• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN DAN KERANGKA PIKIR. dalam penulisan ini terlebih dahulu dijelaskan definisi Ilmu Pemerintahan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II STUDI KEPUSTAKAAN DAN KERANGKA PIKIR. dalam penulisan ini terlebih dahulu dijelaskan definisi Ilmu Pemerintahan."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

23 A. Studi Kepustakaan

Dalam penulisan karya ilmiah, konsep teori diperlukan sebagai landasan atau pijakan untuk mengemukakan permasalahan penelitian. Maka konsep teori dalam penulisan ini terlebih dahulu dijelaskan definisi Ilmu Pemerintahan.

1. Ilmu Pemerintahan dan Pemerintahan

Ilmu Pemerintahan mempelajari pemerintahan dari dua sudut, pertama dari sudut bagaimana seharusnya (sehingga dapat diterima oleh yang bersangkutan pada saat dibutuhkan) jadi normatif, ideal dan kedua dari sudut bagaimana senyatanya (pada saat dibutuhkan oleh yang bersangkutan apakah ia menerima pelayanan yang diharapkan atau tidak, jadi empirik). Berdasarkan definisi itu dapat dikonstruksikan ruang lingkup Ilmu Pemerintahan.

Dengan mengutip dari kata-kata franklin D. Rosevelt, Rasyid dalam Hamdi (2006 : 72) mengemukakan bahwa untuk mengetahui suatu masyarakat, maka lihatlah pemerintahannya. Artinya fungsi-fungsi pemerintahan yang dijalankan pada saat tertentu akan menggambarkan kualitas pemerintahan itu sendiri, jika pemerintahan dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik, tugas pokok selanjutnya menurutnya adalah bagaimana pelayanan dapat membuahkan keadilan, pemberdayaan yang membuahkn kemandirian, serta pembangunan yang menciptakan kemakmuran.

(2)

Pemerintah juga merupakan kegiatan lembaga-lembaga publik dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan Negara, dan apa yang menjalankan pemerintahan disebut pemerintah. Secara umum tugas-tugas pokok pemerintahan antara lain adalah sebagai berikut :

1. Menjamin keamanan Negara dari segala kemungkinan serangan dari luar dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan di dalam yang dapat menggulingkan pemerintahan yang sah melalui cara-cara kekerasan;

2. Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya keributan antar masyarakat, menjamin perubahan aparatur yang terjadi di dalam masyarakat yang dapat berlangsung secara damai;

3. Peraturan yang adil kepada setiap warga masyarakat tanpa membedakan status apapun yang melatarbelakangi keberadaan mereka;

4. Melakukan pelayanan umum dengan memberikan pelayanan dalam bidang-bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non- pemerintah, atau akan lebih baik jika dikerjakan oleh pemerintah;

5. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial;

6. Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas;

7. Menerapkan kebijakan untuk memelihara sumber daya alam dan lingkungan hidup. (Rasyid 1997 : 13).

Kemudian Pemerintahan (dalam Syafiie, 2005 : 20). Dikatakan sebagai seni karena beberapa pemimpin pemerintahan yang tanpa pendidikan pemerintahan, mampu menjalankan roda pemerintahan dengan kharismatik.

Sementara dikatakan sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan adalah karena memenuhi syarat-syaratnya yaitu dapat dipelajari dan diajarkan, memiliki objek, baik objek materi maupun formal, universal sifatnya, sistematis serta spesifik (khas).

Menurut Musanef dalam Syafiie (2007 : 32), ilmu pemerintahan dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Suatu ilmu yang dapat menguasai dan memimpin serta menyelidiki unsur- unsur dinas, berhubungan dengan keserasian ke dalam dan hubungan

(3)

antara dinas-dinas itu dengan masyarakat yang kepentingannya diwakili oleh dinas itu, atau;

2. Suatu ilmu yang menyelidiki bagaimana mencari orang yang terbaik dari setiap dinas umum sebagai suatu kebulatan yang menyelidiki secara sistematis problema-problema sentralisasi, desentralisasi, koordinasi pengawasan kedalam dan keluar, atau;

3. Suatu ilmu pengetahuan yang menyelidiki bagaimana sebaiknya hubungan antara pemerintah dan yang diperintah, dapat diatur sedemikian rupa sehingga dapat dihindari timbulnya pertentangan-pertentangan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dan mengusahakan agar terdapat keserasian pendapat serta daya tindak yang efektif dan efisien dalam pemerintahan, atau;

4. Ilmu yang diterapkan dan mengadakan penyelidikan dinas umum dalam arti yang seluas-luasnya, baik terhadap susunan, maupun organisasi alat yang menyelenggarakan tugas pengusaha, sehingga diperoleh metode- metode bekerja yang setepat-tepatnya untuk mencapai tujuan Negara.

Menurut D. G. A. Van Poelje (dalam Syafiie, 2005 : 21), ilmu pemerintahan yaitu mengajarkan bagaimana dinas umum disusun dan dipimpin dengan sebaik-baiknya.

Sementara menurut H. A. Brasz (dalam Syafiie, 2005 : 21), ilmu peerintahan dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang cara bagaimana lembaga pemerintahan umum itu disusun dan difungsikan baik secara kedalam maupun keluar warganya.

(4)

Menurut R. Mac Iver (dalam Syafiie. 2005 : 22), maksudnya pemerintahan itu adalah sebagai suatu organisasi dari orang-orang yang mempunyai kekuasaan.

Bagaimana manusia itu bisa diperintah. Jadi bagi Mac Iver, ilmu pemerintahan adalah sebuah ilmu tentang bagaimana manusia-manusia dapat diperintah.

Jika diadakan pendekatan dari segi bahasa terhadap kata “pemerintah” atau

“pemerintahan”, bahwa kedua kata tersebut berasal dari suku kata “perintah” yang berarti sesuatu yang harus dilaksanakan.

Menurut Surianingrat (1980 : 10) dalam kata tersebut tersimpul beberapa unsur yang menjadi ciri khas dari “perintah” yaitu :

1. Adanya “keharusan” menunjukkan kewajiban untuk melaksanakan apa yang diperintahkan;

2. Adanya dua pihak yaitu yang memberi dan yang menerima perintah;

3. Adanya hubungan fungsional antara yang memberi dan yang menerima perintah;

4. Adanya wewenang atau kekuasaan untuk memberi perintah.

Menurut Munaf (2015 : 47) Pemerintahan dalam paradigma lama memiliki objek material Negara sehingga pemerintahan berorientasi pada kekuasaan, namun dalam paradigma baru pemerintahan dipandang memiliki objek materialnya masyarakat, sehingga pemerintahan dimaknai sebagai suatu proses menata kelola kehidupan masyarakat dalam suatu pemerintahan atau Negara.

