HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU MENYONTEK SISWA SMK T&I KRISTEN SALATIGA
OLEH
NOFHAJELTA WAIRATA 802007094
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat religiusitas dengan perilaku menyontek pada siswa SMK T&I Kristen Salatiga. Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan menggunakan 36 siswa-siswi dari kelas X sebagai responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua (2) buah skala yaitu skala perilaku menyontek dan skala tingkat religiusitas. Hubungan antara perilaku menyontek dan tingkat religiusitas diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment. Hasil koefisien korelasi antara kedua variabel yaitu = -.332 dan p = 0.048. Maka dapat disimpulkan terdapat hubungan negatif antara kedua variabel, yaitu semakin tinggi tingkat religiusitas maka semakin rendah perilaku menyontek siswa SMK T&I Kristen Salatiga, begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat religiusitas maka semakin tinggi perilaku menyontek siswa SMK T&I Kristen Salatiga.
ABSTRACT
This study aims to determine the relationship between the level of religiosity
with the cheating behavior of vocational students on T&I Christian Vocational High
School Salatiga. The sampling method used in this research is purposive sampling with
36 students of X class as respondents. Data collected by using two (2) different scaling methods, which are cheating behavior scale and religiosity scale. The correlation study
between the cheating behavior and religiosity level are tested using Pearson Product
Moment correlation test. The correlation coefficient between the two variables is rxy =
-.332 and p = 0.048. It can be concluded that there is a negative relationship between two variables since the higher the religiosity level of vocational students, the lower the
cheating behavior number of T&I Christian Vocational High School Salatiga, and vice
versa, the lower the level of religiosity, the higher the cheating behavior number of T&I
Christian Vocational High School Salatiga.
PENDAHULUAN
Fenomena yang terjadi di negara Indonesia cenderung dituduhkan pada dunia pendidikan yang disorot sebagai sektor yang belum berhasil mengemban misi mencerdaskan kehidupan bangsa. Perilaku masyarakat yang menyimpang menjadi bukti bahwa pendidikan belum mampu menjadi solusi pengembanan misi itu. Hal ini tentu berkaitan erat dengan bagaimana proses belajar yang dialami oleh setiap individu dalam setiap jenjang pendidikan yang dilalui. Tujuan pendidikan nasional bukan sekedar membentuk peserta didik yang pintar dengan memperoleh nilai tinggi di setiap mata pelajaran. Namun, seperti dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 bahwa, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” .
Namun, realita yang terjadi yaitu sering terjadi kecurangan dan ketidakjujuran dalam pendidikan. Kurangnya pembahasan mengenai masalah ini dikarenakan orang menganggap kasus ini merupakan hal yang remeh dan wajar, serta tidak berbahaya karena tidak mengandung unsur kekerasan (violence). Aktivitas ketidakjujuran dalam pendidikan sebenarnya merupakan masalah serius. Ketidakjujuran dalam pendidikan bertentangan dengan tujuan dari pendidikan nasional.
2
hingga 80 persen para siswa dilaporkan pernah menyontek (Kompas, Senin, 18 Agustus 2008).
Menyontek (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia) yaitu mengutip (tulisan dsb) sebagaimana aslinya; menjiplak. Menurut Sujana dan Wulan (1994), menyontek merupakan tindak kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah. Selain itu, Ehrlich, dkk (dalam Anderman dan Murdock, 2011) mendefinisikan menyontek sebagai ketidakjujuran atau tidak fair dalam rangka memenangkan atau meraih keuntungan.
Genereux dan McLeod (dalam Vinski dan Tyron, 2009) mendefinisikan menyontek sebagai upaya siswa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan melalui cara-cara yang dilarang atau tidak sah. Contohnya, menyalin jawaban ujian dari teman lain dan menggunakan lembar contekan pada saat ujian berlangsung (Vinski dan Tyron, 2009). Pengertian tersebut menunjukkan bahwa dalam menyontek, seseorang melakukan sebuah praktek kecurangan baik memberi informasi, atau membuat catatan untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri.
