• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BAHAN ORGANIK DAN POLA TANAM TERHADAP PRODUKTIVITAS TYPIC KANHAPLUDULT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH BAHAN ORGANIK DAN POLA TANAM TERHADAP PRODUKTIVITAS TYPIC KANHAPLUDULT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BAHAN ORGANIK DAN POLA TANAM

TERHADAP PRODUKTIVITAS TYPIC KANHAPLUDULT

Joko Purnomo

Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No.12 Bogor 16114, Indonesia

ABSTRAK

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Taman Bogo, Lampung Timur, untuk menge-tahui pengaruh beberapa macam bahan organik dan pola tanam terhadap kadar bahan organik dan sifat fisik tanah. Penelitian terdiri dari 10 perlakuan yang merupakan gabungan tidak lengkap dari tiga perlakuan pemberian pupuk kandang (0, 5, dan 10 t/ha), penanaman Stylosanthes guyanensis, pupuk bio (tanpa dan dengan mikroflora terpadu multiguna [MTM]) dan biokompos dari Tithonia diversifolia, perlakuan pupuk fosfat (200 kg SP 36/ha dan FA Chrismast), dan pola tanam (tanaman ubikayu tunggal dan tanaman ubikayu tumpangsari dengan jagung, kacang tanah, sorgum dan kacang tunggak). Rancangan percobaan adalah acak kelompok yang diulang tiga pada petak berukuran 6 x 10 m2. Hasil penelitian menunjuk-kan bahwa tingkat kesuburan tanah di lokasi percobaan tergolong rendah dan kadar bahan organik rendah. Pemberian bahan organik dan pola tanam meningkatkan kadar C-organik tanah, tetapi tidak meningkatkan hasil umbi dan pati ubikayu. Bahan organik tidak berpenga-ruh terhadap perubahan sifat fisik tanah. Kadar pati mencapai 24,0–27,0% dengan hasil umbi 9,5–12,7 t/ha. Pengaruh perlakuan bahan organik tidak berbeda nyata pada kadar pati ubi-kayu. Tumpangsari jagung dan kacang-kacangan meningkatkan kualitas dan perbaikan gizi dibanding tanaman tunggal ubikayu yang tercermin dari kadar protein. Pola tanaman tunggal ubikayu menghasilkan kalori dua kali lebih besar tetapi hanya menghasilkan protein 0,7 kali dibanding pola tumpangsari.

Kata kunci: bahan organik, pola tanam, typic kanhapludult

ABSTRACT

The influence of several types of organic material and cropping patterns on Typic Kanhapludult. The research was carried out at Taman Bogo Experimental Farm in Lampung Timur District. The activity was objected to know the influence of several types of organic material and cropping patterns on soil organic content and soil physical characteristics. The research consisted of 10 treatments resulted from certain three combinations of the treat-ments i.e. farmyard manure application (0, 5, and 10 t/ha), Stylosanthes guyanensis cropping, bio fertilizer application (without and with the composite multi-purpose micro-flora), and bio-compost generated from Tithonia diversifolia, phosphate fertilizer application (200 kg SP 36/ha and FA Christmas), and cropping system (monoculture cassava, and cassava intercropped with maize, peanuts, sorghum or cowpea). The experiment used completely randomized block design with three replications with plot size was 6 x 10 m2. The results showed that the initial soil fertility and its organic matter content were low. The application of organic material and any cropping system increased the level of C-organic, but did not increase the yield of cassava roots and starch. The application of organic matter did not influence the changes of physical characteristics of the soil. The starch content reached 24.0–27.0% with the yield of cassava roots was 9.5–12.7 t/ha. The rates of organic matter application did not significantly affect the level of cassava starch. Intercropping maizewith legume crop increased the quality as well as improved the nutrient content compared to that of cassava monoculture as showed by its protein content. Cassava monoculture generated double calories and 0.7 protein compared to

(2)

those resulted from intercropping system.

