• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802011058 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802011058 Full text"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

i

REGULER PADA TINGKAT SMA

OLEH

ONY YANUAR PUTRA 802011058

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ony Yanuar Putra

NIM : 802011058

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royalty freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:

PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING SISWA

HOMESCHOOLING DENGAN SISWA SEKOLAH REGULER PADA

TINGKAT SMA

Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Mengetahui,

Pembimbing

Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi.

Dibuat di : Salatiga

Pada tanggal : 22 Agustus 2017 Yang menyatakan,

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ony Yanuar Putra

NIM : 802011058

Program studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:

PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING SISWA

HOMESCHOOLING DENGAN SISWA SEKOLAH REGULER PADA

TINGKAT SMA

Yang dibimbing oleh:

Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 22 Agustus 2017

Yang memberi pernyataan,

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING SISWA

HOMESCHOOLING DENGAN SISWA SEKOLAH REGULER PADA

TINGKAT SMA

Oleh

Ony Yanuar Putra

802011058

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui pada tanggal 22 Agustus 2017

Oleh

Pembimbing

Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi.

Diketahui oleh,

Kaprogdi

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.

Disahkan oleh,

Dekan

Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(7)

PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING SISWA

HOMESCHOOLING DENGAN SISWA SEKOLAH

REGULER PADA TINGKAT SMA

Ony Yanuar Putra

Ratriana Y.E. Kusumiati

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

i

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Self Regulated Learning

pada siswa homeschooling dengan siswa sekolah regular. Hipotesis penelitian ini

adalah adanya perbedaan Self Regulated Learning pada siswa homeschooling

dengan sekolah regular, dimana siswa Homeschooling mempunyai Self Regulated

learning lebih tinggi daripada siswa sekolah regular. Sampel berjumlah 104 siswa

dengan siswa homeschooling berjumlah 47 dan siswa sekolah regular berjumlah

57. Teknik pengambilan data menggunakan purposive sampling. pengumpulan

data menggunakan skala BBRD (Belajar Berdasarkan Regulasi Diri) yang disusun

berdasarkan tiga komponen yang terdapat pada skala MSLQ yaitu motivasi,

metakognitif, dan regulasi belajar (Wolters, dalam Alsa, 2005). Hasil penelitian

menunjukan tidak ada perbedaan Self Regulated learning antara siswa

homeschooling dengan siswa sekolah regular. Namun Self Regulated Learning

kedua sistem pendidikan berada pada katagori tinggi.

(9)

ii ABSTRACT

This study want to determine existence of Self Regulated Learning differences in

homeschooling students with regular school students, where Homeschooling

students have higher Self Regulated learning than regular school students.

Sample amounted to 104 students with 47 homeschooling students and 57 regular

school students. Techniques of data collection using purposive sampling. Data

collection using BBRD scale (Self Based Learning Regulations) compiled based

on three components on MSLQ scale that is motivation, metacognitive, and

learning regulation (Wolters, in Alsa, 2005). The results showed no difference Self

Regulated learning between students homeschooling with regular school students.

But the Self Regulated Learning of both education systems is in the high category.

(10)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik (KBBI, 2014). Pendidikan bisa dikatakan

sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia, karena memiliki peran yang sangat

menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu. Secara umum

pendidikan merupakan kewajiban yang harus dilakukan semua orang sejak dini.

Pendidikan juga dapat membentuk sikap, nilai serta pola pikir seperti keterbukaan

terhadap perubahan, inovasi, serta penggunaan sains dan teknologi dalam bidang kerja

dan kehidupan sehari-hari (dalam Sidin, Long, Abdullah, & Mohamed, 2001).

Pendidikan sebagai satu institusi sosial memainkan peranan yang penting dalam

penyediaan tenaga kerja pakar, teknikal dan profesional. Pendidikan juga dapat

membentuk sikap, nilai serta mindset seperti bersedia untuk menerima perubahan,

inovasi serta penggunaan sains dan teknologi dalam bidang kerja dan kehidupan

seharian terutamanya di kalangan generasi muda (Sidin, dkk, 2001).

