansi dan

Efektivitas Pemungutan Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Daerah Di Kota

Semarang Periode Tahun 2008- 2011

Deskriptif, Analisis Data Kuantitatif

Variabel independen:

1.Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan Variabel Dependen:

1.Pendapatan Asli Daerah

Rata-rata kontribusi BPHTB terhadap Pendapatan Daerah tahun 2008-2011 sebesar 9,18%

yang berarti sumbangan atau manfaat yang diberikan oleh penerimaan BPHTB terhadap pendapatan daerah kota Semarang pada tahun 2008-2011 sangat kurang.

2.Voni Lestari (Universitas Negeri Surabaya, 2jn013)

Analisis Pengaruh Pengalihan Pajak Bumi Dan

Bangunan Pedesaan Dan Perkotaan (PBB-P2) Terhadap Penerimaan Pendapatan Daerah Kota Kediri Tahun 2012 Dan 2013

Deskriptif, Analisis Data Kualitatif

Variabel independen:

1. Pajak Bumi dan Bangunan 2.Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan Variabel Dependen:

1.Pendapatan Asli Daerah

Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan dari pajak pusat menjadi pajak daerah

mempengaruhi pendapatan daerah Kota Kediri.

Pendapatan

daerah

mengalami

kenaikan, karena

sebelum adanya

pengalihan PBB-

P2 daerah hanya

mendapatkan

bagi hasil dari

pajak pusat

(47)

setelah adanya pengalihan 100%

pendapatan dari pembayaran PBB-P2 menjadi pendapatan daerah Kota Kediri..

3.Rio Rahmat Yusran dan Dian Lestari (Jurnal Akrab Juara, 2017)

Pengaruh Pajak Bumi dan Bangunan

dan bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terhadap Pendapatan Daerah di Provinsi Kepulauan Riau

Analisis Regresi Linier Berganda

Variabel independen:

1.Pajak Bumi dan Bangunan 2.Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan Variabel Dependen:

1.Pendapatan Asli Daerah

Menunjukan

bahwa PBB

berpengaruh terhadap pendapatan daaerah dan BPHTB

berpengaruh terhadap

Pendapatan Asli daerah provinsi Kepulauan Riau.

Dan keduanya berpengaruh secara signifikan terhadap

pendapatan daerah kota Bekasi sebesar 4.13%,

sedangkan sisanya dipengaruhi variabel lain.

4.Syska Lady Sulistyowatie (Jurnal Riset

Akuntansi dan Keuangan Fakultas Bisnis Universitas Widya Dharma Klaten,

Pengaruh Pajak Bumi Bangunan

Dan Bea

Perolehan Hak Atas Tanah

Dan Bangunan Terhadap Pajak Daerah Kota Klaten

Analisis Regresi Linier Berganda, Data Kuantitatif

Variabel Independen : 1.PBB 2. BPHTB Variabel Dependen : 1.Pajak Daerah

PBB dan

BPHTB secara simultan

berpengaruh

secara

signifikan

terhadap Pajak

Daerah Kota

Klaten. PBB

secara parsial

berpengaruh

signifikan

(48)

terhadap pajak daerah

sedangkan BPHTB secara parsial tidak mempunyai pengaruh

terhadap pajak daerah

5. Yani Rizal, Dede

Muhajir ,Safrizal (Jurnal Samudra Ekonomika:

Vol 3 No 1 2019)

Pengaruh Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Dan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pendapatan Daerah Kota Langsa

Analisis Regresi Linier Berganda, Deskriptif Kuantitatif

Variabel independen:

1.Pajak Bumi dan Bangunan 2.Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan Variabel Dependen:

1.Pendapatan Daerah

Secara parsial BPHTB

berpengaruh terhadap Pendapatan Daerah Kota Langsa dan secara parsial

PBB juga

berpengaruh signifikan terhadap pendapatan daerah Kota Langsa. BPHTB dan PBB secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap pendapatan daerah Kota Langsa..

