• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pembangunan yang berjalan. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pembangunan yang berjalan. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu tujuan dari suatu proses pembangunan yang berjalan. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita (Boediono, 1985). Proses pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah upaya meningkatkan kapasitas perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja yang pada akhirnya akan mendorong terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat (BPS, 2010: 1 ).

Untuk mengukur sejauh mana keberhasilan kinerja perekonomian, maka dibuat indikator makro yang biasa digunakan sebagai penilaian kinerja perekonomian. Indikator makro tersebut diantaranya adalah produk domestik regional bruto (BPS, 2010: 3). Produk domestik regional bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi didalam suatu wilayah atau daerahpada periode tertentu (biasanya satu tahun) tanpa memperhitungkan kepemilikan (BPS,2010:5) dan PDRB perkapita adalah hasil pembagian Produk Domestik Regional Bruto dengan jumlah penduduk pertengahan tahun (BPS,2010:8).

(2)

Dalam produk domestik regional bruto (PDRB) Jawa Barat tahun 2010, menyebutkan 9 sektor-sektor ekonomi dalam PDRB antara lain, yaitu:

1. Sektor Pertanian

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian 3. Sektor Industri dan Pengolahan 4. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih 5. Sektor Bangunan

6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Sektor Jasa-jasa

Berdasarkan BPS (2010: 5) penghitungan PDRB menggunakan dua macam harga yaitu harga berlaku dan harga konstan. PDRB atas harga berlaku merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada tahun bersangkutan, sementara PDRB atas dasar harga konstan dihitung dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar dan saat ini menggunakan tahun 2000 (BPS, 2003).

Pendekatan penyusunan PDRB Kabupaten/Kota atas dasar harga berlaku berdasarkan BPS (2010:5) dapat dihitung melalui dua metode yaitu metode langsung

(3)

dan metode tidak langsung. Menurut BPS (2010:5) metode langsung dapat dilakukan dengan tiga pendekatan yakni:

1. Pendekatan Produksi (Production Approach) 2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) 3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

Berikut penjelasan mengenai pendekatan dari metode langsung perhitungan PDRB:

1. Pendekatan Produksi (Production Approach)

Pendekatan ini disebut juga pendekatan nilai tambah dimana Nilai Tambah Bruto (NTB) diperoleh dengan cara mengurangkan nilai output yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan biaya antara dari masing-masing nilai produksi bruto tiap sektor ekonomi. Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan pada barang dan jasa yang dipak ai oleh unit produksi dalam proses produksi sebagai input antara. Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa faktor produksi atas ikut sertanya dalam proses produksi.

2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

Pada pendekatan ini, nilai tambah dari kegiatan-kegiatan ekonomi dihitung dengan cara menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu upah dan gaji,surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto. Untuk sektor

(4)

pemerintahan dan usaha-usaha yang sifatnya tidak mencari untung, surplus usaha (bunga neto, sewa tanah dan keuntungan) tidak diperhitungkan. berlaku dengan jumlah penduduk pada tahun bersangkutan dapat digunakan untuk membanding tingkat kemakmuran suatu daerah dengan daerah lainnya.

3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

Pendekatan dari segi pengeluaran bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa didalam suatu wilayah. Jadi produk domestik regional bruto diperoleh dengan cara mengitung berbagai komponen pengeluaran akhir yang membentuk produk domestik regional bruto tersebut. Secara umum pendekatan pengeluaran dapat dilakukan denganberbagaicara sebagai berikut:

a Melalui pendekatan penawaran yang terdiri dari metode arus barang, metode penjualan eceran dan metode penilaian eceran.

b Melalui pendekatan permintaan yang terdiri dari pendekatan survei pendapatan dan pengeluaran rumah tangga, metode data anggaran belanja, metode balance sheet, dan metode statistik luar negeri.

Sedangkan ada empat metode penyusunan PDRB Kabupaten/Kota yang cukup dikenal dalam harga konstan (BPS, 2010: 9) yaitu:

1. Revaluasi 2. Ekstrapolasi 3. Deflasi

(5)

4. Deflasi Berganda

5. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) 6. Distribusi Persentase

7. Indeks Perkembangan (Tahun 2000=100) 8. Indeks Harga Implisit

Berikut penjelasan mengenai empat metode penyusunan PDRB Kabupaten/Kota yang cukup dikenal dalam harga konstan:

1. Revaluasi

Metode revaluasi adalah menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun atau tahun berjalan dengan harga pada tahun dasar tahun 2000, sehingga diperoleh output dan biaya antatara atas dasar harga konstan tahun 2000.

2. Ekstrapolasi

Untuk memperoleh nilai tambah bruto (NTB) masing-masing tahun atas dasar harga konstan tahun 2000 yaitu dengan cara mengalihkan nilai tambah masing-masing sektor harga konstan pada tahun dasar tahun 2000 dengan indeks produksi (tahun 2000=100). Indeks produksi yangdipakai debagai ekstrapolator merupakan indeks kuantum masing-masing komoditi.

