PENGARUH PENERAPAN PETA KONSEP PADA PENGAJARAN
MATERI SEGITIGA TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA
DI SMP KRISTEN 2 SALATIGA
Crisilia Setiani, Pembimbing 1: Prof. Dr. Sutriyono, M.Sc., Ph.D., Pembimbing 2: Kriswandani, S.Si., M.Pd.
Program Studi S1 Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52 – 60 Salatiga, Indonesia
e-mail: 202009008@student.uksw.edu
Abstract
This research aimed to know the significant influence concept maps in teaching the
triangle material to student’s conceptual understanding. That was quasi experimental
research with two group pretest posttest design. The population in this research were 4 class of 7th grade in SMP Kristen 2 Salatiga. The sample were VIIA as experiment class and VIIC as control class. That was acuired by purposive sampling technique, considered by the same prior knowledge that obtained by homogeneity and normality test. The data collected by the test method, such as posttest treated to final test students after given treatment, then followed up with an interview to determine the conceptual understanding of a class that highest in the test results. The interview sample were 18 respondents with purposive sampling technique. T test was used to examine the differences siginificance both classes. The results showed a significant 0.001 < 0.05 and an average value 69.77 of VIIC class lower than the average value 84.0587 of VIIA class, it was concluded that there was a significant influential of the application concept maps in teaching the
triangle material to student’s conceptual understanding. Student’s conceptual understanding who was taught by concept maps better than students taught with conventional teaching. Interviews showed the diverse of students triangle concept. 83.33% of students know the right triangle definition , 88.89% of students understand of the height of triangle, 72.22% of students understand the types of triangles and 55.56% of students understand the properties of triangle. The correct answers had the highest percentage of among other answers variation, therefore that was concluded that concept
maps influential student’s conceptual understanding.
Keywords: Concept Maps, Conceptual Understanding, Triangle.
1. Pendahuluan Latar Belakang Masalah
Matematika adalah ilmu yang universal. Artinya sebagian besar disiplin ilmu
yang ada secara langsung maupun tidak langsung memanfaatkan konsep
matematika. Matematika berkenaan dengan konsep-konsep abstrak yang tersusun
secara hirarkis dan penalarannya deduktif, sehingga belajar matematika itu
merupakan kegiatan mental yang tinggi (Hudoyo, 2001). Seringkali masalah dalam
matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari hanya digunakan untuk
atau pembentukan konsep (Suharta, 2002). Akibatnya, antara matematika di kelas
dengan di luar kelas (dalam kehidupan sehari-hari) seolah-olah terpisah, sehingga
siswa kurang memahami konsep.
Memahami konsep matematika diperlukan kemampuan generalisasi serta
abstraksi yang cukup tinggi. Ruseffendi (2009) mengemukakan bahwa pada bagian
yang paling sederhana banyak konsep yang dipahami secara keliru sehingga
matematika dianggap sebagai ilmu yang sulit. Proses pemahaman siswa tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor seperti pola materi yang disampaikan guru tidak
melalui langkah yang terstruktur. Padahal matematika memiliki ciri utama yaitu
penalaran deduktif, dimana kebenaran suatu konsep dari akibat logis suatu
kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep dalam matematika harus
bersifat konsisten.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru mata pelajaran matematika
kelas VII SMP Kristen 2 Salatiga, penjelasan materi mata pelajaran matematika
yang diberikan sulit dipahami oleh siswa. Pemahaman terhadap konsep adalah dasar
untuk belajar matematika secara bermakna. Upaya agar pembelajaran menjadi
bermakna bisa dilakukan dengan menerapkan teori belajar Ausubel. Ausubel sangat
menekankan agar guru mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki siswa
(advance organizer) supaya belajar bermakna dapat berlangsung (Novak, 1986).
Tetapi Ausubel belum menyediakan suatu alat atau cara bagi guru yang dapat
digunakan untuk mengetahui apa yang telah diketahui siswa. Novak dan Gowin
(1985) dalam bukunya Learning How To Learn mengemukakan bahwa hal itu dapat dilakukan dengan pertolongan peta konsep atau pemetaan konsep. Fungsi peta
konsep dapat membuat jelas gagasan pokok bagi guru dan murid yang sedang
memusatkan perhatian pada tugas pelajaran yang spesifik.