Menurut Hetherington dan Feldman (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999), ada empat jenis metode yang harus dibedakan ketika mengklasifikasikan perilaku menyontek, yaitu: Individual opportunistic, individual planned, active social and passive social. Disisi lain, Baird (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999) hanya
membedakan antara perilaku individual (individual behaviours) dan kerjasama (co-operative). Sedangkan Kuehn, dkk (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999),
Selain itu, adapula alasan-alasan sehingga siswa melakukan perilaku menyontek. Salah satunya yaitu yang dikemukakan oleh Anderman, dkk (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999) dalam sebuah studi di Amerika Utara bahwa adanya tekanan nilai yang tinggi dalam tes dapat mendorong siswa untuk menyontek.
Kesimpulan serupa dilaporkan dari beberapa penyelidikan, di mana beban kerja siswa ditemukan menjadi faktor penting. Davis, dkk (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999) menunjukkan bahwa tekanan untuk nilai bagus di pendidikan tinggi merupakan penentu penting dari perilaku menyontek. Baird (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999) sebelumnya melaporkan temuan serupa. Dalam penelitiannya ditemukan 35 persen dari siswa menyatakan bahwa mereka memiliki sedikit waktu belajar untuk ujian dan 26 persen dari siswa mengatakan beban untuk mencapai nilai yang tinggi membuat mereka perlu untuk menyontek.
4
Pasaribu (2008) menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat religiusitas dengan penalaran moral. Artinya, tingkat religiusitas seseorang tidak berhubungan dengan pemikiran terhadap sesuatu yang benar dan salah.
Bloodgood, Turnley, dan Mudrack (2008), mendefinisikan religiusitas sebagai pemahaman untuk melakukan dan mengikuti seperangkat doktrin agama atau prinsip-prinsip agama. Religiusitas dapat dinilai dengan perilaku-perilaku seperti kehadiran dalam pelayanan keagamaan, anggota keagamaan, frekuensi doa, membaca kitab suci, dan partisipasi dalam kegiatan diskusi agama dengan orang lain. McCullough dan Willoughby (2009) setuju dengan pendapat tersebut. Menurut McCullough dan Willoughby (2009), religiusitas itu dapat dinilai dengan sering terlibat dalam lembaga-lembaga keagamaan seperti gereja, rumah ibadat, masjid, dan kuil-kuil, dan keterlibatan dalam praktek-praktek agama seperti membaca kitab suci, ibadah, dan doa.
Dari uraian di atas dan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang masih menimbulkan pertanyaan tentang hubungan antara tingkat religiusitas dengan perilaku moral, dalam hal ini mengenai perilaku menyontek, peneliti tertarik untuk mengangkat masalah ini sebagai bahan penelitian untuk menganalisis hubungan antara tingkat religiusitas dengan perilaku menyontek siswa, dengan memilih SMK T&I Kristen Salatiga sebagai tempat penelitian. Tujuan dari penelitian ini sendiri yaitu untuk mengetahui hubungan antara tingkat religiusitas dengan perilaku menyontek siswa SMK T&I Kristen Salatiga.
Perilaku Menyontek
sebagai upaya siswa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan melalui cara-cara yang dilarang atau tidak sah. Contohnya, menyalin jawaban ujian dari teman lain dan menggunakan lembar contekan pada saat ujian berlangsung (Vinski dan Tyron, 2009).
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa dalam menyontek, seseorang melakukan sebuah praktek kecurangan baik memberi informasi, atau membuat catatan untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri pada saat ujian.
Bentuk-bentuk Perilaku Menyontek
Hetherington dan Feldman (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999) mengelompokkan empat bentuk menyontek. Yaitu: (a) Individualistic-opportunistic. Individualistic-opportunistic dapat dimaknai sebagai perilaku dimana siswa mengganti
suatu jawaban ketika ujian atau tes sedang berlangsung dengan menggunakan catatan ketika guru keluar dari kelas. (b) Independent-planned. Independent-planned dapat diidentifikasikan sebagai menggunakan catatan ketika tes atau ujian berlangsung, atau membawa jawaban yang telah lengkap atau dipersiapkan dengan menulisnya terlebih dahulu sebelum berlangsungnya ujian. (c) Social-active. Social-active adalah perilaku menyontek dimana siswa menjiplak atau melihat atau meminta jawaban dari orang lain pada saat tes atau ujian sedang berlangsung. (d) Social-passive. Social-passive adalah mengijinkan seseorang untuk melihat atau menjiplak jawabannya.
