• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik adalah dengan mengukur tingkat investasi yang dimiliki oleh daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dengan baik adalah dengan mengukur tingkat investasi yang dimiliki oleh daerah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kompetensi suatu daerah dalam mengelola daerahnya berpengaruh besar terhadap kemajuan dan kesejahteraan daerah tersebut. Salah satu instrumen penting untuk mengetahui seberapa jauh potensi daerah tersebut telah dikelola dengan baik adalah dengan mengukur tingkat investasi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Tingginya tingkat investasi bermuara pada pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai, sehingga pemerintah daerah dapat mengoptimalkan perannya dalam pelaksanaan pembangunan, pemerataan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Indonesia sebagai negara berkembang yang diantara kegiatan usaha perekonomian nasionalnya adalah Penanaman Modal atau Investasi. Penanaman Modal atau Investasi ini adalah segala bentuk kegiatan investasi, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun investasi asing. Penanaman modal ini diperlukan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan seperti diketahui memerlukan modal dalam jumlah yang sangat besar.

Menurut Aminuddin Ilmar (2004:2), ada beberapa faktor internal yang menjadi kendala bagi negara berkembang dalam membiayai pembangunannya antara lain; tingkat tabungan (saving) masyarakat yang masih rendah, akumulasi modal yang belum efektif dan efisien, keterampilan (skill) yang belum memadai serta tingkat teknologi yang belum modern. Kendala – kendala ini pada umumnya

(2)

2

oleh negara – negara berkembang atau sedang berkembang dicoba untuk diatasi dengan berbagai macam cara dan alternatif diantaranya melalui bantuan dan kerjasama dengan luar negeri yang dibutuhkan untuk melengkapi modal dalam negeri yang dapat segera dikerahkan. Selanjutnya disebutkan ciri utama dari penanaman modal adalah dengan adanya tabungan atau saving yang besar melalui akumulasi modal dalam menggerakkan mesin industrialisasi. Sebab tanpa adanya akumulasi modal atau tabungan tidak akan mungkin tercipta suatu struktur industri mapan guna meningkatkan perekonomian negara.

Indonesia saat ini sedang gencar melakukan pembangunan ekonomi melalui peningkatan investasi diberbagai sektor. Era pasar bebas dunia dengan globalisasinya sebagai pemicu terbukanya persaingan antar negara memaksa pemerintah untuk melakukan kebijakan – kebijakan agresif sebagai upaya untuk mengoptimalkan semua peluang investasi yang ada. Kompetisi antar negara dalam memperebutkan investasi harus menjadi pendorong pemerintah untuk memperbaiki kebijakan di bidang investasi yang dapat memberikan stimulus positif bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia.

Data survey terbaru dari World Economic Forum mengenai kompetisi global yang dituangkan dalam Global Competitiveness Report 2013-2014 Indeks daya saing Indonesia berada pada posisi 38 dari 148 negara mengalami lonjakan 12 peringkat yang baik dari sebelumnya peringkat 50 pada tahun 2012-2013, meski berhasil mengalami kenaikan peringkat dari tahun sebelumnya, namun hal ini belum bisa dijadikan patokan keberhasilan karena kalau dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia masih berada pada posisi kelima dibawah

(3)

3

Singapura (urutan 2), Malaysia (24), Brunei Darussalam (26) dan Thailand (37)..

Ini berarti kapasitas Indonesia dalam berkompetisi secara global dengan negara – negara di dunia masih harus terus ditingkatkan.

Laporan World Bank dalam kemudahan berbisnis (the doing business 2014 report) menujukkan Indonesia berada pada posisi 120 dari 189 negara yang

disurvey. Hasil ini menurun empat peringkat dibandingkan dengan hasil survey tahun sebelumnya, dimana Indonesia menempati peringkat 116. Penelitian ini terkait dengan kemudahan berbisnis di negara – negara di dunia. Terdapat 11 indikator yang digunakan dalam riset ini, yaitu kemudahan untuk memulai bisnis, kemudahan ijin mendirikan bangunan, kemudahan mendapat pasokan listrik, pendaftaran properti, kemudahan mendapatkan kredit, perlindungan terhadap investor, pembayaran pajak, perdagangan antar negara, penegasan mengenai kontrak dan penutupan usaha, serta ketersediaan dan peraturan tenaga kerja.

