• Tidak ada hasil yang ditemukan

STATUS ENTOMOLOGI BERDASARKAN INDEKS KEPADATAN VEKTOR DAN INFEKSI TRANSOVARIAL PADA NYAMUK Aedes sp. DI KELURAHAN METESEH KOTA SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STATUS ENTOMOLOGI BERDASARKAN INDEKS KEPADATAN VEKTOR DAN INFEKSI TRANSOVARIAL PADA NYAMUK Aedes sp. DI KELURAHAN METESEH KOTA SEMARANG"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS ENTOMOLOGI BERDASARKAN INDEKS KEPADATAN VEKTOR DAN INFEKSI TRANSOVARIAL PADA NYAMUK Aedes sp. DI KELURAHAN

METESEH KOTA SEMARANG

Armen Zufri; Martini ; Retno Hestinigsih; M. Arie Wuryanto Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro

Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik Email : armen_zufri@yahoo.co.id

Abstract. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a disease caused by Dengue virus. The number of DHF patients in 2016 in the work area of Rowosari Community Health Center is 247 people, IR 289,6 with the highest number of patients in Meteseh Village. The study was conducted to find out the general description of entomological state status of House Index (HI), Container IndexI (CI), Breteau Index (BI), Free Number of larvae (ABJ), Ovitrap Index (OI) of DHF vector as well as detecting transovarial infection in Aedes mosquito Sp. The type of research was descriptive by examining the entomological status of dengue mosquito vector based on HI, CI, BI, ABJ, OI and examination of transovarial infection in Aedes sp. Based on the results of the survey in RW XVI Meteseh Village obtained an average HI of 8.99%, CI 2.88%, BI 16.40%, ABJ 91.01%, OI 35.46% with an average egg density of 10, 23%. Mosquitoes identified as many as 30 tail, found two species Aedes Aedes aegypti as much as 93.33% and Aedes albopictus as much as 6.67%. Transovarial infection in Aedes sp. From the result of transovarial examination with Elisa method got 6 samples of mosquitoes positive dengue virus, with details in RT 01 (1 sample), RT 02 (2 samples), RT 03 (3 samples). For related institutions can advise the community to do PSN actively to decrease vector density and also increase awareness for society to avoid dengue disease.

Keywords :Entomology Status, Aedes sp., DBD Cases

PENDAHULUAN

Penyakit DBD adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus Dengue dan terutama menyerang anak- anak dengan ciri- ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock dan kematian.Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan mungkin juga AedesAlbopictus.Masa inkubasi penyakit ini diperkirakan lebih kurang 7 hari.Penyakit DBD dapat

menyerang semua golongan umur. Serangan wabah umumnya muncul sekali dalam 4 - 5 tahun. Lingkungan dimana terdapat banyak air

tergenang dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang merupakan tempat ideal bagi penyakit tersebut.1

Transmisi virus Dengue pada nyamuk vektor juga dapat terjadi secara

vertikal. Transmisi yang terjadi secara vertikal ini tidak

(2)

kontak antara nyamuk vektor dengan penderita viremia. Mekanisme yang paling umum terjadi pada transmisi vertikal ini adalah ketika virus memasuki tubuh nyamuk lalu menginfeksi ovarium dan kemudian menginfeksi telur yang dihasilkan.2

Tingginya angka kesakitan DBD disebabkan karena adanya iklim tidak stabil dan curah hujan cukup banyak pada musim penghujan yang merupakan sarana perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang cukup potensial. Selain itu juga didukung dengan tidak maksimalnya kegitan PSN di masyarakat sehingga menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD di beberapa kabupaten/kota.3