Faktor-Faktor terjadinya Perilaku Menyontek
6
siswa menyatakan bahwa mereka memiliki sedikit waktu belajar untuk ujian dan 26 persen dari siswa mengatakan beban untuk mencapai nilai yang tinggi membuat mereka perlu untuk menyontek.
Baird dkk (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999) mengelompokkan faktor-faktor yang menyebabkan kecurangan dalam ujian menjadi dua, yaitu faktor-faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi soal ujian yang sulit, dan kurang pengawasan dari guru. Dan faktor internal meliputi kemalasan, merasa temannya lebih mampu, nilai ujian yang rendah sebelumnya dan ingin mendapat nilai yang lebih baik, serta ingin membantu teman.
Tingkat Religiusitas
Religiusitas didefinisikan sebagai sejauh mana seorang individu berkomitmen terhadap ajaran-ajaran agama dianutnya (Johnson dkk, 2001). Glock dan Stark (dalam Indriastuti, 2005) mengemukakan definisi operasional tentang religiusitas sebagai percaya tentang ajaran agama tertentu dan dampak dari ajaran agama itu dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Dimensi Religiusitas
Intelectual involvement / dimensi pengalaman. Dimensi ini mengacu pada harapan
bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan. (d) Experiental involvement / dimensi pengalaman. Berisikan pengalaman-pengalaman keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan sebagai keajaiban yang datang dari Tuhan. Hal ini berwujud dalam perasaan bersyukur kepada Tuhan, perasaan mendapat teguran dari Tuhan, perasaan bahwa doanya sering terkabul, perasaan dekat dengan Tuhan pada saat berdoa. Dan (e) Consequential involvement / dimensi konsekuensi. Dimensi ini mengacu pada seberapa tingkatan seseorang dalam berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya. Perilaku ini lebih dalam hal perilaku di dunia, yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya terutama sesamanya. Misalnya apakah ia mengunjungi tetangganya yang sakit, mendermakan sebagian hartanya untuk fakir miskin, dll.
Fungsi religiusitas
8
pengawas sosial baik secara individu maupun kelompok. (e) Berfungsi transformatif: ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku Menyontek
Dalam menghadapi tantangan globalisasi, bangsa Indonesia membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan, baik pendidikan formal dan pendidikan non formal. Upaya tersebut dimulai dengan memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan, memperbaiki kualitas guru dan memperbaiki sistem pendidikan yang ada. Upaya konkret pemerintah Indonesia dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan jalan menetapkan nilai minimum yang harus diraih oleh para siswa peserta ujian nasional. Hal ini tentunya menjadi beban bagi para peserta didik. Pada akhirnya fokus dari prestasi yang dikejar hanya pada tingginya nilai dan bukan pada psoses belajarnya.
Menurut Sujana dan Wulan (1994), menyontek merupakan tindak kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah. Genereux dan McLeod (dalam Vinski dan Tyron, 2009) mendefinisikan menyontek sebagai upaya siswa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan melalui cara-cara yang dilarang atau tidak sah.
Munculnya perilaku menyontek ini disebabkan oleh tingkat religiusitas seseorang (Bloodgood dkk, 2008). Dalam Journal of Business Ethics, Bloodgood, Turnley, dan Mudrack (2008), menyatakan bahwa etika, religiusitas, dan kecerdasan memiliki pengaruh dalam perilaku menyontek.
