• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum bagi Pekerja Fasilitator dalam Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan T1 312007033 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum bagi Pekerja Fasilitator dalam Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan T1 312007033 BAB I"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Penulis hendak menulis penelitian ini dikarenakan terdapat masalah yang berkaitan dengan pengupahan yang diberikan Pemerintah terhadap suatu perjanjian kerja sama antara Fasilitator dengan Pemerintah. Bahwa yang dimaksud perjanjian kerja yang dilakukan oleh Pemerintah dengan pekerja Fasilitator dirasa kurang memberikan perlindungan dan kepastian hukum, karena tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan. Jenis perjanjian kerja yang berlaku terhadapnya adalah perjanjian kerja individu, yaitu pihak yang terkait adalah Pemerintah dan pekerja perorangan saja. Dan penyelesaian masalah menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak dimungkinkan terhadapnya.

Senyatanya bahwa dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik bekerja yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan yang diusahakan sendiri maksudnya bekerja atas modal dan tanggungjawab sendiri, sedangkan bekerja pada orang lain maksudnya bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah dan mengutusnya karena pekerjaan harus tunduk dan patuh pada orang lain sehingga menimbulkan suatu hubungan kerja antara si pemberi kerja dan penerima kerja yang dituangkan dalam suatu perjanjian kerja.1

(2)

Pada hakekatnya, dalam pergaulan hidup terjadi peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, maka timbullah suatu perjanjian. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Dari perjanjian tertulis tersebut timbullah semua hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang lazim disebut dengan perikatan.2 Sebagaimana yang dikemukakan oleh R. Subekti:

“Hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.3

Mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian yang mereka adakan. Guna mewujudkan suatu perjanjian yang telah disepakati bersama, para pihak yang terikat dalam perjanjian harus melaksanakan isi perjanjian sebagaimanamestinya. Dengan dilaksanakannya prestasi dalam perjanjian, maka apa yang diharapkan sebagai maksud dan tujuan diadakannya perjanjian akan tercipta dengan baik tanpa adanya pihak yang dirugikan yang dapat menuntut atas kerugian yang dideritanya.4

Demikian juga dalam bidang pekerjaan, orang melakukan perjanjian kerja sehingga menimbulkan perikatan. Setiap hubungan kerja yang tercipta, baik formal maupun informal, pada dasarnya selalu didahului dengan adanya perjanjian kerja. Untuk pekerjaan informal, perjanjian kerja antara pemberi pekerjaan dengan penerima pekerjaan biasanya dilakukan secara lisan, sedangkan pekerjaan-pekerjaan yang formal, seperti di pabrik atau perusahaan, perjanjian kerja pada umumnya dibuat secara tertulis. Pada dasarnya baik tertulis maupun

2 R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 2007, hlmn., 9. 3 Ibid.

(3)

tidak tertulis, perjanjian kerja tersebut sama-sama mempunyai kekuatan yang mengikat kedua belah pihak.5

Menurut Penulis, umum diketahui bahwa dalam perjanjian kerja, kedudukan para pihak sering tidak seimbang. Dengan adanya kedudukan yang tidak seimbang tersebut ternyata membawa konsekuensi. Pada perjanjian untuk waktu tertentu, kedudukan majikan dan karyawan tidak pernah seimbang. Ada kalanya majikan lebih kuat daripada karyawan, sehingga karyawan berada dalam kategori golongan lemah. Sebaliknya apabila karyawan mempunyai dedikasi dan profesionalisme dalam bidangnya, maka akan lebih kuat dibanding majikan dalam hal pengupahan.

Pembangunan bidang ketenagakerjaan sebagai bagian dari upaya pembagian sumber daya manusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pembangunan nasional. Sebagai pengamalan Pancasila dan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945, pembangunan bidang ketenagakerjaan diarahkan pada peningkatan harkat, martabat, dan kemampuan manusia serta kepercayaan diri sendiri dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur baik materiil maupun spiritual.6

Dalam hal perjanjian kerja, diatur dalam Bab IX Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 1 Angka 14 disebutkan, “Bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja atau buruh dengan

pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan

kewajiban para pihak, sehingga menimbulkan suatu hubungan kerja”. Kemudian

5

Ibid.

