PENDAHULUAN
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak dan terpenting untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Tujuan dari pembangunan nasional yaitu upaya pembangunan yang berkesinambungan dan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang menyeluruh, terarah, terpadu, bertahap, dan berkelanjutan. Selain itu, memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang lebih maju, dengan cara meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas (Ali, 2007). Salah satu usaha untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan, yang bisa diwujudkan melalui pendidikan formal di sekolah.
Pada realita yang terjadi dewasa ini, kualitas pendidikan di Indonesia mengalami kemunduran. Sesuai dengan data yang diterima dari Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2012 The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menyatakan bahwa negara Indonesia termasuk dalam kualitas pendidikan terendah yang berada pada tingkatan 69 dari 127 negara (http://azharmind.blogspot.com/2012/02/kualitas-pendidikan-indonesia-ranking.html).
Sementara itu, data Human Development Index (HDI) tahun 2103 Indonesia naik tiga peringkat berada peringkat dari 124 menjadi 121 dari 185 negara. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab rendahnya pendidikan di Indonesiayaitu kurangnya perhatian pemerintah mengenai dunia pendidikan, rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya kualitas guru, dan rendahnya prestasi siswa yang menjadi pendukung dari keberhasilan pendidikan. (http://edukasi.kompasiana.com/2013/05/03/kualitas-pendidikan-indonesia-refleksi-2-mei-552591.html)
Adapun realitas yang terjadi pada sekolah-sekolah yang ada di Indonesia sekarang ini, lewat koran maupun media elektonik lainnya menurut pengamatan penulis masalah sertifikasi guru selalu menjadi bahan perdebatan sampai saat ini, hal ini dapat dilihat dari tata cara atau aturan yang sering berubah bagi seorang guru untuk memiliki sertifikasi. Menurut Nurcholis (2011) sertifikasi guru mempunyai tujuan meningkatkan kompetensi sekaligus kesejahteraan guru, namun ternyata kurang sesuai dengan yang diharapkan. Guru yang telah lolos sertifikasi ternyata kurang menunjukkan peningkatan kompetensi yang signifikan dan pada umumnya guru mengikuti sertifikasi terkait aspek finansial semata, yaitu untuk mendapat tunjangan profesi. Hal senada juga diungkapkan Lisnurrochatun (2011) kompetensi profesional guru tidak sekedar diukur dengan menguasai bidang ilmu, bahan ajar, dan metode. Tetapi guru juga harus memiliki keterampilan tinggi dan wawasan luas terhadap dunia pendidikan serta mampu memahami, memotivasi, dan mengoptimlakan potensi anak-anak selaku subjek didik di sekolah.
berlangsung tidak semaksimal mungkin. Adapun fakta lain yaitu, ada guru yang memberikan nilai tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh siswa.
Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ayu, Susilawati dan Siti (2011) yang menyatakan bahwa kompetensi profesional guru di Kota Semarang termasuk dalam katagori cukup, hal ini berarti kompetensi profesional guru di kota semarang masih memerlukan peningkatan kualitasnya. Selain itu, menurut Haywood (2006) dan Utomo (2005) yang mengemukakan bahwa untuk peningkatan profesional guru perlu adanya kolabrorasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta adanya implementasi yang berkaitan dengan inovasi-inovasi baru. Itu berarti guru harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilanya, karena ilmu pengetahuan dan keterampilan itu berkembang seiring perjalanan waktu (Musfah, 2011).
Oleh karena itu, kompetensi profesional guru menjadi penting untuk diteliti karena apabila seorang guru yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, maka bukan hanya dirinya saja yang terkena dampak yang ditimbulkan, melainkan lingkungan sekitarnya pun akan ikut terkena dampaknya, seperti para siswa dan sekolah tempat ia bekerja. Dalam hal ini guru dapat digambarkan sebagai manejer dalam pembelajaran seperti yang dinyatakan Satori (1989) bahwa berdasarkan sejumlah kegiatan yang harus dilakukan guru, telah menempatkan peran guru sebagai “manager of learning” yang berarti guru sangat menentukan dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan penilaian produktivitas proses belajar mengaja. Musfah (2011) juga menyatakan bahwa guru harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilanya, karena ilmu pengetahuan dan ketrampilan itu berkembang seiring perjalanan waktu.
negatif dari kompetensi profesional guru dalam dunia pendidikan yaitu masalah sertifikasi guru. Menurut Fatchurrohman (2010) Ada sebagian guru yang menanggapi program sertifikasi dengan kesungguhan hati dan dipahaminya bahwa program sertifikasi guru benar-benar untuk meningkatkan kualitas pendidikan, namun ada sebagian guru yang menanggapi kebijakan sertifikasi tidak lebih baik dari kebijakan biasa-biasa saja, seperti kebijakan-kebijakan lainya. Atau dengan kata lain program sertifikasi dipandang sebagai ritual formal dari kompetensi profesional guru.