Sementara itu definisi lain dari ilmu pemerintahan dikemukakan oleh Ndraha (2011 : 7) yang mengatakan bahwa ; ilmu pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana memenuhi dan melindungi kebutuhan dan tuntutan tiap orang akan jasa public dan layanan civil, dalam hubungan pemerintahan, sehingga dapat diterima pada saat dibutuhkan oleh yang bersangkutan. Dan Ilmu Pemerintahan mempelajari pemerintahan dari sudut, pertama dari sudut

(5)

bagaimana seharusnya, artinya dapat diterima oleh yang bersangkutan pada saat dibutuhkan. Dan kedua dari sudut bagaimana senyatanya, artinya pada saat dibutuhkan oleh yang bersangkutan (Ndraha, 2011 : 7). Maka ruang lingkup Ilmu Pemerintahan menurut Ndraha (2011 : 7) yaitu :

1. Yang diperintah.

2. Tuntutan yang diperintah (jasa public dan layanan civil).

3. Pemerintah.

4. Kewenangan, kewajiban, dan tanggung jawab pemerintah.

5. Hubungan pemerintah.

6. Pemerintah yang bagaimana yang dianggap mampu menggunakan kewenangan, menunaikan kewajiban, dan memenuhi tanggung jawabnya.

7. Bagaimana membentuk pemerintah yang demikian itu.

8. Bagaimana pemerintah menggunakan kewenangan, menunaikan kewajiban, dan memenuhi tanggung jawabnya.

9. Bagaimana supaya kinerja pemerintah sesuai dengan tuntutan yang diperintah dan perubahan zaman.

Sedangkan apabila dilihat dari definisi pemerintahannya, maka Surianingrat (Bayu Surianingrat, 1992 : 2) berpendapat bahwa Pemerintahan adalah perbuatan atau cara atau urusan pemerintah, pemerintahan yang adil, dan pemerintahan yang berdemokrasi. Sedangkan pemerintah adalah sekelompok individu yang mempunyai dan melaksanakan kekuasaan, atau dengan kata lain, pemerintah adalah sekelompok individu yang mempunyai dan melaksanakan wewenang yang sah dan melindungi serta meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui perbuatan dan keputusan.

Dan Ilmu Pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana melaksanakan pengurusan (eksekutif), pengaturan (legislatif), kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan (baik pusat dengan daerah, maupun rakyat dengan

(6)

pemerintahannya) dalam berbagai peristiwa dan gejala pemerintahan, secara baik dan benar. Dan menurut C.F Strong Negara (dalam Syafiie. 2005 : 22) :

“Maksudnya pemerintahan dalam arti luas mempunyai kewenangan untuk memelihara kedamaian dan keamanan negara, kedalam dan keluar. Oleh karena itu, pertama, harus mempunyai kekuatan militer atau kemapuan untuk mengendalikan angkatan perang. Yang kedua, harus mempunyai kekuatan legislatif atau dalam arti pembuatan undang-undang. Yang ketiga, harus mempunyai kekuatan finansial atau kemampuan untuk mencukupi keuangan masyarakat dalam rangka membiayai ongkos keberadaan negara dalam menyelenggarakan peraturan, hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan kepentingan”.

Achmad Batinggi dan Muhammad Tamar (2008 : 6) menyatakan bahwa pemerintahan merupakan kegiatan memerintah yang dilakukan oleh pemerintah yang melakukan kekuasaan memerintah atas nama negara terhadap orang yang diperintah (masyarakat). Filsafat pemerintahan tidak memberikan petunjuk teknis memerintah, tetapi memberikan pemahaman dan arah tindakan bagaimana sebaiknya melakukan kegiatan pemerintahan yang layak dan benar.

Paradigma ilmu pemerintahan dari dimensi ruang (bukan dimensi waktu), sebagai berikut :

1. Ilmu Pemerintahan sebagai cabang ilmu filsafat 2. Ilmu Pemerintahan mengacu kepada Al-Qur’an 3. Ilmu Pemerintahan sebagai suatu seni

(7)

4. Ilmu Pemerintahan sebagai suatu cabang ilmu politik 5. Ilmu Pemerintahan dianggap sebagai administrasi negara 6. Ilmu Pemerintahan sebagai ilmu pemerintahan yang mandiri.

Selanjutnya Pemerintahan Daerah yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat yang dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintahan Daerah menurut undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah adalah gubernur, bupati/walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. Dewan Perwakilan Rakyat daerah selanjutnya disingkat dengan DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat. Sedangkan peraturan daerah yang selanjutnya disingkat PERDA adalah peraturan provinsi dan atau peraturan daerah kabupaten/kota.

Dalam menyelenggarakan pemerintahannya di daerah, pemerintah daerah di bantu oleh perangkat daerah dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah menjelaskan dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah daerah dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau wakil pemerintah daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan atau pemerintahan desa.

2. Teori Kebijakan

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan

(8)

suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintah, organisasi, dsb), pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran. Sedangkan Kebijakan Publik merupakan suatu aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dan merupakan bagian dari keputusan politik untuk mengatasi berbagai persoalan dan isu-isu yang ada dan berkembang di masyarakat. Kebijakan publik juga merupakan keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk melakukan pilihan tindakan tertentu untuk tidak melakukan sesuatu maupun untuk melakukan tindakan tertentu. Dalam kehidupan masyarakat yang ada di wilayah hukum suatu negara sering terjadi berbagai permasalahan. Negara yang memegang penuh tanggung jawab pada kehidupan rakyatnya harus mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Kebijakan publik yang dibuat dan dikeluarkan oleh negara diharapkan dapat menjadi solusi akan permasalahan-permasalahan tersebut. Kebijakan publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk tujuan mengatasi permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan (Mustopadidjaja, 2002).

Untuk memahami lebih jauh bagaimana kebijakan publik sebagai solusi permasalahan yang ada pada masyarakat, kita harus memahami dulu apa dan seperti apa kebijakan publik itu sendiri. Berikut adalah definisi-definisi kebijakan publik menurut para ahli kebijakan publik.