(4)

dalam Pasal 1 Nomor 15 disebutkan bahwa, “Hubungan kerja adalah hubungan pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur

pekerjaan, upah, dan perintah”. Dengan demikian, agar dapat disebut perjanjian kerja harus dipenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu adanya orang di bawah pimpinan orang lain, penunaian pekerjaan, dan adanya upah.7

Berdasarkan uraian di atas, dalam kenyataannya masih timbul berbagai masalah-masalah sehingga tidak terciptanya hubungan kerja yang baik yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945, terutama dalam hubungannya dengan perlindungan terhadap pekerja. Meskipun pekerja merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan, akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa posisi pekerja dimarginalkan dan lemah dalam berhadapan dengan pengusaha. Dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan hubungan industrial, seringkali perjuangan pekerja kandas di tengah jalan karena dilakukan secara individu. Akhirnya pekerja sebagai pribadi memilih untuk diam dalam memperjuangkan hak-haknya daripada gagal dan berakibat lebih buruk seperti pemutusan hubungan kerja bagi mereka.

Hal ini pulalah yang sedang terjadi di salah satu wilayah yang Penulis teliti yaitu tentang keterlambatan upah pekerja, khususnya pada pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan yang selanjutnya dikenal dengan PNPM Mandiri Perdesaan, dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Tengah yang beralamat di Jalan Menteri Supeno No.17 Semarang, yang dimana di sisi lain Pemerintah sebagai regulator atau pembuat kebijakan mempunyai kepentingan untuk menciptakan hubungan industrial dalam rangka mencari keseimbangan antara

(5)

kepentingan pekerja, pengusaha dan pemerintah. Mengenai hal tersebut, tindakan yang dilakukan pemerintah sebagai pemberi pekerjaan terkait dengan keterlambatan upah, menurut Penulis dapat dikategorikan tindakan wanprestasi.

Adapun konsep wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban (prestasi) sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara Pejabat Pembuat Komitmen dan Fasilitator PNPM. Wanprestasi dapat berupa: Pertama, tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

Kedua, melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimanamestinya.

Ketiga, melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat. Dan keempat, melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.8

Wanprestasi timbul dari persetujuan (agreement). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak. Dari perjanjian tersebut maka muncul kewajiban para pihak untuk melaksanakan isi perjanjian (prestasi). Prestasi tersebut dapat dituntut apabila tidak dipenuhi. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, prestasi terbagi dalam 3 macam:

1. Prestasi untuk menyerahkan sesuatu (prestasi ini terdapat dalam Pasal 1237 KUHPerdata).

2. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu (pretasi jenis ini terdapat dalam Pasal 1239 KUHPerdata).

3. Prestasi untuk tidak melakukan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu (prestasi jenis ini terdapat dalam Pasal 1239 KUHPerdata).

(6)

Alasan teknis yang menarik Penulis untuk melakukan penelitian terhadap isu tersebut adalah Penulis mempunyai kemudahan memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Sedangkan alasan yuridis yang menarik Penulis melakukan penelitian ini karena terdapat keterlambatan sistem pembayaran upah dalam program PNPM Mandiri Perdesaan yang terdapat problematika tarik-menarik kepentingan antara pemberi kerja dengan pekerja, serta mengandung pertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja fasilitator, sehubungan dengan perlindungan upah dan kesejahteraan bagi pekerja atau buruh terhadap keterlambatan sistem pembayaran tersebut.

Dengan alasan-alasan tersebut di atas, maka Penulis mengajukan judul skripsi: “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA FASILITATOR

DALAM PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN”.

