KORELASI ANTARA TAJAM PENGLIHATAN DENGAN KETEBALAN LAPISAN RETINAL NERVE FIBER LAYER (RNFL) PADA PASIEN YANG TERDIAGNOSIS PAPILEDEMA
TESIS
Rani Pitta Omas NPM : 131221170009
Pembimbing I : Dr.dr.Karmelita Satari,Sp.M(K) Pembimbing II : Dr.dr.Antonia Kartika I.,Sp.M(K),M.Kes
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG 2021
BAB 1 . PENDAHULUAN
Saraf optik : tersusun dari 1 – 1,2 juta sel akson ganglion retina
Mengirimkan informasi visual dari retina ke korteks penglihatan
Membutuhkan energi dan konsentrasi oksigen yang tinggi : saraf optik sensitif terhadap kondisi inflamasi,
iskemik dan kompresi
SARAF OPTIK
Liu, Grant T. Liu, Volpe, and Galetta's neuro-ophthalmology: diagnosis and management. Philadelphia : Elsevier health sciences. 2018
BAB 1 . PENDAHULUAN
Saraf optik Lapisan meningeal ruang subaraknoid
↓
Cairan serebrospinal (CSF)
Intrakranial
Tekanan tinggi intrakranial (TTIK)
PAPILEDEMA
kematian
Chen, J. J., & Bhatti, M. T. (2019). Papiledema. International ophthalmology clinics, 59(3), 3–22.
`
Amerika : 0,9 per 100.000 penduduk/tahun diakibatkan
oleh hipertensi intrakranial idiopatik (IIH)
Rigi dkk : 2,5% dari 2.178 pasien meningitis di India memiliki
kondisi papiledema
Kemenkes RI : insidensi tumor intrakranial penyebab tersering dari papiledema adalah
3.4 per 100.000 penduduk.
BAB 1. PENDAHULUAN
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional pelayanan kedokteran tumor otak. Jakarta. 2017. 1-92
BAB 1. PENDAHULUAN
Gu dkk : 25-75% gangguan lapang pandang dan 10% pasien mengalami kebutaan bilateral
Best dkk : 1-2% pasien papiledema di Inggris berakhir dengan kondisi kebutaan setiap tahunnya
Tumani H. Anatomy of CSF-Related Spaces and Barriers Between Blood, CSF, and Brain. In: Cerebrospinal Fluid in Clinical Neurology. Springer. 2015
Cunha dkk
Tajam penglihatan
Diskus optikus
Pemantauan terkait resiko kebutaan
Optical Coherence Tomography (OCT) –
Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL)
BAB 1. PENDAHULUAN
Non-invasif
Kuantitatif
Skala Frisen
Subjektif
Cunha LP. The importance of optical coherence tomography in papiledema. Revista Brasileira de Oftalmologia. 2015. 273-4.
Neuro-Ophthalmology Research Disease
Investigator Consortium (NORDIC)
Substudi I : korelasi positif antara ketebalan RNFL dengan
skala Frisen (IIH)
Substudi II : parameter OCT tidak berkorelasi dengan fungsi visual (lapang pandang)
pada pasien dengan papilledema ringan
Neuro-Ophthalmology Research Disease
Investigator Consortium (NORDIC)
Substudi I : korelasi positif antara ketebalan RNFL dengan
skala Frisen (IIH)
Substudi II : parameter OCT tidak berkorelasi dengan fungsi visual (lapang pandang)
pada pasien dengan papilledema ringan
Hatem dkk : tidak berkorelasi antara derajat keparahan papiledema (skala Frisen) dengan tajam penglihatan
Hatem dkk : tidak berkorelasi antara derajat keparahan papiledema (skala Frisen) dengan tajam penglihatan
Ahuja dkk :
mengemukakan adanya korelasi antara ketebalan RNFL dengan derajat papiledema
Ahuja dkk :
mengemukakan adanya korelasi antara ketebalan RNFL dengan derajat papiledema
BAB 1. PENDAHULUAN
Ahuja S, Anand D, et al. Retinal nerve fiber layer thickness analysis in cases of papilledema using optical coherence tomography – A case control study. Clinical Neurology and Neurosurgery. 2015.
