• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORELASI ANTARA TAJAM PENGLIHATAN DENGAN KETEBALAN LAPISAN RETINAL NERVE FIBER LAYER (RNFL) PADA PASIEN YANG TERDIAGNOSIS PAPILEDEMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KORELASI ANTARA TAJAM PENGLIHATAN DENGAN KETEBALAN LAPISAN RETINAL NERVE FIBER LAYER (RNFL) PADA PASIEN YANG TERDIAGNOSIS PAPILEDEMA"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

KORELASI ANTARA TAJAM PENGLIHATAN DENGAN KETEBALAN LAPISAN RETINAL NERVE FIBER LAYER (RNFL) PADA PASIEN YANG TERDIAGNOSIS PAPILEDEMA

TESIS

Rani Pitta Omas NPM : 131221170009

Pembimbing I : Dr.dr.Karmelita Satari,Sp.M(K) Pembimbing II : Dr.dr.Antonia Kartika I.,Sp.M(K),M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG 2021

(2)

BAB 1 . PENDAHULUAN

Saraf optik : tersusun dari 1 – 1,2 juta sel akson ganglion retina

Mengirimkan informasi visual dari retina ke korteks penglihatan

Membutuhkan energi dan konsentrasi oksigen yang tinggi : saraf optik sensitif terhadap kondisi inflamasi,

iskemik dan kompresi

SARAF OPTIK

Liu, Grant T. Liu, Volpe, and Galetta's neuro-ophthalmology: diagnosis and management. Philadelphia : Elsevier health sciences. 2018

(3)

BAB 1 . PENDAHULUAN

Saraf optik Lapisan meningeal  ruang subaraknoid

Cairan serebrospinal (CSF)

Intrakranial

Tekanan tinggi intrakranial (TTIK)

PAPILEDEMA

kematian

Chen, J. J., & Bhatti, M. T. (2019). Papiledema. International ophthalmology clinics, 59(3), 3–22.

(4)

`

Amerika : 0,9 per 100.000 penduduk/tahun diakibatkan

oleh hipertensi intrakranial idiopatik (IIH)

Rigi dkk : 2,5% dari 2.178 pasien meningitis di India memiliki

kondisi papiledema

Kemenkes RI : insidensi tumor intrakranial penyebab tersering dari papiledema adalah

3.4 per 100.000 penduduk.

BAB 1. PENDAHULUAN

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional pelayanan kedokteran tumor otak. Jakarta. 2017. 1-92

(5)

BAB 1. PENDAHULUAN

Gu dkk : 25-75% gangguan lapang pandang dan 10% pasien mengalami kebutaan bilateral

Best dkk : 1-2% pasien papiledema di Inggris berakhir dengan kondisi kebutaan setiap tahunnya

(6)

Tumani H. Anatomy of CSF-Related Spaces and Barriers Between Blood, CSF, and Brain. In: Cerebrospinal Fluid in Clinical Neurology. Springer. 2015

(7)

Cunha dkk

Tajam penglihatan

Diskus optikus

Pemantauan terkait resiko kebutaan

Optical Coherence Tomography (OCT) –

Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL)

BAB 1. PENDAHULUAN

Non-invasif

Kuantitatif

Skala Frisen

Subjektif

Cunha LP. The importance of optical coherence tomography in papiledema. Revista Brasileira de Oftalmologia. 2015. 273-4.

(8)

Neuro-Ophthalmology Research Disease

Investigator Consortium (NORDIC)

Substudi I : korelasi positif antara ketebalan RNFL dengan

skala Frisen (IIH)

Substudi II : parameter OCT tidak berkorelasi dengan fungsi visual (lapang pandang)

pada pasien dengan papilledema ringan

Neuro-Ophthalmology Research Disease

Investigator Consortium (NORDIC)

Substudi I : korelasi positif antara ketebalan RNFL dengan

skala Frisen (IIH)

Substudi II : parameter OCT tidak berkorelasi dengan fungsi visual (lapang pandang)

pada pasien dengan papilledema ringan

Hatem dkk : tidak berkorelasi antara derajat keparahan papiledema (skala Frisen) dengan tajam penglihatan

Hatem dkk : tidak berkorelasi antara derajat keparahan papiledema (skala Frisen) dengan tajam penglihatan

Ahuja dkk :

mengemukakan adanya korelasi antara ketebalan RNFL dengan derajat papiledema

Ahuja dkk :

mengemukakan adanya korelasi antara ketebalan RNFL dengan derajat papiledema

BAB 1. PENDAHULUAN

Ahuja S, Anand D, et al. Retinal nerve fiber layer thickness analysis in cases of papilledema using optical coherence tomography – A case control study. Clinical Neurology and Neurosurgery. 2015.

