• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASTERPLAN PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MASTERPLAN PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH 2016"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

MASTERPLAN PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

© 2016

Diterbitkan oleh:

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah Jl. Jenderal Gatot Soebroto “TARUBUDAYA”

Telp. 024 - 6921023, Fax. 024 – 6921397, Ungaran 50501 Penanggung Jawab

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah Pelaksana Editor

Sub Bagian Program

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah Penulis

Tim Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan

Tim Undip

Prof.Dr.Ir. Mukh Arifin, M.Sc Prof.Dr. Edy Rianto, M.Sc. Prof.Dr. Edjeng Suprijatna, M.P. Dr.Ir. Siswanto Imam Santoso, M.P.

Agung Subrata, S.Pt., MP. Editor

Ir. Suyatno

Hartadi Prasetyo, S.Pt, M.Si. Pengolah Data

Prasetyo Nugroho, S.Pt, M.Si. Athoillah, S.Pt.

Drh. Edy Dharma. Desain Cover Dwi Retno Utami, S.Pt. Prasetyo Nugroho, S.Pt, M.Si.

Kontak

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah Sub Bagian Program

Email : dinakkeswan@jatengprov.go.id WEB : http//dinakkeswan.jatengprov.go.id

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran ... 3

1.3. Dasar Hukum ... 4

1.4. Pengertian ... 5

1.5. Ruang Lingkup ... 7

II. METODE DAN KERANGKA KERJA ... 8

2.1. Kerangka Pemikiran ... 8

2.2. Kegiatan ... 8

III. POTENSI SUMBERDAYA PETERNAKAN PROVINSI JAWA TENGAH ... 10

3.1. Potensi Sumber Daya Peternakan ... 10

3.2. Potensi Perbibitan dan Budidaya Ternak Di Jawa Tengah ... 21

3.3. Potensi Investasi, Kelembagaan Bidang Peternakan Di Jawa Tengah ... 34

3.4. Kesehatan Ternak ... 49

3.5. Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) ... 62

IV. SWOT ANALISIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ... 70

4.1. Analisis SWOT ... 70

(6)

v

V. PENGEMBANGAN KOMODITAS TERNAK ... 80

5.1. Kabupaten Cilacap ... 80 5.2. Kabupaten Banyumas ... 81 5.3. Kabupaten Purbalingga ... 82 5.4. Kabupaten Banjarnegara ... 84 5.5. Kabupaten Kebumen ... 85 5.6. Kabupaten Purworejo ... 87 5.7. Kabupaten Wonosobo ... 88 5.8. Kabupaten Magelang ... 89 5.9. Kabupaten Boyolali ... 90 5.10. Kabupaten Klaten ... 92 5.11. Kabupaten Sukoharjo ... 93 5.12. Kabupaten Wonogiri ... 93 5.13. Kabupaten Karanganyar ... 94 5.14. Kabupaten Sragen ... 95 5.15. Kabupaten Grobogan ... 96 5.16. Kabupaten Blora ... 97 5.17. Kabupaten Rembang ... 98 5.18. Kabupaten Pati ... 98 5.19. Kabupaten Kudus ... 99 5.20. Kabupaten Jepara ... 100 5.21. Kabupaten Demak ... 101 5.22. Kabupaten Semarang ... 101 5.23. Kabupaten Temanggung ... 102 5.24. Kabupaten Kendal ... 103 5.25. Kabupaten Batang ... 104 5.26. Kabupaten Pekalongan ... 105 5.27. Kabupaten Pemalang ... 105 5.28. Kabupaten Tegal ... 106 5.29. Kota Brebes ... 107 5.30. Kota Magelang ... 108

(7)

vi 5.31. Kota Surakarta ... 109 5.32. Kota Salatiga ... 110 5.33. Kota Semarang ... 111 5.34. Kota Pekalongan ... 112 5.35. Kota Tegal ... 113

VI. ARAH DAN KEBIJAKAN ... 114

6.1. Isu Strategi dalam Pengembangan Kawasan Peternakan ... 114

6.2. Arah dan Kebijakan ... 114

6.3. Model Pengembangan ... 116

6.4. Kebijakan dan Program Pengembangan ... 116

6.5. Kebijakan Operasional ... 118 6.6. Program Pengembangan ... 121 VII. PENUTUP ... 127 DAFTAR PUSTAKA ... 131 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 132

(8)
(9)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Perkembangan Populasi Ternak di Jawa Tengah

Tahun 2013-2014 ... 10

Tabel 3.2. Perkembangan Produksi Daging (Karkas+edible oval) di Jawa Tengah Tahun 2013-2014 ………….

... 11

Tabel 3.3. Perkembangan Produksi Susu di Jawa Tengah Tahun 2013-2014 ...

... 12

Tabel 3.4. Perkembangan Produksi Telur di Jawa Tengah Tahun 2013-2014 ... ...

13

Tabel 3.5. Perkembangan Produksi Hasil Ternak Lainnya di

Jawa Tengah Tahun 2013-2014 ... 14

Tabel 3.6. Perkembangan Pemotongan Ternak di

Jawa Tengah Tahun 2013-2014 ... 15

Tabel 3.7. Perkembangan Ternak Tercatat di

Jawa Tengah Tahun 2013-2014 ... 16

Tabel 3.8. Perkembangan Pemotongan Ternak Tidak

Tercatat di Jawa Tengah Tahun 2013-2014 ……… 16

Tabel 3.9. Perkembangan Pengeluaran Ternak dan Hasilnya

diJawa Tengah Tahun 2013-2014 ... 17

Tabel 3.10. Perkembangan PemasukanTernak dan Hasilnya

ke Jawa Tengah Tahun 2013-2014 ... 18

Tabel 3.11. Konsumsi Hasil Ternak dan Protein Hewani di

Jawa Tengah Tahun 2013-2014* ... 19

Tabel 3.12. Perkembangan PDRB Subsektor Peternakan di

Jawa Tengah Tahun 2012-2013 ... 20

Tabel 3.13. Usulan Perwilayahan Sumber Bibit Provinsi

Jawa Tengah Tahun 2014 ... 28

Tabel 3.14. Hasil Pelaksanaan IB dan Kelahiran IB

(10)

viii

Tabel 3.15. Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Kebuntingan

(PKB) di Jawa Tengah ... 31

Tabel 3.16. Target dan Realisasi Produksi Semen Beku

Tahun 2013 dan Tahun 2014 ... 32

Tabel 3.17. Rekomendasi Pemasukan Ternak/Benih/Bibit Ternak Tahun 2014 ………. ...

35

Tabel 3.18. Rekomendasi Izin Pengeluaran Ternak Tahun

2014 ………... 36

Tabel 3.19. Rekomendasi Pemasukan Produk Hasil Ternak

Tahun 2014 ……... 37

Tabel 3.20. Data Rekomendasi Pengeluaran Produk Hasil

Ternak Tahun 2014 ... 39

Tabel 3.21. Rekomendasi Hewan Kesayangan Tahun 2014 ... ....

42

Tabel 3.22. Rekomendasi Pendaftaran Pakan Tahun 2014

………... 43 Tabel 3.23. Jenis Pelatihan dan Jumlah Peserta Tahun 2014

………... 48 Tabel 3.24. Pelaksanaan Pengawasan Lalulintas Ternak

………... 56 Tabel 3.25. Kegiatan Pelayanan Kesehatan Hewan Oleh

Puskeswan ... 58

Tabel 3.26. Rekapitulasi Pemotongan Hewan Qurban Tahun

2014 (1435 H)... 65

Tabel 4.1. Pembobotan dan Rating Variabel Faktor Internal dan Eksternal Pengembangan Peternakan

Provinsi Jawa Tengah ... 74

Tabel 6.1. Program Jangka Panjang Pembangunan Sentra Peternakan Sapi Potong di Provinsi Jawa Tengah

(11)

ix

Tabel 6.2. Program dan Kegiatan Pengembangan Sentra

(12)
(13)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1. DATA PENDUKUNG BIOMASSA PAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN PROVINSI JAWA TENGAH ... 133 LAMPIRAN 2. DATA PENDUKUNG INFRASTRUKTUR PENGEMBANGAN

KAWASAN PETERNAKAN PROVINSI JAWA TENGAH ... 134

LAMPIRAN 3. PENILAIAN LOKASI KAWASAN PETERNAKAN ... 135

LAMPIRAN 3. PENILAIAN LOKASI KAWASAN PETERNAKAN (lanjutan) ... 136

LAMPIRAN 4. PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN DI PROVINSI JAWA

TENGAH ... 137

LAMPIRAN 5. PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN NASIONAL

BERBASIS KOMODITAS TERNAK ... 138

LAMPIRAN 6. PETA MASTERPLAN PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN

DI PROVINSI JAWA TENGAH ... 139

LAMPIRAN 7. PETA MASTERPLAN PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN

SAPI POTONG DI PROVINSI JAWA TENGAH ... 140

LAMPIRAN 8. PETA MASTERPLAN PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN

SAPI PERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH ... ... 141

LAMPIRAN 9. PETA MASTERPLAN PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN

KERBAU DI PROVINSI JAWA TENGAH ... ... 142

LAMPIRAN 10. PETA MASTERPLAN PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN

KAMBING DI PROVINSI JAWA TENGAH ... ... 143

LAMPIRAN 11. PETA MASTERPLAN PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN

DOMBA DI PROVINSI JAWA TENGAH ... ... 144

LAMPIRAN 12. PETA MASTERPLAN PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN

AYAM LOKAL DI PROVINSI JAWA TENGAH ... ... 145

LAMPIRAN 13. PETA MASTERPLAN PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN

ITIK DI PROVINSI JAWA TENGAH ... ... 146

LAMPIRAN 14. PETA DAERAH PENYAKIT BRUCELLOSIS DI PROVINSI JAWA

(14)

xi

LAMPIRAN 15. PETA DAERAH ENDEMIK ANTHRAX DI PROVINSI JAWA

TENGAH ... ... 148

LAMPIRAN 16. PETA DAERAH PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI PROVINSI

(15)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan sektor peternakan secara kontinyu dan terarah dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan sumbangan bagi pembangunan daerah, secara langsung dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat, dan tidak langsung melalui penciptaan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor lain. Sumber daya manusia bersama-sama sumber daya alam, teknologi dan kelembagaan merupakan faktor utama yang secara sinergis mengerakkan pembangunan peternakan untuk mencapai peningkatan produksi peternakan. Kontribusi sektor peternakan yaitu pada penyediaan bahan pangan asal hewan dan bahan baku industri, serta ikut berperan dalam pengentasan kemiskinan melalui penyediaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Sektor peternakan merupakan salah satu bidang usaha yang hampir merata tersebar dan dilakukan oleh sebagian besar masyarakat di Jawa Tengah. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu penyangga kebutuhan nasional, dengan komoditas utama yaitu daging, telur dan susu. Ketiga komoditas tersebut harus ditunjang dengan ketersediaan populasi ternak yang memadai dengan produktivitas tinggi. Masyarakat peternakan di Jawa Tengah sebagai salah satu pemangku kepentingan (stakeholders) berperan sangat penting dalam upaya pembangunan peternakan dan kesehatan hewan, karena masyarakat adalah pelaku utama bidang peternakan dan kesehatan hewan.

Tujuan utama pembangunan peternakan adalah peningkatan penyediaan Produk Asal Hewan (PAH) yang Aman, Sehat, Utuh, Halal (ASUH) dan kesejahteraan peternak melalui kebijakan dan program pembangunan peternakan yang berdaya saing berkelanjutan, dengan mengoptimalkan pemantapan sumber daya lokal. Seiring dengan meningkatnya permintaan pangan asal pangan yang dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk, tingkat pendapatan masyarakat, kesadaran akan kebutuhan gizi, maka perlu upaya-upaya untuk meningkatkan

(16)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 2 produksi dan produktivitas ternak di Jawa Tengah sesuai dengan potensi genetiknya, melalui pengembangan komoditas ternak unggul berbasis kawasan dan mengoptimalkan sumberdaya alam (SDA) dan sumberdaya manusia (SDM) yang ada dapat menjadi salah satu tumpuan dalam percepatan pembangunan wilayah Provinsi Jawa Tengah.

Secara nasional, kontribusi Provinsi Jawa Tengah dalam mendukung pembangunan peternakan amatlah penting dan signifikan. Hal tersebut disebabkan, potensi sumberdaya peternakan yang dimiliki Provinsi Jawa Tengah amatlah besar, dan dapat menjadikan Jawa Tengah sebagai salah satu sentra pengembangan kawasan peternakan yang memiliki peran strategis secara nasional. Berdasarkan data peternakan bahwa angka tetap Tahun 2014, daya tampung ternak di Jawa Tengah sebesar 5.104.630 satuan ternak (ST) sehingga masih sangat potensial untuk pengembangan peternakan, dengan data populasi ternak di Jawa Tengah sebesar 3.130.392 ST, sehingga masih bisa dikembangkan ternak di Jawa Tengah sebesar 1.974.238 ST, dengan potensi pakan ternak dari limbah pertanian (jerami padi, jerami jagung, daun ketela pohon, daun ketela rambat, jerami kedelai, daun kacang tanah, daun tebu, daun-daunan), rumput lapangan dan rumput unggul (Statistik Peternakan, 2015).

Implementasi pengembangan kawasan peternakan di Jawa Tengah belum optimal pelaksanaanya disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan perpindahan penduduk ke Jawa Tengah. Hal ini mengakibatkan kebutuhan lahan untuk pengembangan perumahan dan infrastruktur yang menyebabkan terbatasnya lahan bagi pengembangan usaha peternakan serta kurangnya penegakan RTRW. Disamping itu faktor ekonomi menyebabkan penyempitan lahan usaha peternakan, walaupun ada faktor pendorong pengembangan kawasan peternakan di Jawa Tengah berupa kebutuhan atas produk hewan yang terus meningkat mendorong pemanfaatan kawasan budidaya peternakan.

Master plan pengembangan kawasan peternakan merupakan perencanaan pembangunan peternakan yang terarah dan komprehensif. Pembangunan peternakan yang terarah yang dimaksud mengacu pada perencanaan

(17)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 3 pembangunan peternakan jangka panjang dari Tahun 2015 – 2025. Master plan pengembangan kawasan peternakan juga mengarahkan program pengembangan sesuai dengan isu-isu strategis yang dijabarkan melalui penetapan visi, misi, tujuan dan sasaran, perumusan strategi serta penetapan program dan kegiatan. Secara komprehensif master plan pengembangan kawasan peternakan menjabarkan program yang efektif dan rasional sesuai dengan potensi, kendala, dan tujuan yang diinginkan. Penetapkan visi dan misi dilakukan atas pertimbangan orientasi sejauh mana peran strategis ternak unggulan yang diharapkan dalam pembangunan wilayah Jawa Tengah, agar pengembangan peternakan tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka diperlukan perencanaan yang terarah, komprehensif dan berkesinambungan yang disusun dalam suatu dokumen Master Plan (Rencana Induk) Pengembangan Peternakan Provinsi Jawa Tengah.

1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran

Maksud disusunnya master plan ini adalah untuk menjadi dokumen arahan bagi semua stakeholder dalam pengembangan kawasan peternakan Jawa Tengah. Tujuan penyusunan master plan pengembangan kawasan peternakan meliputi:

a. Menetapkan Potensi dan Sumberdaya Peternakan

b. Menetapkan Strategi Pengembangan Kawasan Peternakan c. Menetapkan Pengembangan Komoditas Peternakan

d. Merumuskan visi dan misi pengembangan kawasan peternakan e. Menetapkan program pengembangan kawasan peternakan

f. Menetapkan target dan sasaran pengembangan kawasan peternakan g. Menetapkan rencana monitoring dan evaluasi pengembangan kawasan

peternakan

Sasaran penyusunan master plan pengembangan kawasan peternakan meliputi:

a. Tersusunnya Potensi dan Sumberdaya Peternakan

(18)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 4 c. Tersusunnya Pengembangan Komoditas Peternakan

d. Tersusunnya visi dan misi pengembangan kawasan peternakan e. Tersusunnya program pengembangan kawasan peternakan

f. Tersusunnya target dan sasaran pengembangan kawasan peternakan g. Tersusunnya rencana monitoring dan evaluasi pengembangan kawasan

peternakan

1.3. Dasar Hukum

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah;

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani;

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan;

e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pemberdayaan Peternak (Lembaran Negara Tahun 2013 No. 6 Tambahan Negara Nomor 5391);

g. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/OT.140/8/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian;

h. Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

43/Kpts/PD.410/1/2015 tentang Penetapan Kawasan Sapi Potong, Kerbau, kambing, Sapi Perah, Domba dan Babi Nasional;

i. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 s/d 2029;

(19)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 5 j. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 tahun 2014 tentang

Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan;

k. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan.

