POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS
SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT
KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Departemen Pendidikan Geografi
Oleh :
ILYAS
NIM.1103262
DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG
Oleh
ILYAS
1103262
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pada Departemen Pendidikan Geografi Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia
© Ilyas 2015
Universitas Pendidikan Indonesia
Maret 2015
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
ABSTRAK
POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS
SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT
KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG
Oleh :
ILYAS Dede Sugandi 1)
Yakub Malik 2)
Penelitian ini dilakukan di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, dengan fokus kajian mengenai potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengidentifikasi kondisi fisik dan sosial yang mendukung dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas, menganalisis potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas, dan menganalisis upaya pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, jumlah sampel sebanyak 76 responden, pengumpulan data melalui survey ke lapangan. Hasil penelitian menunjukan daerah penelitian memiliki kondisi fisik dan sosial yang mendukung dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas. Kondisi fisik meliputi kondisi iklim, ketersediaan air, topografi, kemiringan lereng dan tanah. Sedangkan kondisi sosial ekonomi meliputi pengetahuan tentang biogas, pendidikan, matapencaharian dan penghasilan. Selain itu Desa Ciporeat memiliki potensi yang cukup besar dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas. Hal ini dapat terlihat dari jumlah sapi yang dipelihara peternak sebagian besar (51,32%) memelihara >3 ekor, dengan status kepemilikan sapi 92,11% milik sendiri dan dipelihara dilahan milik sendiri. Namun upaya pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas masih rendah, hal ini dapat terlihat dari kepemilikan instalasi biogas hanya sebagian kecil saja 23,68%, biaya pembuatannya relatif mahal, energi yang dihasilkan biogas masih sedikit sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan bahan bakar peternak setiap harinya, jarak lokasi peternakan 48,69% cukup jauh dari rumah peternak, serta prilaku peternak yang malas dan jijik dalam mengolah kotoran sapi, sehingga menjadi faktor penghambat para peternak untuk memanfaatkan kotoran sapi tersebut menjadi biogas. Disimpulkan bahwa potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas di Desa Ciporeat cukup besar, namun upaya pemanfaatan yang dilakukan peternak masih rendah, sehingga perlu dilakukan penyuluhan dan pelatihan yang lebih intensif agar kotoran sapi tersebut tidak dibuang dan dibiarkan begitu saja yang dapat mencemari lingkungan sekitar. Kata kunci : energi biogas, pemanfaatan kotoran sapi, potensi biogas,
1)
Pembimbing I 2)
ABSTRACT
POTENTIAL UTILIZATION OF COW DUNG INTO BIOGAS
AS AN ALTERNATIVE ENERGY IN THE VILAGE OF CIPOREAT
DISTRICT CILENGKRANG BANDUNG REGENCY Bandung Regency, the focus of the study on the utilization potential of cow dung into biogas. The purpose of the research is to identify the physical and social into biogas. Physical conditions including climatic conditions, availability of water, topography, slope of the slopes and soil. Where as the socio-economic conditions include knowledge about biogas, livelihood, education and income. In addition the village Ciporeat has considerable potential in cow dung into biogas utilization. This can be seen from the number of cows being kept ranchers mostly (51,32%) were kept > 3 tail, cow ownership status with 92,11% proprietary and maintained in its own. But the efforts of cow dung into biogas utilization is still low, it can be seen from the ownership of biogas installation only a fraction only manufacturing costs, 23,68% relatively expensive, biogas energy generated is still a bit so not able to full fill the needs of breeder fuel each day, approximately 48, farm location 69% far enough from home breeders, and the behaviour of ranchers who are lazy and disgust in cow manure processing, thus becoming a factor restricting farmer to take advantage of the cow dung into biogas. It was concluded that the potential utilization of cow dung into biogas in the village of Ciporeat is quite large, but the utilization done effort is still low, so breeders need to do outreach and more intensive training in order for cow dung is not discarded and left well enough alone that can pollute the environment.
Keywords: biogas energy, utilization of cow dung, the potential of biogas,
1)
Supervisor I 2)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, karena hampir
semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Sebagian besar energi yang
digunakan di Indonesia berasal dari energi fosil yang berbentuk minyak bumi dan
gas bumi. Jika dilihat dari segi perkembangannya, sistem keenergian di Indonesia
selama ini menunjukkan bahwa sumber daya energi fosil masih menjadi penopang
utama sumber energi dalam memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri. Energi
fosil yang menjadi andalan adalah minyak bumi, gas bumi, dan batubara. Selama
puluhan tahun, minyak bumi mendominasi penyediaan dan pemanfaatan energi di
dalam negeri berupa bahan bakar minyak (BBM) dan listrik.
Energi minyak bumi yang paling banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari adalah bensin dan solar, sedangkan untuk keperluan rumah tangga
masyarakat lebih memilih menggunakan minyak tanah. Namun karena adanya
program konversi minyak tanah ke gas LPG, harga minyak tanah dipasaran tinggi
dan keberadaannya sangat langka, sehingga masyaraat banyak yang beralih untuk
menggunakan gas LPG dalam memenuhi kebutuhan energinya. Tetapi dengan
adanya program tersebut juga tidak menyelesaikan masalah bahan bakar
dimasyarakat. Hal ini dikarenakan kekhawatiran masyarakat akan potensi bahaya
kebocoran tabung gas yang memicu ledakan yang cukup kuat, selain itu
pendistribusiannya yang belum merata kesemua wilayah di Indonesia yang
menimbulkan kelangkaan gas LPG dibeberapa daerah.
BBM merupakan bentuk energi yang sangat penting peranannya dalam
aktivitas di sektor industri, sektor transportasi, maupun sektor rumah tangga.
Semakin menipisnya cadangan minyak bumi di dalam negeri dan meningkatnya
konsumsi BBM di dalam negeri menjadi salah satu penyebab kelangkaan BBM di
sejumlah wilayah di Indonesia. Kondisi demikian menyebabkan Indonesia harus
mengimpor BBM dari Negara lain dan tidak dapat lagi menggantungkan
dunia sangat fluktuatif, sehingga dapat menguras devisa negara dan mengancam
ketahanan energi nasional.