Rangking diatas tersebut bila dibandingkan dengan negara – negara di kawasan ASEAN yang merupakan negara terdekat dan juga merupakan saingan langsung dalam mendapatkan investor dari luar negeri, sekali lagi Indonesia sangat tertinggal jauh. Singapura menempati peringkat pertama, Malaysia (6), Thailand (18), Brunei Darussalam (59), Vietnam (99), Fili[ina (108). Peringkat Indonesia hanya lebih unggul dari Kamboja yang berada di peringkat 137.

Kebijakan Otonomi Daerah yang membawa perubahan dalam tatanan pemerintahan ternyata belum bisa nmeningkatkan iklim investasi di Indonesia.

Masih rendahnya kualitas pelayanan publik, kurangnya kepastian hukum keamanan dan berbagai peraturan daerah yang tidak probisnis adalah bukti iklim

(4)

4

bisnis yang tidak kondusif. Pelayanan publik yang dikeluhkan terkait dengan banyaknya biaya yang tidak transparan, banyaknya pungutan baik resmi maupun liar, yang harus dibayar perusahaan kepada para petugas, pejabat dan preman. Hal ini tercermin dari hasil temuan Governance and Decentralization Survey (GDS) yang dilakukan oleh Pusat Studi dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada pada tahun 2002. Hasil tersebut menunjukkan sebagian besar masyarakat menganggap kualitas pelayanan sebelum dan sesudah otonomi daerah tidak ada bedanya bahkan cenderung tambah buruk (Dwiyanto dkk, 2003; 97).

Tabel 1.1

Penilaian Masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik saat ini dibandingkan sebelum otonomi daerah

Jenis Pelayanan

Jawa Bali Luar Jawa Bali Nasional Lebih

Buruk

Sama Saja

Lebih Baik

Lebih Buruk

Sama Saja

Lebih Baik

Lebih Buruk

Sama Saja

Lebih Baik Sekolah 4,9 52,9 42,2 7,7 51,9 40,4 6,6 52,3 41,1

Puskesmas 2,6 52,6 44,8 4,2 54,7 41,1 3,6 53,9 42,5

Kantor Kelurahan/

Kepala Desa

1,7 52,8 45,5 4,0 59,9 36,1 3,1 57,2 39,7

Kantor

Kecamata 1,1 58,7 40,2 2,5 63,4 34,0 2,0 61,7 36,3

Kantor

Bupati/Walikota 2,2 58,1 39,7 3,5 60,9 35,6 3,1 59,9 37,0 Sumber : Dwyanto dkk, 2003;97)

Padahal Otonomi Daerah memberikan kewenangan yang besar kepada pemerintahan daerah, terutama kabupaten/ kota, termasuk yang terkait dengan iklim investasi. Kewenangan untuk menyederhanakan prosedur perizinan, menghapus peraturan dan pungutan yang mengganggu atau memberatkan dunia usaha, mendorong pengembangan usaha kecil, dan menyediakan infrastruktur yang baik sebagian besar sudah berada di tangan pemerintah daerah. Berbagai

(5)

5

aspek tata kelola (governance) ekonomi ini perlu terus ditingkatkan untuk meningkatkan iklim investasi Indonesia.

Dalam rangaka mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah, Mentri Dalam Negeri mengeluarkan peraturan Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Peraturan ini mendorong pemerintah daerah untuk membentuk perangkat daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP). PPTSP adalah perangkat pemerintah daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola sernua bentuk pelayanan perizinan dan non perizinan di daerah dengan sistem satu pintu, sistem satu pintu adalah dimana kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sarnpai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat.