Menurut Supraningrum (2013) ada beberapa faktor yang memengaruhi kompetensi profesional guru yaitu, tingkat pendidikan (kualifikasi akademik), motivasi, pendidikan dan pelatihan (diklat), kepemimpinan kepala sekolah, supervisi pengawas sekolah, dan iklim organisasi sekolah. Dalam hal ini sekolah merupakan bagian dari organisasi. Iklim organisasi sangat diperlukan oleh guru dan para siswa untuk menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keberhasilan sekolah.
Iklim organisasi sangat penting untuk diteliti merupakan keadaan mengenai karakteristik yang terjadi dilingkungan kerja yang dianggap mempengaruhi perilaku orang-orang yang berada dalam lingkungan organisasi tersebut. Hal inilah yang menjadi pelengkap keberhasilan dari sebuah instansi. Hal ini sejalan dengan penelitian Falahy (dalam Liana, 2012) yang menyatakan bahwa iklim organisasi merupakan sarana bagi guru untuk melakukan pendekatan dengan lingkungan kerjanya dengan pandangan yang positif. Iklim organisasi mempunyai kaitan dengan prestasi, motivasi, persepsi, dan kepuasan guru. Jika iklim organisasi kondusif, suasana lingkungan manusia yang familiar maka akan membuat guru menjadi termotivasi karena puasnya guru terhadap organisasi. Dan sebaliknya jika iklim tidak kondusif maka mengakibatkan guru kurang bergairah dalam bekerja.
profesionalnya. Hal ini dilihat dari sikap guru dalam menjalankan aktivitas kerjanya. Bilamana seorang guru memiliki sikap positif terhadap pekerjaanya, maka guru akan menjalankan fungsi dan kedudukanya sebagai tenaga pengajar dan pendidik di sekolah dengan penuh rasa tanggung jawab. Demikian sebaliknya, jika seorang guru yang memiliki sikap negatif terhadap pekerjaanya hanya akan menjalankan fungsi dan kedudukanya sebatas rutinitas belaka.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahono (2006) ditemukan bahwa iklim organisasi mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kompetensi pengelolaan kelas guru SD Kristen YSKI Semarang dengan Koefisien partial 8,58%. Hal ini juga didukung oleh Suhendro (2009) penelitian mengenai hubungan iklim organisasi dengan profesional guru terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara iklim organisasi sekolah kejuruan dengan profesional guru produktif SMK Negeri kelompok Teknologi dan industry se-Kabupaten Indramayu. Temuan ini juga sejalan dengan Fatima (2011) yang menyatakan bahwa lingkungan organisasi memiliki hubugan yang positif dengan retensi karyawan serta pengembangan kompetensi.
Bertolak belakang dari hasil-hasil penelitian sebelumnya maka Narzoles (2013) pada Universitas di Bahrain yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang postif signifikan antara Iklim kelas dengan kompetensi linguistick komunkatif pada siswa EFL. Sedangkan, Baedhowi (dalam Salopos, 2009) yang menyatakan hasil survey yang dilakukan oleh Baedhowi di 5 kota di Indonesia menunjukan bahwa guru pascsa sertifikasi tidak menunjukan grafik peningkatan dalam segi kompotensi profesional, 64,36% guru responden masih stagnan/tidak meningkat kompotensinya.
hubungan iklim organisasi dengan kompetensi profesional di SMK Negeri 3 Ambon. Hal lain yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini adalah SMK Negeri 3 Ambon dikarenakan sekolah ini merupakan satu dari 97 SMK di Indonesia yang dipercayakan pemeritah untuk terus membenahi dan meningkatkan kompetensi profesional guru.
