• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh:

Edward Thomas Lamury Hadjon, SH, LLM.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2019

(2)

ii DAFTAR ISI

Halaman Judul ……… i

Daftar Isi ……… ii

I. Pendahuluan ……….. 1

II. Isu Hukum ……….. 2

III. Analisa ………. 3

IV. Kesimpulan dan Saran ………... 19

Bahan Bacaan/ Rujukan Pengayaan ……….. 20

(3)

1 KAJIAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL1

Oleh:

Edward Thomas Lamury Hadjon, SH, LLM

Email: thomas_lamury@unud.ac.id/Hp: 081319257795

I. PENDAHULUAN

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disebut dengan UUD 1945) mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Sebagai bangsa yang merdeka dan bagian dari masyarakat internasional sudah tentu kewajiban negara sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan tersebut terkait dengan kajian ini adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Negara sebagai pelayan publik sudah tentu harus mewujudkan tujuannya tersebut melalui penetapan kebijakan publik yaitu dengan membentuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (selanjutnya disebut UU SISDIKNAS). Dalam Pasal 1 angka 1 UU disebutkan bahwa:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

1 Disampaikan dalam kegiatan Kunjungan Kerja Badan Legislasi DPR RI dalam rangka Pemantauan dan peninjauan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Denpasar 26 Agustus 2019.

(4)

2 Kemudian secara berturut-turut dalam Pasal 1 angka 2 dan 3 UU SISDIKNAS diatur dasar dan maksud dari sistem pendidikan nasional sebagai berikut:

“Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.”

“Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.”

UU SISDIKNAS yang diundangkan sejak 2003 dan berlaku hingga kini (16 tahun) dalam pelaksanaanya bukan tanpa masalah. Mulai dari RUU hingga pengundangannya banyak menuai kritikan.

II. ISU HUKUM

Isu hukum berkaitan dengan latar belakang yang dipaparkan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan sistem pendidikan nasional dalam UU SISDIKNAS ?

2. Bagaimanakah pelaksanaan UU SISDIKNAS?

III. ANALISA

Sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam melaksanakan pendidikan di Indonesia, tanggung jawab tersebut tampak dalam formulasi kebijakan dalam putusan-putusan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam peraturan perundang-undangan. Kajian ini diawali dengan memaparkan hasil inventarisir peraturan perundang-undangan terkait dengan UU SISDIKNAS yang dikutip dari laman https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/bsnp/ dengan beberapa tambahan penulis:

(5)

3 Kotak 1. Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Sistem

Pendidikan Nasional.

1. Situs resmi Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Undang-undang

1. 5 Tahun 2017: Pemajuan Kebudayaan. (offsite) 2. 3 Tahun 2017: Perbukuan. (offsite)

3. 30 Tahun 2014: Administrasi Pemerintahan. (offsite)

4. 12 Tahun 2012: Pendidikan Tinggi (lengkap dengan penjelasannya).

(offsite, mirror)

5. 14 Tahun 2005 : Guru dan Dosen (tambahan penulis) 6. 32 Tahun 2004: Pemerintah Daerah.

7. 20 Tahun 2003: Sistem Pendidikan Nasional, menggantikan UU No 02 Tahun 1989: Sistem Pendidikan Nasional. (Penjelasannya).

8. 02 Tahun 1989: Sistem Pendidikan Nasional lengkap dengan Penjelasannya.

(docx)

Peraturan Pemerintah

1. 19 Tahun 2017: Perubahan Pertama atas Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru. (offsite)

2. 13 Tahun 2015: Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Perubahan pertama PP No. 32 Tahun 2013.

3. 32 Tahun 2013: Perubahan Pertama Atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. (offsite)

4. 66 Tahun 2010: Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan

(offsite: PP dan Penjelasannya)

5. 17 Tahun 2010: Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan beserta penjelasannya, diubah oleh PP 66 Tahun 2010.

6. 74 Tahun 2008: Guru. (offsite)

7. 19 Tahun 2005: Standar Nasional Pendidikan.

8. 25 Tahun 2000: Kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom.