Hatem CF, Yri HM. Long-term visual outcome in a Danish population of patients with idiopathic intracranial hypertension. Acta Ophthalmol. 2018. 719–23.
Mengalami kehilangan penglihatan pada kedua mata secara bersamaan sulit mengevaluasi fungsi visualnya menggunakan perimetri
Mengalami kehilangan penglihatan pada kedua mata secara bersamaan sulit mengevaluasi fungsi visualnya menggunakan perimetri
Khalil dkk : hubungan perubahan ketebalan RNFL dengan sensitivitas lapang pandang
Khalil dkk : hubungan perubahan ketebalan RNFL dengan sensitivitas lapang pandang
Tajam penglihatan
BAB 1. PENDAHULUAN
Rebolleda dkk : setiap 10 µm dari peningkatan ketebalan RNFL rata-rata mengakibatkan
adanya penurunan 0,6 dB MD Rebolleda dkk : setiap 10 µm
dari peningkatan ketebalan RNFL rata-rata mengakibatkan
adanya penurunan 0,6 dB MD
Khalil D, Labib D. Correlation between optical coherence tomography parameters and retinal sensitivity in idiopathic intracranial hypertension. J Egypt Ophthalmol Soc. 2015;108(2):61.
Rebolleda G, Muñoz-Negrete FJ. Follow-up of mild papiledema in idiopathic intracranial hypertension with optical coherence tomography. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2009.
BAB 1. PENDAHULUAN
Penebalan RNFL ↑ Penebalan
RNFL ↑ Kompresi
pada sel akson ganglion
Kompresi pada sel akson
ganglion
Gangguan tajam penglihatan
= nilai logMar >>
Gangguan tajam penglihatan
= nilai logMar >>
Korelasi positif
Iskemik Inflamasi Kompresi
Toksisitas Iskemik Inflamasi Kompresi
Toksisitas
Mendorong untuk dilakukannya
penelitian
Mendorong untuk dilakukannya
penelitian
BAB 1. PENDAHULUAN
Informasi secara objektif (kuantitatif) mengenai tingkat pembengkakan dari diskus optik terkait resiko kebutaan
Informasi secara objektif (kuantitatif) mengenai tingkat pembengkakan dari diskus optik terkait resiko kebutaan
Belum ada penelitian yang secara langsung menilai korelasi tajam penglihatan antara peningkatan ketebalan RNFL
Belum ada penelitian yang
secara langsung menilai korelasi
tajam penglihatan antara
peningkatan ketebalan RNFL
RUMUSAN MASALAH
TUJUAN
Dasar ilmiah untuk materi informasi edukasi kepada pasien terkait tingkat keparahan dari pembengkakan diskus optik yang dialami (informed consent)
Kegunaan PRAKTIS Kegunaan ILMIAH
Studi ini dapat digunakan untuk penelitian berkelanjutan lainnya terkait papiledema
Apakah terdapat korelasi positif antara tajam
penglihatan dengan ketebalan lapisan RNFL pada pasien
dengan papiledema?
Untuk mengetahui hubungan korelasi tajam penglihatan
dengan ketebalan lapisan RNFL pada pasien yang terdiagnosis papiledema
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA
American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course Fundamentals and Principle of Ophthalmology. 67–69
LAMINA KRIBROSA INTRAOKULAR
INTRAORBITA INTRAKANALIKULAR
INTRAKRANIAL Arachnoid
Piamater
Ray LA, Heys JJ. Fluid Flow and Mass Transport in Brain Tissue. Fluids. 2019.
Ultrafiltrasi plasma darah Volume CSF yang diproduksi sekitar
400 – 600 ml / hari.
Fungsi CSF :
1. Proteksi bantalan untuk melindungi otak dari cedera.
2. Media untuk mengantar nutrisi ke jaringan otak dan membuang zat sisa
3. Menjaga keseimbangan tekanan intrakranial
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA
Vol intrakranial = Vol.otak + Vol.darah + Vol.CSF
Hukum Monro-Kellie
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA
Lee A, Rigi M, Almarzouqi S, Morgan M. Papiledema: epidemiology, etiology, and clinical management. EB. 2015.
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA
Varner P. Isolated unilateral disk edema. OPTO. 2011. 13-55 Trobe JD. The neurology of vision. Oxford ; New York: Oxford University Press; 2001.