1.4. Pengertian

a. Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit dan atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budidaya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran dan pengusahanya.

b. Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian.

c. Kawasan komoditas peternakan adalah sentra atau gabungan dari sentra-sentra peternakan bidang peternakan yang memenuhi batas minimal skala ekonomi dan managemen pembangunan di wilayah serta terkait secara fungsional dalam hal potensi sumber daya alam, kondisi sosial budaya dan keberadaan infrastuktur penunjang. Kawasan peternakan dapat berupa kawasan existing yang sudah terbentuk atau lokasi baru yang memiliki sumber daya alam, sesuai agroekosistemnya dan membutuhkan pelayanan yang terhubung secara fungsional. Melalui aksesbilitas yang baik dalam satu kawasan, dilengkapi dengan prasarana dan sarana untuk pengembangan komoditas ternak yang memadai di kawasan tersebut.

d. Sentra peternakan adalah suatu wilayah atau daerah yang memiliki kontribusi produksi peternakan yang signifikan atau berpotensi tinggi terhadap pembentukan produksi nasional dan mempunyai karakteristik khusus sesuai dengan salah satu fungsi pembangunan peternakan berupa perbibitan dan budidaya ternak yang didukung pleh pelayanan pakan, kesehatan ternak dan kesehatan masyarakat veteriner,

(20)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 6 pascapanen. Pelayanan teknis dilakukan sesuai kebutuhan untuk pengembangan komoditas dalam skala usaha yang telah ditetapkan. e. Kawasan peternakan Provinsi Jawa Tengah adalah suatu wilayah atau

daerah di masing-masing kabupaten/kota yang memiliki kontribusi produksi yang significant atau berpotensi tinggi terhadap pembentukan produksi Peternakan Provinsi dan mempunyai karakteristik khusus sesuai dengan salah satu fungsi pembangunan peternakan, dan dapat terjadi keterkaitan lintas kabupaten/kota dalam rangka pengembangan komoditas unggulan peternakan di Jawa Tengah.

f. Komoditas peternakan adalah ternak yang dikembangkan secara nasional berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19 Tahun 2015 yaitu: sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing/domba, babi, ayam lokal dan itik. Untuk Jawa Tengah dikembangkan 7 (tujuh) komoditas yaitu: sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, ayam lokal dan itik.

g. Master plan pengembangan kawasan peternakan adalah rancang bangun dan instrumen perencanaan untuk menjabarkan arah kebijakan, strategi, tujuan, program dan sasaran kegiatan pengembangan komoditas unggulan nasional di tingkat Provinsi.

h. Action Plan adalah rencana aksi atau rancang bangun dan instrumen perencanaan untuk menjabarkan secara lebih operasional master plan yang disusun Provinsi untuk diterapkan di kabupaten/kota.

i. Data tabular adalah data series yang secara berkala diterbitkan oleh suatu instansi: Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinak Keswan Provinsi Jawa Tengah. j. Data spasial adalah data tingkat penyebaran ternak dan produknya yang

(21)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 7

1.5. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka Penyusunan Master Plan Pengembangan Kawasan Peternakan Provinsi Jawa Tengah meliputi:

a. Penyusunan master plan pengembangan kawasan peternakan meliputi wilayah 29 kabupaten dan 6 kota di Jawa Tengah

b. Jangka waktu pelaksanaan master plan selama 10 tahun (Tahun 2015 – 2025)

c. Komoditas yang dikembangkan meliputi sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, ayam buras, itik.

d. Jenis Kawasan yang dikembangkan meliputi kawasan budidaya dan perbibitan.

(22)
(23)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 8

II. METODE DAN KERANGKA KERJA

2.1. Kerangka Pemikiran

Bidang peternakan dapat menjadi salah satu tumpuhan dalam percepatan pembangunan wilayah di Provinsi Jawa Tengah. Secara nasional, pengembangan peternakan sapi dewasa ini cenderung stagnan khususnya pada ternak sapi yang menghadapi beragam kendala seperti lemahnya sisi pembibitan, persaingan dengan produk impor, dan belum berkembangnya sistem usaha yang ekonomis. Oleh karena itu, potensi sumberdaya peternakan yang dimiliki oleh Provinsi Jawa Tengah dapat menjadikan salah satu sentra pengembangan peternakan yang memiliki peran strategis secara nasional. Namun demikian, hal ini memerlukan keseriusan dari berbagai pihak dalam rangka mewujudkan Provinsi Jawa Tengah sebagai wilayah potensial dalam pengembangan peternakan. Disamping itu diperlukan berbagai terobosan untuk mengembangkan komoditas ternak lain selain sapi potong dalam rangka mendukung ketersediaan daging, susu, dan telur. Pengembangan kawasan komoditas unggulan selain sapi potong, yaitu sapi perah, kerbau, kambing, domba, ayam buras dan itik.

2.2. Kegiatan

Tahapan kegiatan Master Plan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah meliputi: persiapan, kajian teknis, pengumpulan data, pengolahan data, pemetaan potensi wilayah dan penyusunan laporan.

2.2.1. Persiapan

Persiapan ini berupa serangkaian kegiatan seperti konsolidasi tim, penyamaan persepsi antar anggota tim mengenai tujuan dan sasaran kegiatan, inventarisasi data-data yang diperlukan serta sumber-sumbernya.

2.2.2. Kajian teknis

Kajian teknis meliputi penetapan jadwal teknis pelaksanaan kegiatan dan penyusunan kuesioner (daftar pertanyaan dan materi untuk wawancara).

(24)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 9 2.2.3. Pengumpulan Data

Dalam kegiatan ini dilakukan pengumpulan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan survey, meliputi lapangan dan wawancara dengan para pihak terkait, antara lain pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha, perbankan. Pengambilan data sekunder, berupa data statistik, peta, uraian keadaan wilayah, kondisi dan potensi peternakan Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, juga dilakukan focus group discussion (FGD) dengan para pihak terkait (stakeholders).

2.2.4. Pengolahan Data

Kegiatan pengolahan data meliputi: tabulasi, komparasi, dan analisis data yang diperoleh melalui kegiatan pengumpulan data.

2.2.5. Pemetaan Potensi Peternakan di Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan hasil analisis data kemudian dilakukan pemetaan potensi wilayah peternakan di Provinsi Jawa Tengah.

2.2.6. Presentasi/Seminar Laporan Akhir.

Laporan yang telah tersusun kemudian dipresentasikan untuk mendapat masukan dari stakeholder.

2.2.7. Perbaikan Laporan Akhir.

Hasil diskusi pada presentasi hasil digunakan untuk bahan perbaikan Laporan Akhir.

2.2.8. Penyampaian Laporan Akhir yang sudah disempurnakan.

Laporan akhir yang sudah diperbaiki diserahkan kepada para pihak yang berkepentingan, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/ kota.

(25)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 10

III. POTENSI SUMBERDAYA PETERNAKAN

PROVINSI JAWA TENGAH

3.1. Potensi Sumber Daya Peternakan

3.1.1. Populasi Ternak

Perkembangan populasi ternak merupakan pertumbuhan dari masing-masing jenis ternak yaitu pertambahan dari kelahiran dan pemasukan ternak dikurangi dengan angka kematian (natural increase), pemotongan dan pengeluaran ke provinsi lain.

Tabel 3.1. Perkembangan Populasi Ternak di Jawa Tengah Tahun 2013-2014.

No. Jenis Ternak Tahun Kenaikan/Penurunan

2013 (ek) 2014 (ek) (ekor) (%)

1 Sapi Potong*) 1.500.077 1.592.638 92.561 6,17 2 Sapi Perah*) 103.794 122.566 18.772 18,09 3 Kerbau*) 62.032 66.860 4.828 7,78 4 Kuda 15.559 13.462 (2.097) (13,48) 5 Kambing 3.922.159 3.957.917 35.758 0,91 6 Domba 2.458.303 2.395.671 (62.632) (2,55) 7 Babi 158.883 136.495 (22.388) (14,09) 8 Ayam Ras Petelur 21.630.154 20.293.547 (1.336.607) (6,18) 9 Ayam Ras Pedaging 103.964.760 108.195.894 4.231.134 4,07 10 Ayam Buras 39.313.232 40.753.808 1.440.577 3,66 11 Itik 5.582.225 5.654.845 72.619 1,30 12 Kelinci 292.059 304.603 12.545 4,30 13 Burung Puyuh 4.741.170 3.995.114 (746.056) (15,74) 14 Entog 1.881.099 1.488.429 (392.670) (20,87) 15 Angsa 159.494 158.643 (851) (0,53) 16 Merpati 720.891 810.465 89.484 12,41 Jumlah AU 3.033.964,38 3.130.392,06 96.428,69 3,18

Keterangan: *) Populasi sapi potong, sapi perah dan kerbau tahun 2013 hasil Sensus Pertanian (ST2013).

(26)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 11 Berdasarkan Tabel 3.1. menunjukkan populasi ternak tahun 2014 meningkat dibandingkan tahun 2013, secara keseluruhan terjadi kenaikan 96.428,69 Animal Unit (3,18%).

3.1.2. Produksi Daging

Produksi daging Jawa Tengah tahun 2014 merupakan hasil kompilasi produksi daging dari berbagai jenis ternak se-Jawa Tengah pada kurun waktu tahun 2014. Dibandingkan dengan produksi daging tahun sebelumnya, produksi daging tahun 2014 mengalami kenaikan seperti tersaji pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Perkembangan Produksi Daging (karkas+ edible oval) di Jawa Tengah

Tahun 2013-2014.

