• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga dapat di interpretasi sistem panasbumi dari daerah penelitian.

4.1 Metode Gravitasi

Secara teoritis, pengukuran nilai gaya berat dilakukan untuk mengetahui besar gaya gravitasi pada titik-titik pengamatan. Metode gravitasi ini merupakan usaha dalam menggambarkan bentuk struktur geologi bawah permukaan berdasarkan variasi medan gravitasi yang ditampilkan oleh perbedaan densitas antar batuan. Variasi densitas dalam lapangan panasbumi dapat digunakan untuk menginterpretasi adanya struktur geologi dan adanya sumber panas yang mempunyai kedalaman relatif dangkal (Lawless, 1996).

Dengan asumsi, nilai mutlak hasil pengukuran tidak terlalu penting, yang terpenting adalah adanya suatu kontras nilai densitas pada suatu daerah. Apabila terdapat anomali positif pada daerah penelitian ini, maka dapat diperkirakan bahwa anomali positif tersebut adalah batuan dengan nilai densitas yang besar, kemungkinan besar adalah batuan beku.

Namun, metode ini tidak dapat menentukan litologi dari sumber panas tersebut secara pasti. Apabila dilihat posisinya secara regional, daerah penelitian terletak disepanjang zona subduksi sehingga sumber panasbumi dapat diasumsikan sebagai batuan beku.

Apabila batuan beku pada daerah penelitian tersebut berada dalam tahap pendinginan, maka batuan beku tersebut dapat menjadi sumber panas pada daerah Jaboi ini. Interpretasi sumber panas pada daerah jaboi ini dilakukan pada peta anomali residual/sisa.

(2)

4.1.1 Anomali Bouguer

Peta penyebaran anomali Bouguer lengkap (Gambar 4.1) pada daerah penelitian Jaboi ini merupakan tampilan hasil pengolahan data reduksi dengan koreksi densitas Bouguer atau densitas rata-rata 2.5 mGal. Peta penyebaran anomali Bouguer ini menggambarkan gabungan keadaan struktur bawah permukaan dangkal maupun dalam.

Dapat dilihat pada peta (gambar 4.1), nilai Peta penyebaran anomali Bouguer ini berkisar antara 64 hingga 90 mGal. anomali yang bernilai lebih rendah (berwarna biru) secara umum terletak di bagian selatan, yang menunjukkan bahwa kontras densitas bawah permukaan pada zona ini kecil. Nilai kontras densitas yang lebih tinggi pada peta penyebaran anomali Bouguer lengkap tampak pada daerah timur laut dan sebagian kecil di daerah tengah daerah penelitian. Nilai anomali pada bagian timur laut menunjukan nilai yang sangat tinggi (hingga 90 mGal). Nilai anomali yang tinggi tersebut digunakan sebagai asumsi awal keberadaan sumber panas daerah penelitian.

(3)

Gambar 4.1. Peta anomali Bouguer pada daerah panasbumi Jaboi

(4)

4.1.2 Anomali Regional

Peta ini merupakan tampilan peta anomali regional orde 2 dengan densitas 2,5 mGal. merupakan menunjukkan efek atau respon anomali gravitasi dalam, sehingga pada peta anomali regional ini dapat diamati anomali gravitasi daerah Jaboi secara umum/regional. Secara umum penyebaran nilai anomali regional daerah penelitian berbentuk circular dimana nilai anomali regional ini semakin tinggi dari barat daya ke timur laut. Nilai terbesar ditunjukkan dengan warna merah, terpusat di sebelah timur laut daerah jaboi, nilainya mencapai 86 mGal. Sedangkan semakin ke arah barat daya, nilainya mengecil hingga 65 mGal yang ditandai dengan warna biru.