Dilihat dari tujuan pembentukannya, PPTSP diharapkan dapat menjadi sebuah instansi yang mampu menjembatani antara dunia birokrasi dan dunia usaha swasta. Karena selama ini banyak terdapat perbedaan persepsi antara birokrasi dengan dunia usaha terkait pengurusan perijinan khususnya perijinan usaha. Dimana birokrasi lebih mengutamakan legalitas dan kelengkapan administrasi sedangkan dunia usaha lebih menginginkan proses yang lebih efisien dalam hal administrasi maupun waktu, hal ini terlihat dari hasil survey yang dilakukan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) tentang Tata Kelola Ekonomi Daerah 2011 yang menyebutkan lebih dari 70%

pelaku usaha memandang bahwa pelayanan perijinan harus terbebas dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), bebas pungutan liar (pungli) dan efisien.

(6)

6

PPTSP sebagai perangkat daerah yang mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan perijinan di daerah akan mempunyai peranan yang penting, karena PPTSP akan menjadi titik awal dari promosi daerah tersebut dalam menarik dan meningkatkan iklim investasi. Penyelenggaraan pelayanan publik yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat akan berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat dan dapat menghambat masuknya investasi serta pengembangan perekonomian daerah. Pada gilirannya, tidak menguntungkan daerah dan akan melemahkan atau mengganggu kemampuan daerah untuk membiayai otonominya (Hardiyansyah, 2011).

Kabupaten Purwakarta sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia juga termasuk Kabupaten yang sedang giat membangun. Oleh karenanya Pemerintah Kabupaten Purwakarta giat dan gencar mengundang investor untuk datang dan menanamkan modalnya di Kabupaten Purwakarta.

Pemerintah Kabupaten Purwakarta berusaha mempermudah birokrasi dan perizinan investasi di daerahnya, salah satunya adalah perizinan di bidang usaha.

Usaha untuk mempermudah birokrasi dan perizinan investasi diwujudkan dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2007 tentang Pembentukan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) yang diperkuat dengan Peraturan Bupati Nomor 26 tahun 2011 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan di Bidang Perizinan dan Non Perizinan pada Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pembentukan BPMPTSP ini sebagai komitmen Pemerintah Kabupaten Purwakarta dalam perbaikan pelayanan publik khususnya dalam pelayanan perijinan.

(7)

7

Tujuan utama pembentukan BPMPTSP adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan publik Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta kepada masyarakatnya terutama dalam hal pelayanan perijinan, hal ini tercermin melalui visi BPMPTSP menjadi lembaga yang mampu menciptakan iklim usaha yang dinamis dan berdaya saing, mitra usaha bagi investor dan pelayanan prima.

Sudah menjadi berita umum bahwa kualitas pelayanan publik di Indonesia belum mampu memberikan pelayanan yang memuaskan masyarakat, hal ini menandakan masih lemahnya kinerja pelayanan, yang ditandai dengan dengan beberapa indikator seperti ketidakpuasan masayarakat yang umumnya terletak pada standar waktu, biaya dan cara pelayanan. Hal ini pula yang terjadi pada ruang lingkup pelayanan perijinan selama ini. Sebelum dibentuknya BPMPTSP, persoalan utama pelayanan perijinan selama ini yang dirasakan oleh masyarakat adalah tidak tentunya waktu dalam penyelesaian perijinan, biaya yang sangat besar, birokrasi yang berbelit-belit sehingga masyarakat tidak mengetahui secara pasti harus kemana dan bagaimana cara memperoleh ijin. Semua hal itu akan coba dihapuskan dengan adanya pembentukan BPMPTSP. Karena sebagai satu unit pelayanan terpadu, BPMPTSP menyediakan berbagai pelayanan perijinan dengan waktu, biaya, dan prosedur yang jelas berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Hal ini sejalan dengan program pemerintah pusat dalam upaya untuk meningkatkan iklim investasi dengan menyederhanakan perijinan melalui

(8)

8

pemangkasan waktu, biaya dan prosedur perijinan dengan pengefektifan fungsi pelayanan terpadu satu pintu1.