Hatem CF, Yri HM. Long-term visual outcome in a Danish population of patients with idiopathic intracranial hypertension. Acta Ophthalmol. 2018. 719–23.

(9)

Mengalami kehilangan penglihatan pada kedua mata secara bersamaan sulit mengevaluasi fungsi visualnya menggunakan perimetri

Mengalami kehilangan penglihatan pada kedua mata secara bersamaan sulit mengevaluasi fungsi visualnya menggunakan perimetri

Khalil dkk : hubungan perubahan ketebalan RNFL dengan sensitivitas lapang pandang

Khalil dkk : hubungan perubahan ketebalan RNFL dengan sensitivitas lapang pandang

Tajam penglihatan

BAB 1. PENDAHULUAN

Rebolleda dkk : setiap 10 µm dari peningkatan ketebalan RNFL rata-rata mengakibatkan

adanya penurunan 0,6 dB MD Rebolleda dkk : setiap 10 µm

dari peningkatan ketebalan RNFL rata-rata mengakibatkan

adanya penurunan 0,6 dB MD

Khalil D, Labib D. Correlation between optical coherence tomography parameters and retinal sensitivity in idiopathic intracranial hypertension. J Egypt Ophthalmol Soc. 2015;108(2):61.

Rebolleda G, Muñoz-Negrete FJ. Follow-up of mild papiledema in idiopathic intracranial hypertension with optical coherence tomography. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2009.

(10)

BAB 1. PENDAHULUAN

Penebalan RNFL ↑ Penebalan

RNFL ↑ Kompresi

pada sel akson ganglion

Kompresi pada sel akson

ganglion

Gangguan tajam penglihatan

= nilai logMar >>

Gangguan tajam penglihatan

= nilai logMar >>

Korelasi positif

Iskemik Inflamasi Kompresi

Toksisitas Iskemik Inflamasi Kompresi

Toksisitas

(11)

Mendorong untuk dilakukannya

penelitian

Mendorong untuk dilakukannya

penelitian

BAB 1. PENDAHULUAN

Informasi secara objektif (kuantitatif) mengenai tingkat pembengkakan dari diskus optik terkait resiko kebutaan

Informasi secara objektif (kuantitatif) mengenai tingkat pembengkakan dari diskus optik terkait resiko kebutaan

Belum ada penelitian yang secara langsung menilai korelasi tajam penglihatan antara peningkatan ketebalan RNFL

Belum ada penelitian yang

secara langsung menilai korelasi

tajam penglihatan antara

peningkatan ketebalan RNFL

(12)

RUMUSAN MASALAH

TUJUAN

Dasar ilmiah untuk materi informasi edukasi kepada pasien terkait tingkat keparahan dari pembengkakan diskus optik yang dialami (informed consent)

Kegunaan PRAKTIS Kegunaan ILMIAH

Studi ini dapat digunakan untuk penelitian berkelanjutan lainnya terkait papiledema

Apakah terdapat korelasi positif antara tajam

penglihatan dengan ketebalan lapisan RNFL pada pasien

dengan papiledema?

Untuk mengetahui hubungan korelasi tajam penglihatan

dengan ketebalan lapisan RNFL pada pasien yang terdiagnosis papiledema

(13)

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course Fundamentals and Principle of Ophthalmology. 67–69

LAMINA KRIBROSA INTRAOKULAR

INTRAORBITA INTRAKANALIKULAR

INTRAKRANIAL Arachnoid

Piamater

(14)

Ray LA, Heys JJ. Fluid Flow and Mass Transport in Brain Tissue. Fluids. 2019.

Ultrafiltrasi plasma darah Volume CSF yang diproduksi sekitar

400 – 600 ml / hari.

Fungsi CSF :

1. Proteksi  bantalan untuk melindungi otak dari cedera.

2. Media untuk mengantar nutrisi ke jaringan otak dan membuang zat sisa

3. Menjaga keseimbangan tekanan intrakranial

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

(15)

Vol intrakranial = Vol.otak + Vol.darah + Vol.CSF

Hukum Monro-Kellie

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

Lee A, Rigi M, Almarzouqi S, Morgan M. Papiledema: epidemiology, etiology, and clinical management. EB. 2015.

(16)

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

Varner P. Isolated unilateral disk edema. OPTO. 2011. 13-55 Trobe JD. The neurology of vision. Oxford ; New York: Oxford University Press; 2001.