(5)

Gambar 4.2. Peta anomali regional pada daerah panasbumi Jaboi

(6)

4.1.3 Anomali Residual

Peta penyebaran anomali residual daerah Jaboi merupakan tampilan data hasil pengurangan data anomali Bouguer lengkap yang merupakan gabungan respon anomali gravitasi dangkal dan dalam dengan data anomali regional respon anomali gravitasi dalam, sehingga pada peta penyebaran anomali residual ini dapat diamati efek atau respon anomali gravitasi dangkal. Peta penyebaran anomali residual menggunakan koreksi densitas atau densitas rata-rata sebesar 2,5 mGal.

Anomali residual mencerminkan distribusi gravitasi secara lokal pada suatu daerah. Dari nilai anomali residual ini kita dapat melakukan interpretasi terhadap kondisi geologi di bawah permukaan, seperti adanya struktur geologi serta keberadaan sumber panas dari suatu sistem panasbumi.

Pada bagian timur laut peta dapat diamati batas penyebaran anomali positif dan negatif memiliki orientasi arah yang cenderung sama dengan struktur sesar yang ada. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh atau kontrol struktur terhadap penyebaran nilai anomali residual di daerah Jaboi. Berdasarkan peta geologi, sesar- sesar pada daerah penelitian juga membatasi penyebaran batuan vulkanik seperti Sesar Sabang dan Sesar Balohan di sebelah timur laut serta Sesar Leumo Matee, Sesar Ceunohot, Sesar Bangga, dan Sesar Pria Lhaot bagian tengah peta. Hal ini memberikan informasi bahwa penyebaran sumber panas di daerah penelitian dikontrol oleh sesar-sesar.

(7)

Gambar 4.3. Peta anomali residual pada daerah panasbumi Jaboi

(8)

Dari hasil peta anomali sisa/residual daerah panasbumi Jaboi dapat diamati bahwa penyebaran anomali positif menempati 3 zona pada peta, dengan nilai lebih dari 3 mGal.

Yaitu di bagian timur laut, di bagian tengah, dan sebagian kecil di bagian tenggara.

Ketiga zona ini bisa diestimasikan sebagai sumber panasbumi.

Gambar 4.4. interpretasi sumber panas berdasarkan peta anomali sisa/residual

(9)

4.1.4 Penampang Gravitasi 2D

Dari interpretasi zona potensi sumber panas berdasarkan peta anomali residual, dibuat pemodelan penyebaran kontras gravitasi sepanjang penampang A- B-C (Gambar 4.4). Pemodelan ini dibuat menggunakan program GM-SYS berdasarkan data gravitasi yang ada dan disesuaikan dengan data geologi yang ada pada daerah panasbumi Jaboi. Untuk memodelkan bawah permukaan daerah penelitian, perlu di ketahui satuan batuan yang ada di daerah penelitian dan berat jenis/densitas relatif masing-masing satuan batuan. Berdasarkan peta geologi detail (Dirasutisna dan Hasan, 2005) daerah penelitian memiliki 15 satuan batuan yang tersingkap, sedangkan satuan batuan yang dilewati oleh garis penampang berjumlah 6 satuan batuan. Penentuan berat jenis relatif dengan cara mengambil sampel batuan pada setiap satuan batuan dan dibandingkan nilainya dengan nilai umum densitas batuan berdasarkan literatur.

Litologi di daerah penelitian didominasi oleh produk-produk hasil aktivitas gunungapi yang mempunyai nilai densitas lebih tinggi dibanding jenis batuan yang lain. Nilai densitas ini dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain komposisi batuan dan pembentukannya. Batuan beku intrusif mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan lava maupun piroklastik, dan batuan beku dengan komposisi basa mempunyai nilai densitas lebih besar dibanding dengan batuan beku asam (Telford et al., 1978)