Keywords: organic material, croping system, typic kanhapludult

PENDAHULUAN

Permasalahan pada pertanian lahan kering beriklim basah di antaranya penurunan produktivitas tanah. Besarnya erosi dan aliran permukaan diyakini sebagai penyebab merosotnya produktivitas lahan. Pengendalian laju kerusakan lahan dapat diupayakan melalui konservasi tanah, baik secara mekanik maupun vegetatif. Tindakan konservasi vegetatif sangat beragam, mulai dari lahan yang ditanami, stabilitas lereng, saluran pem-buangan, maupun jalan kebun (Santoso et al. 2004). Berapa teknik konservasi vegetatif yang umum dilaksanakan adalah budidaya lorong, wanatani, pemberian mulsa, pupuk hijau, pertananam strip, pola tanam, dan penutupan tanah.

Pola tanam adalah sistem pengaturan tanaman berdasarkan distribusi hujan, baik per-tanaman tunggal maupun tumpangsari. Dengan meningkatkan intensitas tanam, bukan hanya produktivitas lahan yang dapat ditingkatkan, tetapi sekaligus merupakan tindakan konservasi vegetatif. Tertutupnya lahan hampir sepanjang tahun dapat mengurangi erosi, dan sisa tanaman berfungsi sebagai sumber bahan organik (Santoso et al. 2004). Hafif et

al. (1992) mengemukakan bahwa pemupukan dapat mengurangi erosi dan aliran

permu-kaan, karena tanaman yang dipupuk tumbuh dengan baik dan kanopi tanaman menutup lebih cepat dan lebih rapat dibandingkan dengan tanaman yang tidak dipupuk. Selain itu, pergiliran 4–5 tanaman per tahun dapat mengurangi risiko kegagalan panen, fluktuasi harga, hama dan penyakit, serta penutupan tanah sepanjang tahun.

Pola tanaman tunggal menyerap hara tertentu dalam jumlah banyak, sedangkan hara lain tidak diserap dalam jumlah yang sama. Dalam jangka panjang, pola pertanaman tunggal dapat menyebabkan ketidakseimbangan hara dalam tanah. Dengan kombinasi tanaman yang baik maka pengurasan hara secara berlebihan dapat ditekan.

Pola tanam ubikayu tunggal dan teknologi pemupukan dimanfaatkan sebagai petunjuk awal untuk mengembangkan pengelolaan lahan guna meningkatkan pendapatan dan keberlanjutan sistem usahatani. Ismail et al. (1978 dan 1984) menyarankan penerapan pola tanam berikut di Way Abung, Lampung Utara: (1) jagung+padi gogo–ubikayu– kacang tanah–kacang uci, dan (2) jagung+kedelai–jagung + ubijalar atau kacang hijau atau kacang tunggak. Sasa et al. (1984) mendapatkan pola tanam dengan nisbah B/C yang tinggi di Tulang Bawang, Lampung, yaitu jagung + padi gogo + kacang tanah + kacang tunggak dengan masukan 250 kg urea dan 200 kg TSP/ha. Nisbah B/C dapat ditingkatkan dengan mengintegrasikan ternak pada pola tanam tersebut.

Keberhasilan pengelolaan lahan kering masam ditentukan oleh upaya peningkatan kadar bahan organik tanah. Pengalaman penelitian jangka panjang di Kuamang Kuning, Jambi (1989–1994) dan di Lampung (1989–1993) menunjukkan bahwa sistem budidaya lorong dengan Flemingia congesta sebagai tanaman pagar dapat menekan laju erosi dalam jangka panjang dan memperlambat laju degradasi, tetapi tidak mampu memperta-hankan produktivitas lahan (Puslittanak 1994, Santoso et al. 2002, Purnomo et al. 2002a, 2002b, dan Haryati 2007).