Pada semester awal 2016 penderita DBD Kota Semarang cukup tinggi dan baru mulai teratasi pada semester kedua.Dibandingkan tahun 2015 terjadi penurunan penderita yang cukup drastis dari 1.737 menjadi 448 pada tahun 2016. Untuk jumlah kematian terjadi sedikit peningkatan kasus 2016 sejumlah 23 dimana sebelumnya pada tahun 2015 sejumlah 21. Puncak kasus DBD Tahun 2016 terjadi di bulan Maret sebanyak 63 penderita. Jika dilihat lebih luas maka tingginya kejadian DBD pada Tahun 2015 dan 2016 terjadi pada periode Januari sampai Juni. Enam dari 10 besar IR DBD tingkat kelurahan adalah kelurahan di Kecamatan Tembalang.4

Puskesmas Rowosari yang wilayah kerjanya mencakup seluruh kecamatan Tembalang menjadi salah satu Puskesmas yang harus memberikan perhatian ekstra terhadap kejadian penyakit DBD. Jumlah penderita DBD pada 3 (tiga) tahun terakhir adalah sebanyak 574 orang dengan perincian 138 orang pada tahun 2014, 105 orang pada

tahun 2015 dan 331 orang pada tahun 2016. Pada tahun 2017 (periode Januari – Maret) sebanyak 56 orang dan jumlah penderita tertinggi ada di Kelurahan Meteseh.5 METODE PENELITIAN

Penelitian adalah penelitian deskriptif. Pada penelitian ini metode yang akan digunakan adalah dengan metode pendekatan cross sectional, dimana penelitian dilakukan dengan cara observasi dan pengumpulan data pada waktu yang bersamaan (point time approach). Dimana tiap subjek penelitian di observasi satu kali dan pengukuran dilakukan terhadap status variabel subjek pada saat penelitian dilakukan.6

Populasi dalam penelitian ini adalah rumah yang ada di RW 16Kelurahan Meteseh.

Sampel pada penelitian ini adalah rumah yang ada di RW 16 Kelurahan Meteseh yang memiliki 8 RT. Jumlah rumah yang ada di RW 16 adalah sebanyak 276 rumah. HASIL PENELITIAN

House Index (HI), Angka Bebas Jentik

Survey jentik dilakukan di RW XVI dengan jumlah rumah/KK yang diperiksa sebanyak 170 rumah/KK yang tersebar di 8 RT.Dari semua rumah/KK yang diperiksa ditemukan 17 rumah/KK yang positif jentik. RT dengan rumah paling banyak positif jentik ada di RT 01 sebanyak 7 rumah/KK dan yang paling kecil atau tidak ditemukan rumah/KK yang positif jentik ada di RT 05, RT 06 danRT 08. Angka HI tertinggi 29,17% ada di RT 01 dan HI terendah 0% ada di RT 05, RT 06 dan RT 08.

Dari hasil survey dan pengamatan di seluruh RT yang ada di RW XVI Kelurahan Meteseh didapatkan ABJ tertinggi 100%

(3)

terdapat di RT 05, RT 06 dan RT 08, sedangkan ABJ terendah 70,83% di RT 01.

Tabel 1.House Index dan Angka Bebas Jentik di RW XVI Kel. Meteseh, Kec. Tembalang Kota Semarang tahun 2017 R T Rmh diprks a Rmh (+) Jentik Rum ah (-) Jenti k HI ABJ 1 24 7 17 29,1 7 70,8 3 2 26 1 25 3,85 96,1 5 3 33 4 29 12,1 2 87,8 8 4 17 2 15 11,7 6 88,2 4 5 23 0 23 0 100 6 10 0 10 0 100 7 20 3 17 15 85 8 17 0 17 0 100 170 17 153 8,99 91,0 1

Container Index (CI)