Hayreh dan Trobe FENOMENA MEKANIK
Sindrom kompartemen distensi
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA
Gejala neurologis
Gejala visual
• Nyeri kepala
• Mual dan muntah
• Hilang kesadaran
• Tahap awal : pelebaran bintik buta (enlargement of blind spot)
• Tahap lanjut : penurunan tajam
penglihatan
Sumber : PMN RS Mata Cicendo
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA
Swiston C. Disc edema. Moran core clinical opthalmology for education. 2019. 1-3
Skala Frisen
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA
Cunha dkk
Tajam penglihatan
Diskus optikus
Pemantauan terkait resiko kebutaan
OCT papil non-invasif &
kuantitatif
Cunha LP. The importance of optical coherence tomography in papiledema. Revista Brasileira de Oftalmologia. 2015. 273-4.
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA
Kuantifikasi struktur
diskus optikus : ketebalan sirkumferensial retinal nerve fiber layer (RNFL)
Grzybowski dkk :
evaluasi dari pengukuran parameter RNFL memberikan informasi kondisi patologis pada sistem okular dan saraf
pusat
Pemantauan terkait
resiko kebutaan
yang dapat dialami oleh pasien papiledema.
• Non-kontak
• Beresolusi tinggi
• Ketepatan dalam menggambarkan struktur jaringan dengan skala mikron.
Sumber : PMN RS Mata Cicendo
Grzybowski A, Barboni P. OCT and Imaging in Central Nervous System Diseases: The Eye as a Window to the Brain. Springer International Publishing; 2020.
• Non-kontak
• Beresolusi tinggi
• Ketepatan dalam menggambarkan struktur jaringan dengan skala mikron.
Kerangka
Pemikiran
PREMIS
Premis 1
Saraf optik diselubungi lapisan meningeal ruang subaraknoid berisi cairan serebrospinal (CSF)
Premis 2
TTIK tekanan tersebut juga ditransmisikan ke CSF di saraf optik pembengkakan diskus optikus (papiledema)
PREMIS
Premis 3
Tekanan CSF yang meningkat di sekitar saraf optik distensi dari selubung saraf optik gangguan aliran aksoplasmik dan obstruksi vena dan kapiler di sekitar diskus optik pembengkakan diskus optik (sindrom kompartemen) kompresi pada akson
Premis 4
Kompresi pada akson hipoksia sel ganglion apoptosis sel sehingga
penurunan tajam penglihatan
PREMIS
Premis 5
Pembengkakan diskus optik dinilai secara kuantitatif melalui
penebalan lapisan RNFL
HIPOTESIS
Terdapat korelasi positif antara tajam penglihatan
dengan ketebalan lapisan RNFL pada pasien dengan
papiledema yaitu semakin tebal lapisan RNFL (µm)
maka terdapat peningkatan nilai logMar (tajam
penglihatan memburuk)
• Observasional-analitik cross-sectional
• Retrospektif
• Consecutive sampling
Data rekam medis
berdasarkan ICD 10 H47.1
REKAM MEDIS PASIEN
PAPILEDEMA
BAB 3. SUBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN
WAKT
U TEMPA
T
Hingga jumlah sampel minimal terpenuhi dan dilakukan setelah mendapat persetujuan Komite Etik Penelitian PMN RS Mata Cicendo
• Rumah Sakit Mata Cicendo
• Poli Neurooftalmologi
KRITERIA INKLUSI KRITERIA INKLUSI
• Rekam medis pasien dengan diagnosis papiledema yang telah terverifikasi oleh dokter konsultan bidang Neuro-Oftalmologi dengan hasil pemeriksaan CT scan orbita kepala dengan kontras terlampir pada rekam medis yang menunjukkan etiologi penyebab peningkatan tekanan intrakranial
• Terdapat hasil OCT papil parameter ONH (optic nerve head) dan RNFL (retinal nerve fiber layer) dengan pemindaian optic disc cube dimensi 200x200 pada kedua mata pasien dalam rekam medik.
• Rekam medis pasien dengan usia > 18 tahun.