3. Deflasi

Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan tahun 2000 dengan metode deflasi diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku

(6)

masing-masing tahunatautahun berjalan dengan indeks harga (tahun 2000=100). Indeks harga yang digunakan sebagai deflator adalah indeks harga yang dapat mewakili pertumbuhan masing-masing sektor/kegiatan ekonomi.

4. Deflasi Berganda

Metode deflasi berganda hampir sama dengan metode deflasi, perbedaannya hanya pada cara mendeflasikan nilai ouput dan biaya antara dengan indeks harga masing-masing yang mewakili/sesuai. Indeks harga yang dipakai sebagai deflator untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input yang dominan/terbesar.

5. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)

Laju pertumbuhan atau Economic Growth merupakan indeks berantai dari masing-masing kegiatan ekonomi. Angka indeks yang dihasilkan bisa didasarkan atas dasar harga berlaku maupun harga konstan.

6. Distribusi Persentase

Distribusi persentase digunakan untuk mengamati struktur perekonomianyang dikenal dengan kontribusi/pangsa sektor ekonomi. Besarnya persentase masing-masing sub sektor/sektor diperoleh dengancara membagi nilai NTB sub sektor/sektor dengan nilai total PDR, dikali 100

7. Indeks Perkembangan (Tahun 2000=100)

Indeks perkembangan menunjukan tingkat perkembangan agregat pendapatan dari tahun ke tahunterhadap tahu dasarnya (2000). Indeks perkembangan diperoleh dengan cara membagi nilai NTB sektor/subsektor tahun berjalan

(7)

dengan nilai sektor/sub sektor NTB tahun dasar, dikalikan dengan 100. Indeks perkembangan pada tahun dasar sama dengan 100.

8. Indeks Harga Implisit

Indeks harga implisit menggambarkan tingkat perkembangan harga (dari agregat pendapatan terhadap harga pada tahun dasar) atau inflasi secara makro. Indeks harga implisit diperoleh dengan cara membagi nilai NTB atas dasar harga berlaku dengan nilai NTB atas dasar harga konstan pada tahun yang sama dikalikan 100.

2.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pengertian Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa:

“Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pedapatan yang diperolehdaerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Menurut Halim (2004) tentang pengertian Pendapatan Asli Dearah (PAD) yaitu:

“Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua peneimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Dearah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil

(8)

perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.”

Sedangkan menurut Mardiasmo (2002) tentang pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu:

“Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari setoran pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Sebagaimana disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, maka diharapkan tiap-tiap pemerintah daerah dapat membangun infrastruktur ekonomi baik di daerahnya masing-masing guna meningkatkan pendapatannya.”

Dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang diperoleh dari penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi daerah dan dipungut berdasarkan perturan daerah sesuai dengan peraturan-peraturan. Adapun kelompok Pendapatan Asli Daerah yang dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, diantaranya:

1) Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah:

(9)

“Iuran yang dilakukan oleh prbadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang dan dapat dipisahkan berdasarkan peraturan peundang undangan yang berlaku.”

Menurut H. Mohammad Zain (2010) mengemukakan bahwa pajak daerah adalah:

“Kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Pajak tersebut digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintah daerah. Jenis-jenis daerah adalah:

1. Pajak Hotel

Pajak hotel adalah pajak atas pelayaan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang yang menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan/atau fasilitas lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk perkotaan atau perkantoran.

2. Pajak Restoran dan Rumah Makan

Pajak restoran dan rumah makan adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran atau rumah makan adalah tempat menyantap makanan dan/atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk jasa boga atau catering.

(10)

3. Pajak Hiburan

Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, penerimaan ketangkasan dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.

4. Pajak Reklame

Pajak reklame adalah pajak atas penyeleggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, pembuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial.

5. Pajak Penerangan Jalan

Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan yang dibayarkan oelh pemerintah daerah.

6. Pajak Bahan Galian Golongan C

Pajak pengambilan bahan galian golongan c adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan c sesuai dengan peraturan perundagan-undangan yang berlaku. Bahan galian golongan c terdiri dari asbes, batu tulis, batu setengan permata, batu kapur, batu apung, gips, pasir, phospat, tanah liat dan lain-lain.

(11)

Pajak yang dikenakan terhadap pengambilan dan pemanfaatan air, baik air bawah tanah maupun air permukaan untuk digunakan orang pribadi atau badan kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat

2) Retribusi Daerah

Sumber pendapatan lain yang dapat dikategorikan dalam pendapatan asli daerah adalah retribusi daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintahan daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (UU No.28 Tahun 2009).