Bloodgood, Turnley, dan Mudrack (2008), mendefinisikan religiusitas sebagai pemahaman untuk melakukan dan mengikuti seperangkat doktrin agama atau prinsip-prinsip agama. Religiusitas dapat dinilai dengan perilaku-perilaku seperti kehadiran dalam pelayanan keagamaan, anggota keagamaan, frekuensi doa, membaca kitab suci, dan partisipasi dalam kegiatan diskusi agama dengan orang lain. McCullough dan Willoughby (2009) setuju dengan pendapat tersebut. Menurut McCullough dan Willoughby (2009), religiusitas itu dapat dinilai dengan sering terlibat dalam lembaga-lembaga keagamaan seperti gereja, rumah ibadat, masjid, dan kuil-kuil, dan keterlibatan dalam praktek-praktek agama seperti membaca kitab suci, ibadah, dan doa.
Perilaku menyontek merupakan perilaku yang menyimpang dan tidak sesuai dengan norma atau aturan yang berlaku. Hal ini tidak sesuai dengan salah satu dari fungsi agama menurut Jalaluddin (1997) yaitu berfungsi sebagai kontrol, dimana ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga agama dapat berfungsi sebagai pengawas sosial baik secara individu maupun kelompok.
10
METODE PENELITIAN
Partisipan
Penelitian ini dilakukan di SMK T&I Kristen Salatiga. Partisipan dalam penelitian ini adalah Siswa-siswi kelas X (sepuluh) SMK T&I Kristen Salatiga. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X SMK T&I Kristen Salatiga yang berjumlah 56 orang.
Prosedur Sampling
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Dari jumlah populasi siswa 56 orang, diambil sampel sebanyak 36 siswa-siswi kelas X untuk dijadikan subjek dalam penelitian.
Alat Ukur Penelitian
Dalam penelitian ini, metode pengukuran yang digunakan untuk memperoleh data informasi adalah angket. Angket dalam penelitian ini berdasarkan skala yang telah disusun oleh peneliti sebagai berikut :
1. Skala Perilaku Menyontek
Skala perilaku menyontek meliputi bentuk-bentuk perilaku menyontek yang dikemukakan oleh Hetherington dan Feldman (dalam Bjorklund dan Cwenestam, 1999) yaitu individualistic-opportunistic, independent-planned, active, dan social-passive. Item dalam skala-skala tersebut dikelompokkan dalam pernyataan favorable
item, tidak ada item yang gugur. 24 item tersebut memiliki koefisien korelasi item total yang bergerak antara 0,159-0,813 dan didapat nilai Alpha Cronbach sebesar 0,938 yang artinya skala tersebut reliabel (Azwar, 2012).
2. Skala Religiusitas
Skala religiusitas disusun berdasarkan aspek-aspek religiusitas yang dikemukakan oleh Glock dan Stark (dalam Indriastuti, 2005) yaitu, ritual involvement, ideological involvement, intelectual involvement, experiental involvement,
consequential involvement. Item dalam skala religiusitas dikelompokkan dalam
pernyataan favorable dan unfavorable dengan menggunakan 4 alternatif jawaban dari skala Likert yaitu, Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Jumlah item yang favorable adalah 12 item dan jumlah item yang unfavorable adalah 12 item. Sehingga seluruhnya berjumlah 50 item. Dari hasil uji daya
diskriminasi 50 item, tidak ada item yang gugur. 50 item tersebut memiliki koefisien korelasi item total yang bergerak antara -0,129-0,705 dan didapat nilai Alpha Cronbach skala religiusitas sebesar 0,893. Hal ini berarti skala religiusitas reliabel (Azwar, 2012). Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisa data uji Pearson Product Moment. Uji normalitas yang dilakukan adalah uji normalitas Kolmogorov-Smirnov. Uji liniearitas dilakukan dengan menggunakan anova. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment.
Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah antara variabel memiliki hubungan liniear atau tidak. Kemudian nilai Fhitung dibandingkan dengan Ftabel dengan
12
diperoleh hasil Fhitung > Ftabel atau hubungan dikatakan linear jika harga p beda sama
atau > 0.05 (Hadi, 2004). Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel memiliki distribusi normal atau tidak (Gujarati, 2003). Uji normalitas yang akan digunakan pada penelitian ini adalah uji Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan program SPSS version 21 for windows.
Uji Hipotesis
Hipotesis diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment, yang bertujuan untuk mencari derajat hubungan antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y).