• Rekam medis pasien dengan diagnosis papiledema yang telah terverifikasi oleh dokter konsultan bidang Neuro-Oftalmologi dengan hasil pemeriksaan CT scan orbita kepala dengan kontras terlampir pada rekam medis yang menunjukkan etiologi penyebab peningkatan tekanan intrakranial
• Terdapat hasil OCT papil parameter ONH (optic nerve head) dan RNFL (retinal nerve fiber layer) dengan pemindaian optic disc cube dimensi 200x200 pada kedua mata pasien dalam rekam medik.
• Rekam medis pasien dengan usia > 18 tahun.
KRITERIA EKSKLUSI KRITERIA EKSKLUSI
BAB 3. SUBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN
Hasil reliabilitas signal strength pada OCT rendah yaitu < 5/10.
Pasien yang telah mendapat penanganan operasi atau terapi dari bagian bedah saraf.
Riwayat konsumsi obat-obatan atau zat lainnya seperti ethambutol, amiodarone, sildenafil, methotrexate dan alkohol yang dapat mengakibatkan pembengkakan diskus optikus.
Riwayat penyakit sistemik yang dimiliki pasien berupa hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, stroke, penyakit jantung koroner.
Hasil reliabilitas signal strength pada OCT rendah yaitu < 5/10.
Pasien yang telah mendapat penanganan operasi atau terapi dari bagian bedah saraf.
Riwayat konsumsi obat-obatan atau zat lainnya seperti ethambutol, amiodarone, sildenafil, methotrexate dan alkohol yang dapat mengakibatkan pembengkakan diskus optikus.
Riwayat penyakit sistemik yang dimiliki pasien berupa hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, stroke, penyakit jantung koroner.
JUMLAH SAMPEL PENELITIAN
Keterangan:
n = Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini Zα = Derajat kepercayaan yaitu 95%(1,96)
Zβ = Kekuatan uji yaitu 95% (1,64) r = Koefisien korelasi
Bila ditambahkan 10% untuk mengantisipasi kehilangan data, maka jumlah sampel minimal adalah
53 rekam medis
Bila ditambahkan 10% untuk mengantisipasi kehilangan data, maka jumlah sampel minimal adalah
53 rekam medis
Variabel Definisi operasional Alat ukur
Hasil Ukur
Skala
Usia
Usia dalam bentuk tahun tanpa mempertimbangkan kelebihan hari, sesuai tertulis dalam rekam medis
Rekam
medis Tahun Numerik
Lama gejala
Lama waktu antara gejala klinis (buram) pertama kali timbul
sampai datang berobat pertama kali ke poliklinik Neuro-
Oftalmologi PMN RS Cicendo
Rekam
medis Minggu Numerik
Papiledema Pembengkakan kedua diskus optik diakibatkan oleh peningkatan tekanan intrakranial.
Rekam
medis - -
DEFINISI OPERASIONAL
Variabel Definisi operasional Alat ukur
Hasil
Ukur Skala
Tajam
Penglihatan terkoreksi
Kemampuan seseorang untuk melihat suatu objek. Hasil tajam penglihatan terkoreksi
menggunakan pinhole
Rekam
medis LogMar Numerik
Optical coherence tomography (OCT)
sebuah alat diagnostik teknik pencitraan medis bersifat
noninvasif yang menggunakan cahaya untuk menangkap gambar tiga dimensi beresolusi
mikrometer.
Carl Zeiss Cirrus 5000 HD OCT versi
11.0.0.2999 46.
DEFINISI OPERASIONAL
Ketebalan retinal nerve fiber layer (RNFL)
Tebal rerata lapisan serabut saraf peripapil pada
pemeriksaan OCT papil
Rekam
medis µm Numerik
Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemindaian CT scan orbita kepala yang
menunjukkan kelainan intrakranial.
Rekam Medis
DEFINISI OPERASIONAL
Instrumen Penelitian
• Data rekam medis
• Lembar tabel pencatatan
• Aplikasi Microsoft Excel 2013
• Aplikasi Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 25
ALUR PENELITIAN
Penjaringan data rekam medik melalui bagian IT berdasarkan
kode ICD 10 H47.1 mulai Januari 2016 hingga Desember
2020
Pencarian buku rekam medik pasien di bagian
rekam medik rumah sakit
Pengambilan data berdasarkan rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi penelitian
Data yang diambil adalah jenis kelamin, usia, lama gejala, tajam penglihatan, rerata ketebalan dan sektoral RNFL berdasarkan OCT serta hasil pemeriksaan CT scan
yang terlampir di rekam medik Pemeriksaan
kelengkapan data yang dikumpulkan
Analisis data mengenai korelasi tajam penglihatan
dan ketebalan RNFL
Hasil dan kesimpulan
PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS
Uji normalitas data terdistribusi secara normal atau tidak normal.