Seiring berjalannya waktu, pelaksanaan pelayanan perijinan yang dilaksanakan oleh BPMPTSP Kabupaten Kabupaten Purwakarta belum bisa memuaskan masyarakat. Banyak keluhan dari masyarakat sebagai pengguna jasa layanan perijinan di Kabupaten Purwakarta. Ada beberapa hal yang dikeluhkan oleh masyarakat atas layanan BPMPTSP sebagai penyelenggara kebijakan pelayanan perijinan terpadu satu pintu diantaranya: masih banyak anggota masyarakat yang kebingungan dan tidak mengerti akan fungsi dan keberadaan BPMPTSP; persyaratan perijinan yang dirasakan masih rumit dan berbelit-belit dan berdiri sendiri antar jenis perijinan, sehingga terjadi duplikasi persyaratan (misal IMB, HO, SITU, SIUP, TDP); ada beberapa proses perijinan yang masih berada di dinas teknis dan berkesan berbelit sehingga kadang-kadang pemohon seperti dipingpong; belum adanya keseragaman pemahaman prosedur dan mekanisme pelayanan perijinan antar bidang sehingga kadang terjadi dualisme kebijakan.

Menurut data yang diperoleh penulis dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Daerah (LAKIP) Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Purwakarta tahun 2009-2011, menunjukkan masih adanya keterlambatan dalam proses pelayanan perizinan. Pada tahun 2009 terdapat 1.155 izin yang terlambat dalam proses penyelesaiannya, pada tahun 2010 menurun

1 Pidato Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional pada prosesi Penerimaan Mahasiswa Baru Program Profesi, Magister, dan Doktor Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, 31 Agustus 2013 (Erman, 2013)

(9)

9

menjadi 1.251 izin dan pada tahun 2011 semakin menurun menjadi hanya 424 izin saja.

Tabel 1.2

Prosentase Izin Tidak Tepat Waktu Penyelesaian

No. Indikator Kinerja 2009 2010 2011

1. Izin yang telah diproses 5,013 5,581 6,593

2. Proses ijin tepat waktu 76,97% 77,60% 93,58 %

Sumber : LAKIP Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu tahun 2009, 2010, 2011 (diolah)

Kemudian dari data hasil Survey Indeks Kepuasan Masyarakat yang dilakukan pada Tahun 2011, Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Purwakarta melaksanakan Survey Kepuasan Masyarakat yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja pelayanan Perizinan yang telah dilaksanakan oleh BPMPTSP. Hasil survey IKM menunjukan bahwa dari 14 unsur yang dinilai, unsur dengan nilai tertinggi kepastian biaya dan nilai terendah kepastian jadwal.

Gambar 1.1

Indeks Kepuasan Masyarakat Tahun 2011

Sumber : Rencana Kerja (Renja) Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kab. Purwakarta Tahun 2011

(10)

10

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis merumuskan satu permasalahan penelitian yaitu : “ Bagaimana Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Purwakarta”

1.2 Pertanyaan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang penelitian, secara spesifik rumusan pertanyaan penelitian ini adalag sebagai berikut:

1. Bagaimana proses dan prosedur penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu di Kabupaten Purwakarta?

2. Faktor – faktor internal dan eksternal apa saja yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu di Kabupaten Purwakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Dengan melakukan studi evaluasi terhadap proses pelaksanaan pelayanan perizinan di Kabupaten Purwakarta sehingga kedepannya bisa memperbaiki kualitas pelayanan yang ada, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui sejauh mana penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu di Kabupaten Purwakarta.

2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam penyelenggraan pelayanan terpadu satu pintu di Kabupaten Purwakarta.

1.5 Studi Terdahulu

Kajian atau penelitian yang secara khusus (sepesifik) melakukan evaluasi terhadap proses pelaksanaan pemberian izin serta dampaknya terhadap pelayanan

(11)

11

publik di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Purwakarta dari sudut pandang praktisi yang melakukan penelitian langsung sejauh pengetahuan penulis sampai saat ini belum ada yang melakukan.. Ada beberapa kajian dan penelitian sejenis yang dilakukan di beberapa tempat lain dengan fokus penelitian yang berbeda satu sama lain.

