• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis DAS Sambong Dengan Menggunakan Aplikasi GIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis DAS Sambong Dengan Menggunakan Aplikasi GIS"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis DAS Sambong Dengan Menggunakan Aplikasi GIS

Moh Arif Bakhtiar E 1)

1) Dosen Fakultas Teknik Universitas MerdekaMadiun

Abstract

Watershed management becomes an important effort for development and environmental sustainability . With the limited availability of land , accommodations for activities in rural areas will lead resulting in changes in land use . Sambong watershed located in Batang also experiencing the same problem . Utilization of open space is important as a critical watershed reduction category . The purpose of the study was to analyze the use of the appropriate region on the location of the study area using Geographic Information System application . The analysis showed that the watershed Sambong sloped ramps up with a rather steep with most having rainfall 2500-3000 mm / yr and soil type latusol . The results show that the overlay district is used as an area worthy of cultivation . However, please note that in this case the conservation management of the watershed that need to be balanced proportion between farming, buffer and protected areas.

Keywords: watershed, land use , geographic information systems PENDAHULUAN

Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air).

Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggung- punggung dan gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung dan gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai – sungai kecil ke sungai utama (Asdak,Chay,1995:4)

Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik antar sumberdaya alam terutama vegetasi, tanah dan air dengan sumberdaya manusia di DAS dan

segala aktivitasnya untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan jasa lingkungan bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS.

Jumlah DAS Prioritas I (kritis) terus bertambah sejak 30 tahun yang lalu dari 22 DAS tahun 1970 menjadi 36 DAS tahun 1980-an dan sejak tahun 1999 menjadi 60 DAS. Peningkatan jumlah DAS Prioritas I tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan DAS selama ini belum tepat sasaran.

Luas wila yah Kabu pate n Batang 78.86 4 ,16 Ha berpen dud uk sek itar 694.45 3 jiwa atau d eng an k epad a tan 87 9 jiwa per k m 2. Kabup a t en Bata ng m e m i l i k i l a h a n s e l u a s 8 5 . 4 2 5 , 8 4 h e k t a r e m e m p u n y a i h u t a n n e g a r a s e l u a s 18.077,70 ha. Kawasan hutan itu dikelola tiga instansi yaitu Kesatuan PemangkuHutan (KPH) Kendal seluas 5.248,90 ha, KPH Pekalongan Timur seluas 12.642,4ha dan sisanya Kawasan Hutan Konservasi (Cagar Alam) yangdikelola Balai Konservasi Sumber

(2)

Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah. DAS Sambong sebagai salah satu yang melintas di Kabupaten Batang dengan luas 13.253 Ha mempunyai peran yang tidak kecil dalam pengelolaan DAS.

Disatu sisi, karena ketersediaan lahan di kota semakin terbatas, maka pewadahan aktivitas akan merambat ke daerah transisi bahkan ke daerah rural (desa). Terjadinya Urban Sprawl mengakibatkan perubahan fungsi lahan yang sering diidentikkan dengan perubahan dari lahan non terbangun menjadi lahan terbangun.

Perubahan ini akan menyebabkan perubahan siklus hidrologi yang disebabkan oleh perubahan rona kawasan dari lahan non terbangun (Tegalan, hutan, tambak, kebun, tambak garam, padang rumput, sawah irigasi, dan sawah tadah hujan) menjadi kawasan penuh bangunan yang dapat menimbulkan erosi, sedimentasi dan bertambahnya lahan kedap air dan berkurangnya luas daerah resapan air serta semakin besarnya koefisien run off (air larian) yang pada akhirnya menyebabkan banjir karena sungai tidak mampu lagi menampung volume air.

Pemanfaatan ruang terbuka menjadi penting sebagai upaya pengurangan kategori DAS kritis.

Tujuan studi adalah melakukan analisis penggunaan kawasan yang sesuai pada daerah lokasi studi.