Atep Sujana (2009) menemukan bahwa dengan menggunakan peta konsep
sebagian siswa merasa senang dan merasa mudah belajar. Yulis Jamiah (2007)
menemukan dengan penggunaan peta konsep menunjukkan peningkatan penalaran
mahasiswa atau kemampuan mahasiswa dalam mengkaitkan atau menghubungkan
konsep-konsep pada materi yang dipelajari. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
Rohana (2009) menemukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan peta konsep
2. Kajian Pustaka
A. Peta Konsep
Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah obyek yang memiliki
ciri-ciri yang sama. Ciri khas dari konsep yang diperoleh sebagai hasil belajar
adalah adanya skema konseptual. Konsep-konsep dapat dihubungkan satu sama
lain atau dikombinasikan yang satu dengan yang lain, sehingga lahirlah apa yang
disebut kaidah (Winkel, 2004).
Novak dan Gowin menyatakan bahwa peta konsep merupakan alat atau
cara yang dapat digunakan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui oleh
siswa. Martin (dalam Basuki, 2000) mengungkapkan bahwa peta konsep
merupakan petunjuk bagi guru, untuk menunjukkan hubungan antara ide-ide yang
penting dengan rencana pembelajaran. Menurut Arends (dalam Basuki, 2000)
penyajian peta konsep merupakan suatu cara yang baik bagi siswa untuk
memahami dan mengingat sejumlah informasi baru. Penyajian peta konsep yang
baik dapat membuat siswa mengingat suatu materi dengan lebih lama lagi.
Ernest (dalam Basuki, 2000) berpendapat bahwa untuk menyusun suatu
peta konsep dalam matematika bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
tentukan dahulu topiknya, membuat daftar konsep-konsep yang relevan untuk
konsep tersebut, menyusun konsep-konsep menjadi sebuah bagan,
menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata-kata supaya bisa terbentuk suatu
proposisi, mengevaluasi keterkaitan konsep-konsep yang telah dibuat. Dahar
(2011) mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut: penyajian peta
konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan
proposisi-proposisi dalam suatu topik pada bidang studi, peta konsep merupakan gambar
yang menunjukkan hubungan konsep-konsep dari suatu topik pada bidang studi,
bila dua konsep atau lebih digambarkan di bawah suatu konsep lainnya, maka
terbentuklah suatu hierarki pada peta konsep itu.
Peta konsep memegang peranan penting dalam belajar bermakna. Oleh
karena itu, siswa harus pandai menyusun peta konsep untuk meyakinkan bahwa
pada siswa itu telah mengalami belajar bermakna. Ada beberapa langkah dalam
menyusun peta konsep menurut Dahar (2011) yaitu: memilih suatu pokok bahasan
yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif (contoh-contoh), susunlah
konsep-konsep itu di atas kertas, mulai dengan konsep yang paling inklusif di
puncak ke konsep yang paling tidak inklusif, kemudian hubungkan konsep-konsep
itu dengan kata penghubung. Berikut merupakan peta konsep materi segitiga:
Gambar 1. Peta Konsep Materi Jenis-jenis Segitiga
B. Sintaksis untuk Pengajaran Konsep
Pengajaran konsep menurut Arends (2008) meliputi
Fase Perilaku Guru
Fase 1
Mengklarifikasi maksud
Guru menjelaskan maksud dan prosedur untuk pelajaran itu dan menyiapkan siswa untuk belajar
Fase 2
Memberi masukan contoh dan bukan contoh
Direct presentation (presentasi langsung), guru menamai berbagai konsep, mengidentifikasi atribut-atribut kritis, dan member ilustrasi dengan contoh dan bukan contoh. Concept Attainment (Pencapaian Konsep), contoh dan bukan contoh diberikan dan siswa mencapai konsep itu. Fase 3
Menguji pencapaian
Guru mempresentasikan contoh dan bukan contoh tambahan untuk menguji pemahaman siswa tentang konsep itu. Siswa diminta memberikan contoh dan bukan contoh untuk konsep itu.
disebut disebut disebut disebut disebut
Fase 4
Menganalisis proses berpikir dan integrasi pembelajaran siswa
Guru membawa siswa untuk memikirkan tentang proses berpikirnya sendiri. Siswa diminta menelaah keputusannya sendiri dan konsekuensi keputusannya sendiri. Guru membantu siswa untuk mengintegrasikan pembelajaran yang baru dengan menghubungkan konsep itu dengan konsep-konsep lain dalam sebuah unit pelajaran.
C. Pemahaman Konsep
Driver (1993) menyatakan pemahaman merupakan kemampuan untuk
menjelaskan suatu situasi atau suatu tindakan. Sedangkan Bloom (dalam Ruseffendi,
2009) menyebutkan ada tiga macam pemahaman. Pemahaman tersebut meliputi
pengubahan (translation), pemberian arti (interpretation) dan pembuatan ekstrapolasi (extrapolation). Pemahaman konsep adalah salah satu aspek penilaian yang harus dilakukan oleh guru. Sejalan dengan hal tersebut Depdiknas (2003)
memberi pedoman mengenai beberapa kompetensi yang perlu diperhatikan oleh
guru dalam melakukan penilaian yaitu:
a. Pemahaman konsep
Siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh
atau bukan contoh dari konsep tersebut.
b. Prosedur
Siswa mampu mengenali prosedur atau proses menghitung yang benar dan tidak
benar.
c. Komunikasi
Siswa mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan,
tertulis, atau mendemonstrasikan.
d. Penalaran
Siswa mampu memberikan alasan induktif dan deduktif secara sederhana.
e. Pemecahan masalah
Siswa mampu memahami masalah, memilih strategi penyelesaian, dan
menyelesaikan masalah.
Menurut Skemp (dalam Sumarmo, 2002) pemahaman konsep dibedakan
a. Pemahaman instrumental.
Pemahaman instrumental sejumlah konsep diartikan sebagai pemahaman atas
konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus dalam perhitungan
sederhana, mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja.
b. Pemahaman relasional.
Pemahaman relasional dapat mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara
benar dan menyadari proses yang dilakukan. Pemahaman relasional sifat
pemakaiannya lebih bermakna, termuat suatu skema atau struktur yang dapat
digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas.
Pemahaman konsep menurut Good (dalam Rahayu, 2004) merupakan
pancapaian atau kecakapan yang dinampakkan dalam keahlian atau kumpulan
pengetahuan.
Pencapaian tingkat belajar konsep (Arends, 2008), siswa seharusnya mampu
untuk mendefinisikan konsep itu dan mengetahui atribut-atribut kritisnya, mengenali
contoh dan bukan contoh, mengevaluasi contoh dan bukan contoh dalam kaitannya
dengan atribut-atribut kritisnya. Tes pemahaman konsep dapat menggunakan
format-format yang berbeda, seperti benar-salah, menjodohkan, jawaban pendek,
atau esai pendek,
Penelitian ini menggunakan evaluasi pemahaman konsep menurut Arends
(2008) yang menyebutkan bahwa pemahaman konsep dapat diukur menggunakan
tes, format tes yang digunakan adalah pilihan ganda. Sedangkan untuk menganalisis
pemahaman konsep siswa digunakan wawancara sesuai dengan pedoman mengenai
kompetensi yang perlu diperhatikan oleh guru dalam melakukan penilaian oleh
Depdiknas (2003). Tujuannya adalah untuk mengetahui kemampuan siswa
mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau bukan contoh
dari konsep tersebut.
3. Metode penelitian
Jenis Penelitian ini adalah peelitian eksperimen semu dengan desain two Group Pretest Posttest Design. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan peta konsep pada pengajaran materi segitiga, sedangkan variabel
kelas VII SMP Kristen 2 Salatiga. Pengambilan sampel dilakukan denga teknik
purposive sampling, yaitu dengan pertimbangan yang memiliki kemampuan awal yang sama. Kelompok eksperimen dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII A
dan kelompok kontrol kelas VII C SMP Kristen 2 Salatiga.
Data dikumpulkan berdasarkan tes dan wawancara. Tes tertulis yang berupa
tes akhir (posttest) diberikan untuk mengetahui pemahaman konsep siswa yang dilihat dari hasil belajar kognitif. Wawancara dilakukan pada kelas yang lebih
unggul, kepada 18 siswa yang dipilih atas dasar pertimbangan dan rekomendasi dari
guru mata pelajaran matematika.
4. Hasil dan Pembahasan
Kelas dalam penelitian ini adalah kelas VII yang terdiri dari kelas VIIA dan
VIIC yang memiliki kemampuan awal yang sama pada mata pelajaran matematika
dengan cara uji homogenitas. Kelas VIIA sebagai kelas eksperimen berjumlah 23
siswa yang terdiri dari siswa 13 laki-laki dan 10 siswa perempuan. Kelas VIIC
sebagai kelas kontrol berjumlah 23 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 11
siswa perempuan. Pengolahan data awal maupun akhir dalam penelitian ini
menggunakan bantuan SPSS versi 16.00. Hasil pengolahan data deskriptif pretest
(hasil belajar materi himpunan) dan posttest (tes akhir) baik kelas eksperimen
maupun kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Deskriptif Awal dan Akhir Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Descriptive Statistics
Pretest N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Kelas Eksperimen 23 20 68 51.13 14.114
Kelas Kontrol 23 40 76 53.39 10.277
Posttest N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Kelas eksperimen 23 57.14 100.00 84.0587 12.48632
Kelas kontrol 23 24 95 69.77 15.767
Hasil pengolahan data awal diperoleh hasil uji normalitas kedua kelas dalam
sebaran distribusi normal, karena besar signifikan dari sampel lebih dari 0,05. Hasil
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Pretest (Hasil Belajar Materi Himpunan)
Hasil Uji Homogenitas antara kelas eksperimen dan kelas kontrol didapat
signifikan 0,214 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelas memiliki
variance sama atau dengan kata lain kedua kelas homogen, analisis uji beda t-test
harus menggunakan equal variance assumed. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai pretest, artinya kedua kelas memiliki kemampuan awal sama dan dapat dilanjutkan sebagai
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Hasil pengolahan data akhir (posttest) kedua kelas berada dalam sebaran distribusi normal karena nilai signifikan > 0,05. Hasil uji normalitas dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Posttest
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Statistic Df Sig.
Posttest .122 46 .081
Hasil Uji Homogenitas antara kelas eksperimen dan kelas kontrol didapat
signifikan 0,635 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelas memiliki
variance sama atau dengan kata lain kedua kelas homogen, analisis uji beda t-test harus menggunakan equal variance assumed. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji Banding Dua Sampel
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Differenc
e
Std. Error Differenc
e
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
Post Test
Equal variances
assumed .229 .635 3.407 44 .001 14.28696 4.19375 5.83501 22.73890
Equal variances
not assumed 3.407 41.805 .001 14.28696 4.19375 5.82246 22.75145
Berdasarkan Tabel 5., nilai signifikan pada t-test 0,001 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan peta konsep dalam pengajaran berpengaruh terhadap
pemahaman konsep siswa yang dilihat dari hasil tes pemahaman konsep siswa. Hasil
Penelitian ini sejalan dengan Mulyanah (2013) yang menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh pembelajaran dengan penerapan peta konsep terhadap pemahaman konsep
matematis siswa.
Pemahaman siswa tentang materi segitiga seperti yang sudah disajikan di
atas membentuk hubungan antar kategori sehingga mendorong diadakannya
wawancara kepada sampel yang diperkecil menjadi 18 siswa dengan teknik
purposive. Hanya 18 siswa yang diwawancara dikarenakan 18 siswa ini telah dipilih dengan berbagai pertimbangan sesuai dengan rekomendasi dari guru mata pelajaran.
Berikut hasil wawancara dengan 18 siswa kelas VII A SMP Kristen 2 Salatiga:
indikator definisi segitiga, 15 siswa dapat menjelaskan dan memahami dengan benar
segitiga sebagai bangun datar yang dibatasi oleh tiga garis dan tiga titik sudut
(83,33%), sedangkan jawaban yang tidak tepat yaitu 2 siswa menjawab segitiga
adalah tiga titik yang dihubungkan melalui garis (11,11%) dan 1 siswa menjawab
segitiga adalah bangun datar dengan tiga buah titik sudut (5,56%). Indikator definisi
garis dari titik sudut segitiga yang tegak lurus dengan sisi dihadapannya (88,89%),
sedangkan jawaban yang tidak tepat yaitu 1 siswa menjawab garis tinggi segitiga
adalah garis yang tegak lurus dengan alas (5,56%) dan 1 siswa menjawab garis
tinggi segitiga adalah garis yang tegak lurus dan membagi segitiga menjadi dua
bagian yang sama (5,56%). Indikator jenis-jenis segitiga, 13 siswa menyebutkan
secara lengkap (72,22%) dan 5 siswa menyebutkan tidak lengkap (27,78%).
Indikator sifat-sifat segitiga 10 siswa menyebutkan secara benar dan lengkap
(55,56%) dan 8 siswa menyebutkan kurang sempurna (44,44%).
Hasil temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Rohana (2009) bahwa
pemahaman konsep mahasiswa dalam pembelajaran statistika dasar dengan
penggunaan peta konsep diperoleh persentase sebesar 57,9% Hal ini
mengindikasikan bahwa penggunaan peta konsep membantu pemahaman siswa
dalam pembelajaran. Uraian tersebut dapat menjawab pemahaman konsep siswa
terhadap materi segitiga, sehingga penerapan peta konsep pada pengajaran materi
segitiga terbukti mempengaruhi pemahaman konsep siswa. Temuan tersebut sejalan
dengan hasil penelitian Sutarsih (2007), bahwa penerapan peta konsep pada
pengajaran memberikan pengaruh dan dapat membantu memahami materi pelajaran.
5. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian pada bab IV maka
kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan penerapan
peta konsep dalam pengajaran terhadap pemahaman konsep siswa kelas VII SMP
Kristen 2 Salatiga. Berdasarkan hasil wawancara pemahaman konsep dengan
pertanyaan tentang definisi segitiga, persentase jawaban benar sebesar 83,33%;
pertanyaan mengenai unsur-unsur segitiga yaitu tinggi segitiga yang menjawab
benar sebesar 88,89%; pertanyaan mengenai jenis-jenis segitiga dengan jawaban
benar sebesar 72,22%; dan pertanyaan mengenai sifat-sifat segitiga istimewa dengan
jawaban benar sebesar 55,56%. Setiap indikator memiliki persentase jawaban benar
yang paling besar dan dapat menjawab pemahaman konsep siswa terhadap materi
segitiga, sehingga penerapan peta konsep pada pengajaran materi segitiga terbukti
Daftar Pusaka
Arends, Richards I. 2008. Learning to Teach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Basuki, Teguh. 2000. Pembelajaran Matematika Disertai Penyusunan Peta Konsep. Tesis UPI. Dahar, R.W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Matematika SMP/MTS. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
Driver, R. Dan Leach, J. 1993. A Constructivist View of Learning: Childrens Conceptions and Nature of Science. In What Research Says to The Science Teacher. Washington: National Science Teachers Association.
Jamiah, Yulis. 2007.Jurnal Didaktika Vol 8, No.1: Meningkatkan Nalar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Model STAD dan Penyusunan Peta Konsep.
Hudoyo, Herman. 2001. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Mulyanah, Nur Hanurawati & M. Coesamin. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Metode Mind Mapping Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Unila.
Novak and Gowin. 1985. Learning How to Learn. Cambridge University Press. Novak, Joseph D. 1986. A Theory of Education. London: Cornell University Press. Rahayu. 2004. Kemampuan memahami matematika pada anak. Jakarta: Gunung Mulia.
Rohana, dkk. 2009. Jurnal Pendidikan Matematika, Vol 3, No.2: Penggunaan Peta Konsep dalam Pembelajaran Statistika Dasar di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas PGRI Palembang.
Ruseffendi. 2009. E.T. Pengantar kepada membantu guru mengembangkan kompetensinya dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Suharta, I Gusti Putu. 2002. “Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI): Pengembangan dan Pengimplementasian Prototipe I dan II Topik Pecahan”. Jurnal Matematika, Tahun VIII.
Sujana, Atep. Jurnal Pendidikan Dasar No. 12, Oktober 2009: Peta konsep (Concept Maps) dalam Pembelajaran Sains: Studi pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar (SD).
Sudjana, Nana & Ahmad Rivai. 2008. Media Pengajaran. Bandung: CV Sinar Baru Bandung.
Sumarmo, U. 2002. Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Jurnal Pelatihan Guru.
Sutarsih. 2007. Jurnal Likithapradnya Vol 2: Penerapan Model Interaktif Strategi Peta Konsep Pada Bidang Studi Matematika.
Yusdiana, Romi. 16 Januari 2012. Pemahaman Matematika. http://romiyusdiana.blogspot .com/2012/01/pemahaman-matematika.html?zx=e6fc910beecc83a7. Diunduh tanggal 5 januari 2013.