• Shapiro-Wilk apabila data kurang dari 50 atau
• Kolmogorov-Smirnov (z) apabila data lebih dari 50
Uji Korelasi antara data numerik dengan numerik :
• Pearson (r) distribusi normal
• Spearman (ρ) distribusi data yang tidak normal
Perhitungan kekuatan korelasi (r),
berdasarkan kriteria Guillford (1956) :
• 0,0 - <0,2 = sangat lemah,
• 0,2 - <0,4 = lemah ,
• 0,4 - <0,7 = sedang,
• 0,7 - <0,9 = kuat,
• 0,9 – 1,0 = sangat kuat.
Arah korelasi positif (searah) atau korelasi negatif (berlawanan arah)
Persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Pusat Mata Nasional RS. Mata Cicendo Bandung dengan nomor LB.02.01/2.3/015/2021
pada tanggal 7 April 2021
ETIK RISET
Pada penelitian ini dilakukan pencatatan :
1. Usia
2. Jenis kelamin 3. Lama gejala
4. Tajam penglihatan terkoreksi pinhole (logMar)
5. Ketebalan rata – rata RNFL Pada penelitian ini dilakukan pencatatan :
1. Usia
2. Jenis kelamin 3. Lama gejala
4. Tajam penglihatan terkoreksi pinhole (logMar)
5. Ketebalan rata – rata RNFL
BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN
Pengambilan data : April – Mei 2021
Pengambilan data : April – Mei 2021
Rekam medis : Januari 2016 - Desember 2020 berdasarkan kode ICD – 10 H47.1
Rekam medis : Januari 2016 - Desember 2020 berdasarkan kode ICD – 10 H47.1
Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 102 rekam medis (204 mata) dari 621 rekam medis.
Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 102 rekam medis (204 mata) dari 621 rekam medis.
BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN
Variabel N=102 (rekam medis) Usia (tahun)
Mean±Std 39,21 ± 10,91
Median 41
Range (min-max) 19 - 65
Modus 36
Jenis Kelamin
Laki-laki 32(31%)
Perempuan 70(69%)
Lama gejala (minggu)
Mean±Std 10,78 ± 12,27
Median 6
Range (min-max) 1 - 52
Modus 4
TABEL 4.1 Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian
Hasil Pemindaian CT Scan N = 102 rekam medis
Tumor intrakranial
a. Sugestif meningioma = 42 b. Sugestif astrositoma = 4 c. Sugestif glioma = 3 d. Sugestif pseudotumor = 3 e. Sugestif kraniofaringioma =3 f. Sugestif glioblastoma = 2 g. Sugestif medulloblastoma = 2 h. Sugestif schwannoma = 1 i. Tidak terdeskripsi = 27
88 (87,52%)
Abses 6 (5,88%)
Infark 2 (1,34%)
Meningoensefalitis 2 (1,34%)
Perdarahan intrakranial 1 (0,98%)
Perdarahan subdural 1 (0,98%)
Metastasis intrakranial 1 (0,98%)
Cerebral venous sinus thrombosis (CVST) 1 (0,98%)
Variabel N=204 (mata) Tajam Penglihatan (logMar)
Mean±Std 0,95 ± 0,98
Median 0,50
Range (min-max) 0 – 3,00 Rata-rata ketebalan RNFL (µm)
Mean±Std 211,49 ± 98,41
Median 179,50
Range (min-max) 72 - 552
BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN
TABEL 4.2 Gambaran Tajam Penglihatan dan Ketebalan RNFL
(nilai normal 75 – 107,2 µm)
Variabel N (rekam
medis) Nilai p
Usia (tahun) 102 0,001
Lama gejala (minggu) 102 0,000
Tajam penglihatan (logMar) 102 0,000 Rata-rata ketebalan RNFL (µm) 102 0,000
TABEL 4.3 Uji Normalitas Variabel Penelitian
BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN
P<0.05 : distribusi tidak normal
Keterangan : uji Kolmogorov-Smirnov (z)
BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN
Variabel Kekuatan
korelasi (r) Nilai p Korelasi Tajam Penglihatan dengan rata – rata
ketebalan RNFL -0,204 0,003
Keterangan : uji Spearman (ρ)
Tabel 4.4 Tabel Analisis Korelasi Tajam Penglihatan dengan RNFL
BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN
UJI
HIPOTESIS
Hasil:
• Terdapat korelasi negatif dan kekuatan korelasi bersifat lemah antara tajam penglihatan dengan ketebalan RNFL pasien papiledema (p<0,05).