Tabel 1.1
Konsumsi, Produksi, dan Impor BBM Indonesia 2005-2010
(Ribu Barel)
Tahun Produksi BBM Konsumsi BBM Impor BBM
2005 268.529 397.802 164.842
2006 257.821 374.691 131.765
2007 244.396 383.453 149.479
2008 251.531 388.107 153.105
2009 246.289 379.142 137.817
2010 241.156 388.241 146.997
Sumber : Data Kementrian ESDM tahun 2011
Berdasarkan data pada Tabel 1.1 di atas, yang menunjukan bahwa konsumsi
BBM Indonesia lebih besar dibandingkan dengan produksinya sehingga
mengharuskan Indonesia untuk mengimpor BBM dari Negara Lain. Selain itu
menipisnya cadangan minyak bumi di dalam negeri, berfluktuasinya harga
minyak mentah dunia, dan tersedianya potensi energi alternatif yang beragam di
dalam negeri menjadi beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi perlunya
pengembangan energi alternatif di dalam negeri. Namun saat ini, porsi energi
alternatif yang dikembangkan masih bertumpu pada energi fosil, yaitu
meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan gas bumi dan batubara sebagaimana
yang diisyaratkan dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional. Sementara itu, pengembangan energi alternatif
terbarukan dan bersifat ramah lingkungan masih mendapatkan porsi yang relatif
kecil meskipun porsinya telah mengalami peningkatan.
Energi tidak dapat dilepaskan dari isu lingkungan. Isu lingkungan yang
sedang mengemuka di tataran global saat ini adalah pemanasan global dan
perubahan iklim. Hal ini dibenarkan oleh Wahyuni (2013,hlm.11), bahwa :
menyebabkan gas CO2 naik kepermukaan bumi dan menjadi penghalang pemantulan panas bumi. Hal tersebut menyebabkan tingginya suhu dipermukaan bumi.
Pengembangan energi alternatif terbarukan dan ramah lingkungan
merupakan hal yang sangat relevan dengan isu energi dan isu lingkungan dewasa
ini. Hal ini dikarenakan sektor energi sangat terkait dengan lingkungan dimana
sektor energi dapat memberikan dampak terhadap lingkungan, mulai dari produksi
energi sampai dengan pemanfaatan energi semuanya memberikan kontribusi
terhadap perubahan lingkungan.
Pengembangan energi alternatif terbarukan yang bersifat ramah lingkungan
dan tersedia di tingkat lokal dapat menjadi instrumen yang bermanfaat ganda,
yaitu mampu mengurangi kebergantungan kepada energi fosil, mewujudkan
keberlanjutan lingkungan, dan menyediakan energi yang mudah diakses oleh
masyarakat lokal baik secara kuantitas, kualitas, maupun daya beli. Terdapat
banyak energi alternatif terbarukan yang bersifat ramah lingkungan dan tersedia di
tingkat lokal yang dapat dikembangkan, salah satu di antaranya adalah biogas.
Menurut Setiawan (1996, hlm.35) “Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh
aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik, seperti kotoran
hewan, kotoran manusia, atau sampah.” Hal ini pun senada dengan apa yang di
ungkapkan oleh Suyitno dkk (2010, hlm.1) “biogas adalah gas yang dihasilkan
oleh bakteri apabila bahan organik mengalami proses fermentasi dalam reaktor
(biodigester) dalam kondisi anaerob (tanpa udara).”
Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa biogas merupakan
gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik melalui proses fermentasi dalam
sebuah reaktor (biodigester) dalam kondisi anaerob (tanpa udara). Biogas
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Sifatnya
yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui merupakan keunggulan dari
biogas dibandingkan dengan bahan bahan bakar fosil. Selain itu biogas sangat
cocok untuk menggantikan minyak tanah, LPG dan bahan bakar fosil lainnya. Hal
alternatif dipastikan dapat menggantikan bahan bakar fosil yang keberadaannya
semakin hari semakin terbatas.”
Selain itu dengan dibangunnya biogas, limbah atau kotoran sapi yang
tadinya dibuang ke selokan-selokan rumah dan sungai dapat dikurangi. Limbah
tersebut diproses didalam instalasi yang tidak menimbulkan bau yang menyengat.
Ampas yang merupakan keluaran dari digester biogas dapat diproses kembali
menjadi pupuk organik.
Menurut Said (2008, hlm.2), “di Indonesia teknologi biogas sudah
dikembangkan sejak tahun 1970. Pada tahun 2000-an mulai dikembangkan
reaktor biogas skala rumah tangga dengan konstruksi sederhana, terbuat dari
plastik dengan harga relatif murah.” Setelah harga BBM melonjak tinggi dan
keberadaan LPG yang seringkali sulit didapatkan di pedesaan yang disebakan
sulitnya pendistribusiannya, maka penerapan energi alternatif biogas menjadi
pilihan yang sangat menjanjikan. Misalnya di Desa Ciporeat Kecamatan
Cilengkrang Kabupaten Bandung.
Desa Ciporeat memiliki luas wilayah 627 Ha. Mayoritas penduduk Desa
Ciporeat bermatapencaharian sebagai buruh, petani dan peternak. Desa Ciporeat
memiliki potensi ternak sapi yang cukup tinggi. Menurut data populasi KUD
Ciporeat (2014), jumlah sapi perah mencapai 1.206 ekor yang melibatkan 312
peternak. Potensi kotoran sapi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan
biogas sebenarnya cukup besar, namun belum banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat. Padahal berbagai upaya sosialisasi dan pelatihan sudah banyak
dilakukan oleh beberapa lembaga, baik lembaga pemerintah, maupun lembaga
pendidikan, dan lembaga terkait lainnya, beberapa instalasi biogas pun sudah
diterapkan dimasyaraat Desa Ciporeat, sebagai percontohan bagi masyaraat
mengenai potensi energi yang terkandung pada kotoran sapi.
Kotoran sapi selama ini telah menimbulkan berbagai masalah, terutama
masalah lingkungan. Umumnya para peternak membuang kotoran sapi tersebut ke
selokan-selokan rumah dan sungai, bahkan ada pula yang membiarkannya
menumpuk disekitar kandang sapi. Padahal apabila dilihat dari manfaatnya,
diperoleh dengan adanya biogas menurut Departemen Pertanian (dalam
Widyaninggar 2010, hlm.15), manfaat biogas adalah sebagai berikut :
Manfaat energi biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan untuk memasak. Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Disamping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman/budidaya pertanian.
