• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. dilengkapi dengan hasil wawancara, implikasi, keterbatasan, dan saran-saran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. dilengkapi dengan hasil wawancara, implikasi, keterbatasan, dan saran-saran"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

143 BAB VII

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bagian ini akan menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilengkapi dengan hasil wawancara, implikasi, keterbatasan, dan saran-saran penelitian terhadap pengembangan teori dan aplikasi.

7.1 Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan, kompetensi sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, rekonsiliasi, dan reorganisasi terhadap kualitas laporan keuangan satuan kerja lingkup Kementerian Ketenagakerjaan RI. Hal tersebut akan dikaitkan dengan proses penentuan kebijakan yang dilakukan oleh manajemen dalam rangka meningkatkan kualitas laporan keuangan. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan perspektif teori keagenan dalam konteks akuntansi dan pelaporan keuangan sektor publik di Indonesia.

Penelitian ini perlu dilakukan dalam rangka mengidentifikasi dan sekaligus mencari solusi dari permasalahan pada entitas tersebut yang mengakibatkan kualitas laporan keuangan belum sesuai dengan yang diinginkan. Berbagai permasalahan ini kemudian berimbas pada laporan keuangan yang dalam kurun waktu 8 (delapan) tahun terakhir belum pernah sekalipun mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK.

Kelemahan dalam mengidentifikasi dan mendiagnosis variabel-variabel yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan, serta keterbatasan dalam

(2)

menyusun kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut merupakan permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini kemudian dirancang menjadi dua tahap (metode campuran) yang terdiri dari pendekatan kuantitatif pada tahap pertama dan pendekatan kualitatif pada tahap kedua.

Pendekatan penelitian kuantitatif dilakukan untuk mengindentifikasi variabel-variabel apa saja yang berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan sekaligus menentukan variabel mana yang paling dominan di antara seluruh variabel yang diujikan. Pada tahap ini digunakan analisis regresi berganda dengan menggunakan SPSS versi 20. Pendekatan penelitian kualitatif pada tahap kedua dilakukan untuk mengelaborasi lebih lanjut hasil yang diperoleh pada tahap pertama, sekaligus untuk mengetahui apakah yang menjadi fokus utama manajemen dalam rangka menyelesaikan permasalahan tersebut dan dasar apa yang digunakan manajemen dalam menentukan kebijakan internal terkait akuntansi dan pelaporan keuangan. Pada tahap ini, teknik wawancara secara langsung maupun melalui telepon dilakukan terhadap responden yang terpilih.

Berdasarkan data-data yang diperoleh selama penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Variabel implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan terbukti berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan satker-satker pada Kementerian Ketenagakerjaan di wilayah DKI Jakarta dan satker-satker UPTP di daerah. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama yang diajukan terdukung.

(3)

Temuan data kuantitatif ini sejalan dengan analisis tematik atas hasil wawancara yang dilakukan. Ini artinya, semakin baik implementasi SAP, maka semakin baik pula kualitas laporan keuangan yang dihasilkan.

2. Variabel kompetensi sumber daya manusia terbukti berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan satker-satker pada Kementerian Ketenagakerjaan di wilayah DKI Jakarta dan satker-satker UPTP di daerah. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua yang diajukan terdukung. Temuan data kuantitatif ini sejalan dengan analisis tematik atas hasil wawancara yang dilakukan. Ini artinya, semakin meningkat kompetensi SDM, maka semakin meningkat pula kualitas laporan keuangan yang dihasilkan. 3. Variabel pemanfaatan teknologi informasi secara statistik tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap kualitas laporan keuangan satker-satker pada Kementerian Ketenagakerjaan di wilayah DKI Jakarta dan satker-satker UPTP di daerah. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ketiga yang diajukan tidak terdukung. Temuan data kuantitatif ini sejalan dengan analisis tematik atas hasil wawancara yang dilakukan. Sarana dan prasarana teknologi informasi yang dimiliki secara umum relatif sudah memadai dan sudah dimanfaatkan secara optimal. Tidak ada masalah yang berarti terkait hal ini. Namun demikian, fakta yang ada menunjukkan bahwa kualitas laporan keuangan yang dihasilkan belum maksimal, diindikasikan salah satunya dengan opini yang selama 8 tahun terakhir belum sesuai harapan. Hal ini menegaskan bahwa fasilitas teknologi informasi dan pemanfaataanya yang sudah optimal ternyata

(4)

belum mampu mendorong perbaikan kualitas laporan keuangan secara signifikan.