Kuatnya korelasi Pearson Product Moment yang dihasilkan dari kedua variabel dapat dilihat berdasarkan Tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1 Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
HASIL PENELITIAN
Uji Deskriptif
Uji deskriptif yang dilakukan terdiri dari kategori pengukuran Skala Perilaku Menyontek dan kategori pengukuran Skala Religiusitas. Uji kategori pengukuran Skala Perilaku Menyontek dan kategori pengukuran Skala Religiusitas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
1. Perilaku Menyontek
Tabel 1 Perilaku Menyontek
No Interval Kategori Mean N Presentase (%) 1. x < 51.87 Sangat Rendah 14 38.9
2. 51.88 ≤ x < 60 Rendah 55.92 10 27.8 3. 60.1 ≤ x < 68.12 Tinggi 7 19.4
4. 68.13≤ x Sangat Tinggi 5 13.9
Jumlah 36 100%
SD =12.232 Min =29 Max = 79
14
sangat rendah. Rata-rata skor perilaku menyontek yang diperoleh siswa-siswi adalah sebesar 55,92,00 berada pada kategori sedang. Skor perilaku menyonyek yang diperoleh siswa-siswi bergerak dari skor minimum 29 sampai dengan skor maksimum 79 dengan standar deviasi 12,232.
Tabel 2 Tingkat Religiusitas
No Interval Kategori Mean N Presentase (%) 1. x < 115 Sangat Rendah 0 0
2. 115.1 ≤ x < 125 Rendah 0 0
3. 125.1 ≤ x < 135 Tinggi 1 2.8
4. 135.1≤ x Sangat Tinggi 160.56 35 97.2
Jumlah 36 100%
SD =13.872 Min =129 Max = 186
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui distribusi atau sebaran data apakah terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov menggunakan program SPSS for windows.
Tabel 3 Uji Normalitas
Perilaku_
Menyontek Religiusitas
N 36 36
Normal Parametersa,b
Mean 55.92 160.56 Std.
Deviation
12.232 13.872
Most Extreme Differences
Absolute .100 .097 Positive .100 .097 Negative -.069 -.094 Test Statistic .100 .097 Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d .200c,d
16
Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas hubungan antara variabel bebas yaitu tingkat religiusitas dan variabel terikat yaitu perilaku menyontek serta untuk mengetahui signifikansi penyimpangan dari linearitas hubungan tersebut. Hasil uji linearitas variabel tingkat religiusitas dengan variabel perilaku menyontek memiliki nilai p = 0.44 atau lebih besar dari 0.05 (p>0.05) dan nilai Fhitung (2.651) < Ftabel (2.74), sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel adalah terikat dalam bentuk linear.
Hasil Uji Korelasi
Analisa korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan aplikasi SPSS for Windows. Uji korelasi antara tingkat Religiusitas dan Perilaku Menyontek diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4 Uji Korelasi
Menyontek Religius
Menyontek Pearson Correlation 1 -.332*
Sig. (2-tailed) .048
N 36 36
Religius Pearson Correlation -.332* 1
Sig. (2-tailed) .048
Berdasarkan hasul uji korelasi Pearson Product Moment pada Tabel 3 diperoleh korelasi sebesar -.332 dengan signifikansi sebesar 0.048 (p < 0.05). Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif antara tingkat religiusitas dengan perilaku menyontek. Hal ini menunjukan bahwa hubungan antara religiusitas dan perilaku menyontek adalah berbanding terbalik, dimana semakin tinggi tingkat religiusitas siswa maka semakin rendah perilaku menyontek siswa, sebaliknya semakin tinggi perilaku menyontek siswa maka semakin rendah tingkat religiusitas siswa. Nilai koefisen korelasi -.332 juga menunjukan bahwa tingkat korelasi kedua variabel adalah rendah.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa-siswi SMK T&I Kristen Salatiga kelas X yang terdiri dari 36 responden tentang hubungan antara tingkat religiusitas dan perilaku menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif antara religiusitas dengan perilaku menyontek pada siswa siswi, hal ini terlihat dari uji korelasi dengan nilai nilai
= -.332 dan nilai p = 0.048 < 0.05. Hubungan negatif antara kedua variabel dapat
diartikan dengan semakin tinggi tingkat religiusitas siswa-siswi maka semakin rendah perilaku menyontek siswa-siswi, dan sebaliknya semakin tinggi perilaku menyontek siswa maka semakin rendah tingkat religiusitas siswa-siswi.