Retribusi daerah dapat dibagi dalam beberapa kelompok yakni retribusi jasa umun, retribusi jasa usaha, retribusi perizinan. Yang mana dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Retribusi jasa umum, adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

2. Retribusi jasa usaha, adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

3. Retribusi perizinan tertentu, adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintahan daerah dalam rangka pemberian izin kepaada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pebinaan, pengaturan, pengendalian

(12)

dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 3) Pengelolaan Kekayaan Dearah yang dipisahkan

Salah satu penyebab diberlakukannya otonomi daerah adalah tingginya campurantangan pemerintahan pusat dalam pengelolaan roda pemerinahan daerah. Termasuk didalamnya adalah pengelolaan kekayan daerah berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan sector industry. Dengan adanya otonomi daerah maka inilah saatnya bagi daerah untuk mengelola kekayaan daerahnya seoptimal mungkin guna meningkatkan pendapatan asli daerah. Undang-undang mengizinkan pemerintah daerah untuk mendirikan Bahan Usaha Milik Derah (BUMD), BUMD ini bersama sector swasta atau asosiasi pengusaha daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi daerah sehngga dapat menunjukan kemandirian daerah dalam pembangunan perekonomian daerah.

4) Lain-lain Pendapatan yang Sah

Lain-lain pendapatan yang sah yang dapat digunakan untuk membiayai belanja daerah dapat diupayakan oleh daerah dengan cara-cara yang wajar dan tidak melayani peraturan yang berlaku. Alternatif untuk memperoleh pendapatan ini bias dilakukan dengan melakukan pinjaman kepada pemerintah pusat, pinjaman kepada pemerintah daerah lain, pinjaman kepada

(13)

lembaga keuangan dan non keuangan, pinjaman kepada masyarakat, dan juga dengan menerbitkan obligasi daerah.

2.3 Belanja Modal

Menurut Halim (2004) tentang pengertian Belanja Modal, yaitu:

“Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang bermanfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok Belanja Administrasi Umum.”

Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 53 ayat (1):

“Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 huruf c digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan dan asset tetap lainnya.”

Dari kedua kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Belanja Modal dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang bersifatnya menambah asset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya

(14)

adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang bersifatnya mempertambahkan atau menambah masa manfaat, meningktkan kapasitas dan kualitas asset.

Berdasarkan Keputusan Menteri dan Negeri nomor 29 Tahun 2002, belanja modal dibagi menjadi:

“1 Belanja Publik, yaitu belanja yang bermanfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum.

2 Belanja Aparatur, yaitu belanja yang bermanfaatnya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi disarankan secara langsung oleh aparatur.”

Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5 kategori utama:

1. Belanja Modal Tanah

2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin 3. Belaja Modal Gedung dan Bangunan 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan 5. Belanja Modal Fisik Lainnya.

Penjelasan dari 5 kategori Belanja Modal diatas adalah sebagai berikut:

1. Belanja Modal Tanah

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan, pembelian, pembebasan penyelesaian untuk balik nama dan sewa, pengosongan, pengurungan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat

(15)

dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan ha katas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta investasi kantor yang memberikan manfaat lebih dari dua belas bulan dan sampai peralatan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja Modal Gudang dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siapa pakai.

4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan serta perawatan dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan, irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan, irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

(16)

5. Belanja Modal Fisik Linnya

Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan, irigasi dan jaringan termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku dan jurnal ilmiah.

2.4 Pengaruh antara Pertumbuhan Ekonomi dengan belanja modal

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita diproduksi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita (Boediono, 1985). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu tujuan dari suatu proses pembangunan yang berjalan. Proses pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah upaya meningkatkan kapasitas perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja yang pada akhirnya akan mendorong terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat (BPS, 2010: 1 ). Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004). Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Bertambahnya infrastruktur dan

(17)

perbaikannya oleh pemerintah daerah diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah.

Dalam penelitian yang dilakukan Darwanto dan Yuli Yustikasari (2006), yang melakukan penelitian pada kabupaten/kota jawa dan bali, hasilnya menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

2.5 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Belanja Modal

Daerah yang ditunjang dengan sarana prasarana yang memadai akan berpengaruh pada tingkat produktivitas masyarakatnya dan akan menarik investor umtuk menanamkan modalnya pada daerah tersebut yang pada akhirnya akan menambah pendaptan asli daerah. Peningkatan PAD diharapkan mampu memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal oleh pemerintah.

Peningkatan investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan public terhadap bangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD. Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas sektor publik akan berujung pada peningkatan pendapatan daerah. Pelaksanaan desentralisasi membuat pembangunan memjadi priortas utama pemerintah daerah untuk PAD.