Kesimpulan:
hipotesis telah diuji dan ditolak
Hipotesis : terdapat korelasi positif antara tajam penglihatan dengan ketebalan RNFL pasien papiledema.
Etiologi papiledema : tumor intrakranial, IIH, hidrosefalus obstruktif, meningitis dan CVST mengancam jiwa sehingga
diagnosis papiledema membutuhkan perhatian khusus
Etiologi papiledema : tumor intrakranial, IIH, hidrosefalus obstruktif, meningitis dan CVST mengancam jiwa sehingga
diagnosis papiledema membutuhkan perhatian khusus
Tumor intrakranial
sebanyak 88 rekam medis (87,52%) :
Hasil CT scan = sugestif meningioma yaitu 42
rekam medis Tumor intrakranial
sebanyak 88 rekam medis (87,52%) :
Hasil CT scan = sugestif meningioma yaitu 42
rekam medis
Kartika dkk (NO) : penyebab terbanyak meningioma 47,72%
Kartika dkk (NO) : penyebab terbanyak meningioma 47,72%
Crum dkk (Amerika) : penyebab papiledema
terbanyak adalah hipertensi idiopatik intrakranial (IIH) yaitu
87%.
Crum dkk (Amerika) : penyebab papiledema
terbanyak adalah hipertensi idiopatik intrakranial (IIH) yaitu
87%.
Lumbal pungsi Lumbal pungsi
BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN
Kemenkes RI : insidensi tumor intrakranial yang menjadi etiologi papiledema 3.4 per 100.000 penduduk
Kemenkes RI : insidensi tumor intrakranial yang menjadi etiologi papiledema 3.4 per 100.000 penduduk
Kartika A, Simatupang Y, B S, Sovani I, Mose JC. Neuro-ophthalmic manifestations of intracranial tumors. J-Stages. 2017;34(3):385.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional pelayanan kedokteran tumor otak. Jakarta. 2017. 1-92
BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN
• Median usia = 41 tahun (rentang 19 – 65 tahun)
• Jenis kelamin = perempuan 70 pasien (69%)
• Median usia = 41 tahun (rentang 19 – 65 tahun)
• Jenis kelamin = perempuan 70 pasien (69%)
Raju dkk : umur rata-rata pasien berkisar 40 – 50 tahun ; jenis kelamin perempuan.
Raju dkk : umur rata-rata pasien berkisar 40 – 50 tahun ; jenis kelamin perempuan.
Crum dkk : insidensi papiledema berada pada dekade ke – 4 dan 5.
Crum dkk : insidensi papiledema berada pada dekade ke – 4 dan 5.
Raju K. Ocular manifestations of intracranial space occupying lesions – a clinical study. Regional Institute of Ophthalmology. 2009.
Kartika A, Simatupang Y, B S, Sovani I, Mose JC. Neuro-ophthalmic manifestations of intracranial tumors. J-Stages. 2017;34(3):385 Crum OM, Kilgore KP, Sharma R, et al. Etiology of papilledema in patients in the eye clinic setting. JAMA Netw Open. 2020.
