• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam suatu perusahaan baik itu perusahaan kecil maupun besar memerlukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. Dalam suatu perusahaan baik itu perusahaan kecil maupun besar memerlukan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Sistem Pengendalian Intern

II.1.1. Pengertian Sistem Pengendalian Intern

Dalam suatu perusahaan baik itu perusahaan kecil maupun besar memerlukan pengendalian intern tanpa terkecuali. Sistem pengendalian intern (internal control) yang diterapkan pada perusahaan akan sangat berguna untuk mencegah terjadinya penyimpangan dari tujuan semula yang akan dicapai ataupun kecurangan – kecurangan.

Selain itu, juga dapat digunakan untuk melacak kesalahan – kesalahan yang sudah terjadi sehingga dapat dikoreksi.

Ada beberapa pengertian yang mencoba menjelaskan mengenai sistem pengendalian intern. Menurut Agoes (2004) mendefinisikan “Sistem pengendalian intern sebagai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa tujuan satuan usaha yang spesifik akan dicapai”(h.57).

Mulyadi (2001) mendefinisikan “Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran – ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen” (h.165).

Berdasarkan definisi sistem pengendalian intern tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem pengendalian intern meliputi kumpulan dari kebijakan, prosedur, struktur organisasi, metode dan ukuran – ukuran yang dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang dikoordinasikan serta ditetapkan untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa tujuan satuan usaha yang spesifik akan dicapai.

(2)

II.1.2. Tujuan Sistem Pengendalian Intern

Menurut Mulyadi (2001), dilihat dari “Tujuannya sistem pengendalian intern dibagi menjadi dua macam yaitu:

a. Pengendalian intern akuntansi (Internal accounting control)

Merupakan bagian dari sistem pengendalian intern, meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran – ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi.

Pengendalian intern akuntansi yang baik akan menjamin keamanan kekayaan para investor dan kreditur yang ditanamkan dalam perusahaan dan akan menghasilkan

laporan keuangan yang dapat dipercaya.

b. Pengendalian intern administratif (Internal administratif control)

Meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran – ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk mendorong efisiensi dan dipatuhinya kebijakan manajemen”(h.166).

II.1.3. Unsur Sistem Pengendalian Intern

Dalam merancang sistem pengendalian intern perlu diperhatikan unsur pokok sistem pengendalian intern. Adapun unsur pokok sistem pengendalian intern yang mengacu pada pendapat Mulyadi (2001) adalah :

a. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas.

Pemisahan tanggung jawab fungsional dalam unit – unit organisasi yang dibentuk sangat penting karena merupakan pengendalian untuk mencegah terjadinya kecurangan – kecurangan. Selain itu, dengan adanya pemisahan tanggung jawab

fungsional, maka akan dapat dilakukan internal check di antara unit organisasi pelaksana.

(3)

b. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya.

Dengan adanya sistem otorisasi dan prosedur pencatatan yang baik dalam suatu perusahaan tentunya akan menjamin dihasilkannya informasi yang dapat dipercaya mengenai kekayaan, utang, pendapatan dan biaya yang dimiliki perusahaan itu sendiri.

c. Praktek yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi.

Dalam pembagian tanggung jawab fungsional, sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak diciptakan cara – cara untuk menjamin praktek yang sehat. Adapun cara – cara umum yang ditempuh perusahaan dalam menciptakan praktek yang sehat seperti penggunaan formulir bernomor urut tercetak, pemeriksaan mendadak, tidak adanya perangkapan tugas, adanya perputaran jabatan, adanya pengambilan cuti bagi

karyawan yang berhak, diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatannya, pembentukan staf intern.

d. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.

Bagaimanapun baiknya sistem, bila tidak ditunjang oleh kejujuran serta kecakapan karyawannya, maka sistem tersebut tidak akan bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Agar memperoleh karyawan yang jujur dan cakap, hal yang perlu dilakukan manajemen adalah sewaktu di mulai dilakukannya penyaringan penerimaan karyawan baru dengan cara wawancara yang ketat mengenai latar

belakang dan pengalaman – pengalaman dari pelamar.

(4)

II.2 Audit Operasional

II.2.1. Pengertian Audit Operasional

Sebelum membahas lebih jauh mengenai pengertian dari audit operasional, sebaiknya kita harus memahami dahulu pengertian dari audit itu sendiri. Menurut Agoes (2004) mendefinisikan “Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan pembukuan dan bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut” (h.1).