Jumlah total kontainer dengan air yang diperiksa di RW XVI sebanyak 953. Kontainer terbanyak diperiksa ada di RT 03 dengan 194 kontainer dan yang paling sedikit ada di RT 06 sebanyak 48 kontainer. Dari 170 rumah/KK di 8 RT yang dilakukan pemeriksaan, jumlah kontainer terbanyak positif jentik ada di RT 01 dengan jumlah sebanyak 11 kontainer, sedangkan yang terendah atau tidak ditemukan adanya infestasi jentik terdapat di beberapa RT, yakni RT 05, RT 06 dan RT 08. Angka CI tertinggi sebesar 8,94% ada di RT 01, sedangkan angka CI terendah dengan persentase 0 terdapat di 3 (tiga) RT, masing-masing di RT 05, RT 06 dan RT 08. Tabel 2. Angka Container Index di RW XVI Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang Kota Semarang tahun 2017 RT Container diperiksa Cont. (+) Jentik CI 1 123 11 8,94 2 133 1 0,75 3 194 7 3,61 4 99 6 6,06 5 136 0 0,00 6 48 0 0,00 7 135 5 3,70 8 85 0 0,00 Ttl 953 30 2,88

Breteau Index (BI)

Jumlah rumah/KK yang di periksa ada sebanyak 170 rumah/KK. Kontainer diperiksa yang positif jentik tersebar di 5 RT sedangkan di 3 RT lagi tidak ditemukan adanya kontainer yang positif jentik. Angka BI tertinggi 45,83 ada di RT 01 dan terendah 0 ada di RT 05, RT 06 dan RT 08 Tabel.3 Angka Breteau Index RW XVI Kelurahan Meteseh, Kec. Tembalang Kota Semarang tahun 2017 RT Jumlah Rumah/KK Container (+) Jentik BI 1 24 11 8,94 2 26 1 0,75 3 33 7 3,61 4 17 6 6,06 5 23 0 0,00 6 10 0 0,00 7 20 5 3,70 8 17 0 0,00 Total 170 30 16,40

Ovitrap Index (OI)

Hasil pengamatan, ditemukan ovitrap yang positif terdapat telur nyamuk ada di semua RT. Ovitrap yang terpasang di seluruh RT berjumlah 340 buah, tersebar di 170 rumah dengan ketentuan satu buah berada di dalam rumah dan satu di luar (teras).

Jumlah ovitrap positif dapat diketahui nilai ovitrap indeks dan kepadatan telur nyamuk Aedes sp. dari masing-masing lokasi.Ovitrap

(4)

Index tertinggi ada di RT 5 sebesar 47,73% dan terendah ada di RT 4 sebesar 20,59%. Indeks Kepdatan telur tertinggi ada di RT 3 sebesar

16,45 dan yang terendah ada di RT 4 sebesar 5,47.

Tabel.4 AngkaOvitrap Index di RW XVI Kelurahan Meteseh,Kecamatan Tembalang Kota Semarang tahun 2017 RT Ovitrap di pasang Ovitrap Terkumpul Ovitrap (+) OI Jml Telur Kepadatan Telur (%) 1 48 44 15 34,09 429 9,75 2 52 48 18 37,50 600 12,5 3 66 62 24 41,94 1020 16,45 4 34 34 7 20,59 186 5,47 5 46 44 21 47,73 464 10,55 6 20 20 7 35 151 7,55 7 40 38 12 31,58 307 8,08 8 34 34 12 35,29 392 11,53 Total 340 324 118 35,46 3.549 10,23

Identifikasi Nyamuk Aedes sp. Telur yang didapatkan dari hasil pemasangan ovitrap selanjutnya di kolonisasi. Jumlah telur yang didapatkan dari semua lokasi pemasangan sebanyak 3.549 butir, kemudian dilakukan perendaman untuk menetaskan telur-telur tersebut.