Hayreh dan Trobe  FENOMENA MEKANIK

Sindrom kompartemen distensi

(17)

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

Gejala neurologis

Gejala visual

• Nyeri kepala

• Mual dan muntah

• Hilang kesadaran

• Tahap awal : pelebaran bintik buta (enlargement of blind spot)

• Tahap lanjut : penurunan tajam

penglihatan

Sumber : PMN RS Mata Cicendo

(18)

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

Swiston C. Disc edema. Moran core clinical opthalmology for education. 2019. 1-3

Skala Frisen

(19)

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

Cunha dkk

Tajam penglihatan

Diskus optikus

Pemantauan terkait resiko kebutaan

OCT papil non-invasif &

kuantitatif

Cunha LP. The importance of optical coherence tomography in papiledema. Revista Brasileira de Oftalmologia. 2015. 273-4.

(20)

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

Kuantifikasi struktur

diskus optikus : ketebalan sirkumferensial retinal nerve fiber layer (RNFL)

Grzybowski dkk :

evaluasi dari pengukuran parameter RNFL memberikan informasi kondisi patologis pada sistem okular dan saraf

pusat

Pemantauan terkait

resiko kebutaan

yang dapat dialami oleh pasien papiledema.

• Non-kontak

• Beresolusi tinggi

• Ketepatan dalam menggambarkan struktur jaringan dengan skala mikron.

Sumber : PMN RS Mata Cicendo

Grzybowski A, Barboni P. OCT and Imaging in Central Nervous System Diseases: The Eye as a Window to the Brain. Springer International Publishing; 2020.

• Non-kontak

• Beresolusi tinggi

• Ketepatan dalam menggambarkan struktur jaringan dengan skala mikron.

(21)

Kerangka

Pemikiran

(22)

PREMIS

Premis 1

Saraf optik  diselubungi lapisan meningeal  ruang subaraknoid berisi cairan serebrospinal (CSF)

Premis 2

TTIK  tekanan tersebut juga ditransmisikan ke CSF di saraf optik  pembengkakan diskus optikus (papiledema)

(23)

PREMIS

Premis 3

Tekanan CSF yang meningkat di sekitar saraf optik  distensi dari selubung saraf optik  gangguan aliran aksoplasmik dan obstruksi vena dan kapiler di sekitar diskus optik  pembengkakan diskus optik (sindrom kompartemen)  kompresi pada akson

Premis 4

Kompresi pada akson  hipoksia sel ganglion  apoptosis sel sehingga

 penurunan tajam penglihatan

(24)

PREMIS

Premis 5

Pembengkakan diskus optik dinilai secara kuantitatif melalui

penebalan lapisan RNFL

(25)

HIPOTESIS

Terdapat korelasi positif antara tajam penglihatan

dengan ketebalan lapisan RNFL pada pasien dengan

papiledema yaitu semakin tebal lapisan RNFL (µm)

maka terdapat peningkatan nilai logMar (tajam

penglihatan memburuk)

(26)

• Observasional-analitik  cross-sectional

• Retrospektif

• Consecutive sampling

Data rekam medis

berdasarkan ICD 10 H47.1

REKAM MEDIS PASIEN

PAPILEDEMA

BAB 3. SUBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

WAKT

U TEMPA

T

Hingga jumlah sampel minimal terpenuhi dan dilakukan setelah mendapat persetujuan Komite Etik Penelitian PMN RS Mata Cicendo

• Rumah Sakit Mata Cicendo

• Poli Neurooftalmologi

(27)

KRITERIA INKLUSI KRITERIA INKLUSI

• Rekam medis pasien dengan diagnosis papiledema yang telah terverifikasi oleh dokter konsultan bidang Neuro-Oftalmologi dengan hasil pemeriksaan CT scan orbita kepala dengan kontras terlampir pada rekam medis yang menunjukkan etiologi penyebab peningkatan tekanan intrakranial

• Terdapat hasil OCT papil parameter ONH (optic nerve head) dan RNFL (retinal nerve fiber layer) dengan pemindaian optic disc cube dimensi 200x200 pada kedua mata pasien dalam rekam medik.

• Rekam medis pasien dengan usia > 18 tahun.

• Rekam medis pasien dengan diagnosis papiledema yang telah terverifikasi oleh dokter konsultan bidang Neuro-Oftalmologi dengan hasil pemeriksaan CT scan orbita kepala dengan kontras terlampir pada rekam medis yang menunjukkan etiologi penyebab peningkatan tekanan intrakranial

• Terdapat hasil OCT papil parameter ONH (optic nerve head) dan RNFL (retinal nerve fiber layer) dengan pemindaian optic disc cube dimensi 200x200 pada kedua mata pasien dalam rekam medik.