Menurut Thomas R. Dye (dalam Suharno, 2010 : 14), kebijakan publik sebagai berikut :

(9)

“Studi kebijakan publik mencakup, menggambarkan upaya kebijakan publik, penilaian mengenai dampak dari kekuatan-kekuatan yang berasal dari lingkungan terhadap isi kebijakan publik, analisis mengenai akibat berbagai pernyataan kelembagaan dan proses-proses politik terhadap kebijakan publik, penelitian mendalam mengenai akibat-akibat dari berbagai kebijakan politik pada masyarakat, baik berupa dampak yang diharapkan (direncanakan) maupun dampak yang tidak diharapkan”.

Sementara definisi kebijakan publik menurut Robert (Leo Agustino, 2008 : 6), mendefinisikan kebijakan publik sebagai hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya. Banyak pihak beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami, karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencangkup banyak hal.

Menurut Hogwood dan Gunn yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu. (dalam Suharto, 2007 : 4)

Menurut Anderson (Abidin, 2004 : 21), mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.

Sementara menurut Carl Friedrich (Leo Agustino, 2008 : 7), kebijakan sebagai serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu.

Menurut Jonnes (1977) memandang kebijakan publik ebagai suatu kelanjutan kegiatan pemerintah di masa lalu dengan hanya mengubahnya sedikit demi sedikit.

(10)

Menurut Chandler dan Plano (1988) kebijakan publik ialah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.

Menurut Woll (1966) kebijakan publik ialah sejumlah aktifitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai suatu implikasi dari tindakan pemerintah tersebut yaitu :

1. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat;

2. Adanya output kebijakan dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat;

3. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Pada sudut pandang lain, Hakim (2003) mengemukakan bahwa Studi Kebijakan Publik mempelajari keputusan-keputusan pemerintah dalam mengatasi suatu masalah yang menjadi perhatian publik. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah sebagian disebabkan oleh kegagalan birokrasi dalam memberikan pelayanan dan menyelesaikan persoalan publik. Kegagalan tersebut adalah information failures, complex side effects, motivation failures, rentseeking,

(11)

second best theory, implementation failures (Hakim,2002). Berdasarkan

stratifikasinya, kebijakan publik dapat dilihat dari tiga tingkatan, yaitu kebijakan umum (strategi), kebijakan manajerial, dan kebijakan teknis operasional. Selain itu, dari sudut manajemen, proses kerja dari kebijakan publik dapat dipandang sebagai suatu serangkaian kegiatan yang meliputi :

a. Pembuatan kebijakan

b. Pelaksanaan dan pengendalian, serta c. Evaluasi kebijakan.

Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan dan umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan dan sasaran yang diinginkan. Hal tersebut berarti kebijakan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktik- praktik sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila kebijakan berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan tersebut akan mendapat kendala ketika di implementasikan. Sebaiknya suatu kebijakan harus mampu mengakomodasikan nilai-nilai dan praktik-praktik yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Richard Rose sebagaimana dikutip Budi Winarno (2007 : 17) juga menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang bersangkutan dari pada sebagai keputusan yang berdiri sendiri.

(12)

Sementara menurut Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan menyebutkan kebijakan merupakan suatu program yang diarahkan pada tujuan, nilai, dan praktek. Artinya kebijakan merupakan sebuah program yang disusun berdasarkan tujuan, termasuk nila-nilai pembuat kebijakan dan fisibilitas dalam praktek. Dengan demikian kebijakan mengandung unsur fisibilitas teknis, sosial, dan politik. (Sudiyono, 2007 : 3)

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bahwa kebijakan adalah sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman tersebut bisa berwujud amat sederhana atau kompleks, bersifat umum ataupun khusus, luas ataupun sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya seperti ini berupa deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas atau suatu rencana.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah tindakan-tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang ada didalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantar berbagai alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.

3. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan. Tahap ini menetukan apakah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah benar-benar aplikabel di lapangan dan berhasil

(13)

menghasilkan output dan outcomes seperti direncanakan. Untuk dapat mewujudkan output dan outcomes yang ditetapkan, maka kebijakan publik perlu untuk diimplementasikan tanpa diimplementasikan maka kebijakan tersebut hanya akan menjadi catatan-catatan elit sebagaimana dipertegas oleh Udoji (dalam Agustino, 2006) yang mengatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalag sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan.

Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.

Dalam pandangan Edwards III, implemetasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni : komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi.

Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain (Subarsono, 2005 : 90). Keberhasilan implemetasi menurut Merilee S. Grindle (1980) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan, dan lingkungan implementasi. Variabel isi kebijakan ini mencakup :

1. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau termuat dalam isi kebijakan

2. Jenis manfaat yang diterima oleh target

3. Sejauh mana perubahan yang diinginkan dan sebuah kebijakan. Suatu program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit diimplementasikan dari pada program yang sekedar memberikan bantuan kredit atau bantuan beras kepada kelompok masyarakat miskin

4. Apakah letak sebuah program sudah tepat

5. Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci, dan

6. Apakah ebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.

Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup :

(14)

1. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan.

2. Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa.

3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran. (Subarsono, 2005 : 93)

Sejalan dengan pendapat Udoji, George Edward III (dalam Winarno, 2008) berpandangan bahwa implementasi adalah krusial bagi administrasi publik dan kebijakan publik. Implementasi merupakan tahap kebijakan antara pembentukan program dan konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Apabila suatu program tidak tepat atau tidak bisa mengurangi masalah yang merupakan sasaran kebijakan, maka program itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun program itu diimplementasikan dengan baik, sedangkan suatu program yang cemerlang mungkin juga akan menghadapi kegagalan bila program tersebut kurang diimplementasikan dengan baik. Beranjak dari pandangan tersebut, dapat dipeoleh gambaran bahwa implementasi suatu program mempunyai peran penting dan menetukan dalam menanggulangi masalah yang merupakan sasaran kebijakan. Konsep implementasi kebijakan merupakan suatu konsep yang memiliki berbagai perspektif yang berbeda-beda sehingga cukup sulit untuk merumuskan batasannya secara definitif.

Dalam kamus Webster (Wahab, 2008) pengertian implementasi dirumuskan secara pendek, dimana “to implementation” (mengimplementasikan) berarti “to povide means for carrying out (menyediakan sarana untuk melakukan sesuatu); to give practical effect to (menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu)”. Beranjak dari rumusan implementasi tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa “to implementation” (mengimplementasikan) berkaitan dengan suatu

(15)

aktifitas yang terlaksana melalui penyediaan sarana (misalnya undang-undang, peraturan pemerintah, pedoman pelaksanaan, sumber daya dan lain-lain) sehingga dari aktifitas tersebut akan menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu.

