• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian

2.1.1 Dana Alokasi Umum

Menurut Bastian (2006), menyatakan

“Dana Alokasi Umum adalah dana perimbangan dalam rangka pemerataan kemampuan keuangan antar daerah.”

Siswantoro (2009), mengemukakan Dana Alokasi Umum adalah :

“Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum merupakan sarana untuk mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah dan di sisi lain juga memberikan sumber pembiayaan daerah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa DAU lebih diprioritaskan untuk daerah yang mempunyai kapasitas fiskal yang rendah.”

Sementara menurut Situngkir (2009) berpendapat bahwa :

“Dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari APBD yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daderah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya didalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”

Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka Pemerintah Daerah diberi kewenangan yang lebih luas, nyata,dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola daerahnya sendiri. Dalam menjalankan tugasnya sebagai daerah otonom, Pemerintah Daerah sangat bergantung pada dana perimbangan dari Pemerintah Pusat berupa bagi hasil pajak, bagi hasil SDA, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Dalam mengatasi ketimpangan fiskal, Pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Menurut UU No.

(2)

33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa:

“Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiyaan pemerintah dalam rangka Negara kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pemerataan antar daerah secara proposional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisim dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangan.”

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana perimbangan bahwa :

“Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemertaan keuangan antar daerah untuk menunjang pemerintah yaitu meningkatkan pelayanan publik.”

Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) (UU 32/2004).Salah satu dana perimbangan dari pemerintah ini adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yang pengalokasiannya menekankan aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan (UU 32/2004). Dana alokasi umum (DAU) merupakan dana hibah (grants) yang kewenangan pengguna diserahkan penuh kepada Pemda penerima.

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 pengertian dana alokasi umum yaitu: “Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBD yang dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah, untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”

Transfer dari pusat ini cukup signifikan sehingga pemerintah daerah dengan leluasa dapat menggunakannya untuk memberi pelayanan publik yang lebih baik atau untuk keperluan lain. Besarnya DAU yang diterima oleh setiap Pemda ditetapkan sebesar 26% dari Pendapatan dalam Negeri Neto,yang kemudian

(3)

disalurkan kepada Provinsi 10% dan kabupaten atau kota sebesar 90% dari total DAU. Hal ini sesuai dengan PP No. 55 tahun 2005 Pasal 37 yaitu:

1. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan dalam Negeri.

2. Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota.

3. Dalam hal penentuan proporsi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) belum dapat dihitung secara kuantitatif, proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbalan 10% (sepuluh persen) dan 90% (sembilan puluh persen).

Selanjutnya dari jumlah DAU 90% yang ditunjukan untuk kabupaten dan kota, maka setiap kabupaten dan kota akan mendapatkan DAU seuai dengan hasil perhitungan “Formula DAU”yang ditetapkan berdasarkan Celah Fiskal dan Alokasi Dasar. Hal ini sesuai dengan PP No. 55 Tahun 2005 Pasal 40 yaitu:

(1) DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar.

(2) Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal.

(3) Kebutuhan fiskal sebagaiman dimaksud pada ayat (2) diukur dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia.

(4) Kapasitas fiskal fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan DBH.

(5) Alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.

(4)

Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan pemeritah daerah secara leluasadapat menggunakan dana ini apakah untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang tidak penting.

Dana alokasi umum merupakan suatu alat bagi pemerintah pusat dalam pemerataan pembangunan di Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara pusat dan daerah. Dengan perimbangan tersebut, khususnya DAU akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya.

2.1.2 Pendapatan Asli Daerah

Halim (2002) mengemukakan pendapatan adalah :

“Pendapatan adalah semua penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran bersangkutan.”

Menurut Halim (2004) pengertian Pendapatan Asli Daerah yaitu:

“Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain Pendapatan Asli Dearah yang sah”

Menurut Permendagri No. 13 tahun 2006 Pasal 25, pendapatan Pemda terdiri dari:

1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2) Dana Perimbangan

(5)

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18, pengertian Pendapatan Asli Daerah yaitu Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Mardiasmo (2002) pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu:

“Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Sebagaimana yang disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, maka diharapkan tiap-tiap penerimaan daerah dapat membangun infrastruktur ekonomi yang baik didaerahnya masing-masing guna meningkatkan pendapatannya.”

Berdasarkan Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 dan Pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan kelompok pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan:

1. Pajak Daerah. 2. Retribusi Daerah.

3. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan. 4. Lain-lain PAD yang sah.