METODE PENELITIAN

Ruang lingkup wilayah studi ini meliputi DAS Sambong yang terletak di Kabupaten Batang dengan luas 13.253 Ha serta memiliki batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah utara : Laut Jawa  Sebelah Timur : DAS Kupang  Sebelah Selatan : Kab. Banjarnegara  Sebelah Barat : DAS Boyo

Data Primer

Survey untuk mengumpulkan data primer yang dilakukan adalah observasi (pengamatan lapangan), yaitu merupakan pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan yang dilakukan, ini berarti terhadap data yang diamati harus tidak sekedar dilihat tetapi begitu dilihat langsung diperhatikan, jika perlu ditanya dan dicatat segala sesuatunya. Observasi penelitian meliputi pengamatan terhadap aspek pemanfaatan ruang atau ragam penggunaan lahan di wilayah lokasi studi.

Data sekunder

Data sekunder adalah data yang dikutip dari sumber lain, yang kemungkinan sudah merupakan data dari tangan kedua, ketiga, dan seterusnya.

Teknik Analisis

Pengumpulan basis data dan peta DAS berdasarkan kriteria evaluasi yakni kelerengan, curah hujan dan jenis tanah untuk selanjutnya dilakukan overlay dan dilakukan skoring untuk menentukan kesesuaian penggunaan kawasan dalam DAS Sambong.

Kriteria evaluasi

Variabel yang digunakan adalah kelerengan dengan pembagian 5 kelas interval yakni datar, landai, agak curam dan sangat curam.

Jenis tanah dibagi 5 kelas dengan penggolongan aluvial, latosol, mediteranean, andosol dan regosol.

Curah hujan dibagi 5 kelas dengan penggolongan sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Studi

DAS Sambong yang terletak di Kabupaten Batang memiliki bentuk memanjang dari Selatan ke Utara melintasi beberapa Kecamatan yaitu: Batang, Bandar, Blado, Kandeman, Reban, Tulis, Warungasem dan

(3)

Wonotunggal. Berdasarkan gambar 1, dapat diketahui bahwa DAS Sambong memiliki bentuk memanjang, dimana bentuk DAS seperti ini memiliki laju air

larian yang lebih rendah bila dibandingkan dengan bentuk DAS yang melebar walaupun luas DAS sama.

Gambar 1. Tata Guna lahan DAS Sambong

Sumber: NSAD Kabupaten Batang 2013

Berdasar pada Surat Keputusan

Menteri Pertanian Nomor 837/KPTS/Um/11/1980 dan 683/KPTS/Um/8/1981 tentang kriteria kelas lereng, jenis tanah, dan curah hujan. Kriteria tersebut digunakan

untuk menetapkan suatu wilayah menjadi kawasan lindung, kawasan penyangga, maupun kawasan budidaya berdasarkan pemberian skor pada masing-masing bentang alam berikut

ini:

Tabel 1. Deskripsi kelas lereng dan skornya

No Kelas Kemiringan Deskripsi Skor

1 I 0-8 % Datar 20

2 II 8-15 % Landai 40

3 III 15-25 % Agak Curam 60

4 IV 25-45 % Curam 80

5 V > 45% Sangat Curam 100

(4)

Tabel 2. Deskripsi jenis tanah dan skornya

No Kelas Tingkat Kepekaan

Terhadap Erosi Skor 1 Alluvial, Tanah Glei, Planosol, Hidromorf kelabu Tidak Peka 15

2 Latosol Kurang Peka 30

3 Brown Forest Soil, non calcic brown, mediteranean Agak Peka 45 4 Andosol, laterrite, Grumosol, Pedasol, Podzolik Peka 60 5 Regosol. Litosol, Erganosol, Renzina Sangat Peka 75

Sumber: SK Mentan No 837/KPTS/Um/11/1980 dan 683/KPTS/Um/8/1981 Tabel 3. Deskripsi intensitas hujan dan skornya

No Kelas Deskripsi Skor

1 0 – 1.500 mm/th Sangat Rendah 10

2 1.500 – 2000 mm/th Rendah 20

3 2000 – 2.500 mm/th Sedang 30

4 2.500 – 3000 mm/th Tinggi 40

5 > 3.000 mm/th Sangat Tinggi 50 Sumber: SK Mentan No 837/KPTS/Um/11/1980 dan 683/KPTS/Um/8/1981 Kelerengan

DAS Sambong memiliki kemiringan mulai dari 0% sampai dengan 25%. Namun berdasarkan interval lereng dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu interval 0-8% (landai) dan 15-25% (agak curam).