(Kartika dkk,2017) : paling banyak perempuan (59,1%) dan usia rata-rata
40,14 tahun
(Kartika dkk,2017) : paling banyak perempuan (59,1%) dan usia rata-rata
40,14 tahun
BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN
Liu dkk : papiledema muncul dalam hitungan minggu pada TIK yang ringan dan bersifat lambat Liu dkk : papiledema muncul dalam hitungan minggu pada TIK yang ringan dan bersifat lambat
TIK bersifat tinggi dan mendadak : perdarahan subrakhnoid dan pecahnya aneurisma jam
TIK bersifat tinggi dan mendadak : perdarahan subrakhnoid dan pecahnya aneurisma jam
Hasil penelitian : lama gejala gangguan penglihatan pada median 6 minggu (rentang 1 – 52 minggu), terbanyak : 4 minggu
Hasil penelitian : lama gejala gangguan penglihatan pada median 6 minggu (rentang 1 – 52 minggu), terbanyak : 4 minggu
Liu, Grant T. Liu, Volpe, and Galetta's neuro-ophthalmology: diagnosis and management. Philadelphia: Elsevier health sciences. 2018. 197-229
Belum ada penelitian yang dapat memastikan lama
waktu dari timbulnya papiledema hingga munculnya keluhan buram
Walsh dkk : keluhan buram menunjukkan
papiledema telah bersifat lanjut
Walsh dkk : keluhan buram menunjukkan
papiledema telah bersifat lanjut
Miller NR, Subramanian P, Patel V. Walsh & Hoyt’s clinical neuro- ophthalmology. Philadelphia: Wolters Kluwer Health; 2015.
BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN
Kehilangan penglihatan pada kedua mata secara bersamaan, lebih sulit mengevaluasi fungsi visualnya menggunakan perimetri
Kehilangan penglihatan pada kedua mata secara bersamaan, lebih sulit mengevaluasi fungsi visualnya menggunakan perimetri
Korelasi negatif Khalil dkk : perubahan ketebalan dari RNFL berkorelasi dengan penurunan sensitivitas dari lapang pandang Khalil dkk : perubahan ketebalan dari RNFL berkorelasi dengan penurunan sensitivitas dari lapang pandang
Khalil D, Labib D. Correlation between optical coherence tomography parameters and retinal sensitivity in idiopathic intracranial hypertension. J Egypt Ophthalmol Soc. 2015;108(2):61.
variabel tajam penglihatan Pemeriksaan fungsi
penglihatan dan kondisi diskus optikus penilaian penting untuk memantau resiko kebutaan
Pemeriksaan fungsi penglihatan dan kondisi diskus optikus penilaian penting untuk memantau resiko kebutaan
Subjektif : Skala Frisen
Objektif ketebalan RNFL menggunakan OCT
Heidary G, Rizzo JF. Use of Optical Coherence Tomography to Evaluate Papilledema and Pseudopapilledema. Seminars in Ophthalmology. 2010 Nov;25(5–6):198–205
Heidary dkk : korelasi fungsi visual dan RNFL pada
studi neuropati optik
BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN
Arah korelasi pada penelitian ini bersifat
negatif
Arah korelasi pada penelitian ini bersifat
negatif
Duman dkk : edema berkurang tetapi
gangguan tajam penglihatan menetap
Duman dkk : edema berkurang tetapi
gangguan tajam penglihatan menetap
Kerusakan akson sel ganglion retina (atrofi)
Kerusakan akson sel ganglion retina (atrofi)
Duman R, Yavaş G, Norman E. The retinal layers in the preservation of visual acuity in the early stages of idiopathic intracranial hypertension. JAMMR. 2018. 1–5.
Liu TT, Bi HS, Wang XR, et al. Change of retinal nerve fiber layer thickness in patients with nonarteritic inflammatory anterior ischemic optic neuropathy. Neural Regen Res. 2012. 2778-83.
Lee AG, Sinclair AJ, Sadaka A, editors. Neuro-Ophthalmology: global trends in diagnosis, treatment and management. Cham: Springer International Publishing; 2019.
Wall M, White WN. Asymmetric papilledema in idiopathic intracranial hypertension: prospective interocular comparison of sensory visual function. Invest Ophthalmol Vis Sci. 1998.