Peraturan Presiden

1. 87 Tahun 2017: Penguatan Pendidikan Karakter. (offsite) Peraturan Menteri

1. Permendikbud 20 Tahun 2019: Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Peserta Didik

(6)

4 Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan

2. Permendikbud 37 Tahun 2018: Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan

Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. (offsite)

3. Permendikbud 36 Tahun 2018: Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. (offsite)

4. Permendikbud 35 Tahun 2018: Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. (offsite)

5. Permendikbud No 34 Tahun 2018: Standar Nasional Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan. (offsite)

6. Permendikbud 20 Tahun 2018: Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal.

7. Permenag 9 Tahun 2018: Buku Pendidikan Agama. (offsite)

8. Permendikbud 4 Tahun 2018: Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan dan Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah. (offsite)

9. Permendikbud 30 Tahun 2017: Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan. (offsite)

10. Permendikbud 23 Tahun 2017: Hari Sekolah. (offsite)

11. Permendikbud 17 Tahun 2017: Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat. (offsite) 12. Permendikbud 14 Tahun 2017: Ijazah dan Sertifikat Hasil Ujian Nasional.

Perkabalitbang 018/H/EP/2017: Bentuk, Spesifikasi, Pencetakan/Penggandaan, Pendistribusian, dan Pengisian Blangko Ijazah pada Satuan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Tahun Pelajaran 2016/2017. (berkas lengkap) 13. Permendikbud 3 Tahun 2017: Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan

Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan.

14. Permendikbud 75 Tahun 2016: Komite Sekolah.

15. Permendikbud 26 Tahun 2016: Standar Sarana dan Prasarana Lembaga Kursus dan Pelatihan Bahasa, Fotografi, Merangkai Bunga Kering dan Bunga Buatan, Pijat Pengobatan Refleksi, dan Teknisi Akuntansi. (offsite)

16. Permendikbud 24 Tahun 2016: Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. (offsite)

17. Permendikbud 23 Tahun 2016: Standar Penilaian Pendidikan. (offsite) 18. Permendikbud 22 Tahun 2016: Standar Proses Pendidikan Dasar dan

Menengah. (offsite)

19. Permendikbud 21 Tahun 2016: Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.

(offsite)

20. Permendikbud 20 Tahun 2016: Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. (offsite)

(7)

5 21. Permendikbud 8 Tahun 2016: Buku yang digunakan oleh Satuan Pendidikan.

(offsite)

22. Permendikbud 5 Tahun 2016: Standar Kompetensi Lulusan Kursus dan Pelatihan. (offsite)

23. Permendikbud 79 Tahun 2015: Data Pokok Pendidikan. (offsite)

24. Permendikbud 57 Tahun 2015: Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah Melalui Ujian Nasional, dan Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan Melalui Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan pada SMP/MTs atau yang Sederajat dan SMA/MA/SMK atau yang Sederajat.

25. Permendikbud 53 Tahun 2015: mencabut Permendikbud No. 104 Tahun 2014 tentang penilaian hasil belajar oleh pendidik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

26. Permendikbud 50 Tahun 2015: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

(offsite)

27. Permendikbud 22 Tahun 2015: Renstra Kemendikbud Tahun 2015-2019.

(offsite)

28. Permendikbud 11 Tahun 2015: Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lengkap dengan lampirannya. (offsite) 29. Permendikbud 1 Tahun 2015: Buku teks pelajaran dan buku panduan guru

Kurikulum 2013 Kelompok Peminatan Pendidikan Menengah yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam pembelajaran.

30. Permendikbud 137 Tahun 2014: Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini.

(offsite)

31. Permendikbud 131 Tahun 2014: Standar Kompetensi Lulusan Kursus dan Pelatihan.

32. Permendikbud 129 Tahun 2014: Sekolah rumah. (offsite)

33. Permendikbud 127 Tahun 2014: Standar Sarana dan Prasarana Lembaga Kursus dan Pelatihan.

34. Permendikbud 119 Tahun 2014: Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. (offsite)

35. Permendikbud 104 Tahun 2014: Penilaian hasil belajar oleh pendidik pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

36. Permendikbud 79 Tahun 2014: Muatan lokal Kurikulum 2013.

37. Permendikbud 65 Tahun 2014: Buku teks pelajaran dan Buku Panduan Guru Kurikulum 2013 Kelompok Peminatan Pendidikan Menengah yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam pembelajaran.