Selain manfaat di atas menurut Setiawan (1996, hlm.37), terdapat beberapa
keuntungan yang akan diperoleh dari penggunaan kotoran ternak sebagai
penghasil biogas sebagai berikut :
a. Biogas yang dihasilkan diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan minyak yang jumlahnya terbatas dan cukup mahal
b. Jika diterapkan oleh masyarakat di sekitar hutan yang banyak menggunakan kayu sebagai bahan bakar, diharapkan dapat mengurangi penebangan kayu sehingga kelestarian hutan lebih terjaga.
c. teknologi ini dapat mengurangi pencemaran lingkungan karena kotoran yang semula hanya mencemari lingkungan digunakan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat. Dengan demikian kebersihan lingkungan lebih terjaga.
d. Selain menghasilkan energi, buangan (sludge) dari alat penghasil biogas ini juga dapat digunakan sebagai pupuk yang baik.
Ketertarikan penulis untuk meneliti tentang potensi pemanfaatan kotoran
sapi menjadi biogas di Desa Ciporeat adalah karena Desa Ciporeat merupakan
salah satu desa yang dipilih oleh pemerintah Kabupaten Bandung sebagai desa
percontohan dalam pengembangan biogas di tingkat lokal, selain itu juga karena
Desa Ciporeat ini pernah dijadikan desa binaan oleh HMJP Geografi UPI,
sehingga penulis tertarik untuk meneliti bagaimana potensi pemanfaatan kotoran
sapi menjadi biogas yang belum banyak dimanfaatkan masyarakat Desa Ciporeat.
Padahal dari kutipan beberapa ahli diatas, biogas memiliki beberapa manfaat,
keuntungan dan keunggulan dibanding bahan bakar lain dan merupakan salah satu
solusi dalam menangani limbah kotoran sapi. Namun masyarakat lebih memilih
untuk memakai energi konvensional seperti LPG dibandingkan penggunaan
Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini yang berjudul “POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG.”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latarbelakang penelitian di atas, maka dapat diidentifikasi
permasalahan yang ada di daerah penelitian diantaranya yaitu masih rendahnya
pemanfaatan kotoran sapi karena sebagian besar peternak membuang kotoran sapi
tersebut ke selokan rumah, sungai dan bahkan ada juga yang dibiarkannya
menumpuk disekitar kandang, sehingga seringkali menyebabkan pencemaran
lingkungan bagi masyarakat sekitar. Untuk lebih memperjelas maksud serta
batasan masalah yang akan diteliti, maka peneliti merumuskan beberapa hal
terkait permasalahan mengenai penelitian yang akan dilaksanakan dengan fokus
utama dalam penelitian ini yaitu tentang potensi pemanfaatan kotoran sapi
menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat. Potensi yang ingin
diketahui yaitu berupa kondisi fisik dan sosial yang mendukung dalam
pemanfaatan kotoran sapi sehingga dapat diketahui besarnya potensi yang
dimiliki, serta upaya yang dilakukan peternak dalam memanfaatkan kotoran sapi
tersebut.
Dengan diketahuinya potensi pemanfaatan kotoran sapi yang dimiliki Desa
Ciporeat, diharapkan peternak akan lebih termotivasi untuk memanfaatkan
kotoran sapi tersebut menjadi sebuah energi alternatif salah satunya biogas,
sehingga kebutuhan bahan bakar yang mereka gunakan dari bahan bakar
konvensional dapat tergantikan dengan adanya biogas.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis
membatasi permasalahan pada peneitian ini. Untuk mempermudah dan
mengarahkan dalam pembahasan serta menghindari pembahasan yang terlalu
1. Bagaimana kondisi fisik dan sosial dalam mendukung pemanfaatan kotoran
sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat ?
2. Seberapa besar potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai
energi alternatif di Desa Ciporeat ?
3. Bagaimana upaya pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi
alternatif di Desa Ciporeat ?
D. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah yang telah dibatasi oleh penulis di
atas, penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi kondisi fisik dan sosial dalam mendukung pemanfaatan
kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat ?
2. Menganalisis potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi
alternatif di Desa Ciporeat ?
3. Menganalisis upaya pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi
alternatif di Desa Ciporeat ?
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan sebagai bahan pengayaan dalam
meningkatkan wawasan tentang potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi
biogas sebagai energi alternatif.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi
masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran serta motivasi
dalam mengolah kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas, serta dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan agar limbah kotoran sapi tersebut
nantinya tidak mencemari lingkungan sekitar, namun menjadi sebuah energi
yang bermanfaat bagi masyarakat.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi rekomendasi bagi
pemerintah Kabupaten Bandung, khususnya pemerintah Desa Ciporeat untuk
sapi sebagai energi alternatif, mengingat populasi sapi dan potensi energinya
yang cukup besar.
4. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
masukan pengayaan dalam pengajaran materi geografi tentang materi Sumber
Daya Alam.
5. Sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan
penelitian ini dimasa yang akan datang.
F. STRUKTUR ORGANISASI SKRIPSI
Untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian ini, maka
disusunlah struktur organisasi skripsi sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini akan diuraikan secara terperinci
mengenai latar belakang masalah. Selanjutnya dijelaskan juga mengenai
permasalahan-permasalahan apa yang akan dikaji oleh penulis serta akan
dijelaskan pula tentang tujuan yang ingin dicapai dan manfaat yang di dapat
dengan melakukan penelitian mengenai potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi
biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang,
Kabupaten Bandung.
Bab II Tinjauan Pustaka, dalam bab ini penulis berusaha menguraikan
mengenai landasan teori yang berkaitan dengan kajian penulis. Dalam hal ini teori
yang akan digunakan oleh penulis, buku-buku atau literatur yang akan penulis
gunakan dan penelitian-penelitian terdahulu yang akan penulis pakai dalam
menunjang penulisan skripsi nantinya.
Bab III Metode Penelitian, dalam bab ini penulis diajak untuk mampu
menguraikan metode yang digunakan untuk menyelesaikan rumusan
permasalahan penelitian. Pada bab ini juga dijelaskan secara komprehensif
mengenai langkah-langkah serta tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan.