4. Variabel rekonsiliasi terbukti berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan satker-satker pada Kementerian Ketenagakerjaan di wilayah DKI Jakarta dan satker-satker UPTP di daerah. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis keempat yang diajukan terdukung. Temuan data kuantitatif ini sejalan dengan analisis tematik atas hasil wawancara yang dilakukan. Ini artinya, semakin baik proses rekonsiliasi yang dilakukan, maka semakin baik pula kualitas laporan keuangan yang dihasilkan.

5. Variabel reorganisasi secara statistik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas laporan keuangan satker-satker pada Kementerian Ketenagakerjaan di wilayah DKI Jakarta dan satker-satker UPTP di daerah. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kelima yang diajukan tidak terdukung. Temuan data kuantitatif ini sejalan dengan analisis tematik atas hasil wawancara yang dilakukan. Proses reorganisasi yang masih sedang berjalan (belum selesai) ditanggapi beragam oleh responden. Sebagian responden menganggap bahwa reorganisasi berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi dan sebagian lainnya berpendapat sebaliknya, reorganisasi dalam jangka pendek berpengaruh negatif terhadap motivasi kerja pegawai dan kinerja organisasi. Responden lainnya bahkan berpendapat netral, artinya proses reorganisasi belum terasa dampaknya sama sekali karena prosesnya yang belum selesai seluruhnya. Namun demikian, seluruh responden yang

(5)

diwawancarai memiliki pendapat yang sama, bahwa terhadap kualitas laporan keuangan, reorganisasi dianggap tidak berpengaruh sama sekali.

6. Kelima variabel yang diujikan dalam penelitian secara bersama-sama (simultan) berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas laporan keuangan satker-satker pada Kementerian Ketenagakerjaan di wilayah DKI Jakarta dan satker-satker UPTP di daerah.

7. Hasil analisis secara keseluruhan menunjukkan bahwa kualitas laporan keuangan satker-satker pada Kementerian Ketenagakerjaan di wilayah DKI Jakarta dan satker-satker UPTP di daerah dipengaruhi secara dominan oleh implementasi SAP, dan secara berturut-turut diikuti oleh rekonsiliasi dan kompetensi SDM. Dengan demikian, faktor teknis (implementasi SAP dan rekonsiliasi) yang diujikan dalam penelitian ini terbukti berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan. Di sisi lain, faktor organisasional yang terbukti berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan hanyalah variabel kompetensi SDM, sedangkan variabel lain yaitu pemanfaatan teknologi informasi dan reorganisasi ternyata terbukti tidak berpengaruh.

8. Dalam konteks upaya peningkatan kualitas laporan keuangan, organisasi ternyata belum memiliki fokus dan roadmap yang jelas. Identifikasi masalah, penentuan fokus utama kebijakan masih lemah dan penentuan titik kritis mana yang didahulukan juga belum jelas. Sebagian unit organisasi pada level yang lebih kecil/rendah berfokus pada SDM dan kebijakan serta hal-hal yang terjadi pada tahun sebelumnya dan tahun ini, tetapi belum ada strategi besar yang

(6)

komprehensif dari manajemen puncak kementerian untuk secara sistematis menyelesaikan permasalahan yang ada.

9. Kebijakan internal strategis terkait akuntansi dan pelaporan seringkali dibuat secara reaktif berdasarkan pengamatan. Ketiadaan roadmap, riset, dan kajian internal yang mendalam merupakan masalah strategis yang belum terselesaikan. Hal inilah yang menyebabkan kebijakan-kebijakan yang diambil belum efektif menyelesaikan akar permasalahan yang ada.