Di Indonesia pendidikan dibagi menjadi tiga jalur (Undang-Undang No 20

Tahun 2003) yaitu formal, informal, dan non formal.Pada hakekatnya ketiga jalur

tersebut sama-sama sebagai sarana untuk menghantarkan peserta didik mencapai tujuan

pendidikan seperti yang diharapkan. Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang

diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar

sepanjang hayat. Pendidikan ini berlangsung dalam keluarga, pergaulan sehari-hari

(11)

pendidikan anak usia dini. Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara

teratur, bertingkat, dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini

berlangsung di sekolah, seperti taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah,

ataupun perguruan tinggi. Pendidikan Non Formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan

secara tertentu dan sadar, tetapi tidak begitu mengikuti peraturan yang ketat. Sebagai

contoh lembaga bimbingan belajar, pelatihan, organisasi pemuda dan remaja, maupun

organisasi masyarakat. Pada saat ini sekolah merupakan salah satu representasi

institusional dari nilai-nilai modern yang dipegang manusia saat ini. Sekolah formal

sebagai ruang pendidikan untuk mendidik setiap individu untuk mencapai prestasi

belajar yang tinggi adalah solusi untuk mengatasi keterbatasan keluarga dalam mendidik

anak secara sadar dan terencana.

Walaupun sekolah menjadi intitusi pendidikan yang terbukti memberikan

manfaat bagi kemanusiaan, namun proses pencarian pendidikan yang terbaik tak pernah

berhenti (Abe Saputra, dalam Ika Rahmawati, 2012). Menurut Sugiantoro (dalam

Hernowo, t.t), disadari atau tidak, belajar di sekolah hanya untuk mendapatkan lembar

ijazah, bukan menjadikan siswa cerdas, mandiri dan berakhlak. Kasus dimana seringnya

siswa tidak mengerjakan tugas dari guru, siswa jarang belajar dan tidak memperhatikan

materi pelajaran, banyaknya murid menghandalkan teman yang lebih pintar untuk

mengerjakan tugas sekolah, serta perilaku menyontek saat ulangan dan ujian, lebih

buruknya lagi banyak siswa yang membolos dan meninggalkan jam pelajaran

menunjukan bahwa kurangnya kemandirian peserta didik (siswa) untuk belajar. Ini

menunjukan tujuan dan fungsi sekolah terlupakan. Berdasarkan fenomena di lingkungan

sekolah yang ada, kebanyakan orang tua khawatir anaknya tidak dapat menempuh

(12)

3

memilih dan mempercayai pendidikan dengan jalur alternatif yang beragam bentuknya,

salah satu diantaranya adalah homeschooling.

Holt (dalam Mardianti, 2008) menegaskan bahwa homeschooling merupakan

sebuah pendidikan yang dilakukan „tanpa sekolah‟ dan dilakukan di rumah, berdasarkan

pada pembelajaran yang terpusat pada anak. Menurut Yulfiansyah (dalam Mardianti,

2008) homeschooling merupakan sebuah wacana pembelajaran yang menitikberatkan

kepada pemanfaatan potensi anak didik dengan sedikit supervisi. Mulyadi (2007)

menjelaskan bahwa ada 3 jenis Homeschooling yang terdapat di Indonesia diantaranya

adalah : Homeschooling tunggal, Homeschooling majemuk, dan Homeschooling

komunitas.

Homeschholing tunggal merupakan homeschooling yang dilaksanakan oleh

orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya. Sedangkan

homeschooling majemuk merupakan homeschooling yang dilaksanakan oleh dua atau

lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan

oleh orangtua masing-masing. Alasannya terdapat kebutuhan yang dapat

dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya

kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlet tenis, bulutangkis), keahlian musik/seni,

kegiatan sosial dan keagamaan.

Pada homeschooling komunitas merupakan gabungan beberapa homeschooling

majemuk, menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olahraga,

musik/seni, dan bahasa), sarana dan prasarana, serta jadwal pembelajaran ditentukan

oleh penyelenggara komunitas. Beberapa keluarga memilih komunitas homeschooling

(13)

mulia, dan pencapaina belajar. Tersedianya fasilitas pembelajaran yang baik, misalnya

bengkel kerja, laboratorium, perpustakaan, auditorium, fasilitas olahraga dan kesenian.