No. Jenis Ternak Tahun Kenaikan/ Penurunan

2013 2014 (kg) (%) 1 Sapi Potong 61.140.785 55.987.954 (5.152.831) (8,43) 2 Sapi Perah *) 0 0 0 0 3 Kerbau 2.256.991 2.202.041 (54.950) (2,43) 4 Kuda 3.585 6.087 2.502 69,79 5 Kambing 10.211.452 11.173.728 962.266 9,42 6 Domba 5.355.579 6.030.247 674.667 12,60 7 Babi 1.674.766 1.315.545 (359.221) (21,45) 8 Ayam ras Petelur 9.364.806 9.202.041 (162.765) (1,75) 9 Ayam ras Pedaging 123.725.612 130.356.579 6.630.967 5,35 10 Ayam Buras 44.065.987 44.717.049 651.062 1,47 11 Itik 3.393.915 3.532.702 138.787 4,08 12 Kelinci 115.133 72.112 (43.021) (37,36) 13 Burung Puyuh 94.957 108.041 13.084 13,77 14 Entog 1.137.005 1.004.622 (132.383) (11,64) 15 Angsa 6.717 22.254 15.537 231,30 16 Merpati 0 12.568 0 0 Jumlah 262.547.290 265.763.919 3.216.629 1,22

(27)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 12 Berdasarkan Tabel 3.2. tampak bahwa produksi daging di Jawa Tengah tahun 2014 jika dibandingkan tahun 2013 naik sebesar 3.216.629 kg (1,22%). Peningkatan produksi daging tahun 2014 disebabkan beberapa faktor diantaranya adanya peningkatan konsumsi masyarakat terhadap daging kuda 69,79%, daging kambing 9,42%, daging domba 12,60%, daging unggas: ayam ras pedaging 5,35%, ayam buras 1,47%, itik 4,08%, dan puyuh 13,77%. Penurunan produksi daging terjadi pada daging sapi, kerbau, ayam ras petelur, dan itik manila (entog). Turunnya produksi daging khususnya pada komoditas daging sapi dan kerbau disebabkan oleh turunnya daya beli masyarakat karena harganya yang tinggi sehingga terjadi penurunan pemotongan sapi dan kerbau di RPH.

3.1.3. Produksi Susu

Produksi susu di Jawa Tengah tahun 2014 merupakan hasil kompilasi produksi susu sapi perah dan kambing perah Jawa Tengah selama tahun 2014. Dibandingkan dengan produksi susu tahun 2013, terjadi kenaikan produksi susu 3,99% seperti tertera pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Perkembangan Produksi Susu di Jawa Tengah Tahun 2013-2014.

No. Jenis Ternak Tahun Kenaikan/Penurunan 2013 2014 (liter) (%) 1 Sapi 97.268.409 98.091.299 822.890 0,84 2 Kambing 310.228 402.488 92.260 29,73 Jumlah 97.578.637 98.493.787 915.150 0,93

Menurut Tabel 3.3. pada tahun 2014 tercatat produksi susu sapi naik 822.890 liter atau 0,84% dan susu kambing meningkat 92.260 liter atau 29,73% jika dibandingkan produksi tahun 2013.

3.1.4. Produksi Telur

Produksi telur di Jawa Tengah tahun 2014 berasal dari produksi telur ayam ras, ayam buras, itik, entog dan burung puyuh selama tahun 2014. Dibandingkan dengan produksi telur tahun 2013 terjadi perkembangan seperti pada Tabel 3.4.

(28)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 13

Tabel 3.4. Perkembangan Produksi Telur di Jawa Tengah Tahun 2013-2014.

No. Jenis Ternak Tahun Kenaikan/Penurunan

2013 2014 (kg) (%)

1 Ayam ras Petelur 204.357.323 191.545.667 (12.811.656) (6,27) 2 Ayam Buras 36.458.028 35.020.908 (1.437.120) (3,94) 3 Itik 36.424.479 36.704.503 280.023 0,77

4 Entog - 3.847.222 - -

5 Burung Puyuh 7.059.767 7.307.316 247.548 3,51

Jumlah 284.299.597 274.425.616 (9.873.982) (3,47)

Sesuai Tabel 3.4. bahwa produksi telur tahun 2014 meningkat yaitu untuk telur itik 280.023 kg (0,77%) dan burung puyuh 247.548 kg (3,51%). Pada komodas telur ayam ras mengalami penurunan produksi 12.811.656 kg(6,27%), dan telur ayam buras produksinya turun 1.437.120 kg (3,94%) dibanding produksi telur tahun 2013. Secara keseluruhan produksi telur di Jawa Tengah mengalami penurunan 9.873.982 kg (3,47%). Turunnya produksi telur ini disebabkan cuaca ekstrim yang terjadi tahun 2014 dan replacement unggas afkir belum masuk masa produksi.

3.1.5. Produksi Hasil Ternak Lainnya

Produksi hasil ternak lainnya adalah produksi kulit, bulu, tulang, pupuk dan darah. Fluktuasi produksi sangat terkait erat dengan pemotongan jenis ternak dan permintaan pasar. Dengan demikian, produksi hasil ternak di Jawa Tengah tahun 2014 merupakan hasil kompilasi produksi dari berbagai kabupaten/kota se-Jawa Tengah seperti pada Tabel 3.5.

(29)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 14

Tabel 3.5. Perkembangan Produksi Hasil Ternak Lainnya di Jawa Tengah Tahun 2013-2014.

No. Produksi Hasil Ternak

Lainnya

Tahun Kenaikan/

Penurunan

2013 2014 (satuan) (%)

1 Kulit Sapi/ kerbau (lbr) 345.774 304.421 (41.000) 11,85 2 Kulit Kambing/ Domba (lbr) 1.097.962 1.176.400 78.438 7,14 3 Pupuk (ton) 11.419.570 12.521.568 1.101.998 9,65 4 Darah (kg) 46.142.758 48.069.220 1.926.462 4,17 5 Tulang (kg) 17.023.380 16.313.723 (709.657) (4,16) 6 Bulu (kg) 50.128.825 52.994.057 2.865.232 5,71

Menurut Tabel 3.5. tampak bahwa terjadi kenaikan produksi kulit kambing/domba, pupuk,darah, dan bulu. Turunnya produksi hasil ternak terjadi pada kulit sapi/kerbau dan tulang, yang disebabkan adanya penurunan pemotongan pada beberapa komoditas ternak, khususnya sapi/kerbau.

3.1.6. Pemotongan Ternak

Tidak dipungkiri bahwa pemotongan ternak tidak seluruhnya dapat dilakukan pencatatan, artinya tidak semua ternak dilakukan pemotongan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) atau di Tempat Pemotongan Hewan (TPH) resmi. Masih ada beberapa komoditas ternak yang dilakukan pemotongan diluar tempat pemotongan resmi, sehingga datanya tidak dapat dilakukan pencatatan secara baik. Diperkirakan jumlah dan tingkat pemotongan di luar RPH di setiap daerah (kabupaten/kota) masih relatif tinggi dan sangat beragam jumlah dan jenisnya. Data perkembangan pemotongan yang dapat dikompilasi tercantum pada Tabel

(30)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 15

Tabel 3.6. Perkembangan Pemotongan Ternak di Jawa Tengah Tahun 2013-2014. No. Jenis Ternak Tahun Kenaikan/ Penurunan 2013 2014 (ekor) (%) 1 Sapi Potong 334.624 292.678 (41.946) (12,54) 2 Sapi Perah*) 0 0 - - 3 Kerbau 11.150 11.743 593 5,32 4 Kuda 27 41 14 51,85 5 Kambing 764.645 753.723 (10.922) (1,43) 6 Domba 333.318 422.677 89.360 26,81 7 Babi 25.028 19.370 (5.658) (22,61) 8 Ayam ras Petelur 8.473.531 8.377.757 (95.774) (1,13) 9 Ayam ras Pedaging 113.477.015 119.822.622 6.345.607 5,59 10 Ayam Buras 42.071.526 44.896.282 2.824.756 6,71 11 Itik 3.074.011 3.550.194 476.184 15,49 12 Kelinci 67.569 60.315 (7.254) 10,79 13 Burung Puyuh 384.870 737.074 352.204 91,51 14 Entog 660.509 568.427 (92.082) (13,94) 15 Angsa 4.221 16.571 12.350 292,58 Keterangan : *) Pemotongan sapi perah ikut di data pemotongan sapi potong.

Dari Tabel 3.6. terlihat bahwa pemotongan ternak kerbau, kuda, domba, ayam pedaging, ayam buras, itik, burung puyuh, dan angsa tahun 2014 mengalami kenaikan, sedang untuk ternak lainnya seperti kambing, dan ayam petelur mengalami penurunan dibanding tahun 2013. Turunnya angka pemotongan ternak tersebut disebabkan adanya pola konsumsi dan preferensi masyarakat terhadap produksi daging komoditas tertentu.

(31)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 16

Tabel 3.7. Pemotongan Ternak Tercatat di Jawa Tengah Tahun 2013-2014.

No. Jenis Ternak Tahun Kenaikan/Penurunan

2013 2014 (ekor) (%) 1 Sapi Potong 255.946 231.584 (24.362) (9,51) 2 Sapi Perah 0 0 0 0 3 Kerbau 8.652 9.304 652 7,53 4 Kuda 12 6 (6) (50) 5 Kambing 300.252 351.079 50.827 16,92 6 Domba 177.545 246.382 68.837 38,77 7 Babi 18.398 17.441 (940) (5,10)

Dari tabel 3.7. tersebut terlihat bahwa tingkat pemotongan ternak mengalami peningkatan pada ternak kerbau, kambing dan domba. Penurunan pemotongan ternak tercatat terjadi pada ternak sapi potong dan babi.

Tabel 3.8. Perkembangan Pemotongan Ternak Tidak Tercatat di Jawa Tengah Tahun 2013-2014.