Seperti yang telah dijelaskan pada tatanan geologi daerah penelitian (bab 3), proses pensesaran pada Pulau Sumatera terjadi di Geantiklin Barisan, yang kemudian diikuti terbentuknya zona depresi atau graben semangko yang berlanjut kesebelah timur hingga ke utara, sehingga mengakibatkan daratan pulau Weh ikut mengalami depresi tektonik ( Katili & Hehuwat, 1967 op cit., Dirasutisna dan Hasan, 2005). Berdasarkan profil penampang A-B-C yang berarah barat laut – tenggara pada daerah Jaboi terlihat adanya 2 struktur depresi (graben) yang pertama adalah struktur depresi (graben) yang dibatasi oleh Sesar Sabang dan Sesar Balohan di bagian barat laut dan struktur depresi yang berada diantara Sesar Leumo Matee dan Sesar Ceunohot di bagian tenggara. Struktur-struktur tersebut sangat mempengaruhi sirkulasi fluida panasbumi di daerah penelitian.

(10)

Berdasarkan nilai anomali positif pada peta anomali residual, dapat di identifikasi adanya sumber panas, yang pada model geologi berada pada kedalaman di bawah 1800 m. Dengan asumsi batuan hasil erupsi mencerminkan batuan yang ada di bawah permukaan, maka disimpulkan bahwa batuan sumber panas di daerah Jaboi adalah batuan beku plutonik dengan komposisi batuan intermedier.

Keterbatasan data gravitasi yang diperoleh dan adanya faktor ambiguitas pada metode ini menyebabkan tingkat akurasi pemodelan tidak begitu tinggi, tetapi pemodelan ini dapat dipakai untuk estimasi atau sebagai pedoman dalam eksplorasi lebih lanjut.

(11)

Gambar 4.5. Profil anomali gravitasi lintasan A-B-C pada daerah Jaboi, NAD Gambar 4.6. Model gravitasi lintasan A-B-C pada daerah Jaboi, NAD

(12)

Gambar 4.7. Model geologi lintasan A-B-C pada daerah Jaboi, NAD

(13)

4.2 Resistivitas

Seperti yang tertulis pada bab 2 (Teori Dasar), metode resistivitas atau disebut juga dengan metode Geolistrik merupakan metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui karakter fisik batuan di bawah permukaan berupa penyebaran resistivitas batuan. Metode ini menangkap arus yang dikirimkan ke tanah, dan menghitung beda potensial yang ada. Dengan mengetahui kuat arus dan beda potensial, maka resistivitas semu yang mewakili nilai resistivitas sebenarnya akan diperoleh.

Nilai resistivitas batuan mencerminkan kondisi fisik dari batuan yang diamati.

Nilai resistivitas batuan berbanding terbalik dengan nilai konduktivitas batuan, semakin konduktif suatu batuan maka nilai resistivitasnya akan semakin kecil. Dari sudut pandang geologi, nilai konduktivitas batuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain porositas, permeabilitas, keberadaan dan jenis fluida, serta indikasi kandungan logam.

Porositas dan permeabilitas pada batuan memberikan ruang untuk di isi oleh fluida. Karena fluida memiliki konduktivitas yang lebih tinggi dari konduktivitas batuan sekitarnya maka keberadaan porositas dan permeabilitas yang diikuti oleh kehadiran fluida akan memberikan nilai resistivitas yang lebih kecil dari batuan sekitarnya. Jenis fluida juga mempengaruhi harga konduktivitas, sebagai contoh fluida pada sistem panasbumi umumnya banyak mengandung ion-ion seperti CO3, HCO3, SO4, Cl, dan lainnya yang berkontribusi meningkatkan harga konduktivitas batuan. metode resistivitas pada penelitian ini menggunakan konfigurasi Schlumberger yang titik pengukurannya berupa garis lurus dan memiliki jarak antar titik pengukuran yang relatif sama (Gambar 4.9).