Dukungan lebih besar karena masing-masing bertanggungjawab untuk saling mengajar

sesuai keahlian masing-masing. Saat ini banyak sekali orang tua yang mempercayakan

anaknya pada pendidikan berbasis homeschooling komunitas. Hal tersebut diikuti

dengan pesatnya pertumbuhan homeschooling di Indonesia hingga terdapat 1.000

hingga 1.500 siswa homeschooling menurut Ella Yulaelawati, direktur pendidikan

kesetaraan Depdiknas (dalam Homeschooling : Lompatan Cara Belajar). Namun,

penelitian-penelitian dan kajian mengenai kurikulum, efektivitas pembelajaran, dan

pengembangan potensi siswa homeschooling komunitas belum banyak ditemukan.

Dalam pelaksanaannya, proses pembelajaran baik melaui sekolah reguler

maupun homeschooling tidak luput dari permasalahan-permasalahan yang ditemui

ketika melaksanakan prosesnya. Sebagai contoh banyaknya siswa yang tidak hadir

dalam jam pelajaran, sering terlambat masuk sekolah, tidak mengerjakan tugas,

hilangnya kotmitmen belajar, banyaknya murid menghandalkan teman yang lebih pintar

untuk mengerjakan tugas sekolah, serta perilaku menyontek saat ulangan dan ujian

menunjukan bahwa kurangnya kemandirian peserta didik (siswa) untuk belajar (Surya,

2009).

Permasalahan-permasalahan tersebut ditemui khususnya ketika si peserta didik

mengalami kesulitan dalam belajar.Kemandirian belajar seharusnya sudah ada sejak

usia dini. Andrew (dalam Mardianti, 2008) mengatakan bahwa skor imajinatif paling

tinggi terjadi pada saat anak berusaia 4,5 tahun dan kemudian menurun pada usia 5

tahun saat anak memasuki taman kanak-kanak. Pada usia 9 tahun (akhir kelas III) terjadi

(14)

5

kelas V terutama untuk komponen kelancaran (fluency), pemulihan orisinalitas baru

terjadi saat kelas VI. Oleh karena itu pengaturan diri dalam proses pembelajaran perlu

ditingkatkan agar siswa dapat mencapai tujuan belajar. Siswa yang mampu mengatur

dirinya sendiri cenderung akan mengatur jam belajar serta memilih strategi-strategi

yang dapat menunjang prestasi akademiknya. Kemampuan mengatur diri dalam

pembelajaran, disebut dengan self-regulated learning (SRL) (Zimmerman dalam Chen,

2002). Self-regulated learning adalah memunculkan dan memonitor sendiri pikiran,

perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan (Santrock, 2007: 296). Boekaerts

(dalam Cheng, 2011: 4) mendefinisikan self-regulated learning sebagai serangkaian

proses kognitif dan afektif yang saling berkaitan yang beroperasi bersama komponen

berbeda dari sistem pengolahan informasi. Schunk dan Zimmerman (dalam

Susanto,2006) menyatakan bahwa SRL dapat dipahami sebagai penggunaan suatu

proses yang mengaktivasi pemikiran, perilaku dan affect (perasaan) yang terus-menerus

dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Zimmerman dan

Martinez-Pons (1990) menyatakanbahwa ada 3 aspek dari self-regulated learning, yaitu:

metakognitif, motivasi, dan perilaku.

Metakognitif adalah kemampuan individu dalam merencanakan,

mengorganisasikan atau mengatur, menginstruksikan diri, memonitor dan melakukan

evaluasi dalam aktivitas belajar. Motivasi merupakan fungsi dari kebutuhan dasar untuk

mengontrol dan berkaitan dengan perasaan kompetensi yang dimiliki setiap individu.

Perilaku merupakan upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi, dan

memanfaatkan maupun menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas belajarnya.

Dalam proses pembelajaran tentunya siswa sebaiknya menggunakan strategi

(15)

Penggunaan strategi yang tepat dalam belajar dapat tercapai apabila siswa memiliki

SRL yang optimal dan mampu menerapkannya dalam proses belajar (Markus & Wurf

dalam Deasyanti & Anna, 2007). Siswa yang memiliki SRL yang tinggi cenderung

mampu untuk mengatur dirinya sendiri, terkait dengan pengaturan jam belajar,

pemilihan strategi belajar, perencanaan dan penetapan tujuan belajar (Zimmerman

dalam Chen, 2002). Setiap siswa perlu memiliki Self-Regulated Learning agar dapat

menyelesaikan tugas dan mampu mengatasi suatu masalah dalam hal belajar.