Setelah telur mengalami siklus hidup sempurna, (telur-jentik-pupa-nyamuk dewasa), selanjutnya dilakukan pemeriksaan/identifikasi untuk mengetahui spesies dan jenis kelaminnya.Dari hasil identifikasi diperoleh hasil dua spesies edes yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Tabel. 5 Hasil Identifikasi Nyamuk Aedes sp. di RW XVI Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang Kota Semarang tahun 2017 RT

Jumlah Nyamuk di Periksa

Hasil identifikasi

Ae. aegypti Ae. Albopictus

Jantan Betina % Jantan Betina %

1 4 3 0 75 0 1 25 2 4 2 2 100 0 0 0 3 6 1 4 83,33 0 1 16,67 4 2 1 1 100 0 0 0 5 4 1 3 100 0 0 0 6 2 1 1 100 0 0 0 7 4 1 3 100 0 0 0 8 4 1 3 100 0 0 0 Total 30 11 17 93,33 0 2 6,67

Infeksi Transovarial Pada Nyamuk Aedes sp. Pada penelitian ini

menemukan bahwa ada infeksi transovarial virus dengue pada

Kelurahan Meteseh.Indeks Transmisi Transovarial (ITT) dihitung untuk mengetahui besarnya angka

(5)

Tabel 4.9 Hasil Pemeriksaan Transovarial Nyamuk Aedes sp. di RW XVI Kelurahan Meteseh Kecamatan Tembalang Kota Semarang tahun 2017. Dari 15 sampel dimana 1 sampel terdiri dari ± 40 ekor nyamuk, hasil pemeriksaan transovarial dengan

metode ELISA didapatkan 6 sampel nyamuk yang positif virus dengue. dengan perincian di RT 01 (1 sampel), RT 02 (2 sampel), RT 03 (3 sampel). ITT untuk RW XVI Kelurahan Meteseh adalah sebesar 40%

Tabel. 6 Hasil Pemeriksaan Transovarial Nyamuk Aedes sp. di RW XVI Kelurahan Meteseh

Kecamatan Tembalang Kota Semarang tahun 2017 RT Jumlah Sampel diperiksa Hasil Pemeriksaan Positif % Negatif % 1 2 3 4 5 6 7 8 2 2 3 1 2 1 2 2 1 2 3 0 0 0 0 0 50 100 100 0 0 0 0 0 1 0 0 1 2 1 2 2 50 0 0 100 100 100 100 100 Total 15 6 (40%) 31,25 9 (60%) 68,75

Dari keadaan ini dapat dilihat bahwa kasus DBD yang terjadi, sebagian besar terdapat pada RT

yang positif terinfeksi transovarial pada nyamuk Aedes sp. Secara detil dapat dilihat pada tabel 4.11berikut : Tabel. 7 Distribusi kasus DBD di RW XVI Kelurahan Meteseh Kecamatan Tembalang

Kota Semarang tahun 2017

RT Hasil Pemeriksan Transovarial Jumlah Kasus

DBD Positif Negatif 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 0 0 0 0 0 1 0 0 1 2 1 2 2 0 3 1 0 0 0 0 1 Total 6 9 5 PEMBAHASAN

Status Entomologi Vektor DBD Berdasarkan House Index (HI), Angka Bebas Jentik (ABJ), Container Index (CI), Breteau Index (BI) dan Ovitrap Indeks (OI)

Persentase angka HI lebih menggambarkan penyebaran nyamuk disuatu wilayah. Suatu daerah dianggap berisiko tinggi terhadap penyebaran penyakit DBD, apabila HI >5%, sedangkan berisiko rendah HI<1%. Nilai rata-rata HI di

(6)

RW XVI Kelurahan Meteseh yaitu 8,99%. Jika merujuk pada standar yang ditetapkan WHO, HI di RW XVI Kelurahan Meteseh tergolong dalam kategori berisiko tinggi yaitu >5% dan pada parameter WHO Density Figure berada pada skala 3.7

Dalam menentukan status bebas DBD di dalam suatu wilayah saat ini masih menggunakan indikator ABJ. ABJ akan dikatakan baik jika nilai tersebut > 95% dari total rumah yang diperiksa. ABJ sendiri merupakan perpaduan antara HI,CI, danBI sehingga dapat diketahui nilai dari masing-masing berdasarkan rumah, kontainer dan keduanya. Nilai rata-rata ABJ di RW XVI Kelurahan Meteseh adalah 91,01%, keadaan ini dapat menjadi indikator bahwa kepadatan jentik masih tinggi.8