Berdasarkan analisis skor kesesuaian lahan, maka pada interval 0-8% mendapatkan

skor 20, sedangkan pada interval 15-25% mendapatkan skor 60.

Dapat diketahui bahwa luas kawasan landai mendominasi dibanding dengan luas kawasan agak curam.

Kawasan curam terletak disebelah hilir DAS. Untuk lebih jelas dapat dilihat dari Gambar 2 dibawah.

(5)

Gambar 2. Kelerengan DAS Sambong

Sumber: NSAD Kabupaten Batang 2005

Curah Hujan

Curah Hujan di DAS Sambong bervariasi dari 1500 mm/th hingga 3000 mm/th. Curah hujan sebesar 3000 mm/th terdapat di sebagian besar

wilayah DAS Sambong yaitu:

Kecamatan Reban, Blado, Bandar, Wonotunggal, dan Tulis. Curah Hujan Sebesar 2000-2500 mm/th terdapat di Kecamatan Warungasem. Sedangkan Curah Hujan 1500 mm/th terdapat di Kecamatan Batang dan Kandeman yang merupakan kawasan pesisir.

Berdasarkan analisis skor

kesesuaian lahan, maka:

 pada interval curah hujan 1500-2000 mm/th (rendah) mendapatkan skor 20

 pada interval curah hujan 2000-2500 mm/th (sedang) mendapatkan skor 30

 pada interval curah hujan 3000 mm/th (tinggi) mendapatkan skor 40 Untuk lebih jelas dapat dilihat pada

Gambar 3. Sebagai berikut

.

.

Gambar 3. Curah hujan DAS Sambong

Sumber: NSAD Kabupaten Batang 2013

Interval 0-8% (Skor 20) Interval 15-25% (Skor 60) 1500-2000 mm/th (Skor 20) 2000-2500 mm/th (Skor 30) 300 mm/th (Skor 40)

(6)

Jenis Tanah

Jenis Tanah di DAS Sambong terdiri atas dua jenis yaitu: Alluvial dan Latosol. Jenis Tanah Latosol terdapat di Kecamatan Bandar, Blado, Kandeman, Reban, Tulis, Warungasem dan Wonotunggal. Sedangkan jenis tanah Alluvial terdapat di Kecamatan Batang. Berdasarkan analisis skor kesesuaian lahan, maka:

 Jenis Tanah Latosol memiliki sifat kurang peka terhadap erosi sehingga mendapatkan skor 20  Jenis Tanah Alluvial memiliki sifat

tidak peka terhadap erosi sehingga mendapatkan skor 10 Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 4. dibawah.

Gambar 4. Jenis tanah DAS Sambong

Sumber: NSAD Kabupaten Batang 2013 Alluvial (Skor 10) Latosol (Skor 20)

(7)

Analisis Kesesuaian Lahan

Gambar 5. Overlay kriteria kesesuaian lahan DAS Sambong

Sumber: Analisis, 2013 Berdasar pada Surat Keputusan

Menteri Pertanian Nomor 837/KPTS/Um/11/1980 dan 683/KPTS/Um/8/1981 tentang kriteria kelas lereng, jenis tanah, dan curah hujan. Kriteria tersebut digunakan untuk menetapkan suatu wilayah menjadi kawasan lindung, kawasan penyangga, maupun kawasan budidaya berdasarkan pemberian skor pada masing-masing bentang alam. Berdasarkan total skor dari kelas lereng, jenis tanah, serta intensitas hujan seperti diatas, maka suatu

bentang alam dinyatakan sebagai: a) Kawasan Budidaya, apabila

memiliki total skor < 125

b) Kawasan Penyangga, apabila memiliki total skor 125 – 175 c) Kawasan Lindung, apabila

memiliki total skor > 175

Untuk menghasilkan kesesuaian penggunaan lahan pada DAS Sambong, maka ketiga kriteria (Kelerengan, curah hujan, serta jenis tanah) harus dioverlay sehingga didapatkan pada gambar 5. diatas, perpotongan antar kriteria selanjutnya dapat diberikan skor .