38. Permendikbud 61 Tahun 2014: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. (offsite)

39. Permendikbud 60 Tahun 2014: Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan. (offsite)

40. Permendikbud 59 Tahun 2014: Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. (offsite)

41. Permendikbud 58 Tahun 2014: Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. (offsite)

42. Permendikbud 57 Tahun 2014: Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah

(8)

6 Ibtidaiyah. (offsite)

43. Permendikbud 49 Tahun 2014: Standar Nasional Pendidikan Tinggi (lengkap dengan lampirannya). (offsite)

44. Permendikbud 33 Tahun 2014: Perubahan atas Permendikbud No. 16 Tahun 2013 tentang perubahan atas Permendikbud No. 37 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). (offsite)

45. Permendikbud 96 Tahun 2013: Badan Standar Nasional Pendidikan. (offsite) 46. Permendikbud 81A Tahun 2013: Implementasi Kurikulum 2013.

47. Permendikbud 71 Tahun 2013: Buku teks pelajaran dan Buku Panduan untuk Pendidikan dasar dan Menengah.

48. Permendikbud 70 Tahun 2013: Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan.

49. Permendikbud 69 Tahun 2013: Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.

50. Permendikbud 68 Tahun 2013: Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.

51. Permendikbud 67 Tahun 2013: Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.

52. Permendikbud 66 Tahun 2013: Standar Penilaian Pendidikan.

53. Permendikbud 65 Tahun 2013: Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

54. Permendikbud 64 Tahun 2013: Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.

Permendikbud ini mencabut Permendiknas 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

55. Permendikbud 54 Tahun 2013: Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah.

56. Permendikbud 16 Tahun 2013: Organisasi dan Tata Kerja Lembaga

Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), perubahan pertama atas Permendikbud No. 37 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).

57. Permendikbud 37 Tahun 2012: Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).

58. Permendiknas 31 Tahun 2012: Standar Kompetensi Lulusan Kursus (offsite dan Lampirannya)

59. Permendiknas 47 Tahun 2010: Standar Kompetensi Lulusan Kursus (offsite) 60. Permendiknas 20 Tahun 2010: Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria di

Bidang Pendidikan (offsite)

61. Permendiknas 69 Tahun 2009: Standar biaya operasi non-personalia tahun 2009. (offsite)

62. Permendiknas 44 Tahun 2009: Standar Pengelola pendidikan pada Program Paket A, Paket B, dan Paket C. (offsite)

63. Permendiknas 43 Tahun 2009: Standar Tenaga administrasi pendidikan pada program Paket A, Paket B, dan Paket C. (offsite)

64. Permendiknas 42 Tahun 2009: Standar Pengelola Kursus (offsite)

(9)

7 65. Permendiknas 41 Tahun 2009: Standar Pembimbing pada Kursus dan

Pelatihan. (offsite)

66. Permendiknas 40 Tahun 2009: Standar Penguji pada kursus dan pelatihan.

(offsite)

67. Permendiknas 84 Tahun 2008: Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan merupakan pedoman pelaksanaan dari Inpres 9 Tahun 2000. (offsite)

68. Permendiknas 70 Tahun 2008: Uji Kompetensi bagi Peserta Didik Kursus dan Pelatihan dari Satuan Pendidikan Nonformal atau Warga Masyarakat yang Belajar Mandiri. (offsite)

69. Permendiknas 66 Tahun 2008: Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.

70. Permendiknas 40 Tahun 2008: Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK). (offsite) 71. Permendiknas 27 Tahun 2008: Standar kualifikasi akademik dan kompentensi

Konselor.

72. Permendiknas 26 Tahun 2008: Standar tenaga laboratorium sekolah/madrasah.

73. Permendiknas 25 Tahun 2008: Standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah.

74. Permendiknas 24 Tahun 2008: Standar tenaga administrasi sekolah/madrasah.

75. Permendiknas 50 Tahun 2007: Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Daerah. (offsite)

76. Permendiknas 24 Tahun 2007: Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). (offsite)

77. Permendiknas 20 Tahun 2007: Standar Penilaian Pendidikan.

78. Permendiknas 16 Tahun 2007: Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. (offsite)

79. Permendiknas 14 Tahun 2007: Standar Isi untuk Program Paket A, Program Paket B dan Program Paket C. (offsite)

80. Permendiknas 12 Tahun 2007: Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. (offsite) 81. Permendiknas 13 Tahun 2007: Standar Kepala Sekolah/Madrasah. (offsite) 82. Permendiknas 22 Tahun 2006: Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah. Dicabut oleh Permendikbud 64 Tahun 2013: Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. (offsite)

Keputusan Menteri

1. Kepmendikbud 235/P/2018: Perpanjangan Masa Bakti Keanggotaan Badan Standar Nasional Pendidikan Periode Tahun 2014-2018 sampai dengan 31 Mei 2019.