No. Jenis Ternak Tahun Kenaikan/ Penurunan

2013 2014 (ekor) (%) 1 Sapi Potong 78.768 61.094 (17.674) (22,43) 2 Sapi Perah - - - - 3 Kerbau 2.498 2.439 (59) (2,62) 4 Kuda 15 35 20 133,33 5 Kambing 464.392 402.644 (61.748) (13,29) 6 Domba 155.773 176.295 20.522 13,17 7 Babi 6.630 1.929 (4.701) (70,90) 8 Ayam ras Petelur 8.473.531 8.377.757 (95.774) (1,13) 9 Ayam ras Pedaging 113.477.015 119.822.622 6.345.607 5,59 10 Ayam Buras 42.071.526 44.896.282 2.824.756 6,71 11 Itik 3.074.011 3.550.194 476.184 15,49 12 Kelinci 67.569 60.315 (7.254) 10,79 13 Burung Puyuh 384.870 737.074 352.204 91,51 14 Entog 660.509 568.427 (92.082) (13,94) 15 Angsa 4.221 16.571 12.350 292,58

(32)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 17

Tabel 3.8. menggambarkan mengenai pemotongan ternak tidak tercatat.

Pemotongan ternak tidak tercatat adalah pemotongan ternak yang sulit dilakukan pencatatan oleh petugas kabupaten/kota, angka-angka yang diperoleh berdasarkan angka perkiraan atau perhitungan berdasarkan parameter yang telah dilakukan.

Peningkatan pemotongan tidak tercatat terjadi pada ternak kuda, babi, domba, ayam ras pedaging, ayam buras, itik, kelinci, burung puyuh, entog, dan angsa. Sementara itu, untuk jenis ternak sapi potong, kerbau, kambing, babi, dan ayam ras petelur rata-rata mengalami penurunan tingkat pemotongan.

3.1.7. Pengeluaran Ternak dan Hasilnya

Pengeluaran ternak dan hasilnya merupakan angka pengeluaran lalu lintas ternak yang dikirim ke luar Jawa Tengah.

Tabel 3.9. Perkembangan Pengeluaran Ternak dan Hasilnya Jawa Tengah Tahun 2013-2014.

No. Jenis Ternak Tahun Kenaikan/

Penurunan 2013 2014 (ekor) (%) Ternak: 1 Sapi Potong 106.362 76.364 (29.998) (28,20) 2 Sapi Perah 3.134 7.338 4.204 134,14 3 Kerbau 347 214 (133) (38,33) 4 Kuda 1 9 8 800,00 5 Kambing 128.468 100.541 64.318 177,56 6 Domba 50.476 38.195 (90.273) (70,27) 7 Babi 36.223 10.236 (40.240) (79,72) 8 Ayam 2.735.224 3.281.887 546.663 19,99 9 Itik 192.749 312.568 119.819 62,16 Hasil Ternak:

1 Kulit Sapi/ kerbau (lbr)

68.264 75.535 7.271 10,65

2 Kulit Kambing/ Domba (lembar)

(33)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 18

3 Telur Ayam (kg) 1.071.808 369.220 (702.588) (65,55) 4 Telur itik (kg) 1.897.788 2.022.527 124.739 6,57 5 Daging (kg) 1.131.304 1.862.980 731.676 64,67 6 Susu (liter) 46.913.496 51.427.770 4.514.274 9,62

Dari Tabel 3.9. terlihat bahwa pengeluaran ternak sapi perah, kuda, kambing, ayam dan itik mengalami kenaikan, sedangkan sapi potong, kerbau, domba, dan babi mengalami penurunan. Pengeluaran hasil ternak terutama kulit sapi/kerbau, kulit kambing/domba, daging dan susu mengalami kenaikan. Peningkatan pengeluaran susu yang cukup besar menunjukkan adanya peningkatan kepercayaan pabrikan terhadap mutu produksi susu Jawa Tengah. Penurunan pengeluaran hasil ternak terjadi pada produk telur ayam.

3.1.8. Pemasukan Ternak dan Hasilnya

Pemasukan ternak dan hasilnya merupakan angka yang menggambarkan lalu lintas ternak yang dikirim dan masuk ke Jawa Tengah.

Tabel 3.10. Perkembangan Pemasukan Ternak dan Hasilnya ke Jawa Tengah Tahun2013 –2014.

No. Jenis Ternak Tahun Kenaikan/Penurunan

2013 2014 (ekor) (%) Ternak 1 Sapi Potong 107.932 87.805 (20.127) (18,65) 2 Sapi Perah 1.421 6.332 4.911 346 3 Kerbau 173 78 (95) (55) 4 Kuda 0 26 26 0 5 Kambing 47.388 49.878 2.490 5,25 6 Domba 24.355 37.769 13.194 53,69 7 Babi 0 3.499 3.499 0,00 8 Ayam 11.696.903 15.006.285 3.309.382 28,29 9 Itik 62.235 11.413 (50.822) (81,66) Hasil Ternak

1 Kulit Sapi/ kerbau (lbr) 11.705 6.368 (5.337) (45,60) 2 Klt Kambing/Domba (lbr) 4.584 3.534 (1.053) (22,96)

(34)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 19

3 Telur Ayam (Kg) 2.738.460 2.351.071 (387.389) (14,15) 4 Telur itik (Kg) 84.300 134.300 50.000 59,31 5 Daging (Kg) 1.499.364 1.148.549 (350.815) (23,40)

6 Susu (ltr) 15.000 0 0 0

Dari Tabel 3.10. terlihat terjadi peningkatan pemasukan ternak dari provinsi lain pada sapi perah, kuda, kambing, domba, babi dan ayam. Untuk pemasukan hasil ternak terjadinya peningkatan pada produk hasil ternak telur itik. Penurunan pemasukan hasil ternak terjadi pada telur produk kulit sapi/kerbau, kulit kambing/domba, telur ayam dan daging.

3.1.9. Konsumsi Komoditas Ternak dan Protein Hewani

Peningkatan pendapatan dan kesadaran gizi masyarakat Jawa Tengah dapat digambarkan pada peningkatan konsumsi bahan pangan asal ternak (daging, telur, susu dan protein hewani) yang sebagaimana dilihat pada Tabel 3.11.

Tabel 3.11. Konsumsi hasil ternak dan protein hewani di Jawa Tengah

Tahun 2013 – 2014*.

No Komoditi Satuan Tahun

Kenaikan/Penurun an 2013 2014 (satuan) (%) Hasil Ternak 1. Daging kg/kap/th 5,4 6,1 0,7 12,96 2. Telur kg/kap/th 5,5 6,2 0,7 12,72 3. Susu kg/kap/th 17,3 17,5 0,2 1,15 Protein Hewani 5,99 6,47 0,48 8,01 1. Daging gr/kap/hr 2,40 2,96 0,56 23,33 2. Telur gr/kap/hr 2,44 1,97 (0,21) (9,37) 3. Susu gr/kap/hr 1,14 1,53 0,39 34,21

(35)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 20 Pada Tabel 3.11. terlihat bahwa konsumsi daging, telur dan susu masyarakat Jawa Tengah perkapita tahun 2014 mengalami peningkatan dibanding tahun 2013. Peningkatan konsumsi hasil ternak menunjukkan bahwa adanya peningkatan kesadaran masyarakat Jawa Tengah untuk memenuhi gizi dari protein hewani.

3.1.10. PDRB

Tabel 3.12. Perkembangan PDRB Subsektor Peternakan di Jawa Tengah Tahun 2012-2013.

No. Uraian Tahun

Kenaikan/ Penurunan

2012 2013 (%)

1. PDRB atas dasar harga konstan (juta

rupiah) 5.107.200,13(*) 5.391.172,08(**) 283.971,95 5,56 2. PDRB atas dasar

harga berlaku (juta

rupiah) 15.461.345,10(*) 17.104.609,60(**) 1.643.264,50 10,62 3. Jumlah Penduduk Jateng (Org) 33.270.207 33.264.339 (5.868) (0,017) 4. Penyerapan Tenaga kerja (org) (2013-2014) 1.210.846 1.239.227 28.381 2,34 Keterangan: (*) Angka sementara, (**) Angka sangat sementara.

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka (2014).

Dari Tabel 3.12.terlihat bahwa tahun 2013 terjadi peningkatan PDRB dari subsektor peternakan dibandingkan dengan tahun 2012. Peningkatan PDRB tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi yang mampu diserap dari subsektor peternakan.

(36)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 21

3.2. Potensi Perbibitan dan Budidaya Ternak Di Jawa Tengah

3.2.1. Pengembangan Kawasan Perbibitan Ternak

Bibit ternak memiliki peranan sangat penting dalam usaha agribisnis peternakan, baik dari segi kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya. Melihat kondisi peternakan di Jawa Tengah yang sebagian besar adalah dalam skala rumah tangga, maka beternak hanyalah merupakan kegiatan tambahan disamping usaha pertanian. Sehingga proses produksi bibit belum dapat maksimal, dalam hal ini masih memerlukan sentuhan dan peran pemerintah.