10. Di samping hal-hal yang bersifat teknis, faktor tingkat kepahaman, kepedulian, dan komitmen manajemen yang relatif belum memadai menjadi salah satu penyebab utama akuntabilitas publik melalui laporan keuangan belum terwujud secara optimal. Dengan demikian, pola hubungan ideal antara prinsipal – agen sebagaimana dijelaskan dalam teori keagenen, secara umum belum terimplementasi dengan baik pada tataran praktisnya.

11. Teori keagenan masih sangat relevan dalam menggambarkan kondisi akuntansi dan pelaporan keuangan sektor publik di Indonesia. Adanya informasi asimetri antara agen dengan prinsipal terbukti digunakan untuk kepentingan dan keuntungan segelintir orang agen, ditandai dengan masih banyaknya temuan BPK yang bersifat kecurangan dan berimbas pada opini Laporan Keuangan.

12. Teori institusional isomorfisme ternyata juga sangat relevan untuk menggambarkan bagaimana kondisi pelaporan keuangan pada beberapa entitas pemerintah saat ini. Pelaporan keuangan dilakukan lebih karena dorongan dan

(7)

tuntutan peraturan perundang-undangan, bukan atas dasar kesadaran sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara kepada publik. 13. Dalam konteks perencanaan anggaran, faktor politis ternyata juga sangat

berperan. Hal inilah yang menyebabkan peran laporan keuangan sebagai salah satu komponen penting yang menjadi dasar pengambilan kebijakan dalam perencanaan anggaran menjadi tidak optimal karena pengambilan keputusan lebih banyak dipengaruhi faktor politis daripada faktor teknis semata. Sanksi yang ditetapkan dalam regulasi yang ada, bagi satker yang tidak mengirim laporan, sejauh ini juga tidak berjalan efektif.

14. Menurut responden, terdapat fakot-faktor lain yang bisa mempengaruhi kualitas laporan keuangan selain kelima variabel yang diujikan dalam penelitian ini. Faktor lain tersebut adalah komitmen, faktor politis, kepatuhan, dan kebijakan.

7.2 Implikasi

Penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi manajemen Kementerian Ketenagakerjaan dalam upayanya menyelesaikan permasalahan terkait kualitas laporan keuangan. Penelitian ini menguraikan faktor-faktor apa saja yang telah terbukti secara empiris berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas laporan keuangan satker-satker pada Kementerian Ketenagakerjaan di wilayah DKI Jakarta dan satker-satker UPTP di daerah.

Dalam konteks peningkatan kualitas laporan keuangan, hal tersebut tentu bisa menjadi bagian penting yang membantu manajemen dalam mengidentifikasi dan memetakan permasalahan. Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan

(8)

sebagai dasar yang ilmiah untuk menyusun fokus, roadmap, penentuan titik kritis, dan strategi apa yang akan dijalankan untuk menyelesaikan permasalahan.

Implementasi SAP yang secara empiris telah terbukti sebagai variabel yang paling dominan mempengaruhi kualitas laporan keuangan, tentu layak untuk menjadi fokus utama organisasi. SAP merupakan tulang punggung/pondasi dasar laporan keuangan, seluruh sendi laporan keuangan disusun berdasarkan SAP. Dengan demikian, manajemen perlu memikirkan bagaimana strategi yang harus dilakukan agar implementasi SAP ini semakin baik. Upaya peningkatan tingkat kepahaman dan kepedulian seluruh pemangku kepentingan terhadap implementasi SAP secara konsisten harus didorong oleh manajemen puncak sebab mereka lah yang mampu menggerakan organisasi dan memberi warna pada budaya organisasi yang ada. Dalam konteks ini, faktor komitmen menjadi sangat krusial.

Rekonsiliasi menjadi variabel kedua yang secara empiris terbukti signifikan mempengaruhi kualitas laporan keuangan. Salah satu kunci yang harus diperhatikan adalah perbaikan kualitas rekonsiliasi internal yang selama ini menjadi masalah. Sinergitas antara unit akuntansi uang dan unit akuntansi barang harus benar-benar dilakukan. Salah satunya dengan menghilangkan sekat psikologis dan sosiologis di antara kedua unit ini. Manajer puncak harus mendorong dan menumbuhkan kesadaran bersama bahwa kedua unit akuntansi tersebut adalah satu kesatuan yang saling membutuhkan dan tidak bisa berdiri sendiri. Mereka adalah mitra kerja yang sepadan, tidak ada yang lebih tinggi dan lebih penting di antara keduanya. Jika aspek teknis saja yang disentuh, namun aspek psikologis dan sosiologis semacam ini tidak disentuh, maka sulit

(9)

mewujudkan sinergi antara kedua unit tersebut. Sebagai tambahan, perlu juga dipikirkan adanya sanksi internal untuk mendorong satker melakukan rekonsiliasi internal secara lebih tertib.