2. Kepmendikbud 220/P/2014: Pengangkatan Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan Periode Tahun 2014-2018.

3. Kepmendikbud 189/P/2013: Unit Implementasi Kurikulum 2013.

4. Kepmendiknas 129a/U/2004: Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan

(10)

8 (offsite)

Peraturan Lainnya

1. Perkabalitbang 018/H/EP/2017: Bentuk, Spesifikasi, Pencetakan/Penggandaan, Pendistribusian, dan Pengisian Blangko Ijazah pada Satuan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Tahun Pelajaran 2016/2017. (berkas lengkap) 2. Nota Kesepahaman antara Kementerian Perindustrian, Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Nomor: 668/M-IND/11/2016, Nomor: 125/XI/NK/2016, Nomor:

17/M/NK/2016, Nomor: 5/NK/MCN/XI/2016, Nomor: MOU-

04/MBU/11/2016 tentang Pengembangan Pendidikan Kejuruan dan Vokasi Berbasis Kompetensi yang Link and Match dengan Industri.

Ujian Nasional Tahun 2018

1. Permendikbud 4 Tahun 2018: Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan dan Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah. (offsite)

2. Peraturan BSNP Nomor 0044/P/BSNP/XI/2017: Prosedur Operasional Standar (POS) Penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2017/2018. (offsite) 3. Peraturan BSNP Nomor 0045/BSNP/II/2018: Prosedur Operasional Standar

Penyelenggaraan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (POS USBN) Tahun Pelajaran 2017/2018. (offsite)

4. Surat Keputusan BSNP Nomor 0283/SKEP/BSNP/I/2018: Kisi-kisi Ujian Sekolah Berstandar Nasional Tahun Pelajaran 2017/2018. (offsite)

5. Surat Edaran BSNP Nomor 0088/SDAR/BSNP/I/2018: Revisi POS UN Tahun Pelajaran 2017/2018. (offsite)

6. Surat Pengantar BSNP Nomor 0089/SDAR/BSNP/I/2018: Dokumen Acuan Pelaksanaan USBN Tahun Pelajaran 2017/2018 (offsite)

7. Surat Edaran BSNP Nomor 0090/SDAR/BSNP/I/2018: Penambahan Mata Pelajaran dan Kisi-kisi USBN SMA Tahun Pelajaran 2017/2018. (offsite) 8. Surat Edaran BSNP Nomor 0091/SDAR/BSNP/II/2018: POS USBN Tahun

Pelajaran 2017/2018. (offsite) Tahun 2017

1. Permendikbud 14 Tahun 2017: Ijazah dan Sertifikat Hasil Ujian Nasional.

Perkabalitbang 018/H/EP/2017: Bentuk, Spesifikasi, Pencetakan/Penggandaan, Pendistribusian, dan Pengisian Blangko Ijazah pada Satuan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Tahun Pelajaran 2016/2017. (berkas lengkap) 2. Permendikbud 3 Tahun 2017: Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan

Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan. (offsite)

(11)

9 B

Batang Tubuh UU SISDIKNAS memuat materi muatan yang terdiri dari XXII BAB dan 77 Pasal. Dari daftar inventarisir peraturan perundang-

3. Peraturan BSNP Nomor 0043/P/BSNP/I/2017: Prosedur Operasional Standar (POS) Penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2016/2017. (offsite) 4. Surat Edaran BSNP Nomor 0076/SDAR/BSNP/I/2017 perihal Permendikbud 3

Tahun 2017 dan Peraturan BSNP Nomor 0043/P/BSNP/I/2017. (offsite)

Tahun 2016

1. Permendikbud 57 Tahun 2015: Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah Melalui Ujian Nasional, dan Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan Melalui Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan pada SMP/MTs atau yang Sederajat dan SMA/MA/SMK atau yang Sederajat.

2. Peraturan BSNP Nomor 0034/P/BSNP/XII/2015: Prosedur Operasional Standar (POS) Penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2015/2016.

3. Surat Edaran BSNP Nomor 0065/SDAR/BSNP/XII/2015: Surat edaran tentang Permendikbud 57 Tahun 2015 dan Peraturan BSNP Nomor 0034/P/BSNP/XII/2015.