Perlu diketahui, sejak tahun 2007 Pemerintah Indonesia telah melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri Wilayah Khusus dan Desa Tertinggal. Pada masa otonomi daerah sekarang ini, tentunya program-program penanggulangan kemiskinan yang dicanangkan oleh pemerintah pusat melalui lintas departemen atau kementerian seyogyanya harus lebih banyak ditunjang oleh pemerintah daerah, karena pemerintah daerah yang lebih mengetahui secara pasti besarnya angka kemiskinan dalam masyarakat di wilayahnya, sehingga tujuan dari program nasional tersebut dapat terarah secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin.9

(7)

Demikian halnya Pemerintah Kabupaten/Kota Jawa Tengah juga mendapatkan program PNPM sejak tahun 2007. Adanya program tersebut secara kasat mata memang telah banyak melakukan perubahan-perubahan, terutama dalam upaya peningkatan infrastruktur masyarakat dan pembangunan ekonomi masyarakat. Dengan adanya hal tersebut, tolok ukur keberhasilan memang diperlukan, terutama tujuan dari PNPM adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Terlaksananya program yang ada dalam PNPM merupakan sinergi dari beberapa aspek, salah satunya adalah pelaku PNPM di tingkat kecamatan, yang didalamnya ada Fasilitator, baik Fasilitator Kecamatan, Fasilitator Teknik, dan Unit Pelaksana Kegiatan (UPK).10

Untuk tercapainya tujuan dari suatu program tersebut dibutuhkan tenaga ahli untuk mempermudah penyelesaian dalam pelaksanaan-pelaksanaannya, dengan kata lain tenaga-tenaga itulah yang disebut tenaga Fasilitator. Dengan pengertian bahwa seorang Fasilitator adalah orang yang mempunyai keahlian dalam memberikan bantuan teknis (keterampilan, informasi, dan hal lain yang berkaitan dengan bidang pendidikannya) pada masyarakat yang mengarah pada tujuan dari program-program yang telah dibuat oleh pemerintah. Singkatnya, tugas Fasilitator adalah membantu suatu kelompok untuk meningkatkan efektifitas dengan cara memperbaiki proses dan struktur. Proses mengacu pada bagaimana kelompok bekerja, misalnya bagaimana mereka berkomunikasi, bagaimana membuat keputusan, ataupun mengelola konflik. Sementara, struktur mengacu pada proses yang stabil dan berulang seperti pembagian peran dalam kelompok.11

10 Ibid.

(8)

Perselisihan yang terjadi terhadap pekerja/buruh dalam program PNPM Mandiri Perdesaan mengenai keterlambatan upah yang mengacu pada sistem pembayarannya adalah merupakan perselisihan hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak terpenuhinya hak, yang berakibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja.

Menurut ketentuan Pasal 4 ayat (2) mengenai Balas Jasa dan Cara Pembayaran, dalam Surat Perjanjian Kerja menyebutkan bahwa pekerja Fasilitator akan menerima gaji di setiap bulannya pada tanggal 1-10 (satu sampai dengan sepuluh).12 Upah sebagai hak pekerja yang seharusnya diberikan kepada pekerja dalam hal ini tidak terpenuhi. Dalam kasus yang sedang terjadi ini, terjadi keterlambatan upah berbulan-bulan yang mengakibatkan suatu kondisi kerja yang tidak harmonis, menurunnya produktifitas pekerja sehingga tidak tercapainya kesejahteraan bagi para pekerja. Keterlambatan upah pekerja diakibatkan karena sedang dilakukannya revisi DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) berkenaan dengan kebijakan penghematan/pemotongan anggaran belanja Tahun Anggaran 2013.13

Dalam melaksanakan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan serta peranan yang sangat signifikan dalam aktifitas perekonomian

12

SURAT PERJANJIAN KERJA FASILITATOR TEKNIK KECAMATAN Nomor: 414.2/03.0598/PNPM MPd.2013 yang dibuat oleh Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Tengah selaku Kuasa Pengguna Anggaran pada Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa bertindak untuk dan atas nama Satuan Kerja Perangkat Daerah Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Tengah dengan pekerja Fasilitator sebagai tenaga pembantu pelaksanaan PNPM.