Persentase angka CI sebagai informasi tentang banyaknya jumlah penampungan air yang positif ditemukan larva. CI sebenarnya kurang memberikan manfaat dilihat dari sudut pandang epidemiologi, karena hanya mengungkapkan persentase TPA yang positif larva (perindukan Aedes sp.). Nilai rata-rata CI di RW XVI Kelurahan Meteseh adalah 2,88%, merujuk pada angka DF dari standar WHO ini berada pada skala 2. Hal ini menunjukan bahwa kontainer yang positif larva tidak terlalu banyak yang menjadi tempat perkembangbiakan larva Aedes sp. vektor DBD.9

Dari keseluruhan kontainer dengan air di RW XVI Kelurahan Meteseh, jumlah kontainer yang positif jentik berjumlah 30 dengan nilai rata-rata BI sebesar 16,40%. Bila nilai BI<50 berarti daerah tersebut mempunyai risiko rendah untuk terjadinya transmisi virus, bila BI >50 maka daerah tersebut mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya transmisi virus. Selain

untuk menunjukkan hubungan antara kontainer rumah yang positif jentik, BI juga bisa untuk menyatakan kepadatan nyamuk yang memberikan informasi yang paling baik untuk melihat berbagai macam kontainer yang sangat potensial sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk.10

Salah satu upaya untuk memutus siklus perkembangan nyamuk itu dapat dilakukan dengan pemasangan ovitrap, atau perangkap telur dan larva nyamuk, khususnya untuk Aedes Aegypti. Ovitrap telah umum digunakan dan diproduksi secara massal di Singapura dan Malaysia. Di sana, ovitrap dikenal dengan nama Mosquito Larvae Trapping Device (MLTD). Ovitrap berarti perangkap telur (ovum= telur, trap= perangkap) terbukti menekan pertumbuhan nyamuk hingga 50%. Ovitrap dapat juga untuk mendeteksi adanya Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus dimana kepadatan populasinya rendah dan survey jentik kebanyakan tidak produktif. Ovitrap dapat digunakan untuk mengevalusi keberhasilan pengendalian vektor dan memperkirakan kepadatan populasi nyamuk.11

Pemasangan Ovitrap atau perangkap telur untuk mengetahui kepadatan telur nyamuk yang dihitung berdasarkan ovitrap index (OI) yang dilakukan dengan interval waktu lima sampai enam hari dengan satu kali pemasangan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata OI sebesar 35,46%.12

Nilai ini termasuk dalam kategori level 3 (nilai OI 20-40%). Tindakan pengendalian yang layak dilakukan untuk level 3 ini adalah penggunaan larvasida dan insektisida untuk nyamuk dewasa. Parameter OI lebih sensitif

(7)

dibandingkan BI dalam mendeteksi keberadaan vektor. Secara umum ovitrap merupakan metode monitoring sederhana dan mudah karena jumlah telur yang diletakkan di perangkap standar dalam periode waktu tertentu akan memberikan ukuran relatif dari jumlah nyamuk di daerah yang sama. Oleh karena itu, disarankan bahwa pemasangan ovitrap di lokasi penelitian dapat menghasilkan monitoring yang efektif untuk keberadaan vektor dalam keadaan nilai BI rendah. Ovitrap tidak memberikan estimasi kepadatan populasi Aedes sp., tetapi dapat memberikan informasi perubahan relatif pada populasi nyamuk betina.13

Jumlah ovitrap positif dapat diketahui nilai ovitrap indeks dan kepadatan telur nyamuk Aedes sp. dari masing-masing lokasi. Ovitrap Index tertinggi ada di RT 5 sebesar 47,73% dan terendah ada di RT 4 sebesar 20,59%. Indeks Kepdatan telur tertinggi ada di RT 3 sebesar 1.645,16% dan yang terendah ada di RT 4 sebesar 547,06%.