Bahan organik yang diberikan dalam jumlah banyak efektif mempertahankan produk-tivitas lahan kering. Agar bahan organik dapat diberikan dalam jumlah banyak setiap musim tanam perlu dicari alternatif sumber bahan organik in-situ. Salah satu alternatifnya

(3)

adalah penanaman tanaman yang menghasilkan biomas banyak, antara lain Stylosanthes

guyanensis, Tithonia diversifolia, dan penggunaan mikroba. Stylosanthes guyanensis

ter-golong tanaman legum dan dapat menambat N secara langsung dari udara. Tithonia

diversifolia tergolong tanaman perdu yang mampu mengakumulasi P, sehingga selain

se-bagai sumber bahan organik berfungsi sese-bagai penyumbang P.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh beberapa macam bahan organik dan pola tanam terhadap kadar bahan organik dan sifat fisik Typic Kanhapludult Taman Bogo, Lampung Timur.

BAHAN DAN METODE

Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan (Tabel 1). Tanaman indikator adalah ubikayu (varietas Adira 4), jagung (varietas Pioner 12), sorgum (varietas Mandau), kacang tunggak (varietas KT-4), dan Stylosanthes guyanensis (stylo, kultivar CIAT 184). Tanaman tunggal ubikayu dibandingkan dengan tumpangsari beruru-tan dengan lima beruru-tanaman tersebut, sehingga terdapat lima kali penanaman dalam satu tahun. Pengaturan jadwal tanam mengikuti pola curah hujan di lokasi setempat (Gambar 1). Macam dan takaran pupuk, jarak tanam, dan cara tanam disajikan masing-masing pada Tabel 1 dan 2. Ukuran petak yang digunakan adalah 10 x 6 m2.

Pupuk kandang, kapur pertanian, dan fosfat alam diberikan dengan cara disebar pada seluruh petakan, selanjutnya diaduk rata saat pengolahan tanah kedua. Untuk tanaman dengan jarak tanam rapat seperti kacang tanah dan kacang tunggak pemberian pupuk urea, KCl, kieserit (MgSO4), SP 36 dan kalsit (CaCO3) dengan cara dilarik, jarak 5–10 cm dari barisan tanaman. Untuk tanaman berjarak tanam lebar seperti ubikayu dan jagung, pemberian pupuk dan kapur dengan cara ditugal.

Pupuk kandang dan kalsit diberikan satu minggu sebelum tanam, sedangkan SP 36 dan kieserit diberikan seluruhnya pada saat tanam. Pupuk urea dan KCl diberikan tiga kali selama masa pertumbuhan jagung, kacang tanah, dan ubikayu.

Tabel 1. Perlakuan pupuk P, bahan organik, dan pola tanam yang diterapkan dalam penelitian. Kode Pola tanam1)

Sumber bahan organik Sumber pupuk P2)

Pukan

(t/ha) Bahan organik lainya

SP 36 (kg/ha) FA (kg/ha) T-1 Ubikayu 0 200 - T-2 Ubikayu 5 0 200 - T-3 Ubikayu 5 Stylo 200 - T-4 Ubikayu 5 Stylo + MTM 200 - T-5 Ubikayu 5 Stylo + MTM + BkT 200 - T-6 Ubikayu 10 0 200 -

T-7 Tumpang sari 5 Stylo + MTM 200 -

T-8 Tumpang sari 5 Stylo + MTM + BkT 200 -

T-9 Tumpang sari 10 0 200 -

T-10 Tumpang sari 5 Stylo + MTM + BkT - 345

1) dan 2). Pola tanam dan takaran pupuk secara rinci disajikan pada Tabel 2

MTM = Makrofauna Tanah Multiguna; Stylo = Stylosanthes guyanensis cultivar CIAT 184

BkT = Biokompos Tithonia diversifolia 1 t/ha; FA = Fosfat Alam Chrismast diberikan setara dengan serapan P maksimum yaiutu sebesar 345 kg FA Chrismast/ha.