Arens dan Loebbecke (2000) mendefinisikan auditing sebagai berikut, “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent independent person” (p.2).

Boynton, Johnson dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe, P.A., Gania, G., dan Budi, I.S. (2002) mendefinisikan, “Auditing adalah suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai asersi – asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi – asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil – hasilnya kepada pihak yang berkepentingan” (h.5).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa auditing merupakan suatu proses sistematis yang dilakukan oleh orang yang independen dalam mengumpulkan dan menilai bahan bukti mengenai pernyataan – pernyataan tentang kejadian ekonomi dengan tujuan untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian antara informasi dimaksud dengan kriteria yang telah ditetapkan serta menyampaikan hasilnya kepada

(5)

pemakai yang berkepentingan.

Akan tetapi definisi auditing yang umum dikenal sebagian besar masyarakat cenderung lebih menitikberatkan pada kewajaran dan dapat dipercayanya informasi keuangan yang mencerminkan aktivitas perusahaan selama periode tertentu, definisi audit seperti inilah yang disebut audit keuangan (financial audit).

Seiring pesatnya persaingan dunia bisnis, perusahaan menuntut kerja keras manajemennya untuk dapat memenuhi kebutuhan akan informasi yang akurat, relevan dan handal khususnya bidang operasional, karena hal ini menjadi sangat dibutuhkan terutama sebagai suatu usaha guna memperoleh laba yang semaksimal mungkin agar dapat bersaing dalam mempertahankan kelangsungan hidup perusahaannya. Oleh sebab mulai dirasakan perlunya pemeriksaan lain selain audit keuangan (financial audit), maka muncul audit operasional (operational audit) dimana audit ini dirasakan manfaatnya bagi perusahaan dalam mengevaluasi kinerja manajemen apakah manajemen telah melakukan kegiatan perusahaan secara efisien dan efektif.

Pengertian audit operasional menurut Agoes (2004) didefinisikan sebagai berikut

“Audit operasional adalah suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akunting dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis” (h.173).

Arens et al. (2000) mendefinisikan operational audit sebagai berikut, “An operational audit is a review of any part of an organizations operating procedures and methods for the purpose of evaluating efficiency and effectiveness. At the completion of an operational audit, recommendations to management for improving operations are normally expected” (p.4).

(6)

Boynton, Johnson dan Kell yang diterjemahkan oleh Budi, I.S., Wibowo, H. (2003) mendefinisikan, “Auditing operasional adalah suatu proses sistematis yang mengevaluasi efektivitas, efisisensi dan kehematan operasi organisasi yang berada dalam pengendalian manajemen serta melaporkan kepada orang – orang yang tepat hasil – hasil evaluasi tersebut beserta rekomendasi perbaikan” (h.498).

Definisi audit operasional menurut Tunggal (2000) sebagai berikut, “Audit operasional sebagai suatu teknik untuk secara teratur dan sistematis menilai atau mengukur efektivitas unit atau pekerjaan dibandingkan dengan standar perusahaan dan dunia usaha dengan mengerahkan tenaga yang bukan ahli dalam bidang yang diteliti dengan tujuan untuk menyakinkan manajemen bahwa sasarannya dilaksanakan dan atau menemukan keadaan yang dapat ditingkat atau diperbaiki” (h.48).

Jadi dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa audit operasional adalah suatu analisa objektif, sistematis, teratur dan terorientasi ke masa depan atas kegiatan – kegiatan dari semua tingkat manajemen guna membantu menajemen dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi suatu unit atau fungsi dalam perusahaan melalui pelaporan kesimpulan audit dan pemberian rekomendasi untuk perbaikan.

II.2.2. Tujuan Audit Operasional

Kegiatan perusahaan semakin lama semakin kompleks, sehingga dibutuhkan suatu audit operational yang dapat membantu manajemen puncak untuk menilai kinerja setiap fungsi didalam perusahaan secara independen dan dapat diandalkan.

Tujuan dilakukannya audit operasional menurut Agoes (2004), adalah sebagai berikut :

1. Untuk menilai kinerja (performance) manajemen dan berbagai fungsi dalam

(7)

perusahaan.

2. Untuk menilai apakah berbagai sumber daya (manusia, mesin, dana, harta lainnya) yang dimiliki perusahaan telah digunakan secara efisien dan ekonomis.