18
Religiusitas merupakan faktor keyakinan beragama yang mengajarkan setiap penganut agama untuk berperilaku berdasarkan ajaran-ajaran yang dianut. Setiap agama mengajarkan bahwa perilaku yang menyimpang seperti tidak jujur, mencuri, atau perilaku yang dapat merugikan orang lain adalah dosa. Konsep dosa dalam agama adalah perbuatan yang melanggar hukum Tuhan. Genereux dan McLeod (dalam Vinski dan Tyron, 2009) mendefinisikan menyontek sebagai upaya siswa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan melalui cara-cara yang dilarang atau tidak sah. Contohnya, menyalin jawaban ujian dari teman lain dan menggunakan lembar contekan pada saat ujian berlangsung, definisi tersebut menunjukan bahwa perilaku menyontek merupakan bagian dari tindakan ketidak jujuran seorang siswa ketika mengikuti ujian. Sehingga siswa-siswi yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi cenderung berperilaku untuk menjauhi perbuatan-perbuatan menyontek karena dianggap dosa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
Berdasarkan hasil penilitian yang dilakukan, peneliti mengajukan beberapa saran:
1. Bagi Siswa
Menyontek merupakan perilaku tidak jujur dalam untuk mendapatkan hasil yang baik, menyontek sangatlah merugikan diri sendiri. Kesadaran akan kemampuan diri sendiri dapat ditemukan dengan mengamalkan setiap pengajaran agama.
2. Bagi Fakultas Psikologi
Untuk penelitiaan selanjutnya dapat dilakukan dengan mengetahui seberapa besar pengaruh religiusitas terhadap perilaku menyontek.
20
Daftar Pustaka
Bjorklund, M., & Cwenestam (1999). Academic Cheating: Frequency, Methods, and Causes. Finland : Department of Teacher Education.
Bloodgood, J. M., Turnley, W.H., Mudrack, P. 2008. The Influence of Ethics Instruction Religiosity, and Intelligence on Cheating Behavior. Journal of Business Ethics, 82 : 557-571.).
Gujarati, Damoar. 2003. Ekonometrika Dasar : Edisi keenam. Jakarta: Erlangga Hadi, S. 2000. Statistik (Jilid 1). Yogyakarta : Andi Offset.
Indrastuti, M. 2005. Hubungan antara Religiusitas dengan Kecenderungan untuk Melakukan Hubungan Seksual pada Remaja yang Berpacaran. Skripsi. Salatiga : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana (tidak diterbitkan). Jalaluddin (1997). Psikologi agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Johnson, B., Jang, S., Larson, D., & Li, S. (2001). Does adolescent religious commitment matter?: A reexamination of the effects of religiosity on delinquency. Journal of Research in Crime & Delinquency, 13, 22-44.
Kamus Bahasa Indonesia Online. Online:(www.KamusBahasaIndonesia.org)
McCullough, M.E., dan Willoughby, B.L.B. 2009. Religion, Self Regulation, and Self-Control: Associations, Explanations, and Implications. Psychological Bulletin American Psychological Association, Vol. 135, No. 1, 69–93.
Pasaribu, A. 2008. Hubungan antara Religiusitas dengan Penalaran Moral pada Remaja Akhir. VISI. 16(3) 680-696
Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sujana, Y.E., dan Wulan, R. 1994. Hubungan Antara Kecenderungan Pusat Kendali dengan Intensi Menyontek. Jurnal Psikologi, XXI, 2, Desember, 1-7.
Vinski, E. J. dan Tyron, G. S. 2009. Study of a Cognitive Dissonance Intervention to Address High School Student’s Cheating Attitudes and Behaviors. Ethic & Behavior, 19(3), 218-226.