Tahun 2015

1. Permendikbud 5 Tahun 2015: Kriteria kelulusan peserta didik, penyelenggaraan Ujian Nasional, dan penyelenggaraan Ujian

Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan pada SMP/MTs atau yang sederajat dan SMA/MA/SMK atau yang sederajat.

2. Permendikbud 6 Tahun 2015: Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah pada Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Dasar Luar Biasa, dan

penyelenggara Program Paket A/ULA.

3. Kepmendikbud 040/P/2015: Panitian Ujian Nasional Tingkat Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015 (pdf).

4. Peraturan BSNP Nomor 0031/P/BSNP/III/2015: Prosedur Operasional Standar (POS) Penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2014/2015.

5. Keputusan BSNP Nomor 0250/SKEP/BSNP/III/2015: penetapan PTN koordinator pemindai Lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN)

SMA/MA/SMAK/SMTK, dan SMK/MAK tahun pelajaran 2014/2015.

PUTUSAN MAKAMAH KONSTITUSI

1. Putusan MK No.5/PUU-X/2012 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (Pasal 50 ayat 3 UU SISDIKNAS)

2. Putusan MK No. 21/PUU-VII/2009

(12)

10 undangan dapat diperhatikan bahwa setelah berlakunya UU SISDIKNAS tersebut nampak jelas banyak sekali peraturan pelaksana maupun undang- undang yang mendukung pelaksanaan daripada UU tersebut. Hal ini menunjukkan komplesksitas pelaksanaan daripada sistem pendidikan nasional itu sendiri.

Peraturan perundang-undangan turunan sebagai pelaksana tersebut tentunya diharapkan dapat sejalan dengan tujuan sistem pendidikan nasional sebagaimana termaktub dalam konsiderans menimbang huruf c. adalah untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Dalam teori legislasi yang dipaparkan oleh J.M. Otto, W.S.R. Stoter &

J.Arnssheidt, “Using legislative theory law and development project”, dikeemukakan lima tahapan dalam pembentukan legislasi, yaitu:2

1. Tahap I: Evaluasi terhadap legislasi yang ada sebelum melakukan upaya memperbaiki atau menggantikannya.

2. Tahap II: Pemajuan upaya memahami mengapa hukum efektif (atau justru tidak efektif)

3. Tahap III: Analisis dari permasalahan yang hendak ditata melalui perangkat legislasi dengan menggunakan metode Pemecahan Masalah – ROCCIPPI.

4. Tahap IV: Analisis dari proses pembentukan legislasi juga beranjak dari teori-teori normative perihal ‘pembentukan legislasi yang baik’.

2 J.M. Otto, W.S.R. Stoter & J.Arnssheidt, “Using legislative theory law and development project”, Jurnal Regel Maat afl. 2004/4.

(13)

11 5. Tahap V: Suatu analisis terhadap kelayakan dari ikhtiar pembentukan

legislasi yag mencerminkan realitas sosial masyarakat setempat.

Untuk memahami bagaimana bentuk pengaturan dalam UU SISDIKNAS ini, penulis menggunakan metode yang digunakan dalam tahap analisis permasalahan yang hendak ditata yaitu dengan metode ROCCIPPI. Metode ROCCIPPI mendapat pembahasan dalam teori legislasi, inti dari metode pemecahan masalah tersebut adalah dalam rangka perubahan masyarakat yang demokratis yang berdasarkan pada asas-asas kepemerintahan yang baik.3 Masalah utama yang diatur di dalam UU SISDIKNAS adalah tentang sistem pendidikan nasional yang diselenggarakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagaimana pengaturan tersebut memiliki tujuan yang telah disampaikan sebelumnya, yaitu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan, sehingga fokus UU SISDIKNAS tersebut adalah adalah menjamin pelaksanaan pendidikan tersebut sampai kepada peserta didik hingga pengaturan terhadap manajemen penyelenggaraannya. Dalam metode ROCCIPPI, dibagi secara jelas pihak-pihak atau addressat yang perilakunya terkait dengan masalah sosial, yaitu:

1. Pemeran (Role Occupant) yakni orang, kelompok, atau organisasi yang perilakunya menimbulkan masalah.

2. Agen Pelaksana (Implementing Agent), yang diberi kewenangan oleh peraturan untuk memastikan pemeran berperilaku sesuai aturan.