3. Untuk menilai efektivitas perusahaan dalam mencapai tujuan (objective) yang telah ditetapkan top management.

4. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang telah ditetapkan, rencana – rencana, prosedur serta persyaratan peraturan pemerintah.

5. Mengidentifikasi area masalah pontensial pada tahap dini untuk menentukan tindakan pencegahan yang akan diambil.

6. Untuk memberikan rekomendasi – rekomendasi kepada top management untuk memperbaiki kelemahan – kelemahan yang terdapat dalam penerapan struktur pengendalian intern, sistem pengendalian manajeman dan prosedur operasional perusahaan dalam rangka meningkatkan efisiensi, keekonomisan dan efektivitas dari kegiatan operasional perusahaan (h.176).

Pada prinsipnya, audit operasional bertujuan untuk memeriksa efisiensi, efektivitas dan ekonomis suatu fungsi dalam perusahaan dan memberikan saran perbaikan. Dimana pemeriksaan ini dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam suatu perusahaan.

II.2.3. Jenis – Jenis Audit Operasional

Mengacu pada pendapat Arens et al. (2000), jenis audit operasional dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Audit fungsional (functional audit)

Merupakan audit operasional yang berhubungan dengan satu atau lebih fungsi –

(8)

fungsi tertentu dalam suatu organisasi, misalnya fungsi penggajian atau fungsi rekayasa produksi.

2. Audit organisasional (organizational audit)

Suatu audit operasional terhadap unit – unit organisasi seperti departemen, cabang atau anak perusahaan, untuk menyakinkan sejauh mana efisiensi dan efektivitas

fungsi – fungsi tersebut.

3. Audit penugasan khusus (special assignment audit)

Yaitu audit operasional yang timbul atas permintaan manajemen untuk tujuan khusus, seperti penyelidikan terhadap kemungkinan kecurangan (fraud) dalam suatu divisi atau membuat rekomendasi untuk mengurangi biaya suatu barang yang diproduksi.

II.2.4. Tahap – Tahap Audit Operasional

Pelaksanaan audit operasional harus mengikuti tahap – tahap tertentu dalam setiap penugasan walaupun sasaran berbagai audit berlainan. Penemuan harus didukung oleh fakta dan data tertulis. Namun secara umum audit operasional meliputi beberapa tahap. Adapun tahap – tahap audit operasional menurut Tunggal (2000) sebagai berikut : 1. Usulan dan pengenalan

Pertemuan awal auditor dengan manajemen sangat membantu dalam menetapkan hubungan baik antara mereka selama tahap audit. Selama itu auditor mengenali tujuan organisasi. Auditor juga harus mendapatkan dan menelaah informasi lain, seperti aktivitas yang dilaksanakan, tipe pengendalian yang diimplementasi, struktur organisasi dan posisi unit organisasi serta bidang pemisahnya dalam organisasi secara keseluruhan.

(9)

2. Survei pendahuluan

Survei pendahuluan dilakukan pada permulaan audit. Selama tahap ini auditor melakukan penilaian pendahuluan atas aktivitas yang akan diuji, pada tahap ini juga pertanyaan yang relevan dapat diajukan kepada manajemen operasi. Informasi yang diperoleh adalah informasi data keuangan dan statistik, rencana dan anggaran, pengukuran lain serta sistem yang dipercaya oleh manajemen untuk memonitor kinerja. Auditor harus menggunakan kuisioner yang tepat dan bagan arus untuk

mengidentifikasi area yang dimaksud (area of concern).

3. Penelaahan pendahuluan

Pada tahap ini, memberikan pengertian yang lebih lengkap mengenai tipe keterampilan staff dan keahlian yang dibutuhkan untuk melaksanakan audit secara lengkap. Puncak tahap ini adalah merumuskan dan mendesain suatu program yang rinci untuk audit yang lebih mendalam. Program kerja tersebut akan termasuk teknik audit khusus yang akan digunakan.

4. Pengujian yang rinci

Pada tahap ini, kelengkapan dan akurasi data akan ditentukan. Tujuan secara keseluruhan adalah mengidentifikasi area yang akan menjamin perhatian

manajemen. Pengujian audit yang lebih rinci dapat diarahkan terhadap :

a. Apakah sasaran dan tujuan yang akan dicapai dalam anggaran telah diotorisasi ? b. Apakah informasi yang penting dan dapat dipercaya tersedia bagi manajemen tepat pada waktunya dan apakah informasi tersebut digunakan ?

c. Apakah biaya aktivitas operasional secara wajar sepadan dengan manfaat yang dicapai ?

d. Apakah aktivitas operasional mencapai hasil yang dimaksudkan ?