Tidak jauh berbeda dari pandangan tersebut, Mazmanian dan Sebastier (dalam Wahab, 2008) merumuskan implementasi kebijakan sebagai :

“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbulsesudah dilaksanakannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat-akibat atau dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian”.

Dari rumusan implementasi sebagaimana dikemukakan dalam Kamus Webster serta Mazmanian dan Sebatier diatas, maka implementasi dapat dimaknai sebagai pelaksanaan kegiatan atau aktifitas mengacu pada pedoman-pedoman yang telah disiapkan sehingga dari kegiatan atau aktifitas yang dilaksanakan tersebut dapat memberikan akibat atau dampak bagi masyarakat. Dari pemaknaan tersebut, inti dari implementasi terletak pada pelaksanaan aktifitas atau kegiatan mengacu pada pedoman yang telah disiapkan. Pelaksanaan aktifitas atau kegiatan tersebut perlu dilaksanakan dengan baik mengacu pada ketentuan-ketentua yang telah ditetapkan sehingga kebijakan memberikan kontribusi dalam menanggulangi masalah yang menjadi sasaran program. Pemahaman mengenai implementasi juga dikemukakan oleh Van Horn dan Van Meter (dalam Wahab, 2008) yang merumuskan implementasi sebagai :

Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang

(16)

diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.

Pada akhirnya, berbicara mengenai implemetasi menjadi belum lengkap tanpa membahas mengenai model-model implementasi dari suatu kebijakan.

Menurut Parson (dalam Putra, 2003) secara garis besar model implementasi kebijakan dapat dibagi menjadi empat yaitu :

1. Model Analisis Kegagalan.

Model ini dapat dipahami dari definisi implementasi yang dkemukakan sebagai berikut : implementasi sebagai proses interaksi penyusunan tujuan dengan tindakan (Pressman dan Wildavsky, 1973).

Implementasi sebagai politik adaptasi saling menguntungkan (Mc Laughlin, 1975) dan implementasi sebagai bentuk permainan (Bardach, 1977) (Putra, 2003).

2. Model Rasional (Top Down)

Model ini dimaksudkan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor mana yang membuat implementasi sukses. Pemahaman terhadap model ini dikemukakan oleh beberapa ahli kebijakan sebagaimana dikemukakan diantaranya oleh Van Meter dan Van Horn (1975) yang memakai pandangan bahwa implementasi perlu mempertimbangkan isi atau tipe kebijakan. Hood (1976) memandang implementasi sebagai administrasi yang sempurna. Gun (1978) memandang beberapa syarat untuk mengimplementasikan kebijakan secara sempurna. Grindle (1980) lebih memandang implementasi sebagai proses politik dan administrasi. Sedangkan Sebatier dan Mazmanain (1979) melihat implementasi dari kerangka analisisnya. Posisi model top-down yang diambil oleh Sebatier dan Mazmanain terpusat pada hubungan antara keputusan-kepuusan dengan pencapaiannya, formulasi dengan implementasinya, dan potensi hirarki dengan batas-batasnya, serta kesungguhan implementers untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan tersebut. Model implementasi yang dikemukakan oleh Sebatier dan Mazmanain pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan model pendekatan top-down sebagaimana dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn (1975). Hood (1976), Gun (1978) dan Grindle (1980) dalam hal perhatian terhadap kebijakan dan lingkungan kebijakan. Hanya saja pemikiran Sebatier dan Mazmanain

(17)

menganggap bahwa suatu implementasi akan relatif apabila birokrasi pelaksanaannya mematuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan (petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis) (Putra, 2003). Dengan demikin, dapat dipahami jika model implementasi sebagaimana dikemukakan oleh Sebatier dan Mazmanain lebih difokuskan pada kesesuaian antara apa yang ditetapkan atau digariskan atau diatur dengan pelaksanaan program tersebut.

3. Model Botton-Up

Model ini merupakan kritikan terhadap model pendekatan top-down terkait dengan pentingnya faktor-faktor lain dan interaksi organisasi.

Misalnya implementasi harus memperhatikan interaksi antara pemerintah dengan warga negara (Lipsky, 1971). Implementasi dalam konteks model ini dapat dipahami dari beberapa definisi diantaranya : implementasi sebagai proses yang disusun melalui konflik dan tawar- menawar (Wetherley dan Lipsky, 1977). Implementasi harus memakai multiple frameworks (Elmor, 1978, 1979); implementasi harus dianalisis dalam institusional stuctures (Hjern et al, 1978);

implementasi kebijakan merupakan proses alur yang dikemukakan oleh Smith ini melihat proses kebijakan dari perspektif perubahan sosial dan politik, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran. Dengan demikian, dapat dipahami jika model implementasi sebagaimana dikemukakan oleh Smith lebih memberikan fokus pada perubahan secara sosial dan politik yang dirasakan oleh kelompok sasaran tersebut.

4. Model Teori-Teori Hasil Sintetis (Hybrid Theories)

Model ini dapat dipahami dari definisi implementasi yang dikemukakan sebagai berikut : implementasi sebagai evolusi (Majone dan Wildavsky, 1984); implementasi sebagai pembelajaran (Browne dan Wildavsky, 1984); implementasi sebagai policy action continuum (Lewis dan Flynn, 1978, 1979; Barret dan Fudge, 1981); implementasi sebagai sirkuler leadership (Nakamura dan Smallwood, 1980);

implementasi sebagai hubungan inter-organisasi (Hjern dan Porter, 1981); implementasi dan tipe-tipe kebijakan (Ripley dan Franklin, 1982); implementasi sebagai hubungan antarorganisasi (Toole dan Montjoy, 1984); implementasi sebagai teori kontingensi (Alexander, 1985); implementasi sebagai analisis kasus (Pressman dan Wildavsky, 1973; Bullock dan M. Lamb, 1986); implementasi sebagai bagan subsistem kebijakan (Sebatier, 1986); dan implementasi sebagai manajemen sektor publik (Hughes, 1994).

(18)

Rippley dan Franklin (1982) menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan program dan ditinjau dari tiga faktor yaitu :

1. Perspektif kepatuhan yang mengukur implementasi dari kepatuhan atas mereka.

2. Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya persoalan.