Pentingnya SRL dalam proses belajar ditunjukan oleh Entwistle (dalam Saputra, 2005)

yang menyampaikan bahwa kemajuan akademik yang dicapai bergantung pada pola

perilaku dan kemandirian belajar (self-regulation learning). Tetapi tingkat kemandirian

setiap siswa berbeda-beda satu sama lain. Namun, hanya siswa yang sudah terbiasa

mandiri tidak akan mengalami kesulitan dalam belajar, karena siswa sudah mampu

mengatur dan mengarahkan dirinya tanpa ketergantungan dengan orang lain serta

menunjukkan kesiapannya dalam belajar, seperti mampu menyelesaikan tugasnya

sendiri, dan percaya diri dalam mengutarakan pendapatnya. Disisi lain siswa yang tidak

terbiasa mandiri belajar mereka cenderung pasif dan tidak percaya diri dalam belajar

dan mereka akan menunjukkan ketidaksiapannya dalam belajar.

Dari pemaparan tentang pentingnya Self regulated learning juga diperkuat

tentang penelitian-penelitian sebelumnya. Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh

Ilhami (2011) menunjukan bahwa kemampuan BBRD (belajar berdasarkan regulasi

diri) antara siswa homeschooling dan sekolah tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan meskipun setelah mengontrol tingkat inteligensi. Meskipun demikian,

kemampuan BBRD siswa pada kedua sistem pendidikan berada diatas rata-rata. Pada

(16)

7

siswa komunitas homeschooling dengan siswa regular SD Muhammadiyah 1 surakarta

menunjukan adanya perbedaan dimana siswa homeschooling lebih tinggi kompetensi

sosialnya daripada siswa sekolah regular. Selanjutnya, dalam penelitian yang dilakukan

oleh Wichers (2001) yang berjudul “Homeschooling: Adventitious or detrimental for

proficiency in higher education” menyimpulkan bahwa siswa yang belajar di rumah

(homeschooling) lebih baik secara akademis dibandingkan dengan individu yang

disekolahkan secara tradisional (disekolah).

Berdasarkan pemaparan diatas, diketahui bahwa terdapat perbedaan hasil

penelitian mengenai perbedaan SLR pada siswa homeschooling dengan siswa sekolah

regular. Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai perbedaan tersebut, maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian “Apakah terdapat perbedaan self regulated learning

pada siswa homeschooling dengan siswa sekolah reguler”.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “terdapat perbedaan self regulated

learning pada siswa homeschooling dengan siswa sekolah regular” dengan siswa

homeschooling memiliki self regulated learning lebih tinggi daripada siswa sekolah

regular.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Menurut

Azwar (2012), pada pendekatan penelitian kuantitatif, data penelitian hanya akan dapat

(17)

di samping valid dan reliabel, juga objektif. Variabel yang akan dilibatkan dalam

penelitiani adalah Self Regulated Learning(SLR). Menurut Schunk dan Zimmerman

(dalam Susanto,2006) SLR adalah penggunaan suatu proses yang mengaktivasi

pemikiran, perilaku dan affect (perasaan) yang terus-menerus dalam upaya untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Populasi dan Sampel

Populasi adalah serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran

penelitian.Penentuan populasi harus berpedoman pada tujuan dan permasalahan

penelitian (Bungin, 2010). Purwanto (2008) juga berpendapat populasi adalah

keseluruhan objek yang mempunyai satu karakteristik yang sama.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa sekolah regular dan homeschooling

komunitas pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Penelitian ini direncanakan

mengambil sampel masing-masing sebanyak 60 sample, pada tingkat kelas 12. SMA

yang dipilih peneliti adalah SMA Negeri 3 Semarang dan homeschooling Anugrah

Bangsa (Ansa) yang berada di Semarang.

Dalam proses pengambilan data dilapangan tidak terlepas dari permasalahan

yang tidak sesuai rencana peneliti. Dalam penelitian ini peneliti mendapat beberapa

kendala, yang menurut peneliti yang berpengaruh besar adalah dimana siswa kelas 12

SMA Negeri 3 Semarang tidak dapat diminta tolong untuk mengisi skala psikologi SRL

diakarenakan dari pihak sekolah tidak memberikan ijin karena siswa kelas 12 fokus

pada ujian nasional, sehingga peneliti tidak dapat ijin untuk menyebar skala psikologi.