(4)

Tabel 2. Pengaturan pola tanam, jarak tanam, dan takaran pupuk pada percobaan. No Pola Tanam tanam Jarak

(cm)

Populasi tanaman tunggal (%)

SP 36 KCl Urea Kieserit Kalsit (t/ha) --- kg/ha ……… 1 Tunggal Ubikayu 100 x 50 100 250 450 350 300 0 2 Tumpangsari Musim kemarau Sorgum + Kacang tunggak – Mukuna -/- Ubikayu -/- Stylo 400 x 25 40 x 10 200 x 50 400 x 25 Dilarik 20 80 80 20 20 50 100 0 75 50 50 50 0 90 0 75 75 0 75 0 60 60 0 60 0 1 x Aldd 1 x Aldd 1 x Aldd 1 x Aldd 1 x Aldd Musim Hujan Jagung + Kacang tanah -/- Ubikayu 400 x 20 40 x 10 800 x 50 20 80 20 75 100 0 50 50 90 75 75 75 75 75 60

Penelitian dilaksanakan selama satu tahun dengan tiga kali penanaman, yaitu MK I (2003), MK II, dan MH 2003/2004. Pengolahan tanah pada MK I 2004 untuk kacang tunggak, sorgum, dan ubikayu dilakukan dua kali, pengolahan tanah pertama secara intensif dan kedua hanya pada baris tanaman atau pengolahan minimum. Pada pengolahan tanah MK II 2004, Mucuna ditanam dengan cara dilubang pada jarak tanam 50 cm x 50 cm, sedangkan tanaman untuk MH 2005 yaitu jagung dan kacang tanah, pengolahan tanah dilakukan secara minimum pada baris tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Tanah Sebelum Percobaan

Tanah di lokasi penelitian berkembang dari bahan induk tufa masam dengan topografi datar (<3%). Tanah diklasifikasikan sebagai Typic Kanhapludults. Tekstur tanah di lapisan atas (0–20 cm) adalah lempung berliat dan tergolong masam dengan pH H2O 4,5. Kadar bahan organik tanah sebelum percobaan adalah 0,97–1,3% C yang tergolong sangat rendah, dan kandungan nitrogen juga sangat rendah.

Hasil analisis sifat fisik tanah pada awal penelitian menunjukkan berat isi tanah pada dua kedalaman 1,5 g/cm3, dengan ruang pori total 44%. Permeabilitas tanah pada lapisan 0–15 cm tergolong sedang, sedangkan pada kedalaman 15–30 tergolong rendah. Hal ini menunjukkan pergerakan air pada lapisan bawah relatif lebih buruk. Pori air tersedia pada dua kedalaman tanah (0–15 cm dan 15–30 cm) tergolong sedang, artinya potensi tanah dalam memegang air tidak terlalu buruk (Tabel 3).

Untuk mencapai pertumbuhan tanaman yang optimum, perbaikan sifat fisik tanah masih perlu dilakukan. Hal ini ditunjukkan oleh kondisi pori aerasi yang masih tergolong buruk, pori drainase tergolong rendah yaitu 9,96% dan 8,47% volume untuk kedalaman 0–15 cm dan 15–30 cm (Tabel 3). Perbaikan sifat fisik tanah dalam jangka pendek umum-nya dilakukan dengan pengolahan tanah. Perbaikan sifat fisik tanah dengan cara

(5)

pengo-lahan hanya bersifat sesaat. Dalam waktu singkat (sekitar satu musim tanam), sifat fisik tanah akan kembali menurun sehingga pengolahan tanah harus dilakukan pada setiap musim tanam. Dalam jangka panjang, pengolahan tanah secara intensif justru dapat me-nyebabkan kerusakan sifat fisik yang lebih parah, karena hancurnya agregat tanah.