• Rekam medis pasien dengan usia > 18 tahun.

KRITERIA EKSKLUSI KRITERIA EKSKLUSI

BAB 3. SUBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

 Hasil reliabilitas signal strength pada OCT rendah yaitu < 5/10.

 Pasien yang telah mendapat penanganan operasi atau terapi dari bagian bedah saraf.

 Riwayat konsumsi obat-obatan atau zat lainnya seperti ethambutol, amiodarone, sildenafil, methotrexate dan alkohol yang dapat mengakibatkan pembengkakan diskus optikus.

 Riwayat penyakit sistemik yang dimiliki pasien berupa hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, stroke, penyakit jantung koroner.

 Hasil reliabilitas signal strength pada OCT rendah yaitu < 5/10.

 Pasien yang telah mendapat penanganan operasi atau terapi dari bagian bedah saraf.

 Riwayat konsumsi obat-obatan atau zat lainnya seperti ethambutol, amiodarone, sildenafil, methotrexate dan alkohol yang dapat mengakibatkan pembengkakan diskus optikus.

 Riwayat penyakit sistemik yang dimiliki pasien berupa hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, stroke, penyakit jantung koroner.

(28)

JUMLAH SAMPEL PENELITIAN

Keterangan:

n = Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini Zα = Derajat kepercayaan yaitu 95%(1,96)

= Kekuatan uji yaitu 95% (1,64) r = Koefisien korelasi

Bila ditambahkan 10% untuk mengantisipasi kehilangan data, maka jumlah sampel minimal adalah

53 rekam medis

Bila ditambahkan 10% untuk mengantisipasi kehilangan data, maka jumlah sampel minimal adalah

53 rekam medis

(29)

Variabel Definisi operasional Alat ukur

Hasil Ukur

Skala

Usia

Usia dalam bentuk tahun tanpa mempertimbangkan kelebihan hari, sesuai tertulis dalam rekam medis

Rekam

medis Tahun Numerik

Lama gejala

Lama waktu antara gejala klinis (buram) pertama kali timbul

sampai datang berobat pertama kali ke poliklinik Neuro-

Oftalmologi PMN RS Cicendo

Rekam

medis Minggu Numerik

Papiledema Pembengkakan kedua diskus optik diakibatkan oleh peningkatan tekanan intrakranial.

Rekam

medis - -

DEFINISI OPERASIONAL

(30)

Variabel Definisi operasional Alat ukur

Hasil

Ukur Skala

Tajam

Penglihatan terkoreksi

Kemampuan seseorang untuk melihat suatu objek. Hasil tajam penglihatan terkoreksi

menggunakan pinhole

Rekam

medis LogMar Numerik

Optical coherence tomography (OCT)

sebuah alat diagnostik teknik pencitraan medis bersifat

noninvasif yang menggunakan cahaya untuk menangkap gambar tiga dimensi beresolusi

mikrometer.

Carl Zeiss Cirrus 5000 HD OCT versi

11.0.0.2999 46.

DEFINISI OPERASIONAL

(31)

Ketebalan retinal nerve fiber layer (RNFL)

Tebal rerata lapisan serabut saraf peripapil pada

pemeriksaan OCT papil

Rekam

medis µm Numerik

Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemindaian CT scan orbita kepala yang

menunjukkan kelainan intrakranial.

Rekam Medis

DEFINISI OPERASIONAL

(32)

Instrumen Penelitian

• Data rekam medis

• Lembar tabel pencatatan

• Aplikasi Microsoft Excel 2013

• Aplikasi Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 25

(33)

ALUR PENELITIAN

Penjaringan data rekam medik melalui bagian IT berdasarkan

kode ICD 10 H47.1 mulai Januari 2016 hingga Desember

2020

Pencarian buku rekam medik pasien di bagian

rekam medik rumah sakit

Pengambilan data berdasarkan rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi penelitian

Data yang diambil adalah jenis kelamin, usia, lama gejala, tajam penglihatan, rerata ketebalan dan sektoral RNFL berdasarkan OCT serta hasil pemeriksaan CT scan

yang terlampir di rekam medik Pemeriksaan

kelengkapan data yang dikumpulkan

Analisis data mengenai korelasi tajam penglihatan

dan ketebalan RNFL

Hasil dan kesimpulan

(34)

PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

Uji normalitas  data terdistribusi secara normal atau tidak normal.

• Shapiro-Wilk apabila data kurang dari 50 atau

• Kolmogorov-Smirnov (z) apabila data lebih dari 50

Uji Korelasi antara data numerik dengan numerik :

• Pearson (r)  distribusi normal

• Spearman (ρ)  distribusi data yang tidak normal

Perhitungan kekuatan korelasi (r),

berdasarkan kriteria Guillford (1956) :

• 0,0 - <0,2 = sangat lemah,

• 0,2 - <0,4 = lemah ,

• 0,4 - <0,7 = sedang,

• 0,7 - <0,9 = kuat,

• 0,9 – 1,0 = sangat kuat.

Arah korelasi positif (searah) atau korelasi negatif (berlawanan arah)

(35)

Persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Pusat Mata Nasional RS. Mata Cicendo Bandung dengan nomor LB.02.01/2.3/015/2021

pada tanggal 7 April 2021

ETIK RISET

(36)

Pada penelitian ini dilakukan pencatatan :

1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Lama gejala

4. Tajam penglihatan terkoreksi pinhole (logMar)

5. Ketebalan rata – rata RNFL Pada penelitian ini dilakukan pencatatan :

1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Lama gejala

4. Tajam penglihatan terkoreksi pinhole (logMar)

5. Ketebalan rata – rata RNFL

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

Pengambilan data : April – Mei 2021

Pengambilan data : April – Mei 2021

Rekam medis : Januari 2016 - Desember 2020 berdasarkan kode ICD – 10 H47.1

Rekam medis : Januari 2016 - Desember 2020 berdasarkan kode ICD – 10 H47.1

Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 102 rekam medis (204 mata) dari 621 rekam medis.

Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 102 rekam medis (204 mata) dari 621 rekam medis.

(37)

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

Variabel N=102 (rekam medis) Usia (tahun)

Mean±Std 39,21 ± 10,91

Median 41

Range (min-max) 19 - 65

Modus 36

Jenis Kelamin

Laki-laki 32(31%)

Perempuan 70(69%)

Lama gejala (minggu)

Mean±Std 10,78 ± 12,27

Median 6

Range (min-max) 1 - 52

Modus 4

TABEL 4.1 Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian

(38)

Hasil Pemindaian CT Scan N = 102 rekam medis

Tumor intrakranial

a. Sugestif meningioma = 42 b. Sugestif astrositoma = 4 c. Sugestif glioma = 3 d. Sugestif pseudotumor = 3 e. Sugestif kraniofaringioma =3 f. Sugestif glioblastoma = 2 g. Sugestif medulloblastoma = 2 h. Sugestif schwannoma = 1 i. Tidak terdeskripsi = 27

88 (87,52%)

Abses 6 (5,88%)

Infark 2 (1,34%)

Meningoensefalitis 2 (1,34%)

Perdarahan intrakranial 1 (0,98%)

Perdarahan subdural 1 (0,98%)

Metastasis intrakranial 1 (0,98%)

Cerebral venous sinus thrombosis (CVST) 1 (0,98%)

(39)

Variabel N=204 (mata) Tajam Penglihatan (logMar)

Mean±Std 0,95 ± 0,98

Median 0,50

Range (min-max) 0 – 3,00 Rata-rata ketebalan RNFL (µm)

Mean±Std 211,49 ± 98,41

Median 179,50

Range (min-max) 72 - 552

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

TABEL 4.2 Gambaran Tajam Penglihatan dan Ketebalan RNFL

(nilai normal 75 – 107,2 µm)

(40)

Variabel N (rekam

medis) Nilai p

Usia (tahun) 102 0,001

Lama gejala (minggu) 102 0,000

Tajam penglihatan (logMar) 102 0,000 Rata-rata ketebalan RNFL (µm) 102 0,000

TABEL 4.3 Uji Normalitas Variabel Penelitian

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

P<0.05 : distribusi tidak normal

Keterangan : uji Kolmogorov-Smirnov (z)

(41)

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

Variabel Kekuatan

korelasi (r) Nilai p Korelasi Tajam Penglihatan dengan rata – rata

ketebalan RNFL -0,204 0,003

Keterangan : uji Spearman (ρ)

Tabel 4.4 Tabel Analisis Korelasi Tajam Penglihatan dengan RNFL

(42)

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

UJI

HIPOTESIS

Hasil:

• Terdapat korelasi negatif dan kekuatan korelasi bersifat lemah antara tajam penglihatan dengan ketebalan RNFL pasien papiledema (p<0,05).

Kesimpulan:

hipotesis telah diuji dan ditolak

Hipotesis : terdapat korelasi positif antara tajam penglihatan dengan ketebalan RNFL pasien papiledema.

(43)

Etiologi papiledema : tumor intrakranial, IIH, hidrosefalus obstruktif, meningitis dan CVST  mengancam jiwa sehingga

diagnosis papiledema membutuhkan perhatian khusus

Etiologi papiledema : tumor intrakranial, IIH, hidrosefalus obstruktif, meningitis dan CVST  mengancam jiwa sehingga

diagnosis papiledema membutuhkan perhatian khusus

Tumor intrakranial

sebanyak 88 rekam medis (87,52%) :

Hasil CT scan = sugestif meningioma yaitu 42

rekam medis Tumor intrakranial

sebanyak 88 rekam medis (87,52%) :

Hasil CT scan = sugestif meningioma yaitu 42

rekam medis

Kartika dkk (NO) : penyebab terbanyak meningioma 47,72%

Kartika dkk (NO) : penyebab terbanyak meningioma 47,72%

Crum dkk (Amerika) : penyebab papiledema

terbanyak adalah hipertensi idiopatik intrakranial (IIH) yaitu

87%.

Crum dkk (Amerika) : penyebab papiledema

terbanyak adalah hipertensi idiopatik intrakranial (IIH) yaitu

87%.

Lumbal pungsi Lumbal pungsi

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

Kemenkes RI : insidensi tumor intrakranial yang menjadi etiologi papiledema 3.4 per 100.000 penduduk

Kemenkes RI : insidensi tumor intrakranial yang menjadi etiologi papiledema 3.4 per 100.000 penduduk

Kartika A, Simatupang Y, B S, Sovani I, Mose JC. Neuro-ophthalmic manifestations of intracranial tumors. J-Stages. 2017;34(3):385.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional pelayanan kedokteran tumor otak. Jakarta. 2017. 1-92

(44)

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

• Median usia = 41 tahun (rentang 19 – 65 tahun)

• Jenis kelamin = perempuan 70 pasien (69%)

• Median usia = 41 tahun (rentang 19 – 65 tahun)

• Jenis kelamin = perempuan 70 pasien (69%)

Raju dkk : umur rata-rata pasien berkisar 40 – 50 tahun ; jenis kelamin perempuan.

Raju dkk : umur rata-rata pasien berkisar 40 – 50 tahun ; jenis kelamin perempuan.

Crum dkk : insidensi papiledema berada pada dekade ke – 4 dan 5.

Crum dkk : insidensi papiledema berada pada dekade ke – 4 dan 5.

Raju K. Ocular manifestations of intracranial space occupying lesions – a clinical study. Regional Institute of Ophthalmology. 2009.

Kartika A, Simatupang Y, B S, Sovani I, Mose JC. Neuro-ophthalmic manifestations of intracranial tumors. J-Stages. 2017;34(3):385 Crum OM, Kilgore KP, Sharma R, et al. Etiology of papilledema in patients in the eye clinic setting. JAMA Netw Open. 2020.

(Kartika dkk,2017) : paling banyak perempuan (59,1%) dan usia rata-rata

40,14 tahun

(Kartika dkk,2017) : paling banyak perempuan (59,1%) dan usia rata-rata

40,14 tahun

(45)

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

Liu dkk : papiledema muncul dalam hitungan minggu pada TIK yang ringan dan bersifat lambat Liu dkk : papiledema muncul dalam hitungan minggu pada TIK yang ringan dan bersifat lambat

TIK bersifat tinggi dan mendadak : perdarahan subrakhnoid dan pecahnya aneurisma  jam

TIK bersifat tinggi dan mendadak : perdarahan subrakhnoid dan pecahnya aneurisma  jam

Hasil penelitian : lama gejala gangguan penglihatan pada median 6 minggu (rentang 1 – 52 minggu), terbanyak : 4 minggu

Hasil penelitian : lama gejala gangguan penglihatan pada median 6 minggu (rentang 1 – 52 minggu), terbanyak : 4 minggu

Liu, Grant T. Liu, Volpe, and Galetta's neuro-ophthalmology: diagnosis and management. Philadelphia: Elsevier health sciences. 2018. 197-229

Belum ada penelitian yang dapat memastikan lama

waktu dari timbulnya papiledema hingga munculnya keluhan buram

Walsh dkk : keluhan buram menunjukkan

papiledema telah bersifat lanjut

Walsh dkk : keluhan buram menunjukkan

papiledema telah bersifat lanjut

Miller NR, Subramanian P, Patel V. Walsh & Hoyt’s clinical neuro- ophthalmology. Philadelphia: Wolters Kluwer Health; 2015.

(46)

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

Kehilangan penglihatan pada kedua mata secara bersamaan, lebih sulit mengevaluasi fungsi visualnya menggunakan perimetri

Kehilangan penglihatan pada kedua mata secara bersamaan, lebih sulit mengevaluasi fungsi visualnya menggunakan perimetri

Korelasi negatif Khalil dkk : perubahan ketebalan dari RNFL berkorelasi dengan penurunan sensitivitas dari lapang pandang Khalil dkk : perubahan ketebalan dari RNFL berkorelasi dengan penurunan sensitivitas dari lapang pandang

Khalil D, Labib D. Correlation between optical coherence tomography parameters and retinal sensitivity in idiopathic intracranial hypertension. J Egypt Ophthalmol Soc. 2015;108(2):61.

variabel tajam penglihatan Pemeriksaan fungsi

penglihatan dan kondisi diskus optikus  penilaian penting untuk memantau resiko kebutaan

Pemeriksaan fungsi penglihatan dan kondisi diskus optikus  penilaian penting untuk memantau resiko kebutaan

Subjektif : Skala Frisen

Objektif  ketebalan RNFL menggunakan OCT

Heidary G, Rizzo JF. Use of Optical Coherence Tomography to Evaluate Papilledema and Pseudopapilledema. Seminars in Ophthalmology. 2010 Nov;25(5–6):198–205

Heidary dkk : korelasi fungsi visual dan RNFL pada

studi neuropati optik

(47)

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

Arah korelasi pada penelitian ini bersifat

negatif

Arah korelasi pada penelitian ini bersifat

negatif

Duman dkk : edema berkurang  tetapi

gangguan tajam penglihatan menetap

Duman dkk : edema berkurang  tetapi

gangguan tajam penglihatan menetap

Kerusakan akson sel ganglion retina (atrofi)

Kerusakan akson sel ganglion retina (atrofi)

Duman R, Yavaş G, Norman E. The retinal layers in the preservation of visual acuity in the early stages of idiopathic intracranial hypertension. JAMMR. 2018. 1–5.

Liu TT, Bi HS, Wang XR, et al. Change of retinal nerve fiber layer thickness in patients with nonarteritic inflammatory anterior ischemic optic neuropathy. Neural Regen Res. 2012. 2778-83.

Lee AG, Sinclair AJ, Sadaka A, editors. Neuro-Ophthalmology: global trends in diagnosis, treatment and management. Cham: Springer International Publishing; 2019.

Wall M, White WN. Asymmetric papilledema in idiopathic intracranial hypertension: prospective interocular comparison of sensory visual function. Invest Ophthalmol Vis Sci. 1998.

Liu dkk dan Lee dkk : pseudonormalisasi yaitu campuran sisa penebalan RNFL (edema) dan atrofi

Liu dkk dan Lee dkk : pseudonormalisasi yaitu campuran sisa penebalan RNFL (edema) dan atrofi

Wall dkk : adanya variasi antar dan intra individu dapat mempengaruhi

Wall dkk : adanya variasi antar dan intra individu dapat mempengaruhi

Hatem dkk : tidak ditemukannya korelasi antara skala Frisen dengan fungsi visual yang dimungkinkan oleh jumlah sampel sedikit (41 orang)

Hatem dkk : tidak ditemukannya korelasi antara skala Frisen dengan fungsi visual yang dimungkinkan oleh jumlah sampel sedikit (41 orang)

Sudah adanya kondisi atrofi pada diskus optik yang dikaburkan oleh residual edema (pseudonormalisasi) Sudah adanya kondisi atrofi pada diskus optik yang dikaburkan oleh residual edema (pseudonormalisasi)

(48)

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

Merticariu dkk : adanya korelasi antara ketebalan

RNFL dengan

derajat dari papiledema

Merticariu dkk : adanya korelasi antara ketebalan

RNFL dengan

derajat dari papiledema

• Grup derajat ringan : rata-rata ketebalan RNFL yaitu 117 µm (95% CI, ± 16μm)

• Grup derajat sedang : rata- rata ketebalan RNFL 165 μm (95% CI, ± 89μm)

• Grup derajat tinggi : 269 μm (95% CI, ± 31 μm)

• Grup derajat ringan : rata-rata ketebalan RNFL yaitu 117 µm (95% CI, ± 16μm)

• Grup derajat sedang : rata- rata ketebalan RNFL 165 μm (95% CI, ± 89μm)

• Grup derajat tinggi : 269 μm (95% CI, ± 31 μm)