Kompetensi Profesional Guru
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pada pasal 28:3 yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Dalam Peraturan Mentri pendidikan Nasional Tahun 2007, telah ditetapkan lima aspek kompetensi profesional guru yang menjelaskan tentang kompetensi inti guru yang profesional yaitu:
a. Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu. c. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
d. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri. Iklim Organisasi
Menurut Stringer (dalam Wirawan 2007) iklim organisasi sebagaipola lingkungan yang menentukan muculnya motivasi. Stringer mengemukakan terdapat enam aspek iklim organisasi antara lain:
b. Standar-standar (Standards), suatu organisasi yang mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan derajat kebangaan yang dimiliki oleh anggota organisasi dalam melakukan pekerjaan yang baik.
c. Tanggung jawab (Responbility), mereflesikan perasaan individu bahwa mereka bisa menjadi diri sendiri dan tidak memerlukan keputusan dari anggota organisasi lainya.
d. Penghargaan (Recognition), mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik.
e. Dukungan (Support), merefelesikan perasaan percaya dan saling mendukung yang terus berlangsung diantara kelompok kerja.
f. Komitmen (commitment), merefelesikan perasaan bangga anggota terhadap organisasinya dan mempunyai komitmen terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Kompetensi profesional guru mempunyai tujuan mengedepankan mutu dan kualitas layanan pendidikan. Guru yang memiliki kompetensi profesional harus memenuhi standar kebutuhan pendidikan dan masyarakat untuk memajukan peserta didik berdasarkan potensi dan kecakapan yang dimiliki masing-masing individu (Yasmin & Maisah, 2010). Ada banyak faktor yang dapat memengaruhi kompetensi profesional guru. Salah satunya adalah iklim organisasi. Hal tersebut didukung oleh penelitian Kraft dan Papay (2013) yang menyatakan bahwa lingkungan (iklim organisasi) mempunyai nilai yang positif dalam mendukung profesional guru agar lebih baik dari waktu ke waktu.
pula. Hal tersebut terjadi karena adanya iklim organisasi yang baik yang ada di dalam lingkungan organisasi tempat guru bekerja secara rutin. Hal ini dapat membuat para guru untuk terus meningkatkan prestasi kerjanya di sekolah sebagai guru yang memiliki komptensi profesional (Syafari, 2000).
Hipotesis
METODE PENELITIAN
Partispan
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru yang sudah bersertifikasi dan bekerja di SMK Negeri 3 Ambon, Maluku. Bilamana jumlah populasi relatif kecil, maka semua anggota populasi dapat digunakan sebagai sampel. Hal ini disebut sebagai sampel jenuh. Oleh karena itu, sampel dalam penelitian menggunakan sampel jenuh sebanyak 53 orang guru. Alat Ukur Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala Iklim Organisasi dan Kompetensi Profesional Guru. Skala iklim organisasi terdiri atas 6 aspek yaitu, struktur, standar-standar, tanggung jawab, penghargaan, dukungan, dan komitmen dengan nilai reliabilitas sebesar 0,883.Sedangkan skala kompetensi profesional guru terdiri dari 5 aspek dengan nilai reliabilitas sebesar 0,830.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan pengumpulan data dimulai pada hari Selasa 11 Maret s/d 14 Maret 2014 dengan cara penulis langsung ke sekolah untuk meminta izin untuk melakukan penelitian. Kemudian penulis dibantu oleh seorang guru untuk mencari guru-guru yang bersertifikasi di SMK Negeri 3 Ambon, sebanyak 53guru yangbersertifikasi. Sesuai dengan rancangan penelitian dalam menentukan subjek menggunakan sampling jenuh yaitu dimana semua anggota populasi digunakan sebagai subjek (Sugiyono, 2010).