Pengembangan kawasan perbibitan ternak merupakan salah satu langkah strategis yang dilakukan pemerintah provinsi Jawa Tengah untuk pemenuhan kebutuhan bibit ternak di Jawa Tengah pada khususnya dan dalam negeri pada umumnya, sekaligus mengurangi ketergantungan bibit impor.Langkah operasional pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan perbibitan antara lain dengan membentuk, membina dan mengembangkan perbibitan ternak rakyat di pedesaan melalui Village Breeding Centre (VBC). Untuk pengembangan perbibitan ternak pedesaan, diperlukan dukungan sumberdaya (alam, manusia, dan ternak), kelembagaan perbibitan, penyediaan teknologi tepat guna dan sarana/prasarana. VBC dibentuk melalui seleksi kelompok potensial yang didukung oleh potensi wilayah untuk pengembangan perbibitan ternak. VBC diarahkan pada pengembangan ternak lokal, karena kondisi sekarang ini populasi ternak lokal semakin menurun, digantikan oleh ternak persilangan “eksotik”. Tugas dari kelompok VBC ini selanjutnya adalah mengembangbiakkan ternak lokal/SDGH dan menghasilkan bibit berkualitas melalui penerapan prinsip perbibitan. Usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka pengembangan perbibitan di Jawa Tengah antara lain:

a. Pembinaan Pengendalian Sapi/Kerbau Betina Produktif.

Dalam upaya meningkatkan kinerja kelompok peternak, mengawal pemanfaatan dana penguatan sapi betina produktif di lapangan maka dilakukan pembinaan teknis, administratif dan kelembagaan di kelompok. Pembinaan teknis dilakukan dalam rangka penerapan prinsip-prinsip perbibitan antara lain pelaksanaan recording

(37)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 22 yang mengacu pada GBP sapi potong dan pemuliaan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas mutu genetik. Sedangkan pembinaan kelembagaan diberikan dalam rangka mengarahkan kelompok penguatan berkembang menjadi kelompok pembibit, gabungan kelompok, koperasi atau usaha berbadan hukum sehingga mempunyai kemampuan dalam hal pemupukan modal, memanfaatkan peluang usaha yang menguntungkan, dan mengembangkan jaringan kerjasama.

b. Peningkatan Penerapan Teknologi Perbibitan. 1) Uji Zuriat Sapi Perah

Perkembangan produktivitas dan populasi sapi perah secara nasional saat ini dan untuk masa yang akan datang, sangat ditentukan oleh kualitas genetik bibit sapi perah Fries Holstein (FH) di Indonesia yang memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap kondisi tropis. Guna meningkatkan mutu genetik sapi perah untuk produksi susu, cara yang paling efektif dilakukan adalah melalui uji zuriat, yaitu pengujian untuk mengetahui potensi genetik pejantan melalui produksi susu anak betina keturunannya. Uji zuriat merupakan upaya percepatan produksi bibit dengan menghasilkan bibit pejantan unggul yang cocok dengan kondisi dan agroklimat di Indonesia dalam upaya mengurangi ketergantungan impor.

Pelaksanaan uji zuriat dilakukan dalam beberapa tahapan dan memerlukan waktu yang relatif lama sekitar 7 tahun sehingga dalam pelaksanaannya diperlukan koordinasi kegiatan dengan berbagai pihak antara lain pihak Pemerintah, PerguruanTinggi, Swasta, Koperasi, dan Peternakan Rakyat.

Tujuan kegiatan adalah menghasilkan pejantan unggul sapi perah FH di Indonesia, mengurangi ketergantungan impor pejantan unggul, dan meningkatkan pelaksanaan sistim pencatatan (rekording) sapi perah.

Kegiatan Uji Zuriat beberapa tahun yang lalu telah menghasilkan pejantan-pejantan unggul dan semen bekunya telah

(38)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 23 didistribusikan di lapangan, baik berasal dari BIB Lembang maupun BIB Singosari.

2) Uji Performans Sapi Potong

Tujuan kegiatan Uji Performans Sapi Potong adalah untuk meningkatkan mutu bibit sapi potong, meningkatkan manajemen sistem rekording sapi potong, dan mengurangi ketergantungan impor bibit ternak. Sasaran kegiatan ini adalah diutamakan di wilayah sumber bibit sapi potong dan UPT Perbibitan milik pemerintah. Kegiatan Uji Performans merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara kontinu sejak tahun 2010. Sampai dengan saat ini telah memasuki tahun ke-4 pelaksanaan uji performans di Kabupaten Kebumen.

Kegiatan Uji Performans di Kelompok Peternak di arahkan pada peningkatan kualitas pedet, calon induk dan calon pejantan. Hal ini tentunya tidak terlepas dari penerapan prinsip-prinsip perbibitan di kelompok peternak (rekording, perkawinan dan seleksi), sehingga jangka panjang akan terjadi peningkatan mutu genetik terhadap ternak milik peternak. Sedangkan Uji Performans di UPT Perbibitan pemerintah, diarahkan pada pembentukan Stasiun Uji Performans (SUP). Selanjutnya di SUP tersebut akan dilakukan pemeliharaan ternak penjaringan kelas I hasil uji performans. Ternak terseleksi dan lolos uji pada SUP diharapkan dapat mengurangi ketergantungan import pejantan untuk kebutuhan Inseminasi Buatan.

Pada tahun 2014, telah dilakukan “Launching Ternak Hasil Uji Performans” oleh Wakil Menteri Pertanian. Ternak yang di launching merupakan hasil penjaringan ternak uji performans baik induk maupun pedet pada tahun 2012 sebanyak 14 ekor dari sejumlah 43 ekor yang terjaring. Adapun SUP ini berada diSatker Sumberejo (UPT Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah).

(39)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 24

3) Pengelolaan dan Penetapan Rumpun atau Galur Ternak

Keanekaragaman Sumber Daya Genetik (SDG) Hewan merupakan aset yang besar bagi negara Indonesia dan menjadi tugas nasional untuk menjaga dan melestarikannya serta upaya pengembangannya. Hal ini didasarkan antara lain bahwa SDG Hewan memiliki keunggulan kompetitif dan mempunyai potensi beradaptasi pada keterbatasan lingkungan serta mempunyai laju reproduksi relatif lebih baik. Keunggulan SDG Hewan lokal belum

banyak terungkap sedangkan usaha pelestarian dan

pemanfaatannya masih terbatas, di samping itu pencemaran beberapa SDG Hewan cenderung untuk menyebabkan terjadinya kepunahan dan akhirnya hilangnya SDG Hewan. Ancaman akan kepunahan SDG ternak semakin bertambah dengan kemajuan bioteknologi sehingga dengan transfer gen dari jaringan tubuh sudah dapat dijadikan sumber gen bagi perkembangan genetik ternak.

Pada berbagai wilayah Indonesia terdapat beberapa rumpun atau galur ternak asli dan/atau lokal yang secara turun temurun dibudidayakan peternak. Rumpun atau galur ternak tersebut di antaranya hasil upaya pemerintah dan masyarakat serta dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Bibit ternak merupakan salah satu sarana produksi strategis dalam usaha peternakan yang berorientasi agribisnis. Pada beberapa wilayah sumber bibit ternak telah terbentuk rumpun atau galur ternak yang mempunyai keunggulan tertentu. Guna mencegah kemungkinan pengambilan secara ilegal rumpun atau galur ternak unggul yang telah terbentuk di suatu wilayah tersebut, pemerintah perlu memberikan perlindungan hukum melalui Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Ternak.

(40)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 25 Sampai dengan tahun 2014 rumpun dan galur ternak yang ada di Jawa Tengah adalah:

Rumpun Sapi Peranakan Ongole Rumpun Sapi Jabres

Rumpun Kambing Kacang

Rumpun Kambing Peranakan Etawah Galur Kambing Kaligesing

Rumpun Domba Wonosobo Rumpun Domba Batur Rumpun Itik Tegal Rumpun Itik Magelang Rumpun Ayam Kedu.

4) Pengawalan Pembibitan Ternak Ruminansia dan Non Ruminansia

Usaha peternakan yang diselenggarakan oleh petani-peternak di pedesaan/VBC perlu ditingkatkan dalam cara/teknik beternaknya sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitas ternak dan memberikan hasil tinggi. Produktivitas ternak dapat ditingkatkan melalui penerapan Good Breeding Practice dan Good Farming Practice.

Pola pemeliharaan di tingkat peternak yang masih sederhana dan “seadanya” menjadi kendala utama dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas. Sehingga perlu dilakukan sosialiasi, pembinaan dan pendampingan agar GBP dan GFP dapat diterapkan dengan baik di peternak. Unsur-unsur Zooteknik seperti pemilihan bibit ternak, perkandangan, manajemen pakan, pengelolaan reproduksi, pasca panen dan pemasaran perlu diperbaiki secara bertahap. Selain itu penerapan prinsip-prinsip perbibitan seperti pencatatan, perkawinan dan seleksi juga sangat penting agar terjadi peningkatan kualitas genetik.

(41)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 26

5) Pengawasan Mutu Benih dan Bibit Ternak

Benih/bibit merupakan salah satu sarana produksi yang memiliki peran penting dan strategis dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas ternak sehingga perlu diusahakan agar bibit yang diproduksi dan diedarkan tetap terjamin mutunya sesuai standar atau persyaratan teknis minimal (PTM).