(10)

e. Apakah aktivitas operasional terus menerus memenuhi kebutuhan target yang ditetapkan ?

f. Apakah terdapat suatu kebutuhan yang berkesinambungan untuk aktivitas tersebut ?

Data tersebut dapat diperoleh melalui berbagai sumber yang berbeda dan melalui berbagai teknik seperti pengujian statistik, survei personal, mengirim kuisioner, melaksanakan analisis perbandingan, menilai dan menganalisis informasi keuangan,

memperoleh informasi dari pihak ketiga dan sebagainya.

5. Mengembangkan dan menelaah temuan audit

Auditor harus memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup mengenai aktivitas yang diaudit, agar dapat mengembangkan kriteria pemeriksaan yang memadai. Standar yang digunakan dalam audit operasional dapat diperoleh dari organisasi sendiri ataupun dari industri dimana organisasi tersebut beroperasi.

Standar tersebut mencakup daftar tujuan, sasaran, referensi anggaran, catatan kinerja masa lalu, kebijakan, prosedur, petunjuk atau pedoman ataupun rata – rata dari industri. Diperlukan suatu analisis yang cermat untuk menetapkan temuan pemeriksaan, untuk itu salah satu teknik yang lazim digunakan adalah dengan

menelaah secara keseluruhan semua bahan bukti yang mendukung.

6. Pelaporan

Laporan audit operasional merupakan alat yang formal untuk memberitahukan manajemen puncak temuan auditor yang signifikan serta rekomendasinya.

Sebaiknya laporan ini juga harus jelas tujuan, ruang lingkup, pendekatan umum dan prosedur yang akan digunakan. Semua fakta dan informasi yang relevan terhadap

temuan yang dilaporkan harus dimasukan laporan naratif, bagan tabel dan grafik.

(11)

7. Tindak lanjut setelah pemeriksaan

Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa rekomendasi yang dimasukan dalam laporan pemeriksaan telah dilaksanakan. Apabila manajemen tidak melakukan tindakan korektif yang dimaksudkan, maka carilah penjelasan untuk itu. Penelahaan lebih lanjut dapat dilakukan dalam waktu enam bulan setelah penerbitan laporan pemeriksaan untuk memberikan kesempatan bagi auditor untuk memperoleh umpan balik atas efektivitas dan kesulitan dalam mengimplementasikan rekomendasi auditor (h.15).

II.2.5. Manfaat Audit Operasional

Audit operasional sama pentingnya dengan audit keuangan, karena kedua pemeriksaan ini memiliki manfaat masing – masing bagi perusahaan. Menurut Tunggal (2001) “Manfaat audit operasional adalah sebagai berikut :

1. Memberi informasi operasi yang relevan dan tepat waktu untuk pengambilan keputusan.

2. Membantu manajemen dalam mengevaluasi catatan – catatan, laporan – laporan dan pengendalian.

3. Memastikan ketaatan terhadap ketaatan manajerial yang ditetapkan, rencana – rencana, prosedur dan persyaratan peraturan pemerintah.

4. Mengidentifikasikan area masalah potensial pada tahap dini untuk menentukan tindakan preventif yang akan diambil.

5. Menilai ekonomisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya termasuk memperkecil pemborosan.

6. Menilai efektivitas dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang telah

(12)

ditetapkan.

7. Menyediakan tempat pelatihan untuk personil dalam seluruh fase operasi perusahaan”(h.14).

II.2.6 Perbedaan Audit Operasional Dan Audit Keuangan

Berdasarkan pada pendapat Arens et al. (2000) dijelaskan bahwa terdapat tiga perbedaan utama antara audit operasional dengan audit keuangan, adalah sebagai berikut :

a. Tujuan audit

Perbedaan utama antara audit keuangan dan audit operasional adalah tujuan pengujiannya dimana tujuan audit keuangan lebih ditekankan apakah informasi historis dicatat dengan benar. Sedang, audit operasional menekankan pada kinerja operasi perusahaan di masa mendatang.

b. Distribusi laporan

Untuk audit keuangan, laporan yang diterbitkan ditujukan pada banyak pemakai laporan baik dalam perusahaan maupun luar perusahaan, sedangkan laporan audit operasional lebih ditujukan untuk manajemen perusahaan tersebut.

c. Keterlibatan bidang bukan keuangan

Adapun keterlibatan audit operasional mencakup banyak aspek efisiensi dan efektivitas dalam sebuah perusahaan, oleh karenanya banyak melibatkan berbagai kegiatan yang luas. Sedang, audit keuangan dibatasi hanya pada hal – hal yang langsung mempengaruhi kelayakan penyajian laporan keuangan.