Kompetensi SDM adalah variabel selanjutnya yang secara empiris terbukti berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan. Manajemen harus membuat kebijakan dan strategi yang lebih bervariasi untuk meningkatkan kompetensi SDM. Pola pendekatan yang bersifat teknis dalam bentuk bimtek, sosialisasi, dan penyuluhan yang selama ini dijalankan dianggap tidak cukup dan belum efektif meningkatkan kompetensi SDM.

Faktor psikologis dan sosiologis kembali menjadi aspek yang sangat penting untuk disentuh manajemen selain faktor teknis tersebut. Apresiasi yang layak (bisa dalam bentuk insentif, imbalan berupa materi, maupun dukungan moral dari manajemen) harus diberikan kepada orang-orang yang terlibat dalam akuntansi dan pelaporan keuangan. Dukungan ini disampaikan tidak hanya pada momen-momen tertentu saja (menjelang semesteran atau tahunan), tetapi lebih konsisten sepanjang waktu.

Aspek psikologis semacam ini juga harus dibarengi dengan pendekatan sosiologis. Dalam konteks ini, pemberian dukungan dan pembentukan budaya organisasi baru untuk mengubah persepsi orang dalam organisasi ini tentang SDM dan pekerjaan di bidang akuntansi dan pelaporan mutlak diperlukan. Persepsi bahwa SDM dan pekerjaan dalam bidang ini sebagai SDM dan pekerjaan kelas dua harus dieliminasi. Manajemen puncak harus menumbuhkan kesadaran pada seluruh pihak bahwa bidang akuntansi dan pelaporan keuangan memiliki peran

(10)

yang sama vitalnya dengan bagian lain seperti perencanaan dan pelaksaan anggaran. Bukti konkritnya tentu bisa dilakukan misalnya melalui kebijakan pola mutasi yang jelas, pemberian imbalan, insentif, dan apresiasi yang relatif sama dengan bagian lain, atau dengan cara-cara lain yang dianggap mampu mendorong orang merubah persepsi buruk tadi. Sekali lagi, peran manajemen puncak sangat penting di sini.

Kebijakan SDM lainnya yang bisa diperbaiki misalnya terkait dengan kebijakan pola rekrutmen SDM. Meskipun latar belakang pendidikan bukan hal mutlak, namun minimnya jumlah pejabat dan staf yang berlatar belakang pendidikan akuntansi tentu menjadi masalah tersendiri yang harus dipecahkan.

Pola hubungan dengan satker daerah (Satker Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan) juga perlu dipikirkan kembali mengingat terbatasnya rentang kendali pemerintah pusat terhadap SDM pada satker dinas provinsi/kabupaten/kota tersebut. Jika memungkinkan, bisa dibuat semacam kesepakatan yang lebih mengikat pada saat pemberian alokasi dana kepada mereka, yang menegaskan bahwa aspek pelaporan keuangan sama pentingnya dengan aspek perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Pemahaman ini secara konkrit diwujudkan dalam pernyataan kesediaan tertulis yang mengatur pola mutasi SDM (setidaknya staf) yang menangani laporan keuangan untuk tidak dipindahkan (mutasi/rotasi) dalam waktu tertentu.

Bagi Kementerian Keuangan (Ditjen Perbendaharaan, c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan) selaku pembina kementerian ini, hasil penelitian ini bisa dijadikan masukan bagi penyempurnaan pola pembinaan yang

(11)

selama ini sudah dijalankan. Variasi pola pembinaan dengan memperhatikan keragaman dan karakteristik khas permasalahan objek binaan bisa menjadi salah satu strategi yang mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembinaan.