Berikut penjelasan mengenai pendapatan asli daerah:

a. Pajak daerah

Pajak daerah adalah merupakan salah satu bentuk pendapatan asli daerah. Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 disebutkan bahwa:

“Pajak daerah adalah, yang selanjutnya disebut pajak, yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembengunan

(6)

daerah.Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah yang mana bersifat memaksa”

Menurut Abuyamin (2010) ada beberapa ciri-ciri pajak yaitu : 1. Iuran rakyat kepada negara

2. Pajak dipungut oleh negara (di Indonesia oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah)

3. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan pelaksanaannya

4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan

5. Pemungutan pajak merupakan alih dana dari wajib pajak sebagai pembayar pajak (sektor swasta) kepada pemungut pajak atau pengelola pajak (negara/pemerintah)

6. Pajak mempunyai fungsi budgeter (mengisi kas negara/anggaran negara dan fungsi regulerent (mengatur kebijakan negara di bidang sosial ekonomi)

7. Tanpa ada kontaprestasi (imbalan) secara langsung yang bersifat individual

8. Hasil penerimaan pajak dgunakan untuk membiayai tugas umum negara/pemerintah, baik rutin maupun pembangunan dalam rangka upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Sesuai UU No. 28 Tahun 2009 jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/kota terdiri dari:

1) Pajak Hotel 2) Pajak Restoran 3) Pajak Hiburan 4) Pajak Reklame

5) Pajak Penerangan Jalan

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 7) Pajak Parkir

(7)

9) Pajak Sarang Burung Walet

10) Pajak Bumi Bangunan Perkotaan dan Perdesaan 11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. b. Retribusi daerah

Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi. Berdasarkan Pasal 1 angka 64 UU No. 28 Tahun 2009 bahwa:

“Retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pembelian izin tertentu yang khusu disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.”

Retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan. Berdasarkan Pasal 108 angka 1 UU No. 28 Tahun 2009 objek retribusi yaitu:

1. Jasa Umum 2. Jasa Usaha dan 3. Perizinan Tertentu.

Berikut penjelasan mengenai objek retribusi: 1. Jasa Umum

Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemafaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 2. Jasa Usaha

Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:

a. Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal dan/atau

b. Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta

(8)

3. Perizinan Tertentu

Objek retribusi perizinan tertentu adalah pelayanan periinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

c. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan

Menurut Halim (2007) yang dimaksud dengan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan adalah pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupaan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan Situngkir (2009) yang mencangkup:

1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan mililk daerah/BUMD

2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan mililk negara/BUMN

3) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.”

Jenis penerimaan yang termasuk hasil kekayaan daerah yang dipisahkan antara lain, bagian laba, dividen, dan penjualan saham milik daerah. Hasil kekayaan daerah yang biasanya diandalkan berasal dari laba Badan Usaha Milik Daerah

Jenis usaha yang dikelola Pemerintah Daerah sangat beraneka ragam. Hal ini tergantung pada kebutuhan dan kemampuan masing-masing daerah. Semakin banyak potensi dan peluang yang dapat dikembangkan maka semakin besar pula kesempatan untuk meningkatkan kontribusi laba untuk usaha daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah.

(9)

d. Lain-lain PAD yang sah

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah adalah lain-lain penerimaan yang sah. Pengertian Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah menurut Halim

(2007) Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain

milik Pemda. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut diatas. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan sebagai berikut:

1) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan 2) Jasa giro.

3) Pendapatan bunga.

4) Penerimaan atas tuntutan ganti rugi.

5) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan pengadaan barang, dan jasa oleh daerah.

6) Penerimaan keuangan dariselisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

7) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. 8) Pendapatan denda pajak.

9) Pendapatan denda retribusi. 10) Pendapaan eksekusi atas jaminan. 11) Pendapatan dari pengembalian. 12) Fasilitas sosial dan umum.

13) Pendapatan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 14) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

2.1.3 Pendapatan Per Kapita

Menurut Sukirno (2004), menyatakan bahwa :

“Pendapatan per Kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun. Pendapatan per kapita bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada periode tertentu.