(13)

II.3. Fungsi Pengelolaan Persediaan Dalam Rangka Audit Operasional II.3.1. Pengertian Persediaan

Dalam perusahaan dagang atau industri, biasanya persediaan bahan baku dan persediaan barang jadi atau dagang merupakan komponen aktiva yang cukup besar nilainya serta transaksinya sering terjadi. Pencatatan persediaan menjadi sangat penting, karena bila terjadi kesalahan dalam menentukan nilai persediaan, maka akan berpengaruh terhadap neraca dan perhitungan rugi laba, baik tahun berjalan maupun tahun yang akan datang. Adapun pengertian persediaan menurut Assauri (2000),

“Persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi barang – barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau masih dalam proses maupun menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi” (h.169).

Kieso, Weygandt dan Warfield (2004) menulis mengenai pengertian persediaan sebagai berikut, “Inventories are asset items held for sale in the ordinary course of business or goods that will be used or consumed in the production of goods to be sold”

(p.368).

Menurut Standar Akuntansi Keuangan atau SAK nomor 14 (2002), “Persediaan adalah aktiva :

a. tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, b. dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan, atau

c. dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa” (h.14.1).

Berdasarkan pengertian persediaan diatas dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah barang yang disediakan atau diadakan perusahaan untuk digunakan sebagai bahan dalam proses produksi maupun untuk dijual kembali tergantung dari sifat kegiatan

(14)

perusahaan. Dengan kata lain, berdasarkan jenis usahanya, persediaan dapat dikelompokkan yaitu persediaan yang dimiliki perusahaan dagang adalah persediaan barang dagang (merchandise inventory) dan persediaan yang dimiliki oleh perusahaan manufaktur meliputi persediaan bahan baku, bahan penolong, barang dalam proses dan barang jadi.

II.3.2. Jenis – Jenis Persediaan

Persediaan dalam perusahaan menurut Assauri (2000), dapat dibedakan menurut beberapa cara berdasarkan jenis dan posisi barang di dalam urutan pengerjaan produk sebagai berikut :

1. Persediaan bahan baku (raw materials)

Yaitu persediaan barang yang berwujud yang digunakan dalam proses produksi.

Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber – sumber alam atau dibeli dari pemasok dan atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.

2. Persediaan komponen – komponen rakitan (purchased parts or components stock) Yaitu persediaan barang – barang yang terdiri dari komponen – komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung dirakit dengan komponen lain tanpa melalui proses produksi sebelumnya.

3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies stock)

Yaitu persediaan barang – barang atau bahan – bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam

bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.

(15)

4. Persediaan barang dalam proses (work in process or progress stock)

Yaitu persediaan barang – barang yang merupakan keluaran dari tiap – tiap bagian dalam satu pabrik atau bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi lebih perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.

5. Persediaan barang jadi (finished goods)

Yaitu persediaan barang – barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual maupun dikirim kepada pelanggan – pelanggan ataupun perusahaan lain (h.171).

II.3.3. Sistem Pencatatan Dan Metode Penilaian Persediaan

Mengacu pada pendapat Horngren, Harrison dan Bamber (2002), bahwa ada dua sistem pencatatan persediaan, yaitu :

1. Sistem persediaan perpetual (perpetual inventory system)

Dalam sistem ini, perusahaan mencatat setiap mutasi yang terjadi pada persediaan, sehingga akun persediaan selalu mencerminkan nilai sisa persediaan perusahaan

yang paling akhir.

2. Sistem persediaan periodik (periodic inventory system)

Menurut sistem ini perusahaan tidak mencatat seluruh mutasi yang terjadi dalam akun persediaan. Akibatnya pada akhir periode, perusahaan harus mengadakan penghitungan secara fisik untuk mengetahui jumlah barang yang dimiliki, yang kemudian dikalikan dengan per unit biaya untuk mendapatkan biaya persediaan di

akhir periode.