7.3 Keterbatasan

Penelitian ini tentu saja memiliki berbagai keterbatasan, antara lain:

1. Ruang lingkup responden terbatas hanya satker-satker di wilayah DKI Jakarta (satker lingkup kantor pusat) dan beberapa satker Unit Pelayanan Teknis Pusat (UPTP) di daerah yang notabene merupakan satker vertikal di daerah. Tidak ada representasi satker dengan jenis kewenangan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan yang diikutkan dalam penelitian ini. Padahal, satker Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan tentu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap wajah dan opini laporan keuangan kementerian ini.

2. Tidak seluruh responden memahami betul substansi pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner serta belum optimalnya tingkat kepedulian dan keseriusan pada saat mengisi kuesioner mengakibatkan jawaban yang diberikan cenderung normatif dan tidak menggambarkan apa yang sesungguhnya terjadi dalam unit organisasi mereka. Subjektivitas responden semacam ini bisa mengakibatkan biasnya jawaban responden.

3. Pejabat yang menjadi responden terbatas pada level eselon IV dan III saja. Tidak diperoleh perspektif pejabat eselon II dan eselon I yang mungkin saja berbeda dan bisa menambah variasi hasil penelitian ini.

4. Proses penelitian dilakukan pada saat proses reorganisasi belum sepenuhnya selesai, sehingga bisa saja mempengaruhi hasil penelitian (bias).

(12)

7.4 Saran-Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, saran yang diberikan adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan beberapa fakta yang diperoleh, penelitian selanjutnya terkait kualitas laporan keuangan pemerintah bisa dilakukan untuk menguji teori institusional isomorfisme dalam konteks penyusunan laporan keuangan sektor publik di Indonesia.

2. Penelitian selanjutnya bisa mencoba menguji variabel lain yang diduga berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan. Variabel ini diperoleh dari pendapat responden melalui proses wawancara, yaitu komitmen, faktor politis, kepatuhan, dan kebijakan.

3. Responden yang dilibatkan hendaknya lebih luas dan lebih bervariasi lagi. Satker dengan jenis kewenangan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan perlu dimasukan mengingat kontribusi dan jumlah mereka yang juga relatif besar, terutama terkait permasalahan aset tetap dan persediaan.

4. Penelitian selanjutnya bisa dilakukan pada waktu yang berbeda, misalnya pada saat proses reorganisasi selesai dilakukan, sehingga kemungkinan hasilnya bisa berbeda.

5. Penelitian dengan melibatkan jumlah K/L yang lebih banyak juga bisa dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih luas tentang laporan keuangan sektor publik di Indonesia, khususnya di lingkup pemerintah pusat.

Referensi

Dokumen terkait

hipotesis peneliti, dilakukan analisis statistik dengan analisis regresi. Cara pengambilannya menggunakan teknik random sampling, yaitu cara pengambilan/pemilihan

Faktor manusia sebagai pelaksana otonomi merupakan faktor yang esensial dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah. Pentingnya faktor ini adalah karena manusia

Hal ini juga terjadi pada ada tes pertama FR hanya menjawab 2 soal dari 5 soal, tidak menjawab butir soal karena tidak memahami konsep dalam menyelesaikan soal sehingga

Bending radius BT 20 adalah perlakuan bending paling baik karena tidak mengalami retak bahan dengan berbagai tebal dan memiliki nilai kekerasan paling tinggi. Pada uji metalografi

Standar ini juga didukung oleh Asosiasi Pendidikan Tinggi Amerika (Oktober 1999) dan Dewan Independen Perguruan Tinggi(Februari 2004). Standar litetrasi informasi yang

a) Situasi komunikatif atau konteks terjadinya komunikasi. Situasi bisa tetap sama walaupun lokasinya berubah, atau bisa berubah dalam lokasi yang sama apabila

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menguji keempat faktor tersebut kepada para akuntan manajemen, auditor, atau mahasiswa Akuntansi/Bisnis, penelitian ini

Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor yang dapat meningkatkan kepuasan konsumen perlu ditingkatkan, karena berdasarkan data, diketahui bahwa kepuasan