Liu dkk dan Lee dkk : pseudonormalisasi yaitu campuran sisa penebalan RNFL (edema) dan atrofi
Liu dkk dan Lee dkk : pseudonormalisasi yaitu campuran sisa penebalan RNFL (edema) dan atrofi
Wall dkk : adanya variasi antar dan intra individu dapat mempengaruhi
Wall dkk : adanya variasi antar dan intra individu dapat mempengaruhi
Hatem dkk : tidak ditemukannya korelasi antara skala Frisen dengan fungsi visual yang dimungkinkan oleh jumlah sampel sedikit (41 orang)
Hatem dkk : tidak ditemukannya korelasi antara skala Frisen dengan fungsi visual yang dimungkinkan oleh jumlah sampel sedikit (41 orang)
Sudah adanya kondisi atrofi pada diskus optik yang dikaburkan oleh residual edema (pseudonormalisasi) Sudah adanya kondisi atrofi pada diskus optik yang dikaburkan oleh residual edema (pseudonormalisasi)
BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN
Merticariu dkk : adanya korelasi antara ketebalan
RNFL dengan
derajat dari papiledema
Merticariu dkk : adanya korelasi antara ketebalan
RNFL dengan
derajat dari papiledema
• Grup derajat ringan : rata-rata ketebalan RNFL yaitu 117 µm (95% CI, ± 16μm)
• Grup derajat sedang : rata- rata ketebalan RNFL 165 μm (95% CI, ± 89μm)
• Grup derajat tinggi : 269 μm (95% CI, ± 31 μm)
• Grup derajat ringan : rata-rata ketebalan RNFL yaitu 117 µm (95% CI, ± 16μm)
• Grup derajat sedang : rata- rata ketebalan RNFL 165 μm (95% CI, ± 89μm)
• Grup derajat tinggi : 269 μm (95% CI, ± 31 μm)
Rata-rata ketebalan RNFL berada pada median 179,50 µm : derajat sedang (tahap lanjut)
Rata-rata ketebalan RNFL berada pada median 179,50 µm : derajat sedang (tahap lanjut)
Merticariu A, et al. Optical coherence tomography assessment of structural changes in the optic nerve head and peripapillary retina in idiopathic intracranial hypertension. Arch Balk Med Union. 2019.267–73
Hasil berkorelasi negatif
Hasil berkorelasi negatif
BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN
Hasil berkorelasi negatif
Hasil berkorelasi negatif
Alfonso dkk : prognosis faktor tajam penglihatan adalah waktu dari munculnya gejala hingga terdiagnosa adalah lebih dari 6 bulan
Alfonso dkk : prognosis faktor tajam penglihatan adalah waktu dari munculnya gejala hingga terdiagnosa adalah lebih dari 6 bulan
Ahmad dkk : diperlukan waktu 4 – 6 minggu dari terjadinya kerusakan aksonal hingga atrofi
Ahmad dkk : diperlukan waktu 4 – 6 minggu dari terjadinya kerusakan aksonal hingga atrofi
Penelitian : nilai median dari durasi gangguan penglihatan 6 minggu
Penelitian : nilai median dari durasi gangguan penglihatan 6 minggu
BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN
Ganglion cell layer – inner plexiform
layer (GCL-IPL):
penilaian sel akson yang ireversibel
(Malhotra dkk)
Jain dkk dan Rebodella dkk : edema diskus optikus telah teratasi, kerusakan aksonal belum dapat dideteksi secara anatomis
Jain, R. S., & Bhana, I. G. Optical coherence tomography (OCT) assessment of morphological changes of the optic nerve head in IIH.
International Journal of Health and Clinical Research. 2021. 106–108.
Malhotra K, Padungkiatsagul T, Moss HE. Optical coherence tomography use in idiopathic intracranial hypertension. Ann Eye Sci. 2020.
LIMITASI LIMITASI
• Penelitian retrospektif : tidak terdapat data derajat kekeruhan lensa dari pasien
• Refleks mengedip pasien, pemotongan batas lapisan RNFL dan sentrasi dari diskus optik yang pada penelitian ini tidak dapat diintervensi
• Tidak melakukan pemeriksaan ketebalan ganglion cell layer (GCL) dan menilai pengaruhnya terhadap tajam penglihatan
• Penelitian retrospektif : tidak terdapat data derajat kekeruhan lensa dari pasien
• Refleks mengedip pasien, pemotongan batas lapisan RNFL dan sentrasi dari diskus optik yang pada penelitian ini tidak dapat diintervensi
• Tidak melakukan pemeriksaan ketebalan ganglion cell layer (GCL) dan menilai pengaruhnya terhadap tajam penglihatan