Selanjutnya, terdapat empat metode biaya yang dapat digunakan dalam menentukan nilai persediaan yang ada, yaitu :

(16)

1. Metode harga pokok spesifik atau specific unit cost

Metode ini disebut juga metode identifikasi spesifik (spesific indentification method). Metode harga pokok spesifik ini didasarkan atas penilaian persediaan yang dipergunakan untuk menilai biaya dari suatu persediaan yang secara spesifik dapat kita identifikasikan.

2. Metode rata – rata tertimbang atau weighted average cost

Metode penilaian persediaan yang didasarkan pada harga pokok rata – rata persediaan dalam suatu periode tertentu. Harga pokok rata – rata tertimbang diperoleh dengan membagi harga pokok barang yang dapat dijual dengan jumlah

barang yang dapat dijual. Metode ini sering juga disebut dengan metode rata – rata.

3. Metode masuk pertama keluar pertama (MPKP) atau first in first out (FIFO) cost Metode untuk memperkirakan persediaan, dimana harga pokok dari barang yang pertama kali masuk yang akan dibebankan pertama kali sebagai harga pokok

penjualan. Persediaan akhir dinilai berdasarkan biaya dari pembelian yang dilakukan paling akhir.

4. Metode masuk terakhir keluar pertama (MTKP) atau last in first out (LIFO) cost Metode penilaian persediaan, dimana biaya persediaan yang paling akhir adalah yang pertama kali dibebankan sebagai harga pokok penjualan. Metode ini

mengakibatkan biaya persediaan akhir dinilai berdasarkan harga beli persediaan yang paling awal.

II.3.4. Tujuan Audit Operasional Atas Fungsi Pengelolaan Persediaan

Persediaan pada umumnya memiliki nilai relatif tinggi dibanding dengan komponen lainnya sehingga sedikit penyimpanan yang terjadi pada komponen ini maka

(17)

akan mengakibatkan kerugian yang relatif material dibanding dengan penyimpanan yang terjadi pada komponen lainnya. Alasan inilah yang menjadi latar belakang mengapa audit operasional atas fungsi pengelolaan persediaan menjadi demikian penting.

Adapun tujuan audit operasional atas fungsi pengelolaan persediaan mengacu pendapat Agoes (2004) adalah :

1. Untuk memeriksa apakah terdapat pengendalian intern (internal control) yang cukup baik atas persediaan.

2. Untuk memeriksa apakah persediaan yang tercantum di neraca betul – betul ada dan dimiliki oleh perusahaan pada tanggal neraca.

3. Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan (valuation) sesuai dengan standar akuntansi keuangan.

4. Untuk memeriksa apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

5. Untuk memeriksa apakah terhadap barang – barang rusak, kurang laku di pasaran dan ketinggalan mode (absolence) sudah dibuat allowance yang cukup.

6. Untuk mengetahui apakah ada persediaan yang dijadikan jaminan kredit.

7. Untuk mengetahui apakah persediaan diasuransikan dengan nilai pertanggungan yang cukup.

8. Untuk mengetahui apakah ada perjanjian pembelian atau penjualan persediaan (purchase or sales commitment) yang mempunyai pengaruh besar terhadap laporan keuangan.

9. Untuk memeriksa apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

(18)

II.4. Fungsi – Fungsi Di Dalam Siklus Dan Pengendalian Intern Pengelolaan Persediaan

Mengacu pada pendapat Arens et al. (2000) bahwa siklus persediaan dan pergudangan dapat dipandang sebagai perbandingan dua sistem yang terpisah tetapi satu sama lain saling berhubungan erat, dimana yang satu menyangkut arus fisik barang – barang (physical flow of goods) dan yang lain berupa biaya – biaya yang berhubungan (related cost). Pada saat persediaan bergerak di sepanjang perusahaan, harus ada pengendalian yang memadai baik atas pergerakan fisiknya maupun atas biaya – biaya yang berhubungan. Hal ini bertujuan agar lebih memahami pengendalian tersebut dan bukti – bukti audit yang dibutuhkan untuk menguji keefektifannya. Berikut akan dijelaskan suatu peninjauan singkat terhadap keenam fungsi yang membentuk siklus persediaan dan pergudangan, yaitu :