Sumber : Data diperoleh (2019)

(49)

2.3 Kerangka Konseptual Penelitian

Berdasarkan judul penelitian yaitu analisis pengaruh tingkat penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap Pendapatan Daerah, maka dapat ditarik sebuah Kerangka Konseptual Sebagai Berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.4 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya mengenai masalah yang sedang diteiti. Dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua variabel atau lebih. Hipotesis dapat diterima dan juga dapat ditolak, diterima apabila bahan-bahan penelitian membenarkan kenyataan dan ditolak apabila menolak kenyataan (Erlina : 2011).

Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah:

1. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) berpengaruh positif terhadap Pendapatan Daerah Kota Medan.

2. Penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) berpengaruh positif terhadap Pendapatan Daerah Kota Medan.

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan ( X

1

)

Pendapatan Daerah

(Y) Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan

( X

2

)

(50)

3. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) berpengaruh positif

secara simultan terhadap Pendapatan Daerah Kota Medan.

(51)

Menurut Bambang Prasetyo (2013) penelitian deskriptif adalah “penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena”.

Sedangkan penelitian kuantitatif menurut Sugiyono (2011) adalah “metode penelitian yang berlandaskan pada gejala atau fenomena yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu yang sesuai dengan pengumpulan data kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan”.

Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian ini adalah penelitian yang memberikan penjelasan yang lebih detail mengenai suatu fenomena dengan pengumpulan data yang digunakan bersifat statistik.

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Medan dengan meneliti wajib pajak yang memiliki hak atas penggunaan bumi dan bangunan dan wajib pajak yang memperoleh hak atas keperolehan tanah dan bangunan.

3.3 Jenis Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa

saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono: 2016). Dalam

penelitian ini terdapat 2 variabel penelitian, yaitu:

(52)

1. Variabel Dependen

Variabel dependen yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari adanya variabel bebas. Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pendapatan Daerah Kota Medan.

2. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan timbulnya variabel terikat. Yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

3.4 Teknik Pengumpulan Data 1. Field Research

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data time series dengan skala tahunan yang diambil dari publikasi laporan Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan data yang diambil adalah realisasi dan target Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pendapatan Daerah Kota Medan dengan rentang waktu dari 2005 - 2019.

2. Library Research

Teknik pengumpulan data yang bertujuan untuk menganalisis literatur yang

bersumber dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan variabel yang

dibahas dalam penelitian yaitu pajak PBB-P2, BPHTB dan Pendapatan Daerah

untuk dijadikan sebagai acuan atau konsep yang relevan. Data yang diambil

dari website Badan Pusat Statistik Kota Medan (www.bps.go.id) dan laporan

Gambar

Tabel 2.2   Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual  2.4   Hipotesis
Gambar 4.1  Grafik Normal P-P Plot

Referensi

Dokumen terkait

The traditional contract being the most widely used procurement method for housing delivery in Nigeria was evalua- ted for time and cost overruns on projects ranging from one

“Faktor -Faktor yang Berhubungan dengan Kesembuhan Penderita TB Paru (Studi Kasus di Puskesmas Purwodadai I Kabupaten Grobongan)”.. Jurnal

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa mayoritas responden menilai Sangat Setuju (SS) pada pernyataan kualitas layanan universitas sebagai berikut: Ruang kuliah nyaman dan tenang

ADX berada di atas (lebih besar) dari 45 yang menginterpertasikan bahwa indeks berada dalam posisi overextended , dimana harus berhati-hati terhadap pembalikan tren yang

promosi untuk memperkenalkan perpustakaan, koleksi perpustakaan dan layanan yang disediakan agar dapat dimanfaatkan masyarakat umum Kabupaten Dairi sebagai sumber informasi

metode titrasi argentometri merupakan metode yang klasik untuk analisis kadar. klorida yang dilakukan dengan mempergunakan AgNO 3 dan indikator K 2 CrO 4

Risiko terjadinya keluhan kesehatan pada pengasah batu akik tidak terlepas dari beberapa faktor yaitu faktor perilaku, dimana didalam perilaku meliputi

Rhinolith dan antrolith adalah benda asing yang tidak lazim pada hidung dan antrum, Rhinolith adalah batu yang ditemukan di dalam rongga hidung yang mungkin didapati secara tidak