Tabel 3. Sifat-sifat fisik tanah pada awal penelitian. Kedalaman Berat isi

(g/cm3)

Ruang pori total (%)

Pori drainase cepat (%)

Pori air tersedia (%)

Permeabilitas (cm/jam)

0–15 cm 1,49 43,92 9,96 10,97 3,55

15–30 cm 1,49 43,62 8,47 10,18 1,33

Sistem olah tanah konservasi (olah tanah minimum atau tanpa olah tanah) dikembang-kan untuk meminimalisasi kerusadikembang-kan sifat fisik tanah. Keberhasilan sistem olah tanah konservasi berkaitan dengan pengelolaan bahan organik. Pengurangan laju pemadatan tanah dapat dilakukan melalui beberapa cara, yakni dengan menambahkan bahan organik secara periodik dan pemberian mulsadapat mengurangi laju pemadatan tanah. Pena-naman taPena-naman penutup tanah juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan mengurangi pengolahan tanah secara intensif. Perbaikan sifat fisik tanah melalui pengelolaan bahan organik pada penelitian ini dilakukan melalui penanaman tanaman penutup tanah, mucuna dan Stylosanthes guyanensis.

Sifat Tanah Setelah Percobaan

Sumber Bahan Organik dan Kadar C-organik

Kadar hara dalam pupuk kandang dan kompos BkT disajikan dalam Tabel 4. Kadar C-organik dalam pukan dan BkT tergolong tinggi. Permentan 02/Pert/HK.060/2/2006 men-syaratkan suatu pupuk dapat dikatakan organik padat bila kadar C-organik >12 (Ditjen Bina Sarana Pertanian 2003). Kedua bahan mempunyai kandungan P 2,6% P2O5 dan K 5,2–6,6% K2O.

Tabel 4. Kadar hara dalam kompos titonia selama 4 minggu proses pengomposan dan pukan.

Jenis Pupuk Kadar air (%) Bahan Organik Total (%)

C (%) N (%) C/N P2O5 K Ca Mg S

Kompos+Inokulan (BkT) 7,28 42,82 3,16 14 2,56 6,55 2,77 0,52 0,26 PPk Kandang 7,57 33,10 2,65 12 2,61 5,24 2,37 0,47 0,24 Kompos 1,01 14,00 0,81 17 0,49 0,10 0,30 0,09 0,01

Tanaman stylo dipanen pertama pada umur 3 bulan, setelah itu dipangkas mengikuti pertumbuhan pokok, sedangkan mucuna telah tumbuh selama 2,5 bulan pada MK II. Pada 4 kali pemangkasan tidak menghasilkan biomas stylo dan mucuna secara nyata antarperlakuan (Tabel 5). Hasil pangkasan stylo berkisar antara 1,0–1,4 t biomas kering/ha dan biomas kering mucuna 185–265 kg/ha.

(6)

Tabel 5. Pengaruh perlakuan terhadap hasil biomas stylo selama Mei–November 2004 dengan 4 kali pemangkasan dan biomas Mucuna pada MK II.

Kode Pola tanam

Sumber Bahan Organik Biomas kering (kg/ha Pukan

(t/ha) Bahan organik lain Stylo Mucuna

T-3 Ubikayu 5 Stylo 1050 a* -

T-4 Ubikayu 5 Stylo + MTM 1092 a -

T-5 Ubikayu 5 Stylo + MTM + BkT 1550 a -

T-7 Tumpang sari 5 Stylo + MTM 1136 a 185 a

T-8 Tumpang sari 5 Stylo + MTM + BkT 1336 a 247 a

T-9 Tumpangsari 10 - - 212 a

T-10 Tumpang sari 5 Stylo + MTM + BkT 1402 a 265 a

* Angka pada kolom sama dan didampingi huruf sama tidak berbeda nyata pada Uji Duncan’s 5%.

Pemberian pupuk kandang (pukan) 5 t dan 10 t/ha meningkatkan kadar C-organik dari 1,14% tanpa pukan (T-1) menjadi 1,22% dan 1,34% (T-2 dan T-6) (Tabel 6). Pening-katan kadar C-organik berpengaruh positif terhadap sifat-sifat tanah yang lain. Pemberian pupuk kandang tidak berpengaruh terhadap pH tanah, kadar P, kation tukar, dan kejenuhan Al (Purnomo 2007).