Sehingga demikian dalam UU SISDIKNAS yang menjadi Role Occupant- nya jika dikelompokkan berdasarkan urutan pengaturan dalam batang tubuh adalah:

1. Warga Negara;

3 Gede Marhaendra Wija Atmaja, dkk., Perancangan Peraturan Perundang-Undangan, Teknik Penyusunan Naskah Akademik dan Peraturan Perundang-undangan, Uwais Inspirasi Indonesia, Sidoarjo, 2018, hlm.28.

(14)

12 2. Orang Tua;

3. Masyarakat;

4. Peserta didik;

5. Pendidik;

6. Tenaga Kependidikan; dan

7. Satuan Pendidikan (Penyelenggara pendidikan).

Sedangkan yang menjadi Implementing Agent dapat dipaparkan sebagai berikut:

1. Pemerintah Pusat;

2. Pemerintah Daerah; dan 3. Menteri

Analisa dalam kajian ini dilakukan berdasarkan pembagian dua pemeran tersebut. Dari pembagian tersebut pertama-tama kita melihat pada hak dan kewajiban Warga Negara yang disebutkan secara berturut-turut di dalam pasal 5 dan 6, yang pada intinya disampaikan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan yang bermutu dan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat tanpa terkecuali bagi mereka yang berkebutuhan khusus dan tinggal di daerah terpencil, serta memiliki kewajiban untuk mengikuti pendidikan dasar selama 9 tahun mulai dari usia 7 (tujuh) sampai (15) lima belas tahun dan bertanggung jawab terhadap kelangsungan penyelenggaraan pendidikan. Namun ketentuan Wajib Belajar tersebut diatur lain dalam Pasal 34, yang menyebutkan bahwa setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar.

(15)

13 Perwujudan daripada hak dan kewajiban warga negara tersebut berkorelasi dengan pengaturan pada Bab V Pasal 12-nya yang mengatur tentang Peserta Didik. Hal yang perlu digarisbawahi dalam Pasal 12 tersebut adalah dalam ayat (1) huruf b yang menyatakan bahwa peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Tidak hanya warga negara Indonesia saja yang berhak menjadi peserta didik, termasuk warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.4 Hal tersebut berarti segala hak dan kewajiban yang berlaku bagi peserta didik warga negara Indonesia, berlaku pula bagi peserta didik warga negara asing.

Jika didasarkan pada haknya, peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan berdasarkan semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan yang telah diatur di dalam UU tersebut. Adapun jalur pendidikan yang dapat diperoleh oleh peserta didik dapat berupa pendidikan formal, nonformal, maupun informal.5 Sedangkan jenis pendidikan yang dapat dipilih sesuai bakat, minat dan kemampuannya mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Jenjang Pendidikan Jalur formal yang diatur di dalam Pasal 14 UU tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan dasar;

2. Pendidikan menengah; dan 3. Pendidikan tinggi.

Kemudian jalur pendidikan nonformal dalam UU tersebut diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan

4 Pasal 12 ayat (3) UU SISDIKNAS

5 Pasal 13 ayat (1) UU SISDIKNAS

(16)

14 keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Jalur pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Bentuk satuan dari pendidikan formal adalah:

1. Lembaga kursus;

2. Lembaga pelatihan;

3. Kelompok belajar;

4. Pusat kegiatan belajar masyarakat; dan 5. Majelis taklim;

6. Serta satuan pendidikan yang sejenis.

Sedangkan untuk pendidikan informal yang dimaksudkan dalam UU ini adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.6

Selanjutnya Role Occupant yang kedua adalah orang tua, orang tua dalam UU SISDIKNAS ini memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut:

Pasal 7 ayat (1) menentukan Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.

6 Pasal 27 ayat (1) UU SISDIKNAS

(17)

15 Kemudian ayat (2)-nya disebutkan bahwa Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.

Hal tersebut menunjukkan adanya kebebasan yang melekat pada hak orang tua untuk memilih satuan pendidikan mana yang terbaik bagi anaknya.

Terhadap pemeran selanjutnya adalah masyarakat, hak dan kewajiban masyarakat diatur di dalam pasal 8 dan 9 yang menyebutkan bahwa Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan dan berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Peran serta masyarakat dalam pendidikan juga diatur dalam Pasal 54 yang meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.

Pemeran yang diatur dalam UU SISDIKNAS ini selanjutnya adalah pendidik dan tenaga kependidikan. Yang dimaksud dengan pendidik dan tenaga kependidikan dalam UU ini adalah Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, dan Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Tugas tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dijabarkan sebagai berikut:

PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Pasal 39

(1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.