Adapun beberapa kajian dan penelitian yang penulis temukan antara lain sebagai berikut:

Tabel. 1.3 Studi Terdahulu Nama

Peneliti

Judul Penelitian

Tujuan Penelitian

Metode Penelitian

Hasil Penelitian Muswizar

Antoni (2010)

Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan (Studi Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Yogyakarta No.

33/2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan pada Pemerintahan Kota

Yogyakarta

Penelitian ini memfokuskan pada proses implementasi kebijakan Walikota dan legitimasi kebijakan yang berkaitan dengan

penyelenggaran pelayanan perijinan

Kualitatif Proses implementasi kebijakan cukup berhasil

membawa perubahan dalam

penyelenggaran pelayanan perijinan namun ada beberapa kebijakan dalam proses reformasi birokrasi yang berkaitan

pelayanan perijinan yang tidak

terlembagakan dalam bentuk Peraturan

Daerah Isnaini

Muallidin (2011)

Implementasi Reformasi Organisasi Perizinan untuk Meningkatkan Kualitas

Penelitian ini memfokuskan pada

implementasi reformasi organisasi

Kualitatif Reformasi Organisasi belum maksimal karena dari aspek formalisasi

(12)

12 Pelayanan

Publik di Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

perizinan dalam peningkatan kualitas pelayanan publik di Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

belum semua jenis perijinan dibuatkan dalam bentuk Perda, dan secara kuantitas

maupun kualitas SDMnya masih sangat kurang Nina

Darmayanti (2010)

Evaluasi Kebijakan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Studi pada unit Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pasaman

Penelitian ini memfokuskan pada analisis efektifitas kebijakan dalam peningkatan kualitas layanan publik dengan melakukan evaluasi pada kebijakan

penyelenggaraan PPTSP

Kualitatif Kebijakan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu belum efektif dalam meningkatkan kualitas layanan publik hasil dari analisis lima indikator pelayanan (kesederhanaan pelayanan, kepastian, keterbukaan, biaya, dan ketepatan waktu pelayanan) Hikmah

Nuraini (2008)

Reformasi Birokrasi Pelayanan Perizinan dan Investasi di Kabupaten Purbalingga

Penelitian ini difokuskan dalam melihat gambaran umum reformasi

birokrasi yang teah dilakukan di Kabupaten Purbalingga khususnya dibidang pelayanan perizinan dan investasi

Kualitatif Reformasi birokrasi pelayanan perizinan di Kabupaten Purbalingga dapat berjalan dengan baik karena adanya komitmen yang kuat dari Kepala Daerah namun belum optimal karena belum didukung oleh reformasi di bidang yang lain.

Referensi

Dokumen terkait

 perserikat rikatan, an, yayas yayasan an atau atau orga organisas nisasi i lain lain, , tunt tuntutan pidana utan pidana dilak dilakukan dan ukan dan sank sanksi si

BASCOM-AVR adalah program basic compiler berbasis windows untuk mikrokontroler keluarga AVR merupakan pemrograman dengan bahasa tingkat tinggi ” BASIC ”

Hal tersebut dapat dilihat dari hasil jawaban siswa yang menunjukkan bahwa siswa dapat menjawab apa yang ditanyakan dari soal, dimana dalam menjawab soal tersebut

Kebalikan dari support, yaitu batasan di mana analisis teknikal mempercayai bahwa jika harga mencapai level tersebut maka investor akan menjual sahamnya (garis

Dalam aspek spiritual, yaitu aspek yang di intregasikan dalam pendidikan agama, salah satunya pendidikan agama Islam (PAI) mempunyai peran: Mempercepat proses

Pada bagian hasil penelitian dan pembahasan merupakan bab ketiga akan membahas dan menguraikan mengenai jawaban dari rumusan masalah yaitu Bagaimana bentuk

Lantaran itu, penulis merasakan kajian dan penilaian perlu dibuat terhadap pelaksanaan kurikulum qirā’āt di Darul Quran dan Ma’ahad Tahfiz al-Quran di bawah JAKIM khusus

Oleh karena itu perlu dikembangkan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dengan strategi mind mapping untuk meningkatkan berpikir kreatif peserta didik pada materi koloid