Teknik Analisis Data
Penelitian dilakukan untuk melihat hubungan iklim organisasi dengan kompetensi profesional guru yang sudah bersertifikasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program bantu komputer SPSS 17.0 for windows dengan teknik analisi data korelasi product
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Uji Normalitas
[image:11.595.90.510.222.609.2]Uji normalitas menggunakan Kolmogrov-Smirnov yang terdapat pada program SPSS 17.0. Data yang dikatakan normal bila memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 atau 5 % (p > 0,05).Berdasarkan hasil uji one sampel Kolmogorov-sminorv (KSZ) dapat diketahui bahwa nilai KSZ adalah sebesar 0,729 dan (p>0.05). Dengan demikian dapat dikatakan nilai residual normal atau berdistribusi normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas
One Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardiz Ed Residual
N
Normal Parameters Mean
Std. Deviation
Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Kolmogrov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
53 .0000000 7.62340919
1.00. 1.00 -.068 .729 .663
Uji linearitas
Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17.0. Dari hasil uji linearitas linearitas diperoleh nilai Fbedasebesar 0,846 dengan sig. = 0,650 (p > 0,05) yang menunjukkan
Tabel 4.10 Anova Table
Sum of Squares
df Mean
Square
F sig
KP*IO Between Groups (Combined) Linearty Deviation from Linearity Within Groups Total 2192.624 1068.628 1123.996 1898.056 4090.679 22 1 21 30 52 99.665 1068.628 53.524 63.269 1.575 16.890 .846 .122 .000 .650 Uji Korelasi
Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan SPSS versi 17.0. Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara iklim organisasi dengan kompetensi profesional guru yang bersertifikasi sebesar 0,511 dengan sig. = 0,000 (p < 0.05) yang berarti ada hubungan yang positif antara iklim organisasi dengan kompetensi profesional guru yang bersertifikasi.
Tabel 4.11
Correlation
Pembahasan
Dari perhitungan uji korelasi antara variabel iklim organisasi dengan kompetensi profesional guru, didapatkan hubungan positif yang signifikan antara kedua variabel tersebut dengan besar korelasi 0,511dengan nilai signifikan 0,000 (p < 0,05). Artinya, semakin tinggi iklim organisasi yang tercipta di sekolah semakin tinggi kompetensi professional yang
IO KP
IO Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N 1 53 .511" .000 53
[image:12.595.70.526.279.625.2]dimiliki guru, begitu pula sebaliknya. Dengan begitu iklim organisasi mempunyai peran terhadap munculnya kompetensi profesional guru.
Secara umum hasil pengukuran ini mengungkapkan bahwa variabel X (iklim organisasi) dan Y (kompetensi profesional guru) memiliki hubungan postif dan signifikan. Hasil penelitian ini mungkin disebabkan pertama, guru yang bersertifikasi menggangap bahwa iklim organisasi yang tercipta di SMK Negeri 3 dirasakan sebagai iklim yang kondusif dan nyaman. Sehingga, kompetensi profesional guru dapat terus meningkat. Kedua, guru yang bersertifikasi merasakan bahwa iklim organisasi yang ada di sekolah dapat memberikan perubahan tingkah laku pada guru yang pada giliranya akan memengaruhi peningkatan kompetensi profesional guru. Temuan ini sejalan dengan penelitian Wahono (2009) yang menyatakan bahwa iklim organisasi sekolah kejuruan menjadi sangat penting dalam mewujudkan kompetensi profesional guru SMK, baik pada tataran konsep pengajaran maupun dalam pelaksanaan tugas-tugas keguruanya.
Berdasarkan kategorisasi data empirik variabel iklim organisasi, dengan mean sebesar 98,00 dan standar deviasi sebesar 7,123 diketahui bahwa terdapat 28 guru (53%) memiliki iklim organisasiyang berada pada kategori sangat tinggi, 25 guru (47%) memiliki iklim organisasi yang berada pada kategori tinggi. Sedangkan berdasarkan kategorisasi data empirik variabel kompetensi profesional guru dengan mean 113,40 dan standar deviasi sebesar 8,869 diketahui bahwa terdapat 30 guru (56,6 %) memiliki kompetensi profesional pada kategori sangat tinggi, dan 23guru (43,4%) memiliki kompetensi profesional yang berada pada kategori tinggi.
(2012); Pratiwi (2012); Rodrigues & Gowda (2011) dam Krishnappa (2012)tersebut menunjukkan bahwa antara iklim organisasi dengan kompetensi profesional guru yang bersertifikasi memiliki hubungan yang positif signifikan. Hasil penelitian ini juga mendukung
teori yang mengungkapkan “lingkungan (sekolah) dapat menyebabkan perubahan tingka laku
anak dan juga guru yang pada giliranya akan mempengaruhi perstasi mereka”(Hadiyanto 2004).
Sebalinya justru hasil penelitian ini menolak hasil penelitian dari Narzoles (2013); Snoek dan Volman (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara iklim organisasi dengan kompetensi profesional guru
Kompetensi profesional guru SMK sangat bergantung pada terwujudnya iklim organisasi yang terjadi di sekolah. Semakin kondusif iklim organisasi sekolah kejuruan maka semakin tinggi nilai kompetensi profesional guru SMK. Sebaliknya semakin tidak kondusif iklim organisasi sekloah kejuruan maka semakin rendah kompetensi profesional guru SMK dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik kejuruan.