(9)

nasional, yaitu meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia, tenaga kerja sebagai salah satu penggerak tata kehidupan ekonomi dan merupakan sumber daya yang jumlahnya cukup melimpah. Pekerja merupakan komponen perusahaan yang bisa dianggap cukup lemah dalam menentukan mekanisme hubungan kerja dengan perusahaan, hal ini diakibatkan oleh tidak sebandingnya jumlah pencari kerja dengan pemberi pekerjaan, baik dalam bentuk perseorangan atau organisasi ekonomi. Indikasi ini bisa dilihat pada masih tingginya jumlah pengangguran di Indonesia serta rendahnya atau minimnya kesempatan kerja yang disediakan. Pada sisi lain seperti yang dikemukakan Satjipto Rahardjo bahwa untuk menggambarkan masyarakat Indonesia tidak ada yang lebih bagus dan tepat selain dengan mengatakan bahwa masyarakat itu sedang berubah secara cepat dan cukup mendasar. Dengan hal tersebut mengingat seiring peran serta pekerja semakin meningkat, dan dengan itu maka perlindungan terhadap pekerja harus semakin ditingkatkan baik mengenai upah, kesejahteraan, dan harkatnya sebagai manusia.14

Secara yuridis Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 Amandemen ke IV, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, selanjutnya Pasal 88 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan perlindungan bahwa setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Kemudian Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mewajibkan

(10)

kepada pengusaha untuk memberikan hak dan kewajiban pekerja atau buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik.

Berbicara mengenai ketenagakerjaan tersebut, tentunya ada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya yang akan menimbulkan terselenggaranya hubungan industrial, yaitu antara pekerja/buruh, pengusaha/pemberi kerja, dan pemerintah. Dengan pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain, pemberi kerja adalah orang perseorangan, persekutuan, badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Kewajiban pengusaha yang utama dari akibat yang timbul dalam suatu perjanjian kerja adalah membayar upah. Dalam Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, yang berisi kewajiban utama dari pengusaha dalam perjanjian kerja menyebutkan bahwa upah harus dibayarkan langsung kepada pekerja/buruh pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan perjanjian. Lebih lanjut, Pasal 17 dalam Peraturan Pemerintah tersebut, bahwa jangka waktu pembayaran upah secepat-cepatnya dilakukan seminggu sekali atau selambat-lambatnya sebulan sekali dan selanjutnya diatur pada Bagian Kedua Bab X Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengenai Pengupahan dan Mekanisme Pembayaran Upah, yang tertuang dalam perjanjian kerja yang didasarkan atas kesepakatan antara penerima kerja dan pemberi pekerjaan.

(11)

hubungan kerja tersebut putus. Dalam ketentuan di atas, termuat prinsip pengupahan pada Pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Ketenagakerjaan, yaitu “upah tidak dibayar apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan”, hal tersebut dikenal dengan asas “no work no pay”. Ketentuan ini berlaku untuk semua golongan

pekerja/buruh, kecuali apabila pekerja yang bersangkutan tidak dapat melakukan pekerjaan disebabkan oleh sakit, melaksanakan atau melangsungkan pernikahan, mengkhitankan anaknya, melahirkan atau gugur kandungan, menjalankan ibadah yang diperintahkan oleh agamanya, menjalankan tugas perusahaan, dan lain-lain sebagainya.15

Terkait dengan terselenggaranya hubungan industrial yang baik, peran serta atau campur tangan pemerintah sangat diperlukan dalam memainkan tugas dan fungsinya sebagai regulator yang bertindak membuat perundang-undangan sebagai alat untuk mengontrol sistem hubungan industrial. Dengan pengertian, peran pemerintah diharapkan dapat melaksanakan tiga fungsi, yaitu sebagai pelindung (protector), pembimbing (guide), dan penengah (arbitrator).16

Dalam kenyataannya yang terjadi di lapangan dan yang kebetulan menjadi topik penelitian Penulis, masalah-masalah yang berkaitan dengan perselisihan perburuhan sangat banyak. Sebagai contoh adalah perselisihan perburuhan yang terjadi pada pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan khususnya di wilayah Jawa Tengah.