Tabel 6. Pengaruh perlakuan terhadap kadar bahan organik dan N-Total.

Kode Pola tanam Pukan Bahan organik lain MK I MH

t/ha C (%) N-total (%) C (%) N-total (%)

T-1 Ubikayu 0 0 0 0 1,14 0,10 1,16 0,10 T-2 Ubikayu 5 0 0 0 1,22 0,10 1,16 0,10 T-3 Ubikayu 5 Stylo 0 0 1,23 0,10 1,31 0,09 T-4 Ubikayu 5 Stylo MTM 0 1,23 0,10 1,15 0,10 T-5 Ubikayu 5 Stylo MTM BkT 1,15 0,10 1,20 0,10 T-6 Ubikayu 10 0 0 0 1,34 0,12 1,46 0,11 T-7 Tumpangsari 5 Stylo MTM 1,29 0,10 1,31 0,11 T-8 Tumpangsari 5 Stylo MTM BkT 1,29 0,11 1,23 0,10 T-9 Tumpangsari 10 0 0 0 1,24 0,10 1,25 0,11 T-10 Tumpangsari 5 Stylo MTM BkT 1,27 0,12 1,20 0,11

Sifat fisik tanah

Perlakuan bahan organik dan pola tanam tidak berpengaruh nyata terhadap pori drainase cepat, pori air tersedia, permeabilitas, dan kadar air (Tabel 7). Perlakuan berpe-ngaruh nyata terhadap berat isi, kadar air pada pF 4,2 dan ruang pori total.

Hasil Tanaman

Hasil ubikayu berkisar antara 39,2–46,5 t/ha, hasil tertinggi terdapat pada perlakuan T5, sedangkan terendah pada perlakuan T6 (Tabel 8). Semua perlakuan tidak berbeda nyata dalam menghasilkan umbi ubikayu. Kadar pati ubikayu pada percobaan ini 24,0–

(7)

27,0%. Pengaruh perlakuan bahan organik tidak berbeda nyata terhadap kadar pati ubikayu. Hasil pati merupakan perkalian antara hasil umbi dengan kadar patinya, hasil pati ubikayu adalah 9,5–12,7 t/ha. Hasil pati mempunyai kecenderungan yang sama dengan bobot umbi, karena kadar pati relatif sama. Pengaruh perlakuan bahan organik tidak menunjukkan beda nyata terhadap kadar pati.

Tabel 7. Pengaruh perlakuan terhadap sifat fisik tanah setelah panen. Perla

kuan

Kadar air (% vol)

Kadar air (% vol) BI RPT PDC PAT PB

(cm/ jam) pF 1 pF 2 pF2,54 pF 4,2 g/cm3 ---% vol---

T1 26,95a 34,25a 28,95a 24,35a 17,05abc 1,35c 48,9a 19,95a 7,30a 4,05a

T2 31,65a 37,20a 31,85a 27,35a 17,60ab 1,35c 49,05a 17,20a 9,75a 5,49a

T3 28,25a 34,50a 29,25a 24,60a 16,25abc 1,44ab 45,65bc 16,40a 8,35a 5,91a

T4 30,90a 36,10a 30,20a 25,50a 15,65ab 1,43ab 46,05bc 15,85a 9,85a 3,51a

T5 30,70a 37,05a 31,55a 26,80a 18,65a 1,44ab 45,45bc 13,90a 8,15a 2,30a

T6 29,45a 36,35a 30,75a 26,10a 17,25abc 1,45ab 45,30bc 14,55a 8,85a 9,06a

T7 29,70a 36,40a 30,70a 26,40a 16,60abc 1,40bc 47,00ab 16,30a 9,80a 5,86a T8 33,20a 38,85a 33,00a 28,35a 17,30abc 1,40bc 47,00ab 14,00a 11,05a 7,42a T9 30,60a 37,20a 31,45a 26,50a 16,65abc 1,40bc 47,20ab 15,75a 9,85a 3,31a T10 27,20a 34,70a 29,20a 24,80a 14,65c 1,48a 44,02c 14,80a 10,15a 1,91a * BI = Berat isi, RPT = Ruang pori total. PDC= Pori drainase cepat, PAT=Pori air tersedia, PB=Permeabilitas.