(2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,

melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan

(18)

16 pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Hak dan kewajibannya diatur di dalam Pasal 40 yang menyebutkan bahwa:

(1) Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:

a. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;

b. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;

d. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan

e. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

(2) Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:

a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;

b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan

c. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Sedangkan penyelenggara pendidikan adalah mulai dari pendidikan anak usia dini berbentuk TK, RA atau bentuk lain yang sederajat untuk formal, sedangkan untuk jalur nonformal dapat berbentuk Kelompok Bermain atau TPA atau bentuk lain yang sederajat. Pada pendidikan dasar dapat berbentuk SD dan MI atau bentuk lain yang sederajat serta SMP dan MTs, atau bentuk lain yang sederajat. Untuk pendidikan Menengah yang merupakan kelanjutan dari pelaksanaan pendidikan dasar dapat berbentuk SMA, MA, SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat. Berlanjut ke Pendidikan Tinggi mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pengaturan penyelenggara pendidikan dalam UU SISDIKNAS ini yang diatur secara sedikit lebih mendetail adalah pada jenjang Pendidikan Tinggi, mulai dari Pasal 19 sampai dengan Pasal 24 ditentukan bentuk, hingga hak dan kewajiban penyelenggara pendidikan tinggi. Sedangkan mengenai penyelenggara pendidikan dasar hingga menengah di delegasikan pengaturannya ke dalam peraturan pemerintah. Kewajiban

(19)

17 umum bagi penyelenggara pendidikan diatur dalam Pasal 45 yaitu tentang sarana dan prasarana:

(1) Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.

Beranjak ke Impelenting Agent, bahwa disampaikan sebelumnya ada 3 (tiga) agen pelaksana dalam UU ini, yaitu Pemerintah Pusat, Daerah dan Menteri. Hak dari Pemerintah adalah Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewajiban bagi Pemerintah Pusat, Daerah dan Menteri adalah (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.

Dalam hal pendanaan, sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 alokasi dana pendidikan adalah sebanyak 20 % dari APBN, 20 % APBD dan hibah yang dialokasikan untuk dana penyelenggaraan pendidikan.

Berdasarkan uraian secara umum terhadap pengaturan sistem pendidikan nasional tersebut di atas, beberapa kendala yang tengah dihadapi oleh sistem pendidikan nasional adalah salah satunya terhadap proses penerimaan peserta didik mulai dari TK hingga sekolah menengah atas berbasis zonasi. Peraturan yang mengatur hal tersebut adalah Permendikbud 20 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan. Telah dipaparkan sebelumnya bahwa peserta didik merupakan addresaat utama daripada UU ini.

Penerapan sistem zonasi ini menuai banyak protes dari orang tua peserta didik

(20)

18 dari berbagai daerah seperti di Jawa Timur dan Jawa Barat yang sempat dihentikan sementara.7

Presentasi penerimaan daripada zonasi adalah sebesar 80%, hal ini sangat jauh jika dibandingkan terhadap penerimaan berbasis prestasi. Padahal dalam UU SISDIKNAS yang dimaksud dengan pendidikan adalah pengembangan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pemerintah dalam pasal 10 UU SISDIKNAS memang berhak mengatur, membimbing serta mengawasi penyelenggaraan pendidikan, namun jika dicermati, menentukan sistem penerimaan peserta didik berbasis zonasi telah mencederai hak orang tua yang secara tegas disampaikan bahwa mereka berhak memilih satuan pendidikan mana yang terbaik untuk anaknya, sebagaimana tercantum dalam pasal 7 ayat (1) UU SISDIKNAS. Selain itu kebijakan zonasi ini patut dipertanyakan apakah pemerintah sudah melakukan kajian terhadap kesiapan satuan pendidikan yang ada? Ideologi (cetak tebal penulis) yang dimiliki oleh orang tua peserta didik akan cenderung memilih satuan pendidikan yang terbaik bagi anaknya sehingga dapat dipastikan banyak orangtua peserta didik yang mencari sekolah terbaik atau sekolah favorit dengan pelayanan pendidikan yang terbaik yang didukung sarana dan prasarana yang baik pula. Bukankah dengan kurang berjalannya sistem penerimaan peserta didik baru bertentangan pula dengan kewajiban pemerintah dalam memberikan layanan dan kemudahan untuk mengenyam pendidikan?