Hal lain yang menimbulkan permasalahan sebagaimana yang dialami oleh pihak dalam program PNPM dalam hal ini adalah Fasilitator, adalah banyaknya terjadi pelanggaran dalam penerapan sistem perjanjian kerja, dimana banyak

(12)

terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan aturan perjanjian kerja, atau dengan kata lain perjanjian kerja yang dilaksanakan tidak sesuai atau bahkan tidak mengacu kepada aturan perjanjian kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam prakteknya di lapangan, selain penerapan perjanjian kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sistem perjanjian kerja yang dilaksanakan juga sangat merugikan pekerja. Sebagai contoh adalah pembayaran upah yang terlambat berbulan-bulan yang terjadi hampir di setiap awal tahun anggaran.

Namun demikian, apa yang terjadi pada Fasilitator PNPM, yang upahnya terlambat berbulan-bulan sampai yang pada tahun sebelumnya juga pernah terjadi hal yang serupa tidak ada sanksi hukum atas pelanggaran tersebut. Kerugian lain dalam penerapan sistem perjanjian kerja yang dialami Fasilitator PNPM adalah, selain tidak memberikan kepastian terhadap hubungan kerja, adapun juga upah kerja yang diberikan terlambat tanpa ada konsekuensi yang jelas, karena status pekerja hanya sebagai pegawai yang dikontrak dalam jangka waktu tertentu.17

Dari keadaan tersebut tentunya pihak yang paling dirugikan adalah tenaga kerja atau pekerja atau buruh yang bekerja dengan sistem perjanjian kerja tersebut. Karena selain perlindungan dan syarat kerja yang diberikan sangat jauh dari ketentuan yang seharusnya dan sewajarnya diberikan, juga terdapatnya perbedaan yang sangat jauh pada perlindungan yang diberikan jika dibandingkan dengan pekerja/tenaga kerja yang dipekerjakan dengan sistem perjanjian kerja. Lemahnya posisi Fasilitator PNPM tersebut menyebabkan pekerja tidak

(13)

melakukan upaya hukum untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, sehingga kejadian tersebut menjadi terulang dari tahun ke tahun.18

Beberapa upaya telah dilakukan oleh para pekerja, terbukti dengan terbentuknya asosiasi pekerja antar pekerja Fasilitator yang didasarkan oleh kesadaran kaum pekerja untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang diabaikan, akan tetapi dalam upaya-upaya tersebut tidak menemui hasil yang diinginkan.19 Perselisihan yang timbul menimbulkan ketidakpastian bagaimana perlindungan terhadap pekerja, karena dengan adanya Surat Edaran perihal keterlambatan gaji tersebut, para pekerja secara tidak langsung harus menerima keputusan tersebut. Hal yang demikian tidak mencerminkan suatu hubungan industrial yang baik yang berdasar hukum atau undang-undang, karena tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam hukum perikatan yang didasarkan atas kesepakatan para pihak, akan tetapi merujuk pada keputusan sepihak yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah yang memberi pekerjaan.

2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah ketentuan-ketentuan perjanjian kerja yang seharusnya diberlakukan terhadap Fasilitator PNPM, terkait dengan rumusan perjanjian kerja yang terdapat dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Fasilitator PNPM?

(14)

3. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk:

1. Mengetahui ketentuan-ketentuan perjanjian kerja yang seharusnya diberlakukan terhadap Fasilitator PNPM, terkait dengan rumusan perjanjian kerja yang terdapat dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.

2. Mengetahui perlindungan hukum terhadap Fasilitator PNPM.

4. MANFAAT PENELITIAN

Penulisan penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain: 1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan bagi perkembangan hukum ketenagakerjaan, khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap pekerja Fasilitator terkait dengan pengupahan.

2. Secara Praktis

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan akademisi di bidang ilmu hukum khususnya mengenai pengupahan dan perlindungan hukum terhadap Fasilitator PNPM.