* Angka pada kolom sama dan didampingi huruf sama tidak berbeda nyata pada Uji Duncan’s 5%.

Tabel 8. Pengaruh bahan organik terhadap kadar pati, bobot umbi, dan pati ubikayu saat panen.

Kode Sumber bahan organik Bobot umbi

(t/ha)

Kadar pati (%)

Bobot pati (t/ha) Pukan (t/ha) Bahan organik lain

T-1 0 0 43,7a 25,0a 11,0a

T-2 5 0 44,1a 26,2a 11,6a

T-3 5 Stylo 44,3a 24,3a 10,8a

T-4 5 Stylo + MTM 45,8a 25,4a 11,9a

T-5 5 Stylo + MTM + BkT 46,5a 27,0a 12,7a

T-6 10 0 39,2a 24,0a 9,5a

* Angka pada kolom sama dan didampingi huruf sama tidak berbeda nyata pada Uji Duncan’s 5%.

Pola tumpangsari jagung dengan kacang-kacangan dapat meningkatkan kualitas dan perbaikan gizi dibandingkan dengan pola tanaman tunggal ubikayu yang tercermin dari hasil protein. Pola tanaman tunggal ubikayu menghasilkan kalori dua kali lebih besar tetapi hanya menghasilkan protein 0,7 kali dibanding pola tumpangsari (Purnomo 2007).

KESIMPULAN

1. Pemberian bahan organik dan pola tanam meningkatkan kadar bahan organik tanah, tetapi tidak meningkatkan hasil umbi dan pati ubikayu.

2. Bahan organik tidak berpengaruh terhadap perubahan sifat fisik tanah. Kadar pati ubikayu berkisar antara 24,0–27,0% dengan hasil umbi 9,5–12,7 t/ha. Pengaruh perla-kuan bahan organik tidak berbeda nyata terhadap kadar pati ubikayu.

(8)

3. Pola tumpangsari jagung dengan kacang-kacangan dapat meningkatkan kualitas dan perbaikan gizi dibanding tanaman tunggal ubikayu yang tercermin dari hasil protein. 4. Pola tanaman tunggal ubikayu menghasilkan kalori dua kali lebih besar tetapi hanya

menghasilkan protein 0,7 kali dibandingkan pola tumpangsari, nilai kandungan protein tanaman tumpang sari lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen Bina Sarana Pertanian. 2003. Perauturan Menteri Pertanian RI No 02/Pert/HK.060/ 2/2003. Tentang pupuk organik dan pembenah tanah.

Ismail, I.G., Suprapto H.S., S. Ardjasa, J. Sasa, S. Effendi, dan J.L. Mc Intos. 1978. Hasil pene-litian pola tanam pada tanah podsolik lahan kering di daerah Sumatra Bagian Selatan. Ditjen Trasmigrasi-LPPP.

Ismail, I.G., Soebowo dan S. Effendi. 1984. Penelitian pola tanam di daerah transmigrasi lahan kering Way Abung, Lampung Utara. Hlm. 152–172 dalamProsiding Pertemuan Teknis Penelitian Pola Usahatani Menunjang Transmigrasi. Cisarua, 27–29 Februari 1984. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.

Hafif, B., D. Santoso, M. Suhardjo, dan I G.P. Wigena. 1992. Beberapa cara pengelolaan tanah untuk mengendalikan erosi. Pembr. Tanah dan pupuk 10: 54–60.

Haryati, U. 2007. Pkeunggulan dan kelemahan sistem alley cropping untuyk usaha tani konservasi di lahan kering DAS bagian Ulu. Hlm. 755–767 dalam Pros. Seminar dan Kongres HITI IX. Buku I. Yogyakarta, 5–7 Desember 2007.