Pada umumnya nilai resistivitas tinggi terdapat pada zona yang dingin dari suatu sistem panasbumi (pada zona di atas batuan penutup) dimana memiliki temperatur kurang dari 70°C, hal ini diakibatkan karena pada zona ini saturasi air jelek sehingga alterasi hidrotermal sangat sedikit. Sedangkan nilai resistivitas yang lebih kecil, antara 1-10 Ωm ditemukan pada selang temperatur 70-200°C. Resistivitas rendah dapat berasosiasi dengan zona yang memiliki fluida panas dan saline dari suatu sistem panasbumi dan umumnya resistivitas rendah dihubungkan dengan lempung hasil alterasi hidrotermal yang hadir pada temperatur 70-200°C (Ussher et al.,2000). Sedangkan zona yang

(14)

memiliki temperatur lebih dari 200°C, biasanya memiliki nilai resistivitas yang lebih besar apabila berisi uap panas (Rahardjo, 1994) dan munculnya nilai resistivitas yang lebih besar di bawah zona batuan penutup diinterpretasikan sebagai munculnya zona reservoar panasbumi.

Pada eksplorasi atau penyelidikan potensi panasbumi metode resistivitas digunakan untuk mengetahui zona batuan penutup. Berdasarkan penjelasan di atas, penentuan zona penutup adalah daerah yang memiliki nilai resistivitas rendah (1-10 Ωm) yang diasosiasikan sebagai munculnya lempung hasil alterasi hidrotermal.

Data resistivitas batuan pada penelitian ini diolah menjadi 2 bagian, yaitu pembuatan penampang resistivitas (sounding) dan pemetaan resistivitas batuan (mapping). Data pemetaan resistivitas (mapping) menunjukkan penyebaran lateral dari resistivitas batuan pada kedalaman tertentu yang ditampilkan dalam bentuk peta kontur dengan program Surfer 8 dan Global Mapper (Gambar 4.10, Gambar 4.11, Gambar 4.12 dan Gambar 4.13). untuk pemetaan resistivitas (mapping) dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger maksimal kedalaman penyebaran resistivitas lateral batuan hanya 1/2 dari panjang jarak elektroda terjauh. Sebagai contoh, misalkan AB/2=1000 m maka maksimal akurasi atau tingkat kepercayaan dari data resistivitas yang diperoleh hanya 1/2 dari 1000 m yaitu maksimal pada kedalaman 500 m, lebih dalam dari itu tingkat kepercayaannya diragukan.

Sedangkan data penampang resistivitas semu mencerminkan total resistivitas yang terbaca di setiap titik penelitian dan memperlihatkan penyebaran nilai resistivitas secara vertikal yang sangat berguna untuk identifikasi batuan penutup dan reservoir panasbumi.

Data-data tersebut diolah dengan program IPI2win. Pada penelitian ini, dari data yang ada dan berdasarkan daerah yang memiliki nilai resistivitas rendah, maka dibuat 3 buah penampang resistivitas semu, yaitu: penampang line B 4000-B 4500-B 5000-B 5500 (Gambar 4.13), penampang line C 4000-C 4500-C 5000-C 5500 (Gambar 4.14), dan penampang line B 4500-C 4500-D 4000 (Gambar 4.15)

(15)

Gambar 4.8. Lokasi pengukuran resistivitas (modifikasi dari Dirasutisna & Hasan, 2005)

4.2.1 Pemetaan (Mapping) Resistivitas

Pada pemetaan (mapping) resistivitas ini, dilakukan pengolahan data dari nilai resistivitas hasil pengukuran bentangan elektroda AB/2 = 250 m, AB/2 = 500 m, AB/2 = 750 m, dan AB/2 = 1000 m.

(16)

Gambar 4.9. Pemetaan (mapping) resistivitas bentangan AB/2 = 250 m

(17)

Gamba Gambar 4.10. Pemetaan (mapping) resistivitas bentangan AB/2 = 500 m

(18)

Gambar 4.11. Pemetaan (mapping) resistivitas bentangan AB/2 = 750 m

(19)

Gambar 4.12. Pemetaan (mapping) resistivitas bentangan AB/2 = 1000 m

(20)