Semua prosedur serta tahapan-tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga
penelitian berakhir diuraikan secara terperinci. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan penulis dalam memberikan arahan dalam memecahkan masalah
penelitian, sampel dan populasi penelitian, variabel penelitian, definisi
operasional, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan alur penelitian.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, pada bab ini menguraikan tentang
kondisi fisik dan kondisi sosial lokasi penelitian, deskriptif data, analisis hasil
penelitian dan pembahasan.
Bab V kesimpulan dan rekomendasi, pada dasarnya dalam bab ini
dituangkan interpretasi dari penulis setelah menganalisis hasil penelitian di atas.
Bab ini bukan merupakan rangkuman dari penelitian, melainkan hasil dari
pemahaman penulis dalam memecahkan permasalahan yang ada dalam penelitian.
Selain itu pada bab ini penulis juga merumuskan beberapa rekomendasi baik bagi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Dalam sebuah penelitian diperlukan suatu metode untuk memudahkan
penulis untuk memecahkan masalah penelitian. Menurut Arikunto
(2002,hlm.151), “metode penelitian atau metode pengumpulan data adalah cara
yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya.”
Sugiyono (2009,hlm.2) menyatakan bahwa “metode penelitian pada
dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu
diperhatikan yaitu, ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan”. Berdasarkan pernyataan
di atas dapat disimpulkan bahwa metode penelitian sangat penting dalam sebuah
penelitian karena mencakup tata cara dalam pelaksanaan penelitian.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Menurut Tika (1997,hlm.9) menyatakan bahwa “metode deskriptif
adalah metode yang bertujuan untuk menyingkap sejumlah masalah aktual dan
dapat memberikan gambaran, interpretasi, mendeskripsikan data, gejala, peristiwa
yang tampak dan sering terjadi.” Sedangkan menurut Sukmadinata (2006,hlm.72) menyatakan bahwa :
Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya.
Adapun alasan penulis menggunakan metode deskriptif adalah untuk
mengungkap potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi
alternatif di Desa Ciporeat. Metode deskriptif juga bertujuan untuk
mengungkapkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai bagaimana
potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa
Ciporeat, besarnya potensi serta hambatan dalam pemanfaatan kotoran sapi
Selain itu alasan peneliti menggunakan metode deskriptif adalah karena
dalam pengumpulan data penulis akan menggunakan angket, maka metode
deskriptif disini berfungsi untuk menyimpulkan dan menggambarkan berbagai
jawaban yang berbeda sehingga dapat diketahui bagaimana potensi pemanfaatan
kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat, Kecamatan
Cilengkrang, Kabupaten Bandung.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sumaatmadja (1988,hlm.122) menyatakan bahwa ”populasi
adalah keseluruhan gejala (fisis, sosial, ekonomi, budaya, politik) individu
(manusia baik perorangan maupun kelompok), kasus (masalah, peristiwa tertentu)
yang ada pada ruang tertentu”. Menurut Tika (2005,hlm.24) “Populasi adalah
himpunan individu atau objek yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas”.
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka yang
menjadi populasi dalam penelitian ini adalah :
a. Populasi Penduduk
Populasi penduduk dalam penelitian ini adalah seluruh peternak sapi yang
berada di Desa Ciporeat yang meliputi RW 02, RW 03, RW 04, RW 05, RW 06,
RW 07, RW 09. Adapun jumlah peternak sapi di Desa Ciporeat disajikan dalam
Tabel 3.1 berikut :
Tabel 3.1
Data Jumlah Peternak Sapi di Desa Ciporeat
No Lokasi Jumlah Penduduk Jumlah KK Jumlah Peternak
1 RW 1 609 194 0
2 RW 2 499 152 5
3 RW 3 529 172 35
4 RW 4 565 172 69
5 RW 5 599 227 83
6 RW 6 413 135 58
7 RW 7 463 156 46
8 RW 8 455 145 0
2. Sampel
Menurut Tika (2005,hlm.24) “sampel adalah sebagian dari objek atau
individu-individu yang mewakili suatu populasi.” Sedangkan menurut
Sumaatmadja (1981,hlm.112), “sampel adalah bagian dari populasi (cuplikan,
contoh) yang mewakili populasi yang bersangkutan.”
Menurut Arikunto (2006,hlm.113) menyatakan bahwa banyaknya sampel
tergantung pada ;
a. Kemampuan peneliti dalam segi waktu, tenaga dan biaya
b. Sempit dan luasnya pengamatan setiap sampel, karena hal ini
menyangkut banyak sedikitnya data dan besar kecilnya resiko yang
ditanggung peneliti.
Adapun jumlah sampel dari penelitian ini seluruhnya diperoleh dengan
menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Slovin (dalam Umar 2008,hlm.78)
adala sebagai berikut :
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Ukuran populasi
e = Persetase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditolelir atau diinginkan, dalam penelitian ini
=
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka dapat diketahui jumlah sampel
yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 76 orang (responden). Setelah
menentukan besarnya sampel, maka tahap selanjutnya adalah menentukan teknik
pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan penulis dalam
penelitian ini adalah teknik pengambilan sampel secara rambang proporsional
(proportional random sampling).
Menurut Suryabrata (2006, hlm.37) mengemukakan bahwa sampel rambang
proporsional (proportional random sampling) adalah “sampel-sampel yang
sebanding dengan besarnya kelompok dan pengambilannya secara rambang yang
diambil dari kelompok-kelompok yang tersedia.”