Tabel 2. Skoring kesesuaian lahan

Kelerengan Curah Hujan Jenis Tanah Skor Total

Kesesuaian Interval skor Interval

(mm/th)

Skor Jenis Skor

0-8 % 20 1500-2000 20 Alluvial 10 50 Budidaya 0-8 % 20 2001-2500 30 Latosol 20 70 Budidaya 0-8 % 20 2501-3000 40 Latosol 20 80 Budidaya 15-25 % 60 2501-3000 40 Latosol 20 120 Budidaya Sumber: Analisis 2009 Kelerengan : 0-8% Curah hujan : 1500-2000 mm/th Jns Tanah : Alluvial Kelerengan : 0-8% Curah hujan : 2001-2500 mm/th Jns Tanah : Latosol Kelerengan : 0-8% Curah hujan : 2501-3000 mm/th Jns Tanah : Latosol Kelerengan : 15-25% Curah hujan : 2501-3000 mm/th Jns Tanah : Latosol

(8)

Dari hasil diketahui bahwa kawasan DAS Sambong layak digunakan sebagai kawasan budidaya dilihat dari nilai skor total berada dibawah 125. KESIMPULAN

a) Ditinjau dari kriteria kawasan, DAS Sambong dapat digunakan sebagai kawasan budidaya. Namun demikian perlu diperhatikan pengelolaan dalam hal ini konservasi DAS sehingga perlu proporsi berimbang antara budidaya, penyangga dan kawasan lindung.

b) Terdapat lahan terbangun yang berada disamping sungai sehingga diperlukan penataan yang lebih serius.

c) Lahan terbangun di daerah hulu lebih luas salah faktor penyebabnya adalah kemiringan yang tergolong landai.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Keputusan Menteri Pertanian Nomor

837/KPTS/Um/11/1980 dan Nomor 683/KPTS/Um/8/1981 tentang kriteria kelas lereng, jenis tanah, dan curah hujan

Kodoatie, Robert dan Sugiyanto. 2001.

Banjir beberapa Penyebab dan

Metode Pengendaliannya dalam

Perspektif Lingkungan. Semarang: Pustaka Pelajar

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai

Prahasta, E, 2005, Sistem Informasi Geografis Konsep-Konsep Dasar, Informatika, Bandung.

Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta: ANDI Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Gambar

Gambar 1.  Tata Guna lahan DAS Sambong
Tabel 2. Deskripsi jenis tanah dan skornya
Gambar  3.  Sebagai  berikut                      .
Gambar 4.  Jenis tanah DAS Sambong
+2

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan USLE mampu untuk memprediksi besarnya nilai erosi yang terjadi pada sub DAS Serayu dengan menggunakan faktor-faktor hujan, tataguna lahan, jenis tanah,

Dalam metode Economic Order Quantity (EOQ) ini juga dapat mengetahui jumlah bahan baku yang optimal, penghematan biaya penyimpanan, jumlah persediaan pengaman,

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Maeda (2004), salah satu bakteri agen biokontrol diterapkan pada pemeliharaan larva kepiting (Portunus trituberculatus) dan hasilnya

rugi, kita tidak dapat menilai keuntungan tanpa terlebih dahulu menghitung omset penjualan. Memberi kesempatan untuk berinvestasi saat omset tinggi menggunakan

Ayat (4) “Pengaturan dan penjadwalan pemasangan iklan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk setiap Peserta Pemilu diatur sepenuhnya oleh lembaga penyiaran

Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.” PBM. inilah yang menjadi landasan pembentukan dan keberadaan FKUB.. 38 3) menyalurkan aspirasi ormas

Kriteria penentuan kesesuaian lahan untuk pemukiman yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kemiringan lereng , kerawanan bencana, jenis tanah, curah hujan,

1) Pembelajaran Bertujuan mengembangkan atau mengubah tingkah laku peserta didik. 2) Kegiatan pembelajaran berupa pengorganisasian lingkungan. Lingkungan diartikan secara luas