3. Implementasi yang berhasil mengarah kepada konerja yang memuaskan semua pihak terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan. (Tangkilisan, 2003 : 21)

Peters (1982) mengatakan, implementasi kebijakan yang gagal disebabkan oleh beberapa faktor :

1. Informasi; kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran yang kurang tepat baik kepada objek kebijakan maupun kepada para pelaksana dan isi kebijakan yang akan dilaksanakannya dan basil-basil dan kebijakan itu.

2. Isi Kebijakan Implementasi; kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau tujuan kebijakan atau ketidaktepatan atau ketidaktegasan internal atau eksternal atau kebijakan itu sendiri, menunjukkan adanya kekurangan yang sangat berarti atau adanya kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu.

3. Dukungan Implementasi; kebijakan publik akan sangat sulit bila pada pelaksanaannya tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut.

4. Pembagian Potensi; hal ini terkait dengan pembagian potensi diantaranya para aktor implementasi dan juga mengenai prganisasi pelaksana dalam kaitannya dengan diferensiasi tugas dan wewenang.

(Tangkilisan, 2003 : 22)

Dari berbagai pendapat mengenai implementasi diatas, pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi merupakan proses melaksanakan keputusan yang dihasilakn dari pernyataan kebijakan (policy statement) kedalam aksi kebijakan (policy action). Implementasi dimaksudkan untuk memahami apa yang senyatanya terjadi setelah suatu kebijakan dirumuskan dan berlaku merujuk pada kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh berbagai aktor yang mengikuti arahan tertentu untuk mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan.

(19)

4. Evaluasi

Evaluasi menurut Ndraha (2011 : 201) adalah proses perbndingan antara standar dengan fakta dan analisis hasilnya. Terdapat berbagai model evaluasi, tiga diantaranya menurut Ndraha (2011 : 201) adalah :

a. Model before-after yaitu perbandingan antara sebelum dan sesudah suatu tindakan (pelaku treatment) tolak ukurannya adalah before.

b. Model das solen-das sein yaitu perbandingan antara yang seharusnya dengan yang senyatanya.

c. Model kelompok control-kelompok tes (diberi perlakukan).

Sementara menurut Lubis (1985 : 167), dikatakan bahwa evaluasi mengenai pelaksanaan perencanaan tertentu, yang mana sering kali hal ini menyangkut suatu periode tahunan dalam rangka rencana tahunan, tapi ada pula penyusunan evaluasi ditengah-tengah waktu pelaksanaan jangka menengah.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Per/15/M.Pan/7/2008 tentang Pedoman Umum Referensi Birokrasi, menyebutkan bahwa : Evaluasi adalah suatu kegiatan menilai hasil suatu kegiatan yang sedang atau sudah dilaksanakan. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Jauch dan Glueck (1999 : 405) mengemukakan bahwa Evaluasi strategis adalah tahap proses manajemen strategis dimana manajer puncak berusaha memastikan bahwa strategi mereka dipilih terlaksana dengan tepat dan mencapai tujuan. Definisi evaluasi yang dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerarld W. Brown (dalam Sudijono, 2005 : 1) adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menetukan nilai dari sesuatu. Kata-kata yang terkandung dalam

(20)

definisi tersebut menunjukkan bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati, bertanggung jawab, menggunakan strategi, dan dapat di pertanggungjawabkan.

Sedangkan menurut Suchman dalam Anderson (dalam Arikunto dan Jabar, 2004 : 1) memandang bahwa evaluasi adalah sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Sedangkan dalam PP No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan dijelaskan bahwa, evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar.

Fokus utama evaluasi diarahkan kepada keluaran (output), hasil (outcome), dan dampak (impact) dari pelaksanaan rencana. Oleh karena itu dalam perencanaan yang transparan dan akuntabel, harus disertai dengan penyusunan indikator kinerja pelaksanaan rencana, yang sekurang-kurangnya meliputi indikator masukan, indikator keluaran dan indikator hasil.

Secara umum, evaluasi sebagai suatu tindakan atau proses setidak- tidaknya memiliki 3 macam fungsi pokok yaitu :

a. Mengukur kemajuan

b. Menunjang penyusunan rencana

c. Memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali. (Sudijono, 2005 : 8)

(21)

5. Pemerintahan Daerah

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Indonesia meliputi pemerintah pust dan pemerintah daerah. Pemerintahan pusat dijalankan oleh presiden, seperti yang diatur dalam pasal 4 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD”. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden dibantu oleh wakil presiden, menteri- menteri, dan kepala lembaga pemerintahan nondepartemen.

Pemerintah Daerah merupakan subsistem dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, untuk itu maka tugas-tugas negara atau pemerintah merupakan tugas- tugas pemerintah daerah juga. Namun tidak semua tugas-tugas ataupun urusan- urusan pemerintahan diserahkan kepada daerah dengan pertimbangan keadaan dan kemampuan daerah serta kepentingan nasional, pada era otonomi setiap daerah harus berusaha menggali potensi yang dimiliki daerah. Sebagaimana yang dimanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Arti Pemerintahan Daerah di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 ayat 2, yaitu Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan

(22)

perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Perangkat Daerah adalah organisasi atau lembaha pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pada Daerah Kabupaten atau Kota, Perangkat Daerah terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Dengan demikian peran pemerintah daerah adalah segala sesuatu yang dilakukan dalam bentuk cara tindak baik dalam rangka melaksanakan otonomi daerah sebagai suatu hak, wewenang, dan kewajiban pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan Peraturan Perundang- Undangan. Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah dibantu oleh Perangkat Daerah yang terdiri dari :

a. Unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam Sekretariat.

b. Unsur pengawas yang diwadahi dalam bentuk Inspektorat.

c. Unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk Badan.

d. Unsur pendukung tugas Kepala Daerah dalam penyususnan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga Teknis Daerah.

e. Unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam Dinas Daerah.

Sementara dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, pada dasarnya ada 4 (empat) asas-asas Pemerintahan Daerah yaitu :

a. Asas Sentralisasi

Asas Sentralisasi adalah sistem pemerintahan dimana segala kekuasaan dipusatkan di pemerintah pusat.

(23)

b. Asas Desentralisasi

Asas Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan daerah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. Asas Dekosentrasi

Asas Dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertikal wilayah tertentu.

d. Asas Tugas Pembantuan

Asas Tugas Pembantuan adalah penguasaan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dan desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk tugas tertentu. Tujuan diberikannya tugas pembantuan adalah :

1) Untuk lebih meningkatkan efektifitas efesiensi penyelenggaraan pembangunan serta pelayanan umum kepada masyarakat.

2) Bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian permasalahan serta membantu mengembangkan pembangunan daerah dan desa sesuai dengan potensi dan karakteristiknya. (Sadu Wasistiono, 2006 : 2).

Dari penjelasan-penjelasan diatas, maka dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan msyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat.

(24)

6. Tugas

Tugas pokok dan fungsi secara umum merupakan hal-hal yang harus bahkan wajib dikerjakan oleh seorang anggota organisasi atau pegawai dalam suatu instansi secara rutin sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan program kerja yang telah dibuat berdasarkan tujuan, visi dan misi suatu organisasi. Setiap pegawai seharusnya melaksanakan kegiatan yang lebih rinci yang dilaksanakan secara jelas dan dalam setiap bagian unit. Rincian tugas- tugas tersebut digolongkan kedalam satuan praktis dan kongkrit sesuai dengan kemampuan dan tuntutan masyarakat. Tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) merupakan suatu kesatuan yang saling terkait. Dalam peraturan perundang- undanganpun sering disebutkan bahwa suatu organisasi menyelenggarakan fungsi-fungsi dalam rangka melaksanakan sebuah tugas pokok.

Menurut Moekijat (1998 : 11), Tugas adalah suatu bagian atau unsur atau satu komponen daru suatu jabatan. Tugas adalah gabungan dari dua unsur elemen atau lebih sehingga menjadi suatu kegiatan yang lengkap. Sedangkan menurut John dan Mary Miner, Tugas adalah kegiatan pekerjaan tertentu yang dilakukan untuk suatu tujuan khusus. Sementara definisi tugas menurut Dale Yoder yaitu tugas digunakan untuk mengembangkan satu bagian atau satu unsur dalam suatu jabatan (dalam Moekijat, 1998 : 9). Menurut Stone mengemukakan bahwa suatu tugas merupakan suatu kegiatan pekerjaan khusus yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

(25)

Didalam Departemen Pemerintah maupun organisasi perangkat daerah, pembagian warna dan corak tugas tersebut diwadahi dalam satuan-satuan kerja atau tugas-tugas pokok diwadahi dalam unit satuan organisasi direktorat jenderal.

Dalam organisasi perangkat daerah, tugas pokok ini diwadahi dalam satuan-satuan organisasi yang disebut dinas-dinas tugas pembantuan atau dwadahi dalam satuan kerja sekretariat jenderal. Dalam suatu instansi atau organisasi, suatu uraian tuga yang jelas diharapkan setiap orang akan memahami dan menerima peran yang ditetapkan baginya, sehingga dapat dan mau melaksanakan tugasnya dengan baik.

Seperti dikemukakan oleh Awaloedin (1984 : 40) : “Salah satu yang harus dimiliki birokrasi yang sehat adalah kejelasan batas setiap wewenang dan tanggung jawab. Pokoknya apa yang biasa disebut “job description”. Hal ini sangat penting, tidak saja dalam struktur birokrasi, tetapi terlebih pada tugas prang-orangnya. Jangan heran kalau melihat banyak pegawai yang menganggur di kantor-kantor. Itu bukan karena malas, tetapi karena batas pekerjaan yang tidak pernah jelas. Namun jangan dikira membuat job description itu gampang, tetapi sangat sulit.

Selama ini secara tidak disadari telah terjadi pembagian tugas dan pendelegasian wewenang yang belum proposional anata unsur staf dan unsur lini.

Fungsi unsur lini bersifat operasional, sedangkan fungsi unsur staf adalah menunjang kegiatan pimpinan dan unsur lini. Masih banyak kegiatan operasional ditangani oleh unsur staf, padahal kegiatan tersebut seharusnya menjadi tugas dinas daerah sebagai unsur lini (Sadu, 2003 : 27). Dalam upaya pembagian tugas,

(26)

terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan yang menurut Sutarto (dalam Haslinda, 2008 : 22) antara lain :

1. Tiap-tiap satuan organisasi hendaknya memiliki rincian aktifitas yang kemudian jelas termuat dalam sebuah deskripsi pekerjaan (Job Description).

2. Tiap-tiap pejabat dari pucuk pimpinan sampai dengan pejabat yang berkedudukan rendah harus memiliki deskripsi pekerjaan.

3. Jumlah tugas yang dibebankan kepada setiap pegawai sebaiknya berkisar 4-12 jenis. Sebab bila pegawai hanya menjalankan satu tugas saja, suatu saat akan merasa jemu.

4. Variasi tugas diupayakan agar tetap saling berkaitan satu sama lain.

Sebab bila pegawai melaksanakan tugas yang jauh berbeda dari fungsinya, maka tugas tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik.

5. Beban aktifitas bagi tiap-tiap satuan organisasi atau beban tugas pegawai, hendaknya merata sehingga dapat dihindarkan adanya ketidakseimbangan dalam menjalankan aktifitas kerjanya.

6. Penempatan pegawai hendaknya dlakukan dengan tepat. Tidak hanya pengetahuan dan keterampilan semata yang dijadikan acuan, akan tetapi jenis kelamin, kekuatan, umur, kesehatan, kejujuran yang merupakan hal penting yang perlu diperhatikan.

7. Penambahan atau pengurangan pegawai hendaknya berdasarkan volume pekerjaan. Apabila jumlah tugas dalam suatu kelompok kerja banyak, maka diperlukan penambahan pegawai dalam kelompok tersebut, dan begitupun sebaliknya.

Khusus pada penelitian ini yang menilai Penanggulangan masalah Persampahan yang merupakan salah satu tugas pokok Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru. Seperti dalam Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah yaitu sebagai berikut:

“Dinas memiliki tugas pokok melaksanakan urusan rumah tangga daerah dan tugas pembantuan dalam bidang peningkatan kebersihan, pengangkutan sampah, dan pengelolaan sampah

(27)

7. Dinas Daerah

Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas Daerah mempunyai tugas melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dinas Daerah adalah unsur pelaksana pemerintah daerah. Daerah dapat berarti Provinsi, Kabupaten, atau Kota. Dinas Daerah menyelenggarakan fungsi : perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya, pemberian perizinn dan pelaksanaan pelayanan umum, serta pembinaan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya. Dinas Daerah Kabupaten/Kota merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah. Dinas Daerah Kabupaten/Kota mempunyai tugas melaksanakan kewenangan desntralisasi. Pada Dinas Daerah Kabupaten/Kota dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah (UPTD) Kabupaten/Kota untuk melaksanakan sebagian tugas Dinas yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa kecamatan. Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah Kabupaten/Kota dimpimpin oleh seorang Kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas dan secara operasional dikoordinasikan oleh Camat seperti yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.