Dalam menggunakan teknik ini penulis mengelompokan sampel
berdasarkan wilayah. Proporsi jumlah sampel yang diambil dalam setiap wilayah
adalah sebagai berikut :
a. RW 2 : 76
312 5
X = 1,22 (Dibulatkan menjadi 1)
b. RW 3 : 76
312 35
X = 8,53 (Dibulatkan menjadi 9)
c. RW 4 : 76
312 69
X = 16,81 (Dibulatkan menjadi 17)
d. RW 5 : 76
312 83
X = 20,22 (Dibulatkan menjadi 20)
e. RW 6 : 76
312 58
X = 14,13 (Dibulatkan menjadi 14)
f. RW 7 : 76
312 46
X = 11,21 (Dibulatkan menjadi 11)
g. RW 9 : 76
312 16
Tabel 3.2
Jumlah Sampel yang Diambil dari Tiap RW di Desa Ciporeat
No. Lokasi Sampel Jumlah Peternak Sapi Jumlah Sampel
1 RW 2 5 1
2 RW 3 35 9
3 RW 4 69 17
4 RW 5 83 20
5 RW 6 58 14
6 RW 7 46 11
7 RW 9 16 4
Jumlah 312 76
Sumber : Hasil Perhitungan data Sekunder Tahun 2014
C. Variabel Penelitian
Menurut Suryabrata (2006, hlm.24) mengemukakan bahwa, “variabel
penelitian adalah faktor-faktor yang berperan penting dalam peristiwa atau gejala
yang akan diteliti. Sedangkan menurut Hatch dan Farhady (dalam Sugiyono,
2012, hlm.3) “secara teoritis variabel dapat di definisikan sebagai atribut
seseorang, atau objek, yang mempunyai variasi antara satu orang dengan orang
lain atau satu objek dengan objek lain.” Berdasarkan permasalahan yang diteliti,
variabel yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel
terikat.
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang menunjukan adanya gejala atau
peristiwa, sehingga diketahui intensitas atau pengaruhnya terhadap variabel
terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas yaitu potensi dalam
mendukung pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas yang meliputi : Kondisi
fisik (kondisi iklim, ketersediaan air, topografi, kemiringan lereng, dan tanah),
kondisi sosial ekonomi (Pengetahuan, pendidikan, matapencaharian, pendapatan),
kotoran sapi menjadi biogas yang meliputi : jumlah pengguna biogas, jarak, biaya
pembuatan biogas, energi yang dihasilkan biogas, serta prilaku peternak.
2. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang merupakan hasil yang terjadi Karena
pengaruh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat
adalah potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif
di Desa Ciporeat.
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel
D. Definisi Operasional
1. Potensi
Potensi menurut Baharta, D dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1985,
hlm.50) “Potensi adalah siautu daya atau tenaga yang diharapkan atau kekuatan yang ada pada suatu objek.” Dalam hal ini potensi yang dimaksud adalah potensi
yang terdapat pada suatu wilayah, baik sumber daya alam maupun manusia yang
mendukung dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas.
a. Potensi fisik yaitu keadaan fisik di daerah penelitian yang mendukung dalam
pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas, seperti kondisi iklim, ketersediaan
air, topografi, kemiringan lereng dan tanah.
b. Potensi sosial ekonomi, yaitu potensi-potensi yang berhubungan dengan
berbagai kegiatan masyarakat maupun potensi penduduk itu sendiri, seperti
tingkat pengetahuan peternak tentang biogas, pendidikan, matapencaharian,
dan penghasilan.
2. Energi alternatif
Menurut Nizam (dalam Widyaninggar, 2010, hal.7), “energi alternatif
adalah istilah yang merujuk kepada semua energi yang dapat digunakan yang
bertujuan untuk menggantikan bahan bakar konvensional tanpa akibat yang tidak
diharapkan dari hal tersebut.” Energi alternatif dalam penelitian ini adalah biogas.
3. Biogas
Menurut Setiawan (1996, hlm. 35) mengemukakan bahwa, “biogas adalah
gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan
organik, seperti kotoran hewan, kotoran manusia, atau sampah.” Sedangkan
menurut Suyitno dkk (2010, hlm.01), “biogas adalah gas yang dihasilkan oleh
bakteri, apabila bahan organik mengalami proses fermentasi dalam reaktor
(biodigester) dalam kondisi anaerob (tanpa udara).”
Biogas dalam penelitian ini adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas
anaerobik dari bahan kotoran sapi. Kandungan utama dalam biogas adalah
E. Instrumen Penelitian
Menurut Bagong, dkk (2009, hlm.59) mengemukakan bahwa “ Instrumen
penelitian adalah perangkat untuk menggali data primer dari responden sebagai
sumber data terpenting dalam sebuah penelitian survey.” Agar data yang diperoleh
dari berbagai sumber dapat terkumpul, maka dalam penelitian ini penulis
menggunakan intrumen fisik dan sosial (terlampir pada lampiran II).
1. Instrumen fisik yaitu untuk mengukur kondisi fisik di daerah penelitian
seperti kemiringan lereng, keadaan dan jenis tanah, jenis batuan, iklim dan
ketersediaan air.
2. Instrumen sosial yaitu instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi
tingkat kondisi sosial ekonomi di daerah penelitian, seperti pendidikan,
pengetahuan, matapencaharian, penghasilan, jumlah sapi yang dipelihara,
status kepemilikan sapi dan status kepemilikan lahan yang digunakan untuk
beternak.
F. Teknik Pengumpulan Data
Agar data yang diperoleh dari berbagai sumber dapat terkumpul maka
digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi Lapangan
Sugiyono (2009, hlm.145) mengemukakan “teknik pengumpulan data
dengan observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia,
proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu
besar.” Selanjutnya Tika (2005, hlm.44) mengemukakan bahwa:
Observasi adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian. Sedangkan observasi lapangan yaitu observasi yang dilakukan terhadap objek di tempat kejadian atau tempat berlangsungnya peristiwa sehingga observer berada bersama objek yang diteliti.
Observasi dilakukan untuk memberikan informasi yang jelas mengenai
objek penelitian yang akan dikaji dalam penelitian. Dalam penelitian ini,
observasi dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai gambaran umum
2. Wawancara (interview)
Menurut Tika (2005, hlm.49) “wawancara merupakan metode
pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis
dan berlandaskan pada tujuan penelitian.”
3. Kuesioner (Angket)
Menurut Sugiyono (2009, hlm.142) menyatakan bahwa “kuesioner
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya.” Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien
karena bisa digunakan dalam jumlah responden yang cukup besar dan tersebar
di wilayah yang luas.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dalam penelitian ini angket
berfungsi untuk mengumpulkan data primer. Angket ini berisi mengenai
variabel yang akan diukur dalam penelitian.
4. Studi Kepustakaan atau Literatur
Studi kepustakaan adalah data yang diperoleh seorang peneliti tidak secara
langsung dari subjek atau objek yang diteliti akan tetapi melalui pihak lain,
seperti instansi/lembaga-lembaga yang terkait, perpustakaan, arsip
perseorangan dan sebagainya. Adapun informasi yang diperoleh untuk
penelitian ini bersumber dari buku, data monografi desa, internet, jurnal dan
laporan penelitian lainnya.
5. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mempelajari catatan peristiwa yang sudah berlalu. Menurut
Sugiyono (2012, hlm.240) mengemukakan bahwa:
Studi dokumentasi dalam penelitian ini berasal dari instansi/lembaga
yang terkait seperti dinas peternakan, BMKG, arsip-arsip yang berhubungan
dengan penelitian dan lain sebagainya.
G. Alat Pengumpulan Data
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peta rupa bumi indonesia
skala 1 : 25.000 lembar 1209 – 312 Ujungberung, peta rupa bumi indonesia skala
1 : 25.000 lembar 1209 – 314 Lembang, peta BAPPEDA 2009, serta data
monografi Desa Ciporeat.
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Hardware
1) Laptop Acer Intel (R) core (TM) i3 CPU M 370 @ 2.40 GHz memory 2
GB, berfungsi untuk mengolah data-data yang diperoleh.
2) Printer, untuk proses output hasil peta dan laporan.
b. Software
Perangkat lunak yang digunakan adalah map info 9.5 yang berfungsi untuk
digitasi peta, Microsoft Office Word 2010 yang berfungsi untuk proses
pengetikan, Microsoft Office Excel yang berfungsi untuk perhitungan dan tabulasi
data.
H. Teknik Pengolahan Data
Data yang diperoleh selanjutnya diolah terlebih dahulu. Adapun proses
pengolahan data dalam penelitian ini meliputi langkah-langkah yang sistematis
sebagai berikut :
1. Menyeleksi data, melakukan peilihan dan pengecekan terhadap instrument
penelitian tentang kelengkapan pengisian, kejelasan dan kebenaran informasi
dalam pengisian instrumen.
2. Klasifikasi Data, data yang terkumpul kemudian dikelompokan berdasarkan
kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya.
4. Entry, memasukan data yang telah diberi kode dengan memasukan data
kedalam kolom- kolom yang terdapat pada Ms Exel 2010
5. Tabulasi Data, data yang sudah terkumpul kemudian ditabulasi dengan
menguraikan dan mengelompokkan dari tiap-tiap butir pertanyaan yang ada
pada kuisioner responden. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan kode
dari tiap-tiap item instrumen pengumpulan data yang selanjutnya dimasukkan
ke dalam bentuk tabulasi data.
6. Interpretasi data, langkah ini dilakukan dalam rangka mendeskripsikan data
yang telah diperoleh melalui beberapa tahap seperti tahap editing, coding, dan
Entry untuk pada akhirnya di tabulasikan serta di analisis untuk memberikan
gambaran terhadap data atau informasi yang didapat dari para responden yang
dijadikan sampel penelitiaan.
7. Penyajian Data ( Data Display)
Menurut Sugiyono (2009, hlm.249) Menyatakan bahwa “dalam penelitian
kualitatif penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phi chard,
pictogram dan sejenisnya.” Dalam penelitian ini hasil data penelitian dapat
disajikan dalam bentuk tabel, grafik, maupun peta.
I. Teknik Analisis Data
Setelah data yang terkumpul ditabulasi maka selanjutnya dilakukan analisis.
Adapun tahapan dalam analisis data adalah sebagai berikut :
a. Analisis deskriptif yaitu teknik analisis dengan maksud untuk
mendeskripsikan hasil penelitian.
b. Analisis Prosentase
Untuk menghitung besarnya proporsi dalam setiap alternatif jawaban
yang dipilih oleh responden. Maka digunakan rumus prosentase sebagai
berikut :
Keterangan:
f = Frekuensi dari setiap alternatif jawaban yang dipilih
n = Jumlah seluruh frekuensi alternatif jawaban yang jadi
pilihan
100 = Konstanta
Setelah dilakukan perhitungan maka hasil prosentase tersebut
diklasifikasikan dengan kategori seperti yang disajikan pada Tabel 3.3 di
bawah ini :
Tabel 3.4
Klasifikasi Skor Prosentase
No Persentase Keterangan
1 0% Tidak Seorangpun
2 1% - 24% Sebagian Kecil
3 25% - 49% Hampir Setengahnya
4 50% Setengahnya
5 51% - 74% Sebagian Besar
6 75% - 99% Hampir Seluruhnya
7 100% Seluruhnya
J. Alur Penelitian
MASALAH
1. Bagaimana kondisi fisik dan sosial dalam mendukung pemanfaatan kotoran sapi menajadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat ?
2. Seberapa besar potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat ?
3. Bagaimana upaya pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di Desa Ciporeat ?
Data Sekunder:
1) Data Monografi Desa Ciporeat 2) BAPPEDA Kab.Bandung 3) Data BPS
Data Primer : 1) Hasil Wawancara 2) Hasil Angket 3) Hasil Observasi
Sampel peternak sapi
Kesimpulan dan Rekomendasi
Potensi Pemanfaatan Kotoran Sapi Menjadi Biogas Sebagai Energi Alternatif Di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung
Penentuan Sampel
Upaya Pemanfaatan Kotoran Sapi (Biogas)
Kondisi Fisik
Analisis
Kebutuhan Energi Krisis BBM Pencemaran Lingkungan Banyaknya Peternakan Sapi
Masyarakat Lembaga Pemerintah
Pemanfaatan Kotoran Sapi Pengurangan Kebutuhan Energi
Pengurangan Pencemaran
Masyarakat Kondisi Sosial
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan
tentang potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif
di Desa Ciporeat, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan kondisi fisik dan kondisi sosial ekonomi Desa Ciporeat, yang
mendukung dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas. Hal ini dapat
dilihat dari kondisi fisik yang ada seperti kondisi iklim, ketersediaan air,
topografi, kemiringan lereng, dan tanah. Daerah penelitian memiliki kondisi
iklim yang baik untuk peternakan sapi dengan rata-rata curah hujan per
tahunnya 1.900 mm/tahun dengan suhu harian berkisar antara 19o – 37o serta berada pada ketinggian antara 700-1400 mdpl dengan kemiringan lereng agak
curam dan memiliki jenis tanah andosol dan latosol yang cocok untuk ditanami
jenis rumput-rumputan yang berguna sebagai pakan ternak sapi. Selain itu,
ketersediaan air didaerah penelitian pun sangat melimpah, karena terdapat 35
sumber mata air yang berasal dari Gunung Manglayang dan Gunung Palasari.