(18)

2.6 Kerangka Pemikiran

Pengelolaan akan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kebijakan ini merupakan sebuah tantangan sekaligus peluang bagi pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

Dalam hal kebijakan anggaran, peran Pemda sebagai pihak eksekutif dan DPRD sebagai pihak legislatif, menjadi sangat penting dalam pengambilan keputusan. Peraturan perundangan secara implisit merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif, danpublik. Sebelum menghasilkan sebuah kebijakan anggaran, dilakukan penyusunan APBD dengan membuat kesepakatan antara legislatif dan eksekutif tentang Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang berfungsi sebagai pedoman dalam penyusunan anggaran.

Pemda dituntut kejelian dalam melakukan pengalokasian sumber daya pendapatan dari daerahnya sendiri, maupun sumber daya pendapatan dari luar, berupa dana perimbangan dari pusat. Menurut Permendagri No. 13 tahun 2006 Pasal 25, pendapatan Pemda terdiri dari:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2. Dana Perimbangan

(19)

Seiring dengan diterapkan otonomi daerah mengakibatkan ketidakstabilan kesiapan pemerintah kabupaten/kota utamanya dalam hal keuangannya karena kinerja keuangan menjadi tolak ukur kesiapan pemerintah kabupaten/kota (Bambang Haryadi dalam Bernanda Gatot, 2008:2). Hal ini memang menjadi konsekuensi logis otonomi daerah yakni pemerintah daerah harus lebih mandiri dari segala hal termasuk dari segi keuangan.

Dalam penyelenggaraan otonomi daerah dan penciptaan kemandirian akan mendukung adanya suatu pertumbuhan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi tersebut akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan belanja modal Pemerintah Daerah untuk kepentingan pelayanan publik meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk dikembangkan. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita (Boediono, 1985). Untuk mengukur sejauh mana keberhasilan kinerja perekonomian, maka dibuat indikator makro yang biasa digunakan sebagai penilaian kinerja perekonomian. Indikator makro tersebut diantaranya adalah produk domestik regional bruto (BPS, 2010: 3). Secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang berkelanjutan Produk Domestik Regional Daerah / PDRB (Saragih, 2003). Produk domestik regional bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi didalam suatu wilayah atau daerahpada periode tertentu (biasanya satu tahun) tanpa memperhitungkan kepemilikan (BPS,2008).

(20)

Kemampuan daerah dalam merealisasikan potensi ekonomi daerah menjadi sumber penerimaan daerah yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan daerah. Menurut Halim dan Nasir (2006:44), “Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 dan Pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan kelompok pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan:

“Pendapatan asli daerah yaitu: a. Pajak Daerah.

b. Retribusi Daerah.

c. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan. d. Lain-lain PAD yang sah.”

Peningkatan PAD diikuti pula dengan peningkatan Anggaran Belanja Modal yang signifikan sehingga Pendapatan Asli Daerah(PAD) berpengaruh terhadap belanja modal.

Kerangka pemikiran teoritis yang menggambarkan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yaitu mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi dan pendapatan asli daerah terhadap anggaran belanja modal, adalah sebagai berikut :

(21)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Pada

Provinsi Jawa Barat

Pertumbuhan Ekonomi (X1)  PDRB Perkapita atas dasar

Harga Berlaku

Pendapatan Asli Daerah (X2)  Pajak Daerah

 Retribusi Daerah

 Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

 Lain-lain Pendapatan yang sah

Belanja Modal (Y)

 Belanja Modal Tanah

 Belanja Modal Peralatan dan Mesin

 Belanja Modal Gedung dan Bangunan

 Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan  Belanja Modal Fisik Lainnya

(22)

2.7 Hipotesis Penelitian

H1 : Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal

H2 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

H3 : Pendapatan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Pemikiran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Pada

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan rumusan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan media puzzle dalam pembelajaran IPA materi

 Bank berhak membuat tolakan ( set-off ) atau memindahkan apa-apa jumlah yang terhutang pada satu atau mana-mana akaun anda di Bank untuk menyelesaikan obligasi dan liabiliti

Dua poin ini dipilih karena apabila kabel Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) sudah terpelihara dan tidak ada pencurian terhadap peralatan sistem jaringan maka sistem

Uji keabsahan data dilakukan dengan mencocokkan dan membandingkan hasil wawancara dan tes terhadap observasi langsung sejumlah item pertanyaan yang diajukan kepada

ABSTRAK. PEMBUATAN DIAGRAM ALIR PENGOLAHAN AIR BEBAS MINERAL PABRIK YELLOW CAKE DARI URANIUM HASIL SAMPING PABRIK ASAM FOSFAT. Telah dilakukan pembuatan diagram

Bentuk memanjang mempunyai satu inti di tengah dan satu flagela panjang yang keluar dari bagian anterior tubuh tempat terletaknya kinetoplas, belum mempunyai membran

Hasil pengujian ini menunjukan bahwa dengan kontroler PID yang diterapkan pada motor DC dapat bekerja dengan range kerja motor yang lebih spesifik dari metode

bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, telah diterbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 63 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Tata