Sesuai amanah Undang-Undang No. 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Pasal 13 ayat (5): Setiap benih atau bibit yang beredar wajib memiliki sertifikat layak benih atau bibit yang memenuhi keterangan mengenai silsilah dan ciri-ciri keunggulan tertentu dan ayat (6), Setifikat benih atau bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Benih atau Bibit yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh Menteri.

Kondisi saat ini di masyarakat, menunjukkan belum semua pelaku usaha dapat memenuhi persyaratan untuk mensertifikasikan produknya ke LSPro. Hal ini disebabkan belum semua pelaku usaha melaksanakan proses produksi mengacu pada Good Breeding Practices (GBP) dengan sistem manajemen mutu sesuai ISO 9001:2008. Sedangkan di pihak lain, kebutuhan masyarakat akan bibit yang sesuai standar semakin meningkat. Langkah-langkah yang diperlukan adalah dengan mengupayakan penerbitan Surat Keterangan Layak Bibit Ternak (SKLB). Surat keterangan tersebut diterbitkan setelah menilai kesesuaian produk bibit ternak terhadap standar (SNI/PTM/Standar Daerah) yang telah ada. Diharapkan surat keterangan tersebut dapat menjadi awal bagi proses sertifikasi, setelah melalui pembinaan terhadap pelaku usaha ke arah pembibitan secara terus-menerus.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas dan dalam upaya meningkatkan koordinasi, daya guna dan hasil guna pengawasan mutu benih/bibit tersebut maka dipandang perlu melakukan pengawasan benih/bibit ternak di daerah dan operasional

(42)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 27 penerbitan SKLB, agar bibit yang diproduksi dan diedarkan terjamin mutunya sehingga dapat memberikan perlindungan kepada konsumen dari benih/bibit yang tidak memenuhi standar atau PTM.

Untuk melaksanakan amanah Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan bahwa ternak bibit yang beredar harus memiliki sertifikat bibit, maka dilakukanlah pemberian Surat Keterangan Layak Bibit yang berisi informasi silsilah dan parameter kualitatif kuantitatif yang merupakan langkah awal menuju sertifikasi.

6) Pewilayahan Sumber Bibit Ternak

Wilayah sumber bibit adalah suatu kawasan agroekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administrasi pemerintahan dan mempunyai potensi untuk pengembangan bibit dari jenis atau rumpun atau galur ternak tertentu. Penetapan suatu wilayah sumber bibit perlu mempertimbangkan pula budaya masyarakat setempat terutama yang terkait dengan tradisi masyarakat dalam beternak dan pola pemeliharaan ternaknya. Suatu wilayah yang telah ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit harus dikelola dengan baik yang meliputi aspek ternak, pakan, kesehatan hewan dan kelembagaan peternak sehingga keberlanjutan wilayah tersebut sebagai wilayah sumber bibit ternak dapat terjamin. Dengan adanya hal tersebut maka pemerintah akan memfasilitasi wilayah sumber bibit yang sudah ditetapkan dan melakukan pembinaan bagi daerah yang berpotensi sebagai wilayah sumber bibit ternak dengan mengalokasikan melalui dana dekonsentrasi. Dengan adanya pewilayah sumber bibit juga diharapkan meningkatnya kepedulian pemerintah terhadap SDGH lokal dan teridentifikasinya wilayah-wilayah potensial penghasil bibit.

(43)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 28 Berikut Wilayah Sumber Bibit yang diusulkan kepada Menteri Pertanian:

Tabel 3.13. Usulan Pewilayahan Sumber Bibit Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2014.

No Lokasi Usulan Komoditas

Populasi Kabupaten Wilayah

Usulan

1 Kec. Batur, Kab. Banjarnegara Domba Batur 111.915 21.636 2 Kec. Banjarmangu, Kab.

Banjarnegara

Kambing Kaligesing

191.194 17.130

3 Kec. Gumelar, Kab. Banyumas Kambing Kaligesing

205.003 21.198

4 Kec. Kragan, Kab. Rembang Sapi PO 106.763 7.288 5 Kec. Jepon, Kab. Blora Sapi PO 234.702 16.880 6 Kec. Kaligesing, Kab. Purworejo Kambing

Kaligesing

75.666 54.615

7 Kec. Puring, Petanahan, Klirong, Buluspesantren, Ambal - Kab. Kebumen

Sapi PO 46.682 34.426

Kendala yang dihadapi dalam pewilayahan sumber bibit ini adalah masih terbatasnya kegiatan surveilans penyakit di wilayah usulan sumber bibit. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2014 bekerjasama dengan BBVet Wates untuk melakukan surveilans di wilayah tersebut diatas sebagai wilayah yang diutamakan, agar pewilayahan sumber bibit dapat tercapai. Usaha ini membuahkan hasil, pada akhir 2014 telah dilakukan pengujian dan verifikasi lapangan oleh tim pusat di Kabupaten Kebumen, untuk selanjutnya apabila memenuhi syarat ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit sapi PO oleh Menteri Pertanian.

7) Pelayanan Reproduksi Ternak

Teknologi Inseminasi Buatan (IB) merupakan teknologi yang paling tepat, murah dan cepat dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas serta mutu genetik ternak terutama ternak sapi dan

(44)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 29 kambing. Pemeriksaan Kebuntingan merupakan kegiatan Reproduksi yang penting bagi Petugas maupun peternak karena disamping akan memberikan informasi secara dini tentang keberhasilan IB juga akan dapat mengevaluasi pelaksanaan IB oleh Petugas.

Kesuburan Reproduksi ternak perlu dijaga kelestariannya, agar organ reproduksi ternak betina tetap berfungsi secara optimal. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kesuburan reproduksi ternak seperti pakan ternak, kebersihan kandang, sanitasi serta tatalaksana yang baik dan dengan cara pemeliharaan yang baik diharapkan keberhasilan IB dapat meningkat (CR, S/C, B/P) sehingga hal tersebut bisa meningkatkan kesejahteraan petani ternak.

Dari laporan yang masuk ke Balai Inseminasi Buatan Ungaran tahun 2014 tercatat jumlah akseptor Jawa Tengah adalah sebanyak 468.247 ekor dari target sebanyak 481.965 ekor (tercapai 97,15% dari target) sedangkan pelaksanaan IB Jawa Tengah terealisasi sebanyak 535.950 ekor dari target 578.358 ekor (tercapai 92,67% dari target) data perincian per kabupaten/kota di Jawa Tengah sebagaimana terlampir. Kelahiran ternak besar hasil IB Jawa Tengah untuk tahun 2014 adalah sebanyak 289.947 ekor dari target sebanyak 303.638 ekor (tercapai 95,49% dari target Jawa Tengah) dengan rincian jumlah lahir jantan 137.126 ekor dan betina 152.821 ekor data perincian per kabupaten/kota sebagaimana tabel dibawah.

(45)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 30

Tabel 3.14. Hasil Pelaksanaan IB dan Kelahiran IB di Jawa Tengah.

No. Kabupaten/Kota Pelaksanaan IB Kelahiran

Akseptor Inseminasi Jantan Betina Jumlah

1 Kab Cilacap 2.225 2.648 339 309 648 2 Kab Banyumas 5.138 5.213 897 978 1.875 3 Kab Purbalingga 2.760 3.434 612 632 1.244 4 Kab Banjarnegara 4.924 5.710 2.317 2.096 4.413 5 Kab Kebumen 3.529 4.160 1.478 1.345 2.823 6 Kab Purworejo 4.517 5.193 1.811 1.972 3.783 7 Kab Wonosobo 5.589 6.203 1.734 1.555 3.289 8 Kab Magelang 10.937 12.664 2.272 2.742 5.014 9 Kab Boyolali 45.226 50.550 14.873 19.030 33.903 10 Kab Klaten 20.794 23.988 5.156 5.013 10.169 11 Kab Sukoharjo 13.695 15.886 4.571 4.153 8.724 12 Kab Wonogiri 34.196 38.296 10.654 11.353 22.007 13 Kab Karanganyar 12.589 15.926 4.476 4.520 8.996 14 Kab Sragen 39.128 43.087 7.193 7.317 14.510 15 Kab Grobogan 57.402 63.555 17.854 18.536 36.390 16 Kab Blora 71.334 82.571 16.531 27.402 43.933 17 Kab Rembang 53.495 60.732 16.924 16.218 33.142 18 Kab Pati 12.793 14.457 5.003 4.515 9.518 19 Kab Kudus 1.652 1.896 286 243 529 20 Kab Jepara 7.068 8.188 2.008 2.220 4.228 21 Kab Demak 692 911 123 125 248 22 Kab Semarang 21.425 26.837 6.658 6.675 13.333 23 Kab Temanggung 7.242 8.401 2.433 2.598 5.031 24 Kab Kendal 10.611 12.600 4.656 4.563 9.219 25 Kab Batang 10.157 12.313 3.396 3.627 7.023 26 Kab Pekalongan 800 856 289 281 570 27 Kab Pemalang 1.531 1.680 646 601 1.247 28 Kab Tegal 1.182 1.345 487 660 1.147 29 Kab Brebes 2.040 2.396 583 623 1.206 30 Kota Magelang 125 138 34 34 68

(46)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 31

No. Kabupaten/Kota Pelaksanaan IB Kelahiran

Akseptor Inseminasi Jantan Betina Jumlah

31 Kota Surakarta 439 578 81 97 178 32 Kota Salatiga 884 1.023 253 276 529 33 Kota Semarang 1.998 2.372 469 473 942 34 Kota Pekalongan 91 99 25 29 54 35 Kota Tegal 39 40 4 10 14 JUMLAH 468.247 535.950 137.126 152.821 289.947

Dari kegiatan pemeriksaan kebuntingan di Jawa tengah tersebut diharapkan dapat mewakili gambaran keberhasilan IB di Jawa Tengah. Pada Tahun 2014 telah dilakukan pemeriksaan kebuntingan untuk sapi potong dan sapi perah sebanyak 16.056 ekor, dengan jumlah yang bunting untuk sapi potong sebanyak 10.955 ekor dari jumlah 15.345 ekor yang terperiksa serta untuk sapi perah yang bunting sebanyak 457 ekor dari jumlah sapi perah sebanyak 711 ekor. Perincian hasil Pemeriksaan Kebuntingan (PKB) per kabupaten/kota terlampir. Dari data yang ada dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3.15. Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Kebuntingan (PKB) di Jawa Tengah.