Dalam Hamdi (2006 : 87), menurut PP Nomor 8 Tahun 2003, menetapkan bahwa di Pemerintah Kabupaten/Kota harus ada 14 Kantor Dinas, dan di Pemerintah Provinsi ada 10 Kantor Dinas. Pembentukan Dinas dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagaimana dalam lampiran PP Nomor 8 Tahun 2003.

(28)

Organisasi itu dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975 disebut Dinas Daerah. Misalnya Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, Dinas Pendidikan, dan lain sebagainya (dalam Soejito, 1990 : 32). Menurut Soejito (1990 : 32), Dinas Daerah adalah unsur pelaksana Daerah.

Pembentukan, susunan organisasi dan formasi Dinas Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah, sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Peraturan Daerah itu untuk dapat berlaku memerlukan pengesahan lebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Jabatan-jabatan tertentu biasanya dikumpulkan dalam suatu organisasi yang menjalankan tugas Daerah dari suatu sektor tertentu dari kehidupan masyarakat.

Urusan-urusan yang diselenggarakan oleh Dinas-Dinas Daerah adalah urusan-urusan yang telah menjadi urusan rumah tangga daerah. Pembentukan Dinas Daerah untuk melaksanakan urusan-urusan yang masih menjdi wewenang Pemerintah Pusat dan belum diserahkan kepada Daerah dengan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah menjadi urusan rumah tangga daerah, tidak dapat dibenarkan.

Dinas Daerah Kabupaten/Kota mempunyai tugas melaksanakan kewenangan desentralisasi. Pada Dinas Daerah Kabupaten/Kota dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah (UPTD) Kabupaten/Kota untuk melaksanakan sebagian tugas Dinas yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa kecamatan. Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah Kabupaten/Kota dipimpin oleh seorang Kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas dan secara operasional dikoordinasikan oleh Camat.

(29)

Berikut ini merupakan penelitian terdahulu sebagai bahan rujukan dalam penelitian ini :

Tabel II.1 Penelitian Terdahulu No Nama

Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan

1 2 3 4 5

1 Setia Fajar Maulana (2017)

Evaluasi Pelaksanaan

Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 08 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah (Studi Di Kecamatan Tampan)

a. Meneliti tentang pengelolaan sampah b. Dinas yang

berwenang dalam pengelolaan sampah

a. Lebih berfokus kepada

pelaksanaan peraturan daerah, sedangkan

penelitian saya mengkaji tentang evaluasi

pelaksanaan tugas dari dinas yang berwenang dalam

pengelolaan sampah

b. Lokasi penelitian berbeda

2 Yulia Agusta (2016)

Evaluasi

Pelaksanaan Tugas Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Pekanbaru

Sama-sama meneliti di Dinas

Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru

Lokasi penelitian berbeda

3 Sahnuriana (2016)

Evaluasi

Pelaksanaan Tupoksi Dinas Kebersihan dan Pertamanan dalam Pengelolaan Sampah di kawasan Ratu Kemuning Kabupaten Karimun (Studi Seksi Kebersihan)

Sama-sama meneliti di Dinas

Lingkungan Hidup dan Kebersihan

a. Lebih spesifik kepada tugas dinas

b. Lokasi penelitian berbeda

Sumber : Data Modifikasi Penelitian, 2018

(30)

B. Kerangka Pikir

Kegiatan penanggulangan sampah yang dilakukan bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang bersih dan tetap menjaga keindahan lingkungan sehingga menjadikan lingkungan yang indah dan asri di Kota Pekanbaru, dengan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah pada pasal 5 menyebutkan tugas pemerintah daerah dalam mengelola sampah pada huruf (d) melaksanakan pengelolaan sampah.

Dengan demikian Evaluasi Pelaksanaan Tugas Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru dalam Penanggulangan Sampah sangat penting untuk memelihara lingkungan yang bersih.

Kerangka pikir dalam penelitian ini dibuat dengan bentuk gambar alur atau bagan yang mana dapat menggambarkan bagaimana pemikiran penulis terhadap latar belakang masalah hingga penggunaan teori dalam penelitian ini, untuk lebih jelas mengenai kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

(31)

Gambar II.1 : Kerangka pikir penelitian tentang Evaluasi Pelaksanaan Tugas Dinas Lingkungan Hidup Dan Kebersihan Kota Pekanbaru

Sumber : Modifikasi Penulis, 2018

Evaluasi Pelaksanaan Tugas Dinas Lingkungan Hidup Dan Kebersihan

Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah

STANDAR (Pasal 7 Ayat 6) 1. Peningkatan kebersihan 2. Pengangkutan sampah 3. Pengelolaan sampah

FAKTA

1. Kebersihan yang kurang

meningkat disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah

2. Diangkut tidak sesuai dengan kapasitas perharinya

3. Pengelolaan sampah yang lambat disebabkan kurangnya anggaran sampah

Terlaksana Cukup Terlaksana

Tidak Terlaksana

(32)

C. Konsep Operasional

Konsep operasional dimaksud sebagai alat bantu untuk mempermudah dan memberikan batasan dalam pelaksanaan penelitian terhadap permasalahan yang ditentukan dilapangan agar tidak terjadi kesalahan persepsi, maka pengoperasional variable penelitian ini adalah :

1. Evaluasi yang dimaksud adalah menilai dari pada pelaksanaan tugas Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru.

2. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu salah satu Dinas yang memiliki wewenang terhadap pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru.

3. Tugas pokok dan fungsi Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru yaitu salah satunya melaksanakan sebagian Urusan Pemerintah Daerah Kota di Bidang Lingkungan Hidup dan Kebersihan.

4. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

5. Pemerintahan Daerah dalam penelitian ini adalah Pemerintahan Daerah Kota Pekanbaru.

6. Peraturan Daerah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah.

(33)

7. Pengelolaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

8. TPS bayangan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu Tempat Pembuangan Sampah sementara yang ada di pinggir jalan yang tidak diketahui oleh petugas kebersihan.

9. Sampah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat.

10. Sarana dan Prasarana yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu tempat sampah atau wadah penampungan sampah baik berupa bak/tong/kantong/keranjang sampah yang disediakan atau digunakan oleh penghasil sampah.