Rata-rata ketebalan RNFL berada pada median 179,50 µm : derajat sedang (tahap lanjut)

Rata-rata ketebalan RNFL berada pada median 179,50 µm : derajat sedang (tahap lanjut)

Merticariu A, et al. Optical coherence tomography assessment of structural changes in the optic nerve head and peripapillary retina in idiopathic intracranial hypertension. Arch Balk Med Union. 2019.267–73

Hasil berkorelasi negatif

Hasil berkorelasi negatif

(49)

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

Hasil berkorelasi negatif

Hasil berkorelasi negatif

Alfonso dkk : prognosis faktor tajam penglihatan adalah waktu dari munculnya gejala hingga terdiagnosa adalah lebih dari 6 bulan

Alfonso dkk : prognosis faktor tajam penglihatan adalah waktu dari munculnya gejala hingga terdiagnosa adalah lebih dari 6 bulan

Ahmad dkk : diperlukan waktu 4 – 6 minggu dari terjadinya kerusakan aksonal hingga atrofi

Ahmad dkk : diperlukan waktu 4 – 6 minggu dari terjadinya kerusakan aksonal hingga atrofi

Penelitian : nilai median dari durasi gangguan penglihatan  6 minggu

Penelitian : nilai median dari durasi gangguan penglihatan  6 minggu

(50)

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

Ganglion cell layer – inner plexiform

layer (GCL-IPL):

penilaian sel akson yang ireversibel

(Malhotra dkk)

Jain dkk dan Rebodella dkk : edema diskus optikus telah teratasi, kerusakan aksonal belum dapat dideteksi secara anatomis

Jain, R. S., & Bhana, I. G. Optical coherence tomography (OCT) assessment of morphological changes of the optic nerve head in IIH.

International Journal of Health and Clinical Research. 2021. 106–108.

Malhotra K, Padungkiatsagul T, Moss HE. Optical coherence tomography use in idiopathic intracranial hypertension. Ann Eye Sci. 2020.

(51)

LIMITASI LIMITASI

• Penelitian retrospektif : tidak terdapat data derajat kekeruhan lensa dari pasien

• Refleks mengedip pasien, pemotongan batas lapisan RNFL dan sentrasi dari diskus optik yang pada penelitian ini tidak dapat diintervensi

• Tidak melakukan pemeriksaan ketebalan ganglion cell layer (GCL) dan menilai pengaruhnya terhadap tajam penglihatan

• Penelitian retrospektif : tidak terdapat data derajat kekeruhan lensa dari pasien

• Refleks mengedip pasien, pemotongan batas lapisan RNFL dan sentrasi dari diskus optik yang pada penelitian ini tidak dapat diintervensi

• Tidak melakukan pemeriksaan ketebalan ganglion cell layer (GCL) dan menilai pengaruhnya terhadap tajam penglihatan

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN

(52)

BAB 5. SIMPULAN dan SARAN

Simpulan Simpulan

Terdapat korelasi negatif antara tajam penglihatan dengan RNFL pada

pasien yang terdiagnosis papiledema Terdapat korelasi negatif antara tajam

penglihatan dengan RNFL pada

pasien yang terdiagnosis papiledema

(53)

BAB 5. SIMPULAN dan SARAN

Pemeriksaan kekeruhan lensa dalam penelitian papiledema selanjutnya

Indikator - indikator lain sebagai

penilaian : GCL – IPL dan korelasinya

terhadap RNFL dan tajam penglihatan

(54)

TERIMA KASIH

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan hasil penelitian eksperimen yang telah dilaksanakan dan pembahasan pada pembelajaran IPA materi Perubahan Kenampakan Bumi dan Langit dengan menggunakan model pembelajaran

Students should use the CAPT software Transcript1.23 as a learning media to improve their competence in recognising the sentence-level pronunciation of weak form

Pedoman angket merupakan suatu alat untuk membantu dan memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data. Alat bantu yang dimaksud adalah pernyataan maupun pertanyaan yang

I Gusti Putu Sudiarta, Pengaruh Model Pembelajaran Ikrar Berorientasi Kearifan Lokal Dan Kecerdasan Logis Matematis Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, jurnal,

Hasil Analisis Hubungan Antara Sikap Petani terhadap Program Bantuan Sarana Produksi Padi dengan Produktivitas dan Pendapatan

1. Ada pengaruh yang signifikan antara kecerdasan logis matematis dengan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Bakung Blitar. Ada pengaruh yang

Jadi guest disediakan untuk user yang ingin melihat- lihat course yang tersedia pada suatu situs sehingga dapat menentukan apakah course tersebut sesuai