• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kontrasepsi Hormonal dan Obesitas Sentral terhadap Kadar Glukosa Darah pada Wanita Dewasa di Desa Jagapati.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kontrasepsi Hormonal dan Obesitas Sentral terhadap Kadar Glukosa Darah pada Wanita Dewasa di Desa Jagapati."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH KONTRASEPSI HORMONAL DAN OBESITAS

SENTRAL TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH

PADA WANITA DEWASA DI DESA JAGAPATI

OLEH :

NI LUH PT. NOPITA APSARI NIM. 1102105033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

i

PENGARUH KONTRASEPSI HORMONAL DAN OBESITAS

SENTRAL TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH

PADA WANITA DEWASA DI DESA JAGAPATI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH :

NI LUH PT. NOPITA APSARI NIM. 1102105033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

PERNYATAA\I KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama

NIM

Fakultas

Program Studi

Ni Luh Pt Nopita Apsari 1 r02105033

Kedokteran Universitas Udayana

Ihnu Keperawatan

Menyafakan dengnn sebenarnya bahua Tugas

Alfiir

yaog saya tulis ini

be,nar-benar hasil karya saya sendiri, bukan menrpakan pengambilalihan tulisan atau

pikiran omng lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudiantari dibuktikan bahwa Tugas Atfuir ini adalah hasil

jiplaka

maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Maffiai 6000

(4)

LEMBAR

PERSETUJUAI\ SKRIPSI

PNNGARTIH KONTRASEPSI

IIORMONAL

DAN OBESITAS SENTRAL TERHADAP

KADAR

GLUKOSA

DARAH PAI)A

WAFTITA DEWASA

DI

DESA

JAGAPATI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH:

NI

LT]H PT.

NOPITA APSARI

TELAII

MENDAPAT

PERSETUJUAhI LIhITUK

DIUJI

Pembimbing Utama

tll

(5)

IIALAMAN

PENGESAIIAI\I SKRIPSI

PENGARUH KONTRASEPSI

HORMONAL

DAi\[ OBESITAS SENTRAL

TERIIADAP KADAR

GLUKOSA

DARAH

PADA

WANITA

DEWASA DI DESA

JAGAPATI

OLEH:

NI

LUH

PT. NOPITA

APSARI

NIM.

1102105033

TELAH

DIUJIKAN

DI HADAPAN

TIM

PENGUJI PADA

IIARI

: SENIN

TANGGAL

: 15

JUII

2015

TIM

PENGUJI

:

"

1.

Ns. I Wayan Sukawana. S.Ke_p.. M.Pd

2.

Ns. Ni Gusti Ayu Putu Trivani. S.Kep.. M.Fis

3.

Ns. Luh Mira Puspita- S.Kep.. M.Kep

MENGITAHUI

DEKAN KETUA

I 498003 1 004

I

198003 I 01s
(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul

Pengaruh Kontrasepsi Hormonal dan Obesitas Sentral terhadap Kadar

Glukosa Darah pada Wanita Dewasa di Desa Jagapati” tepat pada waktunya. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis berikan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes, sebagai Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk menuntut ilmu di PSIK Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana Denpasar.

2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF, sebagai ketua PSIK Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana Denpasar yang memberikan pengarahan dalam proses