Pada akhirnya, peneliti berinisiatif mengubah subjek penelitian pada siswa kelas

(18)

9

dengan jumlah 57 sampel. Pada kelompok homeschooling, peneliti menambah beberapa

komunitas homeschooling karena jumlah peserta didik ANSA yang terlalu sedikit.

Terdiri dari Anugrah Bangsa, Victory Tabernacle Christian Schooling (VTCS), dan

Primagama Homeschooling, yang masing-masing komunitas homeschooling berada di

Semarang. Akhirnya untuk komunitas homeschooling diperoleh dari ANSA 35 sample,

VTCS 6 sample, dan primagama 6 sample. Ini menjadikan subjek dalam penelitian ini

berjumlah 104 orang siswa yang dan dibagi ke dalam dua kelompok, dan jumlah dari

kelompok tersebut adalah 47 partisipan yang mengikuti sistem pendidikan

homeschooling dan 57 partisipan dari sistem pendidikan sekolah reguler. Pengambilan

sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling.

Alat Ukur Penelitian

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian adalah skala Belajar Berdasar

Regulasi Diri (BBRD) yang disusun oleh Alsa berdasarkan komponen–komponen yang

terdapat dalam MLSQ (Alsa, 2005). Skala BBRD merupakan skala yang disusun

berdasarkan tiga komponen yang terdapat pada skala MSLQ yaitu motivasi,

metakognitif, dan regulasi belajar (Wolters, dalam Alsa, 2005). Pada skala ini terdapat

40 item, dan disusun dala bentuk skala likert. Skala ini dipilih oleh penulis dengan

pertimbangan bahwa skala ini merupakan skala yang telah dimodifikasi dan disesuaikan

dengan situasi pendidikan di Indonesia. Seleksi item pada skala Self regulated learning

yang terdiri dari 40 item ini menggunakan penghitungan dengan program SPSS 16.0 for

windows dan koefisien korelasi sebesar ≥ 0,25 seperti yang dikemukakan oleh Azwar

(2012). Berdasarkan pengujian yang dilakukan sebanyak satu kali, didapatkan koefisien

(19)

ini ada 6 item yang gugur, item tersebut adalah nomor 5, 11, 17, 22, 36, dan 38. Jadi

item yang baik berjumlah 34 item.

Salah satu ciri instrument ukur yang berkualitas baik adalah reliabel (reliable),

yaitu mampu menghasilkan skor yang cermat dengan eror pengukuran kecil. Koefisien

reliabilitas berada dalam rentang angka dari 0 sampai dengan 1,00. Bila koefisien

reliabilitas semakin tinggi mendekati angka 1,00 berarti pengukuran semakin reliabel,

begitupun sebaliknya (Azwar, 2012).

Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items

.927 34

Dari hasil uji reliabilitas setelah 6 item yang gugur dihilangkan, diperoleh hasil

koefisien α = 0,927, maka dapat disimpulkan bahwa skala self regulated learning yang

digunakan dalam penelitian ini reliable.

Uji Asumsi

Tahap selanjutnya adalah melakukan uji asumsi, yaitu uji normalitas yang

bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data penelitian pada

masing-masing variabel. Data dari variabel penelitian diuji normalitasnya menggunakan

metode Kolmogorov-Smirnov Test dan untuk perhitungannya dibantu dengan program

SPSS 16 for windows. Data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila nilai p > 0,05.

(20)

11

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

SLR_HS SLR_SMA3

N 47 57

Normal Parametersa Mean 115.62 121.02 Std. Deviation 21.507 10.419 Most Extreme Differences Absolute .134 .065

Positive .087 .065

Negative -.134 -.043

Kolmogorov-Smirnov Z .918 .494

Asymp. Sig. (2-tailed) .368 .967

a. Test distribution is Normal.

Uji Homogenitas

Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi dan semple

penelitian adalah homogen. Pengukuran homogenitas dilakukan dengan Anova melalui

Levene‟s Test dengan bantuan for windows versi 16.0.data dikatakan homogent jika

nilai p>0,05. Hasil Homogenitas dapat dilihat pada table berikut :

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

21.807 1 102 .000

Hasil uji homogenitas menggunakan SPSS 16 for windows menunjukan bahwa

nilai koefisien Levene Test sebesar 21.807 dengan signifikansi sebesar 0.000. Oleh

karena nilai signifikansi kurang dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data

tersebuttidak homogen.