(10)

Pendapatan per kapita diperoleh dari pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara pada tahun tersebut.” Pendapatan nasional pada dasarnya merupakan kumpulan pendapatan masyarakat suatu negara. Tinggi rendahnya pendapatan nasional akan mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita negara yang bersangkutan. Akan tetapi, banyak sedikitnya jumlah penduduk pun akan mempengaruhi jumlah pendapatan per kapita suatu negara. Dari rumusan ini dapat diambil kesimpulan bahwa jumlah penduduk suatu negara dikatakan maju secara merata bila pendapatan per kapitanya besar. Meskipun pendapatan nasional suatu negara tinggi, namun jika tingginya pendapatan nasional itu diikuti oleh tingginya jumlah penduduk, maka bukan tidak mungkin negara itu hanya maju secara pendapatan namun miskin secara rumah tangga sangat mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita suatu Negara (belajar.kemendiknas.go.id)

Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan Arsyad (1999). Dari definisi tersebut pembangunan ekonomi mempunyai pengertian:

1. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi secara terus menerus. 2. Usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita.

3. Kenaikan pendapatan per kapita tersebut harus terus berlangsung dalam jangka panjang.

4. Perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang.

Pembangunan ekonomi akan tercermin pada kenaikan pendapatan perkapita dan perbaikan tingkat kesejahteraan pada masyarakat. Indikator dari laju pertumbuhan ekonomi suatu negara salah satunya ditunjukkan dengan tingkat Pertumbuhan Domestik Bruto atau Produk Nasional Bruto. Keberhasilan pembangunan ekonomi menurut Todaro (2001) ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu:

1. Perkembangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya atau

(11)

2. Meningkatkan rasa harga diri self-esteem masyarakat sebagai manusia. 3. Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih freedom from

servitude yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia.

Dalam suatu negara, keberhasilan pembangunan tidak semata-mata hanya diukur dari kemampuannya untuk meningkatkan produk domestik bruto serta pendapatan nasional per kapita dari penduduknya. Keberhasilan pembangunan juga diukur dari keberhasilan usaha negara untuk mendistribusikan pendapatan secara merata dan adil serta dapat mengurangi jumlah kemiskinan absolut suatu negara. Menurut Triandaru (2007) menyatakan distribusi pendapatan yang merata antar penduduk/rumah tangga mengandung dua segi penting, yaitu

1. Meningkatkan tingkat hidup mereka yang berada di bawah garis kemiskinan.

2. Pemerataan pendapatan secara menyeluruh, dalam arti mempersempit tingkat pendapatan antar rumah tangga.

Salah satu tujuan utama desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui PAD Sidik (2002) dalam Harianto dkk.

(2007). Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah yang

positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki tingkat pendapatan per kapita yang lebih baik. Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dengan pertumbuhan ekonomi di daerah Brata (2004) dalam Harianto dkk. (2007). Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah, jika pendapatan asli daerah meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinisiatif lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah itu Tambunan (2006) dalam Harianto dkk.

(12)

Tabel 2.1

Pendapatan per Kapita Indonesia Tahun 2007 -2011

Deskripsi Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Produk Domestik Bruto Per Kapita 17,179,215.67 21,013,538.84 23,647,682.56 26,786,768.35 30,424,351.68 Produk Nasional Bruto Per Kapita 16,472,702.16 20,266,765.27 22,820,003.44 26,034,839.86 29,556,683.81 Pendapatan Nasional Per Kapita 15,125,923.58 18,774,283.37 20,731,425.57 23,759,818.77 27,298,811.57

Atas Dasar Harga Konstan 2000

Produk Domestik Bruto Per Kapita 8,541,259.06 8,842,701.15 9,190,669.38 9,616,611.75 10,102,168.25 Produk Nasional Bruto Per Kapita 8,017,025.95 8,432,529.13 8,727,437.66 9,230,228.55 9,706,805.16 Pendapatan Nasional Per Kapita 7,344,733.98 7,797,691.36 7,916,021.37 8,412,617.54 9,025,532.92

Sumber : bps.go.id (diakses pada 8 April 2013)

2.1.4 Peningkatan Pelayanan Fasilitas Publik 2.1.4.1 Pengertian Pelayanan Publik

Dalam kamus Bahasa Indonesia (1990), pelayanan publik dirumuskan sebagai berikut :

(13)

b. Pelayanan adalah kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang dan jasa.

c. Pelayanan medis merupakan pelayanan yang diterima seseorang dalam hubungannya dengan pensegahan, diagnosa dan pengobatan suatu gangguan kesehatan tertentu.

d. Publik berarti orang banyak (umum)

Pengertian publik menurut Syafi’ie dkk. (2009) yaitu :

“Sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai- nilai norma yang mereka miliki”.

Pengertian lain berasal dari pendapat Moenir (1995) menyatakan bahwa: “Pelayanan umum adalah suatu usaha yang dilakukan kelompok atau seseorang atau birokrasi untuk memberikan bantuan kepada masyarakat dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.”