a. Memproses order pembelian

Setiap permintaan pembelian (purchase requisitions) digunakan untuk meminta bagian pembelian membuat order atas barang – barang persediaan. Permintaan dapat diajukan oleh pegawai gudang penyimpanan kalau persedian telah mencapai jumlah minimal yang telah ditentukan, order dapat juga dibuat untuk bahan baku yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu pesanan atau order dapat pula diajukan berdasarkan perhitungan persediaan secara periodik oleh orang yang bertanggung jawab akan hal tersebut. Tanpa memperhatikan metode yang digunakan, pengendalian terhadap setiap permintaan pembelian dan order pembelian yang bersangkutan, umumnya dievaluasi dan diuji terlebih dahulu sebagai bagian dari siklus perolehan dan pembayaran.

b. Menerima bahan baku baru

(19)

Penerimaan barang yang diorder merupakan bagian dari siklus perolehan dan pembayaran. Barang yang diterima harus diperiksa kuantitas dan kualitasnya.

Bagian yang menerima membuat suatu laporan penerimaan barang yang menjadi bagian dari dokumentasi yang dilakukan sebelum pembayaran. Setelah inspeksi, barang dikirim ke gudang, dokumen penerimaan dikirimkan ke bagian pembelian, gudang dan hutang usaha.

c. Menyimpan bahan baku

Setelah bahan diterima, lalu disimpan di dalam gudang penyimpanan sampai bahan dibutuhkan untuk kegiatan produksi. Bahan – bahan dikeluarkan dari gudang ke bagian produksi setelah adanya penyerahan permintaan bahan yang disetujui sebagaimana mestinya, order pekerjaan atau dokumen sejenisnya yang menunjukan jenis dan jumlah unit bahan yang dibutuhkan. Dokumen permintaan ini digunakan untuk membukukan catatan persediaan perpetual dan untuk melakukan pemindah bukuan (book transfer) dari perkiraan bahan baku ke dalam barang dalam proses.

d. Memproses barang

Proses pengerjaan barang dalam siklus persediaan dan pergudangan sangat bervariasi untuk masing – masing perusahaan. Struktur pengendalian intern amat dibutuhkan untuk menunjukan profitabilitas relatif dari berbagai macam hasil produksi untuk perencanaan dan pengendalian manajemen dalam menilai persediaan untuk tujuan penyajian laporan keuangan.

e. Menyimpan barang jadi

Setelah barang jadi selesai dikerjakan bagian produksi, penyimpanan dilakukan di gudang menunggu pengiriman. Dalam perusahaan dengan sistem pengendalian intern yang baik, maka akan dilakukan pengendalian fisik atas barang jadi dengan

(20)

memisahkannya dalam beberapa area dengan akses terbatas. Pengendalian barang umumnya dianggap bagian dari siklus penjualan dan penerimaan kas.

f. Mengirim barang jadi

Pengiriman barang jadi merupakan bagian integral dari siklus penjualan dan penerimaan kas. Tiap pengiriman atau pengeluaran barang jadi harus didukung dokumen pengiriman yang diotorisasi dengan memadai.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menjelaskan bahwa ibu menyusui dengan gizi buruk akan mempengaruhi kecukupan ASInya karena tubuh membutuhkan zat gizi yang cukup untuk memproduksi ASI tetapi tubuh

BAB IV: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYELESAIAN KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS TAHUN 2012 YANG MENYEBABKAN KORBAN LUKA BERAT DI WILAYAH POLSEK SUKAGUMIWANG

Jenis pupuk organik yang memberikan pengaruh terbaik yaitu pupuk kotoran kambing terhadap tinggi tanaman, pupuk kotoran sapi dan pupuk kotoran kambing memberikan

ketergantungan keuangan pemerintah daerah terhadap sumber pendapatan daerah dari pendapatan transfer, khususnya dari tahun 2012 hingga 2015. Hasil ini menunjukan

Semasa petempatan awal orang Cina di Kelantan, mereka berhadapan dengan situasi seperti persekitaran yang terdiri dari pelbagai kaum, terutama Melayu dan Siam dan

Dengan demikian, RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Banjarmasin diharapkan dapat. mengkomodasikan dan merumuskan kebutuhan pembangunan kota secara

Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi

Kemudian langkah selanjutnya adalah membuat membuat model wave tank untuk mempermudah dan mendapatkan hasil yang lebih maksimal maka pada permodelam flow-3D