4.2.2 Penampang (Sounding) Resistivitas

Pada penelitian ini dibuat 3 buah penampang resistivitas semu, yaitu:

penampang line B 4000-B 4500-B 5000-B 5500 (Gambar 4.13), penampang line C 4000-C 4500-C 5000-C 5500 (Gambar 4.14), dan penampang line B 4500-C 4500-D 4000 (Gambar 4.15)

Gambar 4.13. Penampang resistivitas semu line B4000-B4500-B5000-B5500

(21)

Gambar 4.14. Penampang resistivitas semu line C4000-C4500-C5000-C5500

(22)

Gambar 4.15. Penampang resistivitas semu line B4500-C4500-D4000

(23)

4.2.3 Analisa Pengolahan Data Resistivitas

Berdasarkan penjelasan sebelumnya bahwa nilai resistivitas yang dijadikan target adalah yang memiliki nilai resisitivitas rendah, kemudian mendelineasi daerah-daerah yang memiliki nilai resistivitas rendah, baik dari pemetaan resistivitas maupun penampang resistivitas. Dari hasil pemetaan dan penampang resistivitas dapat diamati adanya daerah-daerah dengan nilai resistivitas yang kecil.

Hasil dari pemetaan resistivitas AB/2=250 m, 500 m,750 m,dan 1000 m (Gambar 4.9, Gambar 4.10, Gambar 4.11 dan Gambar 4.12) terlihat penyebaran resistivitas rendah secara umum terletak di sekitar graben yang dibatasi oleh Sesar Leumo Matee di utara dan Sesar Ceunohot di bagian selatan. Pada daerah tersebut juga terdapat manifestasi air panas Jaboi 1 dan Jaboi 2, serta gas fumarol Jaboi 1 dan Jaboi 2. Penyebaran resistivitas rendah ini sangat dipengaruhi oleh struktur geologi berupa sesar, karena struktur sesar memungkinkan fluida hidrotermal naik dan fluida panas tersebut menyebabkan batuan yang dilalui berubah menjadi lempung hidrotermal yang dapat bertindak sebagai batuan penutup sistem panasbumi.

Berdasarkan pemetaan resistivitas bentangan AB/2=250 m, penyebaran nilai resistivitas rendah berada dekat dengan manifestasi air panas dan gas fumarol Jaboi 1, yaitu di sebelah utara Gunung Semeureugeuh dan sebelah timur Gunung Leumo Matee. Sedangkan nilai resistivitas yang tinggi (>200 Ωm) pada bentangan AB/2=250 m ini terletak di bagian barat dan barat laut peta resistivitas. Pada pemetaan resistivitas bentangan AB/2=500 m, daerah dengan resistivitas rendah makin meluas ke bagian utara dan timur, serta memanjang ke arah barat daya.

Pada bagian barat daya, batas nilai resistivitas rendah ini dibatasi oleh Sesar Bangga. Sedangkan nilai resistivitas yang tinggi pada bentangan ini (>100 Ωm) berada di barat laut dan tenggara peta resistivitas. Pada pemetaan resistivitas bentangan AB/2=750 m, nilai resistivitas rendah bertambah luas ke arah timur.

Namun karena keterbatasan data, daerah di sebelah timur yang dekat dengan manifestasi Air Panas Pasi Jaboi dan Air Panas Batetamon tidak bisa didapatkan batas nilai resistivitas rendah. Nilai resistivitas rendah di sebelah barat daya masih dibatasi oleh sesar Bangga dan nilai resistivitas tinggi (>100 Ωm) tidak dijumpai lagi, nilai resistivitas tertinggi pada bentangan ini adalah 55 Ωm. Pada pemetaan resistivitas bentangan AB/2=1000 m, daerah resistivitas rendah agak lebih kecil

(24)

daripada daerah resistivitas rendah pada pemetaan resistivitas bentangan AB/2=

750 m pada bagian barat daya.