Pelayanan merupakan kegiatan utama pada orang yang bergerak di bidang jasa, baik itu orang yang bersifat komersial ataupun yang bersifat non komersial. Namun dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan antara pelayanan yang dilakukan oleh orang yang bersifat komersial yang biasanya dikelola oleh pihak swasta dengan pelayanan yang dilaksanakan oleh organisasi non komersial yang biasanya adalah pemerintah. Kegiatan pelayanan yang bersifat komersial melaksanakan kegiatan dengan berlandaskan mencari keuntungan, sedangkan kegiatan pelayanan yang bersifat non- komersial kegiatannya lebih tertuju pada pemberian layanan kepada masyarakat (layanan publik atau umum) yang sifatnya tidak mencari keuntungan akan tetapi berorientasikan kepada pengabdian. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah segala bentuk jasa pelayanan baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi pemerintah di Pusat, di

(14)

daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan.

2.1.4.2 Azas, Prinsip dan Standar Pelayanan Publik

Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan publik yang profesional, kemudian Sinambela (2008) mengemukakan azas-azas dalam pelayanan publik tercermin dari:

a. Transparansi

Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas

Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

c. Kondisional

Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. d. Partisipatif

Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

e. Keamanan Hak

Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, agama, ras, golongan, gender dan status ekonomi.

f. Keseimbangan Hak dan kewajiban

Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing- masing pihak.

Dalam proses kegiatan pelayanan diatur juga mengenai prinsip pelayanan sebagai pegangan dalam mendukung jalannya kegiatan. Adapun prinsip pelayanan publik menurut keputusan MENPAN No. 63/ KEP/ M. PAN/ 7/ 2003 antara lain adalah :

(15)

a. Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit- belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.

b. Kejelasan

Persyaratan teknis dan administrative pelayanan publik; unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dan sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik; rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.

c. Kepastian waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

d. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. e. Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

f. Tanggung Jawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. g. Kelengkapan sarana dan prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika.

h. Kemudahan akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.

(16)

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

j. Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain- lain.

Penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. “Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib diataati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan.” Kep. MENPAN No. 63 Th 2003:VB, meliputi :

1) Prosedur pelayanan

Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengadaan.

2) Waktu penyelesaian

Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan. 3) Biaya pelayanan

Biaya atau tarif pelayanan termasuk rinciannya yang dititipkan dalam proses pemberian pelayanan.

4) Produk Pelayanan

Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

5) Sarana dan Prasarana

Penyedia sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.

6) Kompetensi petugas pemberi pelayanan

Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.

(17)

Azas, prinsip, dan standar pelayanan tersebut diatas merupakan pedoman dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh instansi pemerintah dan juga berfungsi sebagai indikator dalam penilaian serta evaluasi kinerja bagi penyelenggara pelayanan publik. Dengan adanya standar dalam kegiatan pelayanan publik ini diharapkan masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan prosesnya memuaskan dan tidak menyulitkan masyarakat.

2.1.4.3 Jenis-Jenis Pelayanan Publik

Timbulnya pelayanan umum atau publik dikarenakan adanya kepentingan, dan kepentingan tersebut bermacam- macam bentuknya sehingga pelayanan publik yang dilakukan juga ada beberapa macam. Berdasarkan keputusan MENPAN No. 63/ KEP/ M. PAN/ 7/ 2003 kegiatan pelayanan umum atau publik antara lain :

a. Pelayanan Administratif

Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen- dokumen ini antara lain Kartu Tanda Pendudukan (KTP), Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Ijin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat kepemilikan atau penguasaan Tanah dan sebagainya.

b. Pelayanan Barang

Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih dan sebagainya.

c. Pelayanan Jasa

Yaitu pelayanan yang menghasikan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya.

(18)

2.1.4.4 Kualitas Pelayanan

Pemberian pelayanan yang baik merupakan salah satu upaya perusahaan untuk menciptakan kepuasan bagi konsumennya. Jika konsumen merasa telah mendapatkan pelayanan yang baik berarti perusahaan mampu memberikan pelayanan yang baik pula. Demekian pula sebaliknya, pelayanan tidak dapat diuraikan secara obyektif seperti sebuah produk, melainkan merupakan interaksi social dengan subyektivitas, lebih tergantung pada nilai, parasaan dan perilaku.