5. METODE PENELITIAN

a. Tipe Penelitian

(15)

pengesampingan hak Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan. Berbeda dengan penelitian sosial, pendekatan kasus dalam penelitian normatif bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaedah-kaedah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Sedangkan penelitian ini adalah penelitian hukum. Penulis hendak meneliti perjanjian kerja antara fasilitator PNPM dengan pemerintah, dan mengujinya berdasarkan batu uji UU Ketenagakerjaan, terkait kasus mengenai keterlambatan pembayaran upah berulang-ulang yang dilakukan Pemerintah kepada Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan, serta hendak menggunakan hasil analisisnya sebagai bahan masukan dalam eksplanasi hukum.20

b. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konsep (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk dijadikan batu uji (dalam hal ini adalah ranah hukum perjanjian) supaya perjanjian kerja yang dibuat antara para pihak dalam suatu hubungan kerja mengacu pada konsep atau aturan yang terdapat dalam undang-undang, dalam hal ini KUHPerdata ataupun Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep-konsep perjanjian kerja, sehingga diharapkan dalam praktek di lapangan tidak lagi memungkinkan ada pemahaman yang ambigu dan kabur sehingga menjadi celah bagi pihak yang beriktikad buruk dengan memanipulasi suatu perjanjian kerja.

(16)

c. Bahan Hukum

Yang pertama, bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang diurut berdasarkan hierarki mulai dari UUD 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan aturan lain di bawah undang-undang.21 Adapun bahan-bahan yang mampu menjawab rumusan permasalahan tersebut adalah Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Lalu, yang kedua, bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, pendapat para sarjana, serta kasus-kasus hukum, terkait dengan pembahasan tentang perjanjian kerja.

Dan yang terakhir, bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap badan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.22

d. Unit Analisis

Adapun unit analisis penelitian ini adalah perjanjian kerja antara Pemerintah dengan Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan.

e. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun badan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan dan aturan perundang-undangan dimaksud Penulis uraikan dan hubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna

(17)

menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwa cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. Selanjutnya bahan hukum yang ada dianalisis untuk melihat pola kecenderungan dan modus operandi pihak yang melakukan praktik pengesampingan hak atas ketepatan pembayaran upah sehingga dapat membantu sebagai dasar acuan dan pertimbangan hukum yang berguna dalam penyusunan perjanjian kerja yang mengatur tentang pemberian dan cara pengupahan dalam suatu hubungan kerja secara tepat.

6. SISTEMATIKA PENULISAN

Secara garis besar Penulis akan menulis skripsi ini dalam 3 bab, yang akan disebutkan sebagai berikut:

1. BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian orientasi tentang penelitian yang meliputi hakikat permasalahan yang dituangkan dalam latar belakang masalah, perumusan masalah secara tegas, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

2. BAB II PEMBAHASAN

(18)

Referensi

Dokumen terkait

Dense point cloud created by VisualSFM from single circular flight over machine storage area using the NGA quadcopter with a GoPro flat lens camera..

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 1

penilaian dilakukan sebelum perubahan terjadi. Belum ada rencana berkesinambungan, praktik layanan terus-menerus dilakukan tapi sukses bergantung pada individu. Monitoring

keterprediksian laba, faktor resiko sistematis (Beta), struktur modal, serta ukuran perusahaan. Untuk membuktikan sesuatu yang baru dalam upaya meningkatkan kerelevenan

Seperti penelitian Andri yanto ( 2013) Pengaruh current ratio (CR), debt to equity ratio (DER) dan net profit margin (NPM) terhadap Return On Asset (ROA)

Prosedur penelitian pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan media Audio melalui empat (4) tahapan, yaitu: a) perencanaan, Menyusun rencana pelaksanaan

“Aku harus merawat kerbau ini dengan baik apabila Si Boke datang suatu kali kepadaku dia tidak akan kecewa karena aku merawat kerbau ini dengan baik,” pikir sang guru.. Kerbau itu