Identifikas Nyamuk Aedes sp. Jumlah nyamuk hasil dari identifikasi antara dua spesies Aedes, menunjukkan Aedes aegypti lebih banyak ditemukan daripada Aedes albopictus. Keadaan ini dipengaruhi oleh ovitrap yang dipasang sebelumnya, dimana dari ovitrap yang berhasil dikumpulkan sebanyak 324 dari 340 yang dipasang ada yang hilang atau tidak kembali sebanyak 16 ovitrap yang semuanya dipasang diluar rumah.

Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vektor DBD

dapat dikendalikan

keberadaannya.Pengendalian vektor dilakukan untuk mengurangi atau menekan populasi vektor serendah-rendahnya sehingga tidak berarti lagi

sebagai penular penyakit dan menghindari terjadinya kontak antara vektor dan manusia. Pengendalian terhadap vektor penyakit dapat dilakukan dengan cara alami dan buatan. Pengendalian alami meliputi pengendalian yang berhubungan dengan faktor geografs, perubahan musim dan iklim, angin, predator, dan hama, sedangkan dengan cara buatan terdiri atas pengendalian mekanik, kimiawi, fisik, hayati dan genetika. Pengendalian yang sering dilakukan adalah secara fogging, yaitu pengasapan yang dilakukan terhadap imago.14

Infeksi Transovarial Pada Nyamuk Aedes sp.

Hasil penelitian yang menunjukkan adanya infeksi transovarial pada nyamuk Aedes sp. membuktikan bahwa telah terjadi penularan virus dengue secara vertikal dari induk ke telur nyamuk.

Terdapat tiga cara penularan transovarial arbovirus pada nyamuk, yaitu: (1) Nyamuk betina yang belum terinfeksi menghisap darah inang viremik, kemudian virus mengalami replikasi dalam nyamuk dan telur yang terinfeksi, menghasilkan larva yang infeksius; (2) Nyamuk betina yang belum terinfeksi kawin dengan nyamuk jantan yang terinfeksi secara transovarial. Selama nyamuk kawin, terjadi penularan secara seksual, yang berakibat ovarium nyamuk betina tersebut terinfeksi virus; (3) Nyamuk betina mengalami infeksi virus pada jaringan ovariumnya dan terpelihara sampai generasi berikutnya secara genetik.1

Angka Infeksi Transovarial di RW XVI Kelurahan Meteseh sebesar 40%. Telur yang dikolinisasi dari 8 (delapan) RT sebanyak 15 kelompok, 6 (enam) diantaranya

(8)

positif mengandung virus dengue yang tersebar di RT 1, RT 2, RT 3

Dalam penelitian Hartanti D M di daerah Tebet Jakarta Selatan yang merupakan prevalensi DBD tertinggi di Indonesia, ditemukan bahwa ada transmisi transovarial virus dengue pada vektor DBD lokal. Meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan antara daerah dengan DHF tertinggi dan terendah prevalensi di tahun 2009 di Kecamatan Tebet.15

KESIMPULAN

Status Entomologi berdasarkan House Index, Angka Bebas Jentik,Container Index, Breteau Index, Ovitrap Indextermasuk dalam kategori tinggi. Nyamuk yang diidentifikasi sebanyak 30 ekorditemukan dua spesies, Aedes aegypti sebesar 93,33%dan Aedes albopictus hanya sebesar 6,67%.

Infeksi Transovarial pada nyamuk Aedes sp. dari hasil pemeriksaan transovarial dengan metode ELISA didapatkan 6 sampel nyamuk yang positif virus dengue.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sorisi AMH. Transmisi Transovarial Virus Dengue Pada

Nyamuk Aedes spp

Epidemiologi. J Biomedik. 2013;5(1):23

2. Siregar FA. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara; 2004

3. Pramestuti, Nova;Widiastuti D, Raharjo J. Transmisi Trans-Ovari Virus Dengue Pada Nyamuk Aedes aegypti dan

Aedes albopictus Di Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2013;12(3):187–94 4. Dinas Kesehatan Kota

Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang 2015. www.dinkes.semarangkota.go.id .go.id. diakses pada tanggal 24 Maret 2017

5. Puskesmas Rowosari. Laporan Penderita DBD tahun 2017 6. Notoatmodjo N. Metode

Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rhineka Cipta; 2010

7. Wati PNA. Survei Entomologi Dan Penentuan Maya Index Di Daerah Endemis DBD Di Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. J Med Respati. 2015;X(3):77 8. Rida, M R;Rahayu, N;Rosvita, N

A;Setyaningtyas DE. Hubungan kondisi lingkungan dan kontainer dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di daerah endemis demam berdarah dengue di kota Banjarbaru. J Buski. 2013;4(3):133–7

9. Nomitasari, D;Saraswati, L D;Ginandjar P. Perbedaan praktik PSN 3M Plus di Kelurahan Percontohan Dan Non Percontohan Program Pemantauan Jentik Rutin Kota Semarang. Jurnal Entomologi Indonesia. 2012;9(1):32–7 10. Sambuaga JVI. Status

Entomologi Vektor Demam Berdarah Dengue Di Kelurahan Perkamil Kecamatan Tikala

(9)

Kota Manado Tahun 2011. J

Kesehat Lingkung.

2011;1(1):54–61.

11. Latifa, N K;Arusyid, W B;Iswidaty, T;Sutiningsih D. Pengaruh Ovitrap Sebagai Monitoring Keberadaan Vektor Aedes sp di Kelurahan Bulusan Kecamatan Tembalang Kota Semarang. J Ilm Mhs. 2013;3(1):26–9

12. Candra A. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi , Patogenesis , dan Faktor Risiko Penularan. Aspirator. 2010;2(2):110–9

13. Sunaryo; Pramestuti N. Surveilans Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nas. 2014;8(8):423–9

14. Yasmin Y, Fitri L. Perubahan Morfologi Larva Nyamuk Akibat Pemberian Larvasida Bakteri Kitinolitik. Jurnal Entomologi Indonesia. 2013;10(1):18–23. 15. Hartanti MD, Tirtadjaja IA.

DengueVirus Transovarial Transmission By Aedes Aegypti. Universa Med. 2010;29(2):65– 70

Gambar

Tabel  1.House  Index  dan  Angka  Bebas  Jentik  di  RW  XVI  Kel.
Tabel 4.9  Hasil Pemeriksaan  Transovarial  Nyamuk  Aedes  sp.  di  RW    XVI  Kelurahan  Meteseh  Kecamatan  Tembalang  Kota  Semarang  tahun  2017

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan rumusan yang penulis kemukakan, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang proses pembelajarannya menggunakan model

Sebagai contoh, bila simpul pada graf merepresentasikan kota dan bobot sisi merepresentasikan jarak antara 2 kota yang mengapitnya, maka algoritma Dijkstra dapat

be developed also increased. By promoting the regional tourism and using the local mass medias. The function of local television is becoming the promotion media for local product.

Seharusnya perilaku berboncengan dan pergi bersama merupakan perilaku yang tidak boleh dilakukan oleh pasangan tunangan, dengan berdasarkan pada kebiasaan yang dilakukan oleh

aegypti sebagai vektor dengue (dengan mengetahui adanya transmisi transovarial dan serotipe virus) serta uji kerentanan larva dan nyamuk terhadap insektisida di Kecamatan

kualitatif secara lebih merata untuk melayani aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi hasil peternakan; 4) Peningkatan kualitas SDM peternak dan aparat untuk

Interaksi sosial pada komunitas CB terjalin dengan baik, mereka sering melakukan kegiatan sosial dan touring antar kota untuk mempererat kebersamaan dan tali persaudaraan. Jika

Meskipun hasil yang didapat dari penelitian tersebut kurang memuaskan hati peneliti, namun dari hasil tersebut pula peneliti dapat mengetahui tingkat kondisi fisik