Goetsch dan Davis (2001) yang membuat definisi mengenai kualitas sebagai

berikut :

“Quality is a dynamic state associated with products, services, people, processes, and environments that meet or exceed expectations”

Definisi kualitas di atas mengandung makna bahwa elemen- elemen kualitas yaitu :

a. Kualitas merupakan kondisi yang dinamis

b. Kualitas berhubungan dengan produk jasa, manusia, proses dan lingkungan. c. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

Menurut Wyckcof dan Lovelock (1988) dalam Tjiptono (2000), ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu respected service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa yang dipersepsikan buruk. Baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemempuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.

(19)

2.2 Kerangka Pemikiran

Semakin majunya peradaban masyarakat suatu daerah, akan diketahui dengan semakin tertatanya pembangunan yang dilakukan dan tingkat kesejateraan ekonomi masyarakatnya yang baik. Semua hal itu tidak terlepas dari peran Pemerintah selaku pengatur setiap kebijakan dan sebagai pengambil keputusan yang akan membawa masyarakatnya menuju kehidupan yang lebih baik. Tidak terlepas juga dari peran serta masyarakat untuk memelihara dan menjaga apa yang sudah Pemerintah lakukan. Dengan dikeluarkannya seperangkat undang-undang otonomi daerah yaitu UU nomor 22 tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan UU Nomor 25 tahun 1999 yang juga direvisi menjadi UU no 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. UU tersebut menjelaskan bahwa pemerintah pusat akan mentransferkan dana pada pemerintah daerah untuk digunakan secara bersama-sama dengan sumber kuangan daerahnya sendiri untuk menyelenggarakan dan mengelola kewenangan dan kewajiban pemerintah daerah.

Dana Alokasi Umum merupakan komponen terbesar dalam transfer dari pemerintah pusat yang dalam penggunannya diserahkan sepenuhnya pada pemerintah daerah masing-masing. Selain Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah mempunyai porsi besar dalam membiayai belanja pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang menyangkut pembangunan infrasturktur yang dilakukan pemerintah daerah.

Penelitian yang dilakukan oleh Suhayat pada tahun 2008, mengindikasikan Pendapatan Asli Daerah mempengaruhi Pelayanan Publik berdasarkan belanja pembangunan atau belanja publik yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Dari belanja pembangunan yang diantaranya pembelanjaan seperti pengeluaran pembangunan untuk sekolah, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), penyertaan modal pemerintah di perusahaan-perusahaan dan pengeluaran pembangunan melalui Inpres seperti Inpres pasar, Inpres jalan, dan Inpres reboisasi. Penelitian tersebut menunjukan hasil Pendapatan Asli Daerah

(20)

memiliki pengaruh yang positif terhadap Peningkatan Publik pada daerah tertentu. Seperti pada kabupaten Lahat dan Ogan Komering Ulu yang menunjukan telah memberikan prioritas terhadap fasilitas publik. Sementara untuk Kabupaten Musi Rawas, Musi Banyu Asin, Ogan Komering Ilir, Muara enin dan Kota Palembang menunjukan konstanta yang negatif, artinya daerah tersebut belum memberikan prioritas terhadap peningkatan fasilitas publik.

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, Penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :

1) Dana Alokasi Umum memiliki hubungan terhadap Peningkatan Pelayanan Fasilitas Publik.

2) Pendapatan Asli Daerah memiliki hubungan terhadap Peningkatan Pelayanan Fasilitas Publik.

3) Pendapatan per Kapita memiliki hubungan terhadap Peningkatan Pelayanan Fasilitas Publik.

Referensi

Dokumen terkait

Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperoleh dari pajak daerah, restribusi daerah hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan penerimaan hasil daerah lainnya.

Secara simultan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain- lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh signifikan

Di antara berbagai jenis penerimaan daerah yang menjadi sumber daya sepenuhnya dapat dikelola oleh daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka untuk itu upaya

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu sumber penerimaan yang harus selalu terus menerus di pacu pertumbuhannya. Dalam otonomi daerah ini kemandirian pemerintah daerah

Pendapat Abdul Halim (2007:98) tentang lain-lain pendapatan asli daerah yang sah adalah sebagai berikut: Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain

SiLPA tahun anggaran sebelumnya mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah,

Hal 157- 174 Independen: Belanja Daerah X4 Dependen: Pendapatan Asli Daerah PAD Independen: Pajak Daerah X2 Pertumbuhan Ekonomi X3 Jumlah penduduk berkorelasi

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan pemerintah daerah yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan penerimaan lain-lain sedangkan Dana