11. Pengelolaan sampah yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu setiap orang atau dinas yang melaksanakan pengelolaan sampah.

12. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu keikutsertaan masyarakat dalam aktifitas pengelolaan sampah yang sudah diprogramkan oleh pemerintah.

13. Perlunya mekanisme kauntungan dalam pengelolaan sampah yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu harus adanya kejelasan terhadap saling menguntungkan antara pengelola dan masyarakat.

14. Sistem kelembagaan pengelolaan sampah yang terintegrasi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu pelaksanaan pengelolaan sampah yang sesuai dengan peraturan yang ada.

(34)

15. Petugas Kebersihan adalah setiap orang pribadi yang diberikan tugas oleh pengelola sampah dalam kegiatan pengelolaan sampah.

D. Operasionalisasi Variabel

Selanjutnya dibawah ini dapat dioperasionalisasi variabel yang melihat terhadap penggunaan konsep, variabel, indikator dan item yang dijadikan sebagai penilaian dan dapat diukur dalam mempermudah dalam menganalisa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel II.2 : Operasionalisasi variabel penelitian tentang Evaluasi Pelaksanaan Tugas Dinas Lingkungan Hidup Dan Kebersihan Kota Pekanbaru Dalam Penanggulangan Sampah

Konsep Variabel Indikator Item Penilaian Skala Evaluasi

adalah proses perbandingan antara

standar dengan fakta dan analisis hasilnya (Ndraha, 2011 : 201)

Evaluasi Pelaksana an Tugas

1. Peningkatan kebersihan

2. Pengangkutan sampah

3. Pengelolaan sampah

a. Sosialisasi ke masyarakat b. pemantauan

penumpukkan sampah c. pembersihan

drainase a. armada b. personil c. waktu

a. pengumpulan b. pengangkutan

sampah

a. Terlaksana b. Cukup

Terlaksana c. Tidak

Terlaksana

a. Terlaksana b. Cukup

Terlaksana c. Tidak

Terlaksana a. Terlaksana b. Cukup

Terlaksana c. Tidak

Terlaksana Sumber : Olahan Peneliti, 2018

(35)

E. Teknik Pengukuran

Untuk mendapatkan gambaran dari batasan penelitian yang jelas dan terukur maka perlu ditetapkan ukuran dan indikator variabel. Ukurannya meliputi sebagai berikut :

1. Peningkatan kebersihan, dapat dikategorikan :

Terlaksana : Apabila peningkatan kebersihan mengenai sosialisasi ke masyarakat, pemantauan penumpukkan sampah, dan pembersihan drainase, yang ditetapkan berada pada kategori 67%-100%.

Cukup Terlaksana : Apabila peningkatan kebersihan mengenai sosialisasi ke masyarakat, pemantauan penumpukkan sampah, dan pembersihan drainase, yang ditetapkan berada pada kategori 34% - 66%.

Tidak Terlaksana : Apabila peningkatan kebersihan mengenai sosialisasi ke masyarakat, pemantauan penumpukkan sampah, dan pembersihan drainase, yang ditetapkan berada pada kategori 1%-33%.

(36)

2. Pengangkutan sampah, dapat dikategorikan :

Terlaksana : Apabila peningkatan kebersihan mengenai sosialisasi ke masyarakat, pemantauan penumpukkan sampah, dan pembersihan drainase, yang ditetapkan berada pada kategori 67%-100%.

Cukup Terlaksana : Apabila peningkatan kebersihan mengenai sosialisasi ke masyarakat, pemantauan penumpukkan sampah, dan pembersihan drainase, yang ditetapkan berada pada kategori 34% - 66%.

Tidak Terlaksana : Apabila peningkatan kebersihan mengenai sosialisasi ke masyarakat, pemantauan penumpukkan sampah, dan pembersihan drainase, yang ditetapkan berada pada kategori 1%-33%.

3. Pengelolaan sampah, dapat dikategorikan :

Terlaksana : Apabila peningkatan kebersihan mengenai sosialisasi ke masyarakat, pemantauan penumpukkan sampah, dan pembersihan drainase, yang ditetapkan berada pada kategori 67%-100%.

Cukup Terlaksana : Apabila peningkatan kebersihan mengenai sosialisasi ke masyarakat, pemantauan penumpukkan sampah, dan

(37)

pembersihan drainase, yang ditetapkan berada pada kategori 34% - 66%.

Tidak Terlaksana : Apabila peningkatan kebersihan mengenai sosialisasi ke masyarakat, pemantauan penumpukkan sampah, dan pembersihan drainase, yang ditetapkan berada pada kategori 1%-33%.

Gambar

Tabel II.1 Penelitian Terdahulu  No  Nama
Gambar II.1 :  Kerangka  pikir  penelitian  tentang  Evaluasi  Pelaksanaan  Tugas  Dinas  Lingkungan  Hidup  Dan  Kebersihan  Kota  Pekanbaru
Tabel II.2 :  Operasionalisasi  variabel  penelitian  tentang  Evaluasi  Pelaksanaan Tugas  Dinas  Lingkungan Hidup Dan  Kebersihan  Kota Pekanbaru Dalam Penanggulangan Sampah

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan yang dibuat pada umumnya berupa susunan peraturan perundang-undangan ataupun dalam bentuk program kebijakan untuk mengatur suatu hal yang dianggap

Anak jalanan, tekyan, arek kere, anak gelandangan atau kadang juga disebut secara eufemistis sebagai anak mandiri menurut dari Rano Karno waktu beliau menjabat

Berdasarkan tabel Penelitian Terdahulu diatas banyak perbedaan yang mendasar mengenai penelitian yang akan penulis kaji atau teliti yaitu mengenai Evaluasi

Melalui pendekatan struktur Siagian (1986;7) mendefenisikan organisasi sebagai setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama dengan

Lotulung (1993: 77) menambahkan bahwa pengawasan jika dilihat dari suatu organisasi yang melaksanakan kontrol terhadap pengawasan dapat dibedakan menjadi dua yaitu

Hadari Nawawi (dalam Inu Kencana, 2003 ; 5) Administrasi adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan sebagai proses pengendalian usaha kerja sama sekelompok manusia

Musanef (1984;5) memberikan defenisi pegawai adalah mereka yang secara langsung digerakkan oleh seseorang manajer untuk bertindak sebagai pelaksana yang akan

Kurang Baik : Apabila hasil rata-rata penilaian responden pada kategori baik dengan persentase antara 1% - 33%. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan