• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 202009008 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 202009008 Full text"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENERAPAN PETA KONSEP PADA PENGAJARAN

MATERI SEGITIGA TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA

DI SMP KRISTEN 2 SALATIGA

Crisilia Setiani, Pembimbing 1: Prof. Dr. Sutriyono, M.Sc., Ph.D., Pembimbing 2: Kriswandani, S.Si., M.Pd.

Program Studi S1 Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52 – 60 Salatiga, Indonesia

e-mail: 202009008@student.uksw.edu

Abstract

This research aimed to know the significant influence concept maps in teaching the

triangle material to student’s conceptual understanding. That was quasi experimental

research with two group pretest posttest design. The population in this research were 4 class of 7th grade in SMP Kristen 2 Salatiga. The sample were VIIA as experiment class and VIIC as control class. That was acuired by purposive sampling technique, considered by the same prior knowledge that obtained by homogeneity and normality test. The data collected by the test method, such as posttest treated to final test students after given treatment, then followed up with an interview to determine the conceptual understanding of a class that highest in the test results. The interview sample were 18 respondents with purposive sampling technique. T test was used to examine the differences siginificance both classes. The results showed a significant 0.001 < 0.05 and an average value 69.77 of VIIC class lower than the average value 84.0587 of VIIA class, it was concluded that there was a significant influential of the application concept maps in teaching the

triangle material to student’s conceptual understanding. Student’s conceptual understanding who was taught by concept maps better than students taught with conventional teaching. Interviews showed the diverse of students triangle concept. 83.33% of students know the right triangle definition , 88.89% of students understand of the height of triangle, 72.22% of students understand the types of triangles and 55.56% of students understand the properties of triangle. The correct answers had the highest percentage of among other answers variation, therefore that was concluded that concept

maps influential student’s conceptual understanding.

Keywords: Concept Maps, Conceptual Understanding, Triangle.

1. Pendahuluan Latar Belakang Masalah

Matematika adalah ilmu yang universal. Artinya sebagian besar disiplin ilmu

yang ada secara langsung maupun tidak langsung memanfaatkan konsep

matematika. Matematika berkenaan dengan konsep-konsep abstrak yang tersusun

secara hirarkis dan penalarannya deduktif, sehingga belajar matematika itu

merupakan kegiatan mental yang tinggi (Hudoyo, 2001). Seringkali masalah dalam

matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari hanya digunakan untuk

(2)

atau pembentukan konsep (Suharta, 2002). Akibatnya, antara matematika di kelas

dengan di luar kelas (dalam kehidupan sehari-hari) seolah-olah terpisah, sehingga

siswa kurang memahami konsep.

Memahami konsep matematika diperlukan kemampuan generalisasi serta

abstraksi yang cukup tinggi. Ruseffendi (2009) mengemukakan bahwa pada bagian

yang paling sederhana banyak konsep yang dipahami secara keliru sehingga

matematika dianggap sebagai ilmu yang sulit. Proses pemahaman siswa tersebut

disebabkan oleh beberapa faktor seperti pola materi yang disampaikan guru tidak

melalui langkah yang terstruktur. Padahal matematika memiliki ciri utama yaitu

penalaran deduktif, dimana kebenaran suatu konsep dari akibat logis suatu

kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep dalam matematika harus

bersifat konsisten.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru mata pelajaran matematika

kelas VII SMP Kristen 2 Salatiga, penjelasan materi mata pelajaran matematika

yang diberikan sulit dipahami oleh siswa. Pemahaman terhadap konsep adalah dasar

untuk belajar matematika secara bermakna. Upaya agar pembelajaran menjadi

bermakna bisa dilakukan dengan menerapkan teori belajar Ausubel. Ausubel sangat

menekankan agar guru mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki siswa

(advance organizer) supaya belajar bermakna dapat berlangsung (Novak, 1986).

Tetapi Ausubel belum menyediakan suatu alat atau cara bagi guru yang dapat

digunakan untuk mengetahui apa yang telah diketahui siswa. Novak dan Gowin

(1985) dalam bukunya Learning How To Learn mengemukakan bahwa hal itu dapat dilakukan dengan pertolongan peta konsep atau pemetaan konsep. Fungsi peta

konsep dapat membuat jelas gagasan pokok bagi guru dan murid yang sedang

memusatkan perhatian pada tugas pelajaran yang spesifik.

Atep Sujana (2009) menemukan bahwa dengan menggunakan peta konsep

sebagian siswa merasa senang dan merasa mudah belajar. Yulis Jamiah (2007)

menemukan dengan penggunaan peta konsep menunjukkan peningkatan penalaran

mahasiswa atau kemampuan mahasiswa dalam mengkaitkan atau menghubungkan

konsep-konsep pada materi yang dipelajari. Hal tersebut sejalan dengan penelitian

Rohana (2009) menemukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan peta konsep

(3)

2. Kajian Pustaka

A. Peta Konsep

Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah obyek yang memiliki

ciri-ciri yang sama. Ciri khas dari konsep yang diperoleh sebagai hasil belajar

adalah adanya skema konseptual. Konsep-konsep dapat dihubungkan satu sama

lain atau dikombinasikan yang satu dengan yang lain, sehingga lahirlah apa yang

disebut kaidah (Winkel, 2004).

Novak dan Gowin menyatakan bahwa peta konsep merupakan alat atau

cara yang dapat digunakan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui oleh

siswa. Martin (dalam Basuki, 2000) mengungkapkan bahwa peta konsep

merupakan petunjuk bagi guru, untuk menunjukkan hubungan antara ide-ide yang

penting dengan rencana pembelajaran. Menurut Arends (dalam Basuki, 2000)

penyajian peta konsep merupakan suatu cara yang baik bagi siswa untuk

memahami dan mengingat sejumlah informasi baru. Penyajian peta konsep yang

baik dapat membuat siswa mengingat suatu materi dengan lebih lama lagi.

Ernest (dalam Basuki, 2000) berpendapat bahwa untuk menyusun suatu

peta konsep dalam matematika bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:

tentukan dahulu topiknya, membuat daftar konsep-konsep yang relevan untuk

konsep tersebut, menyusun konsep-konsep menjadi sebuah bagan,

menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata-kata supaya bisa terbentuk suatu

proposisi, mengevaluasi keterkaitan konsep-konsep yang telah dibuat. Dahar

(2011) mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut: penyajian peta

konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan

proposisi-proposisi dalam suatu topik pada bidang studi, peta konsep merupakan gambar

yang menunjukkan hubungan konsep-konsep dari suatu topik pada bidang studi,

bila dua konsep atau lebih digambarkan di bawah suatu konsep lainnya, maka

terbentuklah suatu hierarki pada peta konsep itu.

Peta konsep memegang peranan penting dalam belajar bermakna. Oleh

karena itu, siswa harus pandai menyusun peta konsep untuk meyakinkan bahwa

pada siswa itu telah mengalami belajar bermakna. Ada beberapa langkah dalam

menyusun peta konsep menurut Dahar (2011) yaitu: memilih suatu pokok bahasan

(4)

yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif (contoh-contoh), susunlah

konsep-konsep itu di atas kertas, mulai dengan konsep yang paling inklusif di

puncak ke konsep yang paling tidak inklusif, kemudian hubungkan konsep-konsep

itu dengan kata penghubung. Berikut merupakan peta konsep materi segitiga:

Gambar 1. Peta Konsep Materi Jenis-jenis Segitiga

B. Sintaksis untuk Pengajaran Konsep

Pengajaran konsep menurut Arends (2008) meliputi

Fase Perilaku Guru

Fase 1

Mengklarifikasi maksud

Guru menjelaskan maksud dan prosedur untuk pelajaran itu dan menyiapkan siswa untuk belajar

Fase 2

Memberi masukan contoh dan bukan contoh

Direct presentation (presentasi langsung), guru menamai berbagai konsep, mengidentifikasi atribut-atribut kritis, dan member ilustrasi dengan contoh dan bukan contoh. Concept Attainment (Pencapaian Konsep), contoh dan bukan contoh diberikan dan siswa mencapai konsep itu. Fase 3

Menguji pencapaian

Guru mempresentasikan contoh dan bukan contoh tambahan untuk menguji pemahaman siswa tentang konsep itu. Siswa diminta memberikan contoh dan bukan contoh untuk konsep itu.

disebut disebut disebut disebut disebut

(5)

Fase 4

Menganalisis proses berpikir dan integrasi pembelajaran siswa

Guru membawa siswa untuk memikirkan tentang proses berpikirnya sendiri. Siswa diminta menelaah keputusannya sendiri dan konsekuensi keputusannya sendiri. Guru membantu siswa untuk mengintegrasikan pembelajaran yang baru dengan menghubungkan konsep itu dengan konsep-konsep lain dalam sebuah unit pelajaran.

C. Pemahaman Konsep

Driver (1993) menyatakan pemahaman merupakan kemampuan untuk

menjelaskan suatu situasi atau suatu tindakan. Sedangkan Bloom (dalam Ruseffendi,

2009) menyebutkan ada tiga macam pemahaman. Pemahaman tersebut meliputi

pengubahan (translation), pemberian arti (interpretation) dan pembuatan ekstrapolasi (extrapolation). Pemahaman konsep adalah salah satu aspek penilaian yang harus dilakukan oleh guru. Sejalan dengan hal tersebut Depdiknas (2003)

memberi pedoman mengenai beberapa kompetensi yang perlu diperhatikan oleh

guru dalam melakukan penilaian yaitu:

a. Pemahaman konsep

Siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh

atau bukan contoh dari konsep tersebut.

b. Prosedur

Siswa mampu mengenali prosedur atau proses menghitung yang benar dan tidak

benar.

c. Komunikasi

Siswa mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan,

tertulis, atau mendemonstrasikan.

d. Penalaran

Siswa mampu memberikan alasan induktif dan deduktif secara sederhana.

e. Pemecahan masalah

Siswa mampu memahami masalah, memilih strategi penyelesaian, dan

menyelesaikan masalah.

Menurut Skemp (dalam Sumarmo, 2002) pemahaman konsep dibedakan

(6)

a. Pemahaman instrumental.

Pemahaman instrumental sejumlah konsep diartikan sebagai pemahaman atas

konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus dalam perhitungan

sederhana, mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja.

b. Pemahaman relasional.

Pemahaman relasional dapat mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara

benar dan menyadari proses yang dilakukan. Pemahaman relasional sifat

pemakaiannya lebih bermakna, termuat suatu skema atau struktur yang dapat

digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas.

Pemahaman konsep menurut Good (dalam Rahayu, 2004) merupakan

pancapaian atau kecakapan yang dinampakkan dalam keahlian atau kumpulan

pengetahuan.

Pencapaian tingkat belajar konsep (Arends, 2008), siswa seharusnya mampu

untuk mendefinisikan konsep itu dan mengetahui atribut-atribut kritisnya, mengenali

contoh dan bukan contoh, mengevaluasi contoh dan bukan contoh dalam kaitannya

dengan atribut-atribut kritisnya. Tes pemahaman konsep dapat menggunakan

format-format yang berbeda, seperti benar-salah, menjodohkan, jawaban pendek,

atau esai pendek,

Penelitian ini menggunakan evaluasi pemahaman konsep menurut Arends

(2008) yang menyebutkan bahwa pemahaman konsep dapat diukur menggunakan

tes, format tes yang digunakan adalah pilihan ganda. Sedangkan untuk menganalisis

pemahaman konsep siswa digunakan wawancara sesuai dengan pedoman mengenai

kompetensi yang perlu diperhatikan oleh guru dalam melakukan penilaian oleh

Depdiknas (2003). Tujuannya adalah untuk mengetahui kemampuan siswa

mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau bukan contoh

dari konsep tersebut.

3. Metode penelitian

Jenis Penelitian ini adalah peelitian eksperimen semu dengan desain two Group Pretest Posttest Design. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan peta konsep pada pengajaran materi segitiga, sedangkan variabel

(7)

kelas VII SMP Kristen 2 Salatiga. Pengambilan sampel dilakukan denga teknik

purposive sampling, yaitu dengan pertimbangan yang memiliki kemampuan awal yang sama. Kelompok eksperimen dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII A

dan kelompok kontrol kelas VII C SMP Kristen 2 Salatiga.

Data dikumpulkan berdasarkan tes dan wawancara. Tes tertulis yang berupa

tes akhir (posttest) diberikan untuk mengetahui pemahaman konsep siswa yang dilihat dari hasil belajar kognitif. Wawancara dilakukan pada kelas yang lebih

unggul, kepada 18 siswa yang dipilih atas dasar pertimbangan dan rekomendasi dari

guru mata pelajaran matematika.

4. Hasil dan Pembahasan

Kelas dalam penelitian ini adalah kelas VII yang terdiri dari kelas VIIA dan

VIIC yang memiliki kemampuan awal yang sama pada mata pelajaran matematika

dengan cara uji homogenitas. Kelas VIIA sebagai kelas eksperimen berjumlah 23

siswa yang terdiri dari siswa 13 laki-laki dan 10 siswa perempuan. Kelas VIIC

sebagai kelas kontrol berjumlah 23 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 11

siswa perempuan. Pengolahan data awal maupun akhir dalam penelitian ini

menggunakan bantuan SPSS versi 16.00. Hasil pengolahan data deskriptif pretest

(hasil belajar materi himpunan) dan posttest (tes akhir) baik kelas eksperimen

maupun kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Deskriptif Awal dan Akhir Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Descriptive Statistics

Pretest N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Kelas Eksperimen 23 20 68 51.13 14.114

Kelas Kontrol 23 40 76 53.39 10.277

Posttest N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Kelas eksperimen 23 57.14 100.00 84.0587 12.48632

Kelas kontrol 23 24 95 69.77 15.767

Hasil pengolahan data awal diperoleh hasil uji normalitas kedua kelas dalam

sebaran distribusi normal, karena besar signifikan dari sampel lebih dari 0,05. Hasil

(8)

Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Pretest (Hasil Belajar Materi Himpunan)

Hasil Uji Homogenitas antara kelas eksperimen dan kelas kontrol didapat

signifikan 0,214 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelas memiliki

variance sama atau dengan kata lain kedua kelas homogen, analisis uji beda t-test

harus menggunakan equal variance assumed. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai pretest, artinya kedua kelas memiliki kemampuan awal sama dan dapat dilanjutkan sebagai

kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Hasil pengolahan data akhir (posttest) kedua kelas berada dalam sebaran distribusi normal karena nilai signifikan > 0,05. Hasil uji normalitas dapat dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Posttest

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Statistic Df Sig.

Posttest .122 46 .081

(9)

Hasil Uji Homogenitas antara kelas eksperimen dan kelas kontrol didapat

signifikan 0,635 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelas memiliki

variance sama atau dengan kata lain kedua kelas homogen, analisis uji beda t-test harus menggunakan equal variance assumed. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Uji Banding Dua Sampel

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Differenc

e

Std. Error Differenc

e

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper

Post Test

Equal variances

assumed .229 .635 3.407 44 .001 14.28696 4.19375 5.83501 22.73890

Equal variances

not assumed 3.407 41.805 .001 14.28696 4.19375 5.82246 22.75145

Berdasarkan Tabel 5., nilai signifikan pada t-test 0,001 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan peta konsep dalam pengajaran berpengaruh terhadap

pemahaman konsep siswa yang dilihat dari hasil tes pemahaman konsep siswa. Hasil

Penelitian ini sejalan dengan Mulyanah (2013) yang menunjukkan bahwa terdapat

pengaruh pembelajaran dengan penerapan peta konsep terhadap pemahaman konsep

matematis siswa.

Pemahaman siswa tentang materi segitiga seperti yang sudah disajikan di

atas membentuk hubungan antar kategori sehingga mendorong diadakannya

wawancara kepada sampel yang diperkecil menjadi 18 siswa dengan teknik

purposive. Hanya 18 siswa yang diwawancara dikarenakan 18 siswa ini telah dipilih dengan berbagai pertimbangan sesuai dengan rekomendasi dari guru mata pelajaran.

Berikut hasil wawancara dengan 18 siswa kelas VII A SMP Kristen 2 Salatiga:

indikator definisi segitiga, 15 siswa dapat menjelaskan dan memahami dengan benar

segitiga sebagai bangun datar yang dibatasi oleh tiga garis dan tiga titik sudut

(83,33%), sedangkan jawaban yang tidak tepat yaitu 2 siswa menjawab segitiga

adalah tiga titik yang dihubungkan melalui garis (11,11%) dan 1 siswa menjawab

segitiga adalah bangun datar dengan tiga buah titik sudut (5,56%). Indikator definisi

(10)

garis dari titik sudut segitiga yang tegak lurus dengan sisi dihadapannya (88,89%),

sedangkan jawaban yang tidak tepat yaitu 1 siswa menjawab garis tinggi segitiga

adalah garis yang tegak lurus dengan alas (5,56%) dan 1 siswa menjawab garis

tinggi segitiga adalah garis yang tegak lurus dan membagi segitiga menjadi dua

bagian yang sama (5,56%). Indikator jenis-jenis segitiga, 13 siswa menyebutkan

secara lengkap (72,22%) dan 5 siswa menyebutkan tidak lengkap (27,78%).

Indikator sifat-sifat segitiga 10 siswa menyebutkan secara benar dan lengkap

(55,56%) dan 8 siswa menyebutkan kurang sempurna (44,44%).

Hasil temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Rohana (2009) bahwa

pemahaman konsep mahasiswa dalam pembelajaran statistika dasar dengan

penggunaan peta konsep diperoleh persentase sebesar 57,9% Hal ini

mengindikasikan bahwa penggunaan peta konsep membantu pemahaman siswa

dalam pembelajaran. Uraian tersebut dapat menjawab pemahaman konsep siswa

terhadap materi segitiga, sehingga penerapan peta konsep pada pengajaran materi

segitiga terbukti mempengaruhi pemahaman konsep siswa. Temuan tersebut sejalan

dengan hasil penelitian Sutarsih (2007), bahwa penerapan peta konsep pada

pengajaran memberikan pengaruh dan dapat membantu memahami materi pelajaran.

5. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian pada bab IV maka

kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan penerapan

peta konsep dalam pengajaran terhadap pemahaman konsep siswa kelas VII SMP

Kristen 2 Salatiga. Berdasarkan hasil wawancara pemahaman konsep dengan

pertanyaan tentang definisi segitiga, persentase jawaban benar sebesar 83,33%;

pertanyaan mengenai unsur-unsur segitiga yaitu tinggi segitiga yang menjawab

benar sebesar 88,89%; pertanyaan mengenai jenis-jenis segitiga dengan jawaban

benar sebesar 72,22%; dan pertanyaan mengenai sifat-sifat segitiga istimewa dengan

jawaban benar sebesar 55,56%. Setiap indikator memiliki persentase jawaban benar

yang paling besar dan dapat menjawab pemahaman konsep siswa terhadap materi

segitiga, sehingga penerapan peta konsep pada pengajaran materi segitiga terbukti

(11)

Daftar Pusaka

Arends, Richards I. 2008. Learning to Teach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Basuki, Teguh. 2000. Pembelajaran Matematika Disertai Penyusunan Peta Konsep. Tesis UPI. Dahar, R.W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Matematika SMP/MTS. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.

Driver, R. Dan Leach, J. 1993. A Constructivist View of Learning: Childrens Conceptions and Nature of Science. In What Research Says to The Science Teacher. Washington: National Science Teachers Association.

Jamiah, Yulis. 2007.Jurnal Didaktika Vol 8, No.1: Meningkatkan Nalar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Model STAD dan Penyusunan Peta Konsep.

Hudoyo, Herman. 2001. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Mulyanah, Nur Hanurawati & M. Coesamin. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Metode Mind Mapping Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Unila.

Novak and Gowin. 1985. Learning How to Learn. Cambridge University Press. Novak, Joseph D. 1986. A Theory of Education. London: Cornell University Press. Rahayu. 2004. Kemampuan memahami matematika pada anak. Jakarta: Gunung Mulia.

Rohana, dkk. 2009. Jurnal Pendidikan Matematika, Vol 3, No.2: Penggunaan Peta Konsep dalam Pembelajaran Statistika Dasar di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas PGRI Palembang.

Ruseffendi. 2009. E.T. Pengantar kepada membantu guru mengembangkan kompetensinya dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Suharta, I Gusti Putu. 2002. “Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI): Pengembangan dan Pengimplementasian Prototipe I dan II Topik Pecahan”. Jurnal Matematika, Tahun VIII.

Sujana, Atep. Jurnal Pendidikan Dasar No. 12, Oktober 2009: Peta konsep (Concept Maps) dalam Pembelajaran Sains: Studi pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar (SD).

Sudjana, Nana & Ahmad Rivai. 2008. Media Pengajaran. Bandung: CV Sinar Baru Bandung.

Sumarmo, U. 2002. Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Jurnal Pelatihan Guru.

Sutarsih. 2007. Jurnal Likithapradnya Vol 2: Penerapan Model Interaktif Strategi Peta Konsep Pada Bidang Studi Matematika.

Yusdiana, Romi. 16 Januari 2012. Pemahaman Matematika. http://romiyusdiana.blogspot .com/2012/01/pemahaman-matematika.html?zx=e6fc910beecc83a7. Diunduh tanggal 5 januari 2013.

Gambar

Gambar 1. Peta Konsep Materi Jenis-jenis Segitiga
Tabel 1. Deskriptif Awal dan Akhir Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Tabel 5. Hasil Uji Banding Dua Sampel

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pengaruh realisasi APBD dan APBN yang lebih besar jika dibandingkan dengan triwulan I tahun 2017 sangat berdampak, sehingga terjadi peningkatan laju pertumbuhan

yang direkomendasikan Jika produk ini mengandung komponen dengan batas pemaparan, atmosfir tempat kerja pribadi atau pemantauan biologis mungkin akan diperlukan untuk

[r]

[r]

Berbicara mengenai peran komunikasi dalam proses politik khususnya media massa, dalam kamus Analisa Politik ditanyakan bahwa proses komunikasi politik melakukan proses

• Pernyataan PesaN Pengaruh adlh; • Jika anda melakukan X, maka anda. akan

Besarnya Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan pemerintah kabupaten / kota dengan peraturan daerah sebesar RP 10.000.000,00 untuk setiap wajib