Dari pemetaan resistivitas daerah panasbumi Jaboi, dapat dilihat bahwa ada beberapa struktur geologi yang membatasi nilai resistivitas. Seperti pada Sesar Bangga yang membatasi nilai resistivitas rendah di bagian barat daya peta. Dari sini dapat diinterpretasikan bahwa struktur geologi berupa sesar di daerah Jaboi peran penting dalam penyebaran nilai resistivitas batuan.

Sedangkan Penampang resistivitas lapangan panasbumi Jaboi dapat menujukkan penyebaran nilai resistivitas secara vertikal dan sudah menunjukkan nilai kedalaman. Pada penampang B 4000-B 4500-B 5000-B 5500 (Gambar 4.13) zona resistivitas rendah (<10 Ωmeter) berada pada kedalaman lebih dari 250 m.

Sedangkan pada penampang line C 4000-C 4500-C 5000-C 5500 (Gambar 4.14) terlihat nilai resistivitas di bawah 10 Ω meter yang berada di dekat permukaan.

Pada penampang diagonal B 4500-C 4500-D 4000 (Gambar 4.15) zona resistivitas rendah berada pada kedalaman lebih dari 300 m. Dengan pemetaan resistivitas yang didukung dengan akurasi vertikal dari penampang resistivitas, maka kedalaman zona resistivitas rendah yang dianggap sebagai zona batuan penutup muncul pada kedalaman 100 m hingga 500 m. Berdasarkan penampang geologi Pulau Weh (Dirasutisna & Hasan, 2005) pada kedalaman tersebut terdapat Satuan Aliran Lava Pulau Weh (QTvw) dan Satuan Aliran Piroklastik Pulau Weh (QTapw)

Sedangkan zona reservoar diestimasi berdasarkan kemunculan nilai resistivitas yang lebih tinggi di bawah zona batuan penutup. Berdasarkan penampang resistivitas, nilai tersebut mulai muncul pada kedalaman ± 500 m dan karena keterbatasan data pada penelitian ini, ketebalan reservoar panasbumi daerah Jaboi ini tidak bisa ditentukan. Berdasarkan penampang geologi Pulau Weh (Dirasutisna & Hasan, 2005) pada kedalaman 500 m tersebut terdapat satuan aliran lava Pulau Weh (QTvw) yang diasumsikan sebagai zona reservoar dengan media fluidanya adalah rekahan. Terbentuknya rekahan–rekahan sebagai media fluida ini diperkirakan akibat rezim tektonik yang sama yang membentuk Sistem Sesar Sumatera

(25)

Gambar 4.16. Peta potensi panasbumi daerah Jaboi, Kota Sabang, NAD (modifikasi dari Dirasutisna & Hasan, 2005)

Referensi

Dokumen terkait

Module Handbook: Telemedicine System - 17 informasi medis secara elektronik melalui media internet dan sistem nirkabel LLO 3: Students understa nd and are able to

Kendala penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Pasar Terpadu Dinoyo berupa ketidaksinkronan Keputusan Walikota Nomor 188.45/469/35.73.112/2012 tentang Izin Mendirikan Bangunan Pasar

memudahkan untuk dapat menganalisa mengurangi biaya dibandingkan manfaatnya, analisa biaya manfaat memungkinkan analisa yang lebih luas dari program yang akan

Ada tiga langkah analisa: pertama, langkah simbolik atau interpretasi dari simbol ke simbol yang terdapat pada karya arsitektur yang mengalami proses sinkretisasi

Dalam pembuatan sabuk pengaman safety belt safe control system (SSCS) pada truk HINO FM-260TI ini menggunakan berbagai komponen pada bagian alat safety belt safe control

Batuan yang berada di muka bumi dapat berpindah secara massal dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Perpindahan tersebut disebabkan antara lain oleh pengaruh

Buatlah masing-masing bagian dari suatu objek atau fungsi sistem dalam kondisi yang paling cocok untuk operasi.. Buatlah masing-masing bagian dari suatu objek atau

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan atensi pada HMM (Heavy Media Multitasker) dan LMM (Light Media Multitasker) dengan tugas filtering dilihat