Hasil penelitian dan pendapat diatas memperkuat dugaan bahwa lingkungan sekolah atau iklim organisasi sekolah kejuruan secara langsung merupakan penyebab terjadinya perubahan tingkah laku pada diri guru, dan pada giliranya akan mempengaruhi prestasi kerja. Iklim organisasi sekolah kejuruan menjadi sangat penting dalam mewujudkan kompetensi profesional guru SMK, baik pada tataran konsep pengajaran maupun dalam pelaksanaan tugas-tugas keguruan lainya (Suhendro, 2009). Oleh karena itu, peran kepala sekolah, guru-guru dan warga sekolah kejuruan lainya mutlak menjadi sangat berarti dalam mewujudkan iklim yang kondusif.
menciptakan iklim organisasi yang kondusif. Sekalipun lingkungan di luar sekolah kejuruan tidak dapat dimanupulasi, tetapi setidaknya semua komponen di SMK dapat berperan sesuai dengan kedudukanya, yaitu membangun hubungan yang harmonis dan kerjasama sebagai satu tim kerja. Sehingga terwujudnya iklim organisai yang kondusif dan menyenangkan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kompetensi profesional guru.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara variabel iklim organisasi dengan kompetensi profesional guru yang sudah bersertifikasi pada SMK Negeri 3 Ambon. Semakin tinggi iklim maka semakin baik kompetensi profesional yang dimiliki oleh guru. Saran
Setelah penulis melakukan penelitian dan pengamatan langsung dilapangan serta melihat hasil penelitian yang ada, maka berikut ini beberapa saran yang penulis ajukan :
1. Sebagai pimpinan dalam sekolah ini, kepala sebagai motor pengerak untuk memimpin sekolah yang dia pimpin. Dengan demikian diharapkan kepala sekolah dapat memberikan kesempatan kepada setiap guru untuk dapat mengusulkan ide-ide yang dapat dilakukan untuk menciptakan iklim organisasi yang menyenangkan bagi peningkatan komptetensi profesional guru. Misalnya mengadakan kegiatan bersama atau kegiatan yang dapat memperat keakraban dan kekerabatan diantara semua guru sehingga menciptakan hubungan yang harmonis.
3. sebagai upaya memberikan dukungan bagi semua guru sehingga para guru lebihtermotivasi dalam mengerjakan tugas mereka.
4. Para guru harus secara mendalam memahami tugas yang didelegasikan kepadanya sehingga secara bertanggung jawab dalam menjalankan serta bisa menyelesaikannya tugas tersebut serta guru aktif dalam kegiatan diskusi yang terjadi di sekolah.
5. Penelitian ini diharpakan dapat dikembangkan, sehingga tidak hanya variabel iklim organisasi yang mempengaruhi kompetensi profesional guru. Akan tetapi, hendaknya dapat dikembangkan ke variabel-variabel lainya. Dengan demikian dapat ditemukan dan dibuktikan variabel lain yang mempengaruhi kompetensi profesional guru
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. (2007). Ilmu dan aplikasi pendidikan. Cetakan kedua. Bandung: PT IMTIMA.
Azharmid. (2012). Data kualitas pendidikan di Indonesia tahun 2013.http://azharmind.blogspot.com/kualitas-pendidikan-indonesia-ranking.html
(Diakses pada tanggal 17 juli 2013)
Ayu, N. NM., Susilawati, & Siti, P. (2011). Kajian kompetensi profesional guru IPA di SMP kota Semarang. Jurnal JP2F, 2(2).
Baedhowi. (2009). Tantangan profesionalisme guru pada era sertifikasi. naskah pidato pengungkuhan guru besar UNS, tanggal 12 November 2009
Data Human Development Index (HDI) tahun 2103 kualitas Pendidikan Indonesia http://edukasi.kompasiana.com/2013/05/03/kualitas-pendidikan-indonesia-refleksi-2-mei-552591.html
Depdiknas. (2007). Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta:
Depdiknas
Fatchurrohman. (2010). Pengaruh sertifikasi bagi peningkatan kinerja guru SMP Negeri 1
Salatiga. (Skripsi tidak diterbitkan). Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Fatima, H. (2011). Does employee retention affect organizational competence?. Journal
Industrial Engineering Letters, 1, 2225-0581.