Menjadi perhatian penulis adalah Implementing Agent dalam UU SISDIKNAS yaitu pada Menteri, sebagaimana yang didefinisikan Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional, kerancuan timbul pada kenyataannya nomenklatur kementerian pendidikan di Indonesia

7 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190625141534-20-406248/kemendikbud- jelaskan-akar-permasalahan-ppdb-zonasi, diakses pada 25 Agustus 2019.

(21)

19 ada dua, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan yang satu lagi adalah Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Hal ini bagi penulis menyimpang dari maksud sistem pendidikan nasional itu sendiri dimana pelaksanaannya dimaksudkan terpadu. Pertanyaannya bagaimana dapat terpadu apabila ada dua kementerian yang menjalankan sistem pendidikan nasional. Sebaiknya cukup pada tataran direktorat jenderal pendidikan tinggi yang mendukung pelaksanaan sistem pendidikan nasional secara komperehensif.

Selain itu, UU SISDIKNAS telah melalui beberapa pengujian oleh Mahkamah Konstitusi. Salah satunya adalah penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional yang telah dinyatakan tidak berlaku oleh Mahkamah.8 Dari beberapa masalah yang disampaikan tersebut di atas apabila dicermati, bahwa terjadi ketidaksinkronan maupun salah interpretasi yang dilakukan terhadap UU SISDIKNAS oleh peraturan pelaksana di bawahnya. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Terjadi kesalahpahaman interpretasi Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, yang berdampak pada penyelenggaraan pendidikan.

2. Secara umum substansi Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 sudah mengatur dan mengarahkan pendidikan sesuai dengan definisi dan asas pendidikan itu sendiri. Namun masih ada beberapa definisi yang perlu dikaji ulang dengan menyesuaikan konteks pendidikan dan perkembangan penyelenggaraan pendidikan.

3.

Implementasi Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 selama kurang lebih 16 tahun pada dunia pendidikan Indonesia belum mencapai titik pencapaian yang maksimal. Masih sangat memerlukan upaya-upaya

8 Lihat Putusan MK No.5/PUU-X/2012 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional.

(22)

20 sinkronisasi, redefinisi ulang terhadap norma-norma dalam Undang- Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 maupun peraturan pelaksananya, sehingga undang-undang tersebut dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya.

BAHAN BACAAN/RUJUKAN PENGAYAAN

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301

Putusan Mahkamah Konstitusi No.5/PUU-X/2012 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional.

Atmaja, Gede Marhaendra Wija, dkk., 2018, Perancangan Peraturan Perundang- Undangan, Teknik Penyusunan Naskah Akademik dan Peraturan Perundang- undangan, Sidoarjo: Uwais Inspirasi Indonesia.

Farid Miftah, Kemendikbud Jelaskan Akar Permasalahan PPDB Zonasi, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190625141534-20-

406248/kemendikbud-jelaskan-akar-permasalahan-ppdb-zonasi, diakses pada 25 Agustus 2019.

Otto, J.M., W.S.R. Stoter & J.Arnssheidt, “Using legislative theory law and development project”, Jurnal Regel Maat afl. 2004/4.

https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/bsnp/

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir yang berjudul : “PERANCANGAN KOMUNIKASI

Hasil akhir dari dibangunnya animasi ini adalah sebagai media pengenalan tradisi budaya kota kudus dalam bentuk animasi yang lebih menarik.. Kata kunci : Adobe Flash,

Pola persebaran fosfat pada bagian utara di perairan Pulau Lirang memiliki nilai fosfat yang cenderung lebih tinggi bila dibandingkan dengan bagian selatan seperti yang

Pada ruas jalan Kawi, arahan pengelolaan lalu lintas dengan penerapan skenario penataan parkir on-street di sisi utara dan sisi selatan, penertiban angkutan kota

Berdasarkan Hasil Evaluasi Administrasi, Teknis dan Harga pada Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi kegiatan Rehabilitasi Ruang Belajar MTsN Salido Tahun Anggaran

Setelah masalah dan batasan dikenai dengan baik, maka langkah terpenting yang harus dilakukan adalah mencari informasi lebih dalam atau research. Langkah ini

[r]

Sehubungan telah dilaksanakan tahapan evaluasi penawaran dan evaluasi kualifikasi, maka dengan ini kami mengundang Saudara Direktur/Wakil Direktur/Pimpinan Perusahaan/Pimpinan