Analisis Deskriptif

Untuk menentukan tinggi rendahnya variabel SLR pada siswa sekolah regular

dan homeschooling, maka digunakan 5 buah kategori pengelompokkan, yaitu sangat

(21)

baik sebanyak 34 item, dengan skor berjenjang antara skor 1 hingga skor 5 berdasarkan

jenis item favorabel dan unfavorabel. Pembagian skor tertinggi dan terendah pada

variabel SRL adalah sebagai berikut:

a. Sekor tertinggi : 5 x 34 = 170

b. Sekor terendah : 1 x 34 = 34

Untuk dapat menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel Self

regulated learning seperti dijelaskan sebelumnya menggunakan 5 kategori, yaitu

dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah dan

membaginya dengan jumlah kategori.

Jumlah skor tertinggi−Jumlah skor terendah Jumlah Kategori

� = 27,2

Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditentukan kategori pada Self Regulated Learning

sebagai berikut :

Sangat Tinggi : 142,8 < x < 170

Tinggi : 115,6 < x < 143,1

Sedang : 88,4 < x < 115,6

Rendah : 61,2 < x < 88,4

(22)

13

Katogori Skor Self regulated learning homeschooling

No Interval Kategori Frekuensi

Katogori Skor Self regulated learning reguler

No Interval Kategori Frekuensi

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan metode teknik

stastistic uji beda t-test dengan menggunakan SPSS for windows 16.0. Uji ini digunakan

untuk melihat apakah rata-rata satu sampel berbeda dengan sampel lainnya

Jika p < 0,05 maka dapat dikatakan ada perbedaan Self regulated learning pada

siswa homeschooling dengan siswa sekolah regular. Jika p > 0,05 maka tidak ada

perbedaan Self regulated learning pada siswa homeschooling dengan siswa sekolah

(23)

pada siswa homeschooling dengan siswa sekolah regular, maka diperoleh hasil sebagai

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Hasil perhitungan Independent Sample Test pada di atas menunjukkan bahwa

nilai signifikansi untuk perbedaan self regulated learning pada siswa homeschooling

dengan siswa sekolah regular memilikinilai t-test sebesar 1,674 dengan signifikansi

0,097 atau p > 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan signifikan Self regulated

(24)

15

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan self regulated learning pada

siswa homeschooling dengan siswa sekolah regular didapatkan hasil perhitungan

Independent Sample Test sebesar 1,674 dengan signifikansi 0,097 (p > 0,05). Hal ini

menunjukan bahwa hipotesis ditolak, artinya tidak ada perbedaan signifikan Self

regulated learning pada siswa homeschooling dengan siswa sekolah regular. Penelitian

ini senada dengan Ilham (2011) tidak menunjukan perbedaan self regulted learning

yang signifikan antara siswa homeschooling dengan sekolah regular, namun

kemampuan SRL siswa pada kedua sistem pendidikan berada pada katagori tinggi.

Peneliti mencoba menjelaskan penyebab terjadinya hipotesis penelitian yang

tidak terbukti. Beberapa hal yang sangat mepengaruhi hasil yaitu, pada kondisi lapangan

saat melakukan penelitian, peneliti tidak memperoleh izin untuk bertemu langsung

dengan responden, sehingga peneliti tidak mampu mengontrol dan menjelaskan kepada

responden tentang apa yang belum mereka mengerti serta mendapatkan responden pada

siswa yang mengikuti kelas olympiade dan kelas akselerasi yang terbukti nilai kriteria

kelulusan minimum (KKM) mata pelajaran yang tinggi. Kemudian tingkat akreditasi

yang sangat bagus serta pada SMA Negeri 3 Semarang yang tinggi, serta metode belajar

yang membuat siswa begitu aktif dan kreatif. Membuat siswa lebih sering bertanya dan

berdiskusi dengan temannya daripada guru yang menjelaskan, sehingga para siswa lebih

percaya diri dalam belajar serta mampu memotivasi diri sendiri untuk lebih giat dan

senang dalam belajar. Faktor yang kedua, pada metode pembelajaran homeschooling di

Indonesia masih menggikuti sistem kurikulum pendidikan nasional yang ditujukan

untuk sekolah formal. Ini menyebabkan homeschooling tidak dapat memberikan

(25)

menentukan soal ujian untuk masing-masing siswa dan batas KKM mata pelajaran,

sehingga semua siswa mendapat soal yang sama pada jenjangnya. Ini tidak adil bagi

siswa yang sudah lebih mampu menguasai materi pelajaran tersebut. keadaan ini

menjadikan homeschooling hanya alternative bagi siswa yang membutuhkan perhatian

khusus dalam belajarnya, seperti siswa sebagai atlet olahraga dan siswa yang mengikuti

modeling atau seni peran yang tidak memungkinkan setiap hari berada di kelas dan

bertatap muka dengan guru.

Dalam faktor-faktor yang mempengaruhi SRL oleh Zimmerman dan

Martinez-Pons (1990), ada tiga faktor yang begitu mempengaruhi yaitu metakognitif, motivasi

dan perilaku. Dalam hal ini Secara teoritis tidak adanya perbedaan self regulated

learning pada siswa homeschooling dengan sekolah regular dikarenakan kemampuan

siswa mengatur metakognitif mereka sangat bagus. Mereka mampu mengatur dan

memilih apa saja yang akan dipelajari pada hari itu, mampu menyelesaikan pekerjaan

rumah dan memproses informasi secara lebih efektif, melakukan tukar pendapat dengan

temannya guna mendapatkan solusi dari tugas yang diberikan. Menurut Zimmerman (

dalam Ramdass, 2011), secara bertahap, guru memberikan waktu lebih untuk

mengerjakan tugas-tugas secara independen termasuk pekerjaan rumah itu dapat

mengembangkan kemampuan self-regulation siswa. Dalam Zimmerman (wolters, dkk,

2003), menjelaskan bahwa dengan adanya self regulated learning, siswa mempunyai

perasaan yakin pada dirinya sendiri untuk menentukan cita-cita (goal setting),

mengevaluasi diri (self evaluation), memonitor diri sendiri (self monitoring), serta

mengatur dan merencanakan waktu (time planning) dan management. Siswa yang

diberi waktu lebih untuk mengatur sendiri kegiatannya, berdiskusi dan belajar dengan

(26)

17

ekstakurikuler akan lebih baik dalam mengerti dan paham isi dari mata pelajarannya.

Menurut Alsa (dalam Tyas, 2013) aktivitas yang padat inilah yang mampu

meningkatkan regulasi diri siswa dalam belajar, sehingga mereka lebih memiliki daya

juang dalam belajar.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas tentang perbedaan Self

Regulated Learning pada siswa homeschooling dengan siswa regular, maka dapat

disimpulkan tidak ada perbedaan Self Regularted Learning siswa homeschooling

dengan sekolah regular. Meskipun demikian, kemampuan Self regulated learning siswa

pada kedua sistem pendidikan tergolong tinggi dengan mean sebesar 115,60 pada

pendidikan homeschooling dan 121,02 pada pendidikan regular.

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan di atas maka peneliti

menyarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Untuk peserta didik disarankan untuk lebih mengenal dan mengetahui pentingnya

Self Regulated Learning dan menerapkannya pada saat belajar, sehingga dapat

mempermudah dalam belajar.

2. Untuk orang tua siswa selalu mendukung anaknya dalam belajar, memberikan ruang

dan waktu untuk belajar serta tidak membebani anak untuk selalu mendapatkan nilai

bagus dalam setiap mata pelajaran.

3. Untuk sekolah harus lebih mendukung siswa untuk lebih kreatif dalam belajar, tidak

membebani siswa untuk selalu belajar dalam kelas, lebih memberikan waktu untuk

(27)

4. Untuk peneliti selanjutnya dapat mempertimbangkan SRL sebagai faktor yang

penting. Menguji kembali, mengembangkan, memaksimalkan penelitian ini sehingga

memperluas dan menambah kompetensi keilmuan kita di bidang psikologi.

Penelitian selanjutnya lebih dapat mempertimbangkan mencari jalur pendidikan

(28)

19

Daftar Pustaka

Azwar, S. (2012).Penyusunan skala psikologi.Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bungin, B. (2010). Metodologipenelitiankuantitatif.Jakarta: KencanaPrenada Media Group.

Chen, C. S. (2002). Self-Regulated Learning Strategies And Achievement In AnIntroduction To Information Systems Course. Information Technology, Learning And Performance Journal. Vol 20, No 1, 11-25.

Chen, C. S. (2002). Self-RegulatedLearning Strategies And Achievement In AnIntroduction To Information Systems Course. Information Technology, Learning And Performance Journal. Vol 20, No 1, 11-25.

Fauziah, N. I. (t.t). Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Self Regulated Learning

Pada Siswa SMP Homeschooling. Fakultas Psikologi : Universitas Semarang.

Hernowo, T. B. (t.t). Difference Emotional Intelligence (Eq) Between College Students With Homeschooler. Undergraduate Program.Faculty of Psychology Gunadarma University.

Mardianti, T. E. (2008). Perbedaan Kreativitas Antara Siswa Homeschooling Dengan Siswa Sekolah Regular. Fakultas Psikologi : Universitas Sumatera Utara Medan.

Muhtadi, A. (2008). Pendidikan Dan Pembelajaran (Homeschooling). Majalah Ilmiah Pembelajaran, no. 1, vol. 4. Fakultas Ilmu Pendidikan : Universitas Negeri Yogyakarta.

Pujiati, I. N. (2010). Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Kemandirian Belajar Siswa : Studi Terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Rajapolah Kabupaten Tasikmalaya Tahun Ajaran 2010/2011. Skripsi (online). Bandung: UPI.

Purwanto.(2008). Metodologi peneltian kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Puspitasari, A., Purwanto, E., Noviyani. D. I. (2013). Self Regulated Learning Ditinjau Dari Goal Orientiation. Educational Psychology Journal 2 (1). Fakultas Ilmu Pendidikan : Universitas Negeri Semarang.

(29)

Shidiq, A. D. N., Mujidin. (t.t). Perbedaan Self RegulatedLearning Antara Siswa

Underachievers dan Siswa Overachievers Pada Kelas 3 SMP Negeri 6 Yogyakarta.

Sidin, R., Long, J., Abdullah, K., & Mohamed, P. (2001). Pembudayaan Sains Dan Teknologi: Kesan Pendidikan Dan Latihan Di Kalangan Belia Di Malaysia. Jurnal Pendidikan 27 (2001) 35-45.

Sidin, R., Long, J., Abdullah, K., & Mohamed, P. (2001). Pembudayaan sains dan teknologi: kesan pendidikan dan latihan di kalangan belia di Malaysia. Jurnal Pendidikan 27 (2001) 35-45.

Sugiarti, D. Y. (2009).Mengenal Homeschooling Sebagai Lembaga Pendidikan Alternatife. Edukasi, vol. 1, no. 2, 13-22.

Susanto, H. (2006). Mengembangkan Kemampuan Self-Regulated Learning Untuk Meningkatkan Keberhasilan Akademik Siswa.Jurnal Pendidikan Penabur. No.07/th V/Desember 2008, 64-71.

Tyas, R. P. D. (2013) “Perbedaan Self Regulated Learning Pada Siswa yang Mengikuti Kelas Akselerasi dan Kelas regular Di SMP N 2 Semarang”. Fakultas Psikologi : Universitas Kristen Satya Wacana.

Wichers, Michelle. 2001.Homeschooling: “Adventitious or detrimental for proficiency

in higher education”.

Zimmerman, B. J. (1989). A Social Cognitive view of self-regulated academic learning. Journal of Educational Psychology, 3, 329-339.

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini mempunyai tujuan untuk mengetahui sektor basis yang mendorong perekonomian Kabupaten Jember, arah dan kekuatan pergeseran yang terjadi di Kabupaten

Berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 83 ayat 2 ULP menyatakan Seleksi gagal apabila : huruf a peserta yang lulus kualifikasi pada proses prakualifikasi kurang dari 5

Berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 83 ayat 2 “ULP menyatakan Seleksi gagal apabila :” huruf a “ peserta yang lulus kualifikasi pada proses

terhadap Price Earning Ratio (PER) (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia); Dony Tri Pradana, 090810301274; 2009: 44

Pendidikan Dokter Poniman R-2 37 Sabtu &amp; Minggu, 12 &amp; 13 Maret 2016. JADWAL PSIKOTEST JALUR USM

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah terkait dengan tiga substansi yang diteliti yakni,

Dengarr ini cliberitahukan bahwa berhutrurrg dengan telah ciiirenuhinya masa herja clan syarat-syarat lainnya kepacla :. 1. Kernenterian DIKIIIJI) di

[r]