Hal ini dikarenakan air sangat penting dalam usaha peternakan sapi yang dapat
digunakan untuk memandikan sapi, membersihkan kandang serta untuk
mencampur kotoran sapi sebeum dimasukkan ke dalam biodigester.
Kemudian, jika dilihat dari kondisi sosial ekonomi peternak sapi pun
cukup mendukung untuk diterapkannya biogas. Hal ini dapat dilihat dari
tingkat pengetahuan peternak tentang biogas yang hampir seluruhnya
menyatakan bahwa mereka mengetahui tentang biogas yang sebagian besar
mereka dapatkan dari kegiatan penyuluhan, matapencaharian peternak yang
hampir seluruh peternak responden menjadikan usaha ternak sapi ini sebagai
matapencaharian utama, sehingga peternak akan lebih fokus dalam
menjalankan usahanya dan mempunyai waktu yang cukup untuk mengolah
kotoran sapi menjadi biogas. Namun jika dilihat dari tingkat pendidikan dan
peternak hanya menempuh pendidikan hanya sampai tamat SD dengan
penghasilan yang tidak begitu besar.
2. Berdasarkan potensi yang ada, daerah penelitian memiliki potensi biogas yang
cukup besar. Hal ini dikarenakan sebagian besar peternak sapi di Desa Ciporeat
memiliki sapi lebih dari tiga ekor dengan status kepemilikan hampir semuanya
milik sendiri dan sebagian besar dipelihara di lahan milik sendiri. Selain
itu,dengan populasi sapi yang mencapai 1.206 ekor dan rata-rata produksi
kotoran 15 kg/ekor maka dapat menghasilkan kotoran sekitar 18.090 kg/hari.
Apabila seluruh kotoran sapi ini dapat dimanfaatkan menjadi biogas, maka
akan menghemat biaya bahan bakar sebesar Rp.1.260.000,00 per hari atau
Rp.37.800.000,00 per bulan. Hal ini menjadi sebuah potensi yang cukup besar
dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi alternatif di
Desa Cipopreat.
3. Berdasarkan upaya pemanfaatan kotoran sapi yang sudah dilakukan oleh
sebagian peternak di daerah penelitian, dapat dikatakan optimal atau masih
rendah dalam pemanfaatannya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator
diantaranya, jumlah pengguna biogas, jarak lokasi peternakan terhadap tempat
tinggal peternak, gas yang dihasilkan dan konsumsi gas oleh peternak setiap
harinya, biaya pembuatan biogas, serta prilaku para peternak yang
berhubungan dengan pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas.
Dari segi jumlah pengguna biogas di daerah penelitian masih rendah,
hanya sebagian kecil saja peternak yang sudah menggunakan biogas, hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor seperti tingginya biaya untuk pembuatan
biogas, menyita banyak waktu dalam proses pengolahannya, serta peternak
sering kali merasa repot karena jarak lokasi peternakan yang sebagian besar
cukup jauh dari tempat tinggalnya. Kemudian dari segi jarak lokasi peternakan
terhadap tempat tinggal peternak rata-rata berjarak 10-20 meter, dimana
idealnya jarak tersebut kurang dari 10 meter agar tekanan gas yang
dihasilkancukup kuat, sehingga kebanyakan peternak merasa repot dalam
pemasangan instalasi biogas dan lebih memilih membeli gas LPG yang
itu, dari segi gas yang dihasilkan oleh biogas dan konsumsi gas yang
dibutuhkan peternak setiap harinya masih belum mencukupi. Dari hasil
penelitian dilapangan gas yang dihasilkan dari sebuah reaktor biogas hanya
mampu bertahan 15-30 menit saja dalam menyalakan kompor, sementara
konsumsi gas yang dibutuhkan setiap harinya oleh peternak mencapai 3-5 jam
untuk keperluan memasak.
Selain itu, dari segi biaya yang dibutuhkan untuk membuat sebuah
reaktor biogas masih terlalu mahal, sehingga peternak lebih memilih
menggunakn kayu bakar dan gas LPG yang harganya relatif murah.
Selanjutnya dari segi prilaku peternak sapi, sebagian besar peternak tidak
memanfaatkan kotoran sapinya, namun membiarkannya saja menumpuk
disekitar kandang sapi dan ada juga yang membuangnya keselokan-selokan
rumah dan sungai.
Sebenarnya banyak keuntungan yang didapat dari pemanfaatan kotoran
sapi menjadi biogas ini, selain dapat mengurangi limbah kotoran sapi yang
biasanya dibuang ke selokan dan sungai, masyarakat juga dapat menghemat
biaya untuk membeli bahan bakar seperti gas LPG, sekarang biaya tersebut
dapat digunakan masyarakat untuk keperluan yang lain karena kebutuhan
bahan bakar dapat dipenuhi dengan penggunaan biogas serta penggunaan
biogas ini lebih aman karena walaupun terjadi kebocoran tidak akan
menimbulkan ledakan yang begitu besar karena tekanan yang dihasilkan tidak
terlalu besar pula.
Kendati demikian, peternak yang menggunakan biogas masih rendah hal
ini disebabkan beberapa faktor penghambat diantaranya modal awal atau biaya
dalam pembuatan biogas yang cukup mahal, menyita banyak waktu dalam
pengolahannya, rasa malas dan jijik, keterampilan dalam pengolahan kotoran
sapi menjadi biogas.
B. REKOMENDASI
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pemanfaatan kotoran sapi ini dapat dilakukan dengan optimal, maka penulis
mengajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut :
1. Bagi Pemerintah Daerah
Sehubungan dengan potensi yang dimiliki Desa Ciporeat yang cukup besar
untuk diterapkannya biogas dalam upaya pemanfaatan kotoran sapi, maka
pemerintah daerah setempat bersama lembaga terkait diharapkan dapat
mendukung dan membantu memfasilitasi dalam penerapan biogas ini, baik berupa
penyuluhan dan pelatihan yang lebih intensif serta merata kepada para peternak
maupun berupa bantuan penyediaan alat instalasi biogas yang lebih lengkap
seperti penggunaan kompresor untuk menghisap biogas dari bak penampungan
gas agar tekanan yang dihasilkan semakin tinggi dan bisa dialirkan
kerumah-rumah warga. Selain itu pengontrolan dan pengawasan perlu dilakukan oleh
pemerintah daerah setempat bersama lembaga terkait, hai ini bertujuan agar
instalasi biogas yang sudah dibuat dapat bertahan lama dan ketika ada kerusakan
dan kendala bisa membantu peternak untuk memperbaikinya.