Purnomo, J, I G P Wigena, Djoko Santoso, dan Mulyadi. 2002a. Pengaruh pemberian pupuk P dan bahan organik terhadap perubahan sifat kimia tanah dan hasil jagung musim tanam ke tiga pada Oxic Dystropepts di Jambi. Hlm. 111–125 dalam Pros. Seminar Pengelolaan Lahan Kering Berlereng dan Terdegradasi. Bogor, 9–10 Agustus 2001. Puslitbang Tanah dan Agroklimat.

Purnomo, J. 2002b. Pengaruh Fosfat Alam dan Bahan Organik terhadap Kelarutan Pupuk, Ciri Kimia Tanah, dan Efisiensi Pemupukan P pada Typic Hapludox Sitiung Sumatera Barat. Thesis Program Pasca Sarjana IPB.

Purnomo, J. 2007. Peningkatan produktivitas lahan kering masam melalui perbaikan pola tanam, pemberian bahan organik dan kapur. Hlm. 68–79 dalam Pros. Seminar dan Kongres HITI IX. Buku I. Yogyakarta, 5–7 Desember 2007.

Puslittanak. 1994. The use of reactive phosphate rock for the rehabilitation of alang-alang (Imperata cylindrica) land in Indonesia. Final Report.

Santoso, D., I W. Suastika, dan Maryam. 2002. Pengelolaan Kesuburan Tanah pada lahan kering berlereng dan terdegradasi. Hlm. 13–34 dalam Pros. Seminar Pengelolaan Lahan Kering Berlereng dan Terdegradasi. Bogor, 9–10 Agustus 2001. Puslitbang Tanah dan Agroklimat.

Santoso, D., Joko Purnomo, I G.P. Wigena, dan E. Tuherkih. 2004. Teknologi konservasi vegetatif. Hlm. 77–108 dalam Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Puslitbangtanak. Badan Litbang Pertanian.

Gambar

Tabel 1. Perlakuan pupuk P, bahan organik, dan pola tanam yang diterapkan dalam penelitian
Tabel 2. Pengaturan pola tanam, jarak tanam, dan takaran pupuk pada percobaan.
Tabel 4. Kadar hara dalam kompos titonia selama 4 minggu proses pengomposan dan pukan
Tabel 5.  Pengaruh perlakuan terhadap hasil biomas stylo selama Mei–November  2004 dengan 4  kali pemangkasan dan biomas Mucuna pada MK II
+2

Referensi

Dokumen terkait

Orang yang telah menerima kasih karunia Allah akan hidup dalam kasih karunia tersebut tidak lagi mencintai dirinya dan segala yang dimiliki, tetapi

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan tamu di Jogjakarta Plaza Hotel khusus di bagian restoran maka para karyawan/ staf di department Food and Baverage Service

Beberapa perilaku yang tidak menunjang tersebut antara lain adalah kebiasaan mencari pengobatan sendiri dengan membeli obat di warung dan menggunakan obat dengan dosis tidak

hasil yang memuaskan dapat dilihat pada Gambar 6C. Dari berbagai percobaan di atas menunjukkan bahwa radiofarmaka 99m Tc- siprofloksasin merupakan sediaan yang tidak toksik

Bagian ini menjelaskan perbandingan implikasi kebijakan untuk meningkatkan kinerja pelayanan infrastruktur (air bersih, air limbah, drainase, dan sampah) yang dapat

Pendidikan karakter dewasa ini menjadi perhatian khusus pemerintah. Pemerintah meyakini bahwa dengan pendidikan karakter akan membangun sebuah bangsa bermartabat yang mampu

Pada tahun 2010 menunjukkan bahwa pada bulan Januari, Februari, Juli, Oktober dan Desember memiliki pola penyebaran kejadian DBD yang mengelompok. Hal ini berarti

Menurut Quraish Shihab bahwa objek membaca pada ayat-ayat yang menggunakan akar kata qara'a ditemukan bahwa ia terkadang menyangkut suatu bacaan yang bersumber dari