PARAMETER SAPI POTONG SAPI PERAH CR (Conception Rate) (%) 61,34 55,84 S/C (Service per Conception) 1,65 1,89 B/P (Bunting per Pemeriksaan) (%) 71,39 64,28

Untuk kegiatan ATR telah dilaksanakan pemeriksaan gangguan reproduksi pada sapi sebanyak 4.006 ekor dengan hasil reproduksi normal 2.874 ekor, Hypofungsi 571 ekor, CLP 366 ekor, Cystic Ovaria 80 ekor, Endomet 85 ekor dan Atropi sebanyak 30 ekor.

(47)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 32 Pada tahun 2014 target total produksi semen beku di Balai Inseminasi Buatan Ungaran sebanyak 525.000 dosis, yaitu sapi 475.000 dosis dan kambing 50.000 dosis. Sedangkan target pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 1.900.000.000,00 yaitu dalam bentuk semen beku sebanyak 415.656 dosis atau sebesar Rp 1.895.000.000,00 dan pengujian semen beku eksternal sebesar Rp 5.000.000,00.

Realisasi capaian target produksi dan distribusi semen beku di Balai Inseminasi Buatan Ungaran tahun 2014 sebagai berikut:

Tabel 3.16. Target dan realisasi produksi semen beku tahun 2013 dan tahun 2014.

No. Jenis Semen Beku Realisasi produksi SB tahun 2013 (dosis) Target produksi SB tahun 2014 (dosis) Realisasi produksi SB tahun 2014 (dosis) Keterangan (perbandingan Produksi SB tahun 2013 dengan 2014) 1 Simmental 134.178 183.500 250.514 Naik 86.7% 2 Limousin 114.307 93.800 128.277 Naik 12,22% 3 Brahman 47.859 53.900 32.123 Turun (32,88%) 4 FH 47.484 33.800 36.404 Turun (23,33%) 5 PO 143.582 100.000 120.192 Turun (16,29%) 6 Brangus 8.134 10.000 1.569 Turun (80,71%) 7 Kambing Kaligesing 62.444 50.000 45.940 Turun (26,43%) Jumlah 502.650 525.000 615.019 Naik 22,35%

3.2.2. Pengembangan Kawasan Budidaya Ternak

Pengembangan budidaya ternak diarahkan untuk mendukung program Swasembada Daging Sapi/Kerbau Tahun 2014 (PSDS/K 2014) merupakan program unggulan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Program ini merupakan tekad bersama sebagai upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis sumberdaya lokal khususnya ternak sapi potong dan kerbau. Swasembada daging sapi/kerbau sudah lama didambakan oleh masyarakat agar ketergantungan terhadap impor baik sapi bakalan maupun daging semakin menurun dengan mengembangkan

(48)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 33 potensi dalam negeri.Program ini juga telah mengalami beberapa kali penundaan, karena target yang ditetapkan tidak dapat tercapai.

Pengertian Swasembada adalah tersedianya secara cukup pangan hewani asal ternak (khususnya daging sapi) sampai tingkat rumah tangga, harga terjangkau, aman, sehat, utuh dan halal. Pengertian ketersediaan adalah paling tidak 90-95% tersedia dari supply dalam negeri. Sehingga swasembada dapat bersifat on trend artinya suatu saat dapat dilakukan import dalam jumlah terbatas atau dapat dilakukan eksport bila memungkinkan. Dengan berswasembada daging sapi tersebut akan diperoleh keuntungan dan nilai tambah yaitu: 1) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan peternak; 2) penyerapan tambahan tenaga kerja baru; 3) penghematan devisa negara; 4) optimalisasi pemanfaatan potensi ternak sapi lokal; 5) semakin meningkatnya peyediaan daging sapi/kerbau yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH) bagi masyarakat sehingga ketercukupan gizi lebih terjamin.

3.2.3. Pengembangan Pakan Ternak

Pakan merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam menentukan tingkat produksi dan produktivitas ternak. Sebagai salah satu faktor penting dan strategis tersebut pakan harus tetap dijaga dan dijamin mutunya sehingga mampu mendukung kebijakan pemerintah di bidang peningkatan produksi dan produktifitas ternak.

Pengawasan Feed Additive/Feed Suplemen (FA/ FS) dilakukan pada pabrik pakan, poultry shop, dan peternak khususnya untuk pakan unggas dimaksudkan untuk mengetahui jenis FA/FS yang digunakan agar jenis-jenis FA/FS merupakan kelompok FA/FS yang diperbolehkan dan tidak mengganggu kesehatan manusia yang mengkonsumsinya.

(49)

Masterplan Pengembangan Kawasan Peternakan di Provinsi Jawa Tengah | 34

3.3. Potensi Investasi, Kelembagaan Bidang Peternakan Di Jawa Tengah

Pengembangan investasi bidang peternakan pada pelaksanaannya diarahkan dalam pengembangan usaha peternakan baik pengembangan industri pedesaan bidang peternakan maupun pengembangan usaha kecil menengah agar mampu menghasilkan produk yang berkualitas dan mempunyai daya saing. Selain itu, juga dapat mendorong terciptanya lapangan kerja baru yang memungkinkan adanya nilai tambah dari hasil produk peternakan yang dapat dinikmati oleh masyarakat khususnya bagi para pelaku usaha peternakan.

3.3.1. Perizinan Usaha Peternakan dan Perdagangan Ternak

Mekanisme dan prosedur dalam perizinan usaha peternakan yang berlakuadalah Peraturan Menteri Pertanian No. 74/Permentan /OT.140/12/2007 Tentang Pengawasan Obat Hewan, Peraturan Menteri Pertanian No. 18/Permentan/OT.140/4/2009 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Obat Hewan dan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 67 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan peraturan Menteri Pertanian tersebut, maka kewenangan pemberian izin usaha peternakan merupakan kewenangan Kabupaten/Kota dan kewenangan izin usaha distributor obat hewan merupakan kewenangan Provinsi dan kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jawa Tengah.

Usaha peternakan yang ada di Jawa Tengah sebagian besar merupakan usaha peternakan rakyat yang masih perlu mendapat perhatian dan pembinaan baik dalam segi teknis pengelolaan maupun administrasi termasuk didalamnya perijinan usaha. Untuk lebih mendorong pertumbuhan dan pengembangan usaha peternakan perlu diambil langkah-langkah untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif dibidang peternakan.Salah satu langkah yang bisa dilaksanakan adalah memberikan kemudahan dalam memperoleh izin usaha serta pendaftaran peternakan rakyat melalui mekanisme dan prosedur yang dapat menjamin kepastian berusaha.

Gambar

Tabel 3.1. Perkembangan Populasi Ternak di Jawa Tengah Tahun 2013-2014.
Tabel 3.2. Perkembangan Produksi Daging (karkas+  edible oval ) di Jawa Tengah  Tahun 2013-2014
Tabel 3.3. Perkembangan Produksi Susu di Jawa Tengah Tahun 2013-2014.
Tabel 3.4. Perkembangan Produksi Telur di Jawa Tengah Tahun 2013-2014.
+4

Referensi

Dokumen terkait

teknologi observasi laut yang didukung oleh sistem data dan informasi yang handal; meningkatkan pemanfaatan hasil penelitian dan observasi laut untuk mendukung

Bila kontribusi aktivitas terhadap keterlambatan dan pihak yang harus bertanggung jawab diidentifikasi, penanganan dalam menyikapi potensi terjadinya keterlambatan dapat

“Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis

Reliabilitas suatu tes sangat penting karena reliabilitas menunjukkan tingkat kepercayaan suatu instrumen untuk digunakan sebagai alat pengumpul data, sehingga data

Model kopi luwak murni dan campuran yang dibangun dengan metode PCA dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.. menggunakan metode SIMCA dapat dilihat pada

(Studi Korelasi Antara Iklim Komunikasi Organisasi dan Kepuasan Komunikasi Organisasi di Perusahaan Daerah Taman Satwa Kebun..

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Sebagai Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Strata 1 Teknik Informatika Universitas Muhammadiyah Malang.. Disusun