2. Bagi Masyarakat
Dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat khususnya peternak
sapi di Desa Ciporeat seluruhnya dapat menerapkan instalasi biogas, sehingga
masyarakat tidak akan bergantung lagi pada LPG maupun energi konvensional
lainnya. Selain itu diharapkan adanya kesadaran masyarakat yang lebih dalam
memanfaatkan kotoran sapi menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat seperti biogas
maupun pupuk kompos, sehingga kotoran sapi yang dihasilkan setiap harinya
tidak dibiarkan begitu saja dan tidak dibuang sembarangan lagi yang dapat
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Aksara, K.D. 2007. Energi Alternatif. Bogor : Yidistira.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
Rineka Cipta.
Baharta, D. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud Balai
Pustaka
Habibi, L. 2008. Pembuatan pupuk kompos dari limbah rumah tangga. Bandung :
Titian Ilmu.
Hambali, Eliza, dkk.2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta : Agro Media Pustaka.
Harahap, F, dkk. 1978. Teknologi Gas Bio. Pusat teknologi Pembangunan. Institut
Teknologi Bandung. Bandung.
Hidayah, dkk. 2014. Bidikan Jitu Lulus Us/M Sd/Mi 2015. Tanggerang : Edu
Penguin.
Mariani, N. 2012. Efektivitas Jalur Hijau dalam menyerap CO2 Berdasarkan
Volume Kendaraan di Kota Bandung. Bandung : Tidak diterbitkan
Ningsih, M.I. 2008. Energi alternatif. Jakarta:CV alafarisi Putra.
Pambudi, N.A. 2008. Pemanfaatan Biogas Sebagai Energi Alternatif. Universitas
Surakarta.
Rafi’i, S. 1995. Meteorologi dan Klimatologi. Bandung : Angkasa
Said, S. 2010. Biogas untuk Listrik Skala Rumah Tangga. Jakarta : Bentara Cipta
Prima.
Said, S. 2008. Membuat Biogas dari Kotoran Hewan. Jakarta : Bentara Cipta
Prima.
Satwiko, P. 2005. Arsitektur sadar energy : Pemanfaatan computer dan internet
untuk merancang bangunan ramah lingkungan. Yogyakarta : Andi Offset.
Setiawan, I. 1996. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sonhaji, A. 2009. Mengenal sumber-sumber energi dunia. Jakarta : CV Anwar
Press.
Sugiyono. 2012.Statistik untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta
Sukmadinata, S.N.2006. Metode Penelitian Pendidikan.Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Sumaatmadja, N. 1988. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisis. Bandung :
Alumni.
Suryabrata, S. 2006. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Surya, H. 2009. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta : Gramedia.
Suyitno, dkk. 2010. Teknologi Biogas. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Tika, M.P. 2005.Metode Penelitian Geografi.Jakarta:Bumi Aksara.
Tika, M.P. 1997. Metode Penelitian Geografi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Umar, H. 2008. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Edisi ke-2.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Wahyuni, S. 2013. Panduan Praktis Biogas. Jakarta : Penebar Swadaya.
Wahyuni, S. 2008. Biogas. Jakarta : Penebar Swadaya.
Widarto dan Sudarto. 1997. Membuat Biogas. Penerbit Kanisius. 10.
Widyaninggar, F. 2010. Prospek pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas
sebagai energy alternatif di Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut.
Bandung : Tidak di terbitkan.
Wismono, Jaka dan Riyanto. 2004. Gembira belajar sain 4. Jakarta : PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia
Dokumen
Data Desa Cipopreat. 2014. Data Monografi Desa. Bandung
Data Kementrian ESDM. 2011. Konsumsi, Produksi, dan Impor BBM Indonesia
2005-2010. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Republik Indonesia
Puslitbang SDA. 2014. Data Curah Hujan Bulanan Periode 2004-2013. Bandung.
PUSAIR Jabar.
Internet
Adhyaksa, A. 2013. Macam-macam Energi Alternatif. [Online]. Tersedia di :
http://agungadhyaksa.blogspot.com/2012/11/14-macam-energi-alternatif-di-dunia.html . [Diakses 8 Desember 2014].
Aditiarachman, T.D. 2013. Volume Kotoran Sapi. [Online]. Tersedia di :
http://tubagusdimas.blogspot.com/ Tubagus Dimas Aditiarachman .
[Diakses 8 Desember 2014].
Anonim. 2014. Kandungan Unsur Hara Kotoran Sapi. [Online]. Tersedia di :
http://carabudidayaorganiks.blogspot.com/2014/12/kandungan-unsur-hara-kotoran-sapi.html. [Diakses 8 Desember 2014].
Ansory, L. 2013. Manfaat Energi Alternatif. [Online]. Tersedia di : http://
energitop.blogspot.com/2013/08/kelebihan-sumber-energi-alternatif.html.
[Diakses 8 Desember 2014].
Asmarni, L. 2013. Pemanfaatan Limbah Kotoran Ternak Sapi Sebagai Energi
Alternatif (Biogas) Skala Rumah Tangga Yang Ramah Lingkungan.
[Online]. Tersedia di : https://uripsantoso.wordpress.om/2013/06/13/
emanfaatan -limbah-kotoran
-ternak-sapi-sebagai-energi-alternatif-biogas-
skala-rumah-tangga-yang-ramah-lingkungan-studi-kasus-di-kelompok-tani-muara-dhipa-kelurahan-lingkar-barat-kota-bengkulu/ . [Diakses 8 Desember
2014].
Fajaroh, F. 2014. Energi Alternatif. [Online]. Tersedia di : http://furotul29.
blogspot.com/2014/04/makalah-energi-alternatif.html. [Diakses 8 Desember