Hadiyanto.(2004). Mencari sosok dosen tralisasi menejemen pendidikan modern. Jakarta: Rineka Cipta
Haywood, Benyamin. (2006). Implementation fidelity anfacilitator concerns in the process of disseminating a deliberate psychological and professional education innovation, North Carolina State University (Diunduh dari:http://www. ohiolink.edu/etd/viem.cgi)
Http://edukasi.kompas.com/Sistem.PendidikanIndonesia.Terendah.di.Dunia (diunduh pada tanggal 17 juli 2013 pada pukul 02.40)
Kraft, Matthew A., & Papay, John P. (2013).“Can Professional Environments in Schools
Promote Teacher Development?”.(diunduh dari
http://www.gse.harvard.edu/cepr-resources/files/news-events/ncte-kraft-papay)
Krishnappa, N. (2012). A study of organisational climate in relation withattitude towards teaching profession of secondary school teachers.Journal International Indexed &
Referred Research, 39, 0975-3486
Lisnurrochatum, A. (2011). Persepsi guru belum bersertifikasi terhadap kompetensi guru
bersertifikasi di SMK Negeri Kabupaten Temanggung (Skripsi tidak
diterbitkan).Universitas Kristen SatyaWacana, Salatiga
Maryadi. (2012). Hubungan motivasi, diklat, ilkim organisasi, komptensi profesional terhadap kinerja dosen perguruan tinggi swasta kopertis wilayah VI Jawa Tengah.Jurnal menejemen pendidikan, 1(1). 2252-3057
Musfah, Jejen. (2011). Peningkatan Kompetensi Guru. Jakarta: Kencana
Narzoles, D. T. G. (2012). Classroom climate and communicative linguistic competence of EFL Learns. International Journal Theory and Practive In Language Studies, 1, 404-410.
Nurcholis, O. (2011). Analisis pengaruh program sertifikasi guru terhadap kesejatraan dan
kinerja guru di lingkungan kementrian agama kota jakarta pusat.(Tesis tidak
diterbitkan).Universitas Bandar Lampung.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Pratiwi, H. (2012). Relationship between teacher profesionalism and school climate (Tesis
tidak diterbitkan).Universitas Indonesia. Jakarta
Ridaul, I., Trisno, M., & Hery, S. (2013). Pengaruh kompetensi profesional guru, motivasi belajar siswa dan fasilitas belajar terhadap prestasi belajar mata pelajaran ekonomi pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Lasem Jawa Tengah Tahun Pelajaran 2011/2012.Jurnal Pendidikan Insan Mandiri, 1(1). 1-12
Rodrigues, George. & Gowda, Purushothama. (2011). A study of organizational climate in professional collage libraries and information centre in Magalore City. Annals of
Library and Information Studies, 58, 24-33
Sadirman, A. M. (2005). Interaksi dan motivasi belajar. Jakarta: Rajawali Press.
Satori (1989). Pengembangan model supervisi sekolah dasar. Disertasi Doktor PPS IKIP Bandung
Suprihatiningrum. (2013). Guru profesional: pedoman kinerja,kualifikasi, & kompetensi
guru. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Snoek, Marco.,& Volman, Monique. (2014). The impact of the organizational transfer climate on the use of teacher leadership competences developed in a post-initial
Master's program, 37, 91-100 (diunduh dari
http://www.sciencedirectjurnal.com/science/article/pii)
Sugiyono. (2010). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan
Suhendro, H. (2009). Hubungan iklim organisasi sekolah, kecerdasan emosional guru, dan pengetahuan teknologi informasi dengan profesional guru SMK Prodiktif.Jurnal
Teknologi dan Kejuruan, 32, 37-50.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2009 tentang Guru dan Dosen
Utomo, E. (2005). Challenges of Curriculum Reform in the Context of Decentralization:The Response of Teachers to a Compet-ence-Based Curriculum (CBC)and Its Implementation in Schools, University of Pittsburgh
Wahono. (2006). Pengaruh motivasi kerja dan iklim organisasi terhadap kompotensi pengelolaan kelas di sekolah dasar kristen YSKI Semarang. Jurnal Psikologi, 1,40-53. Wirawan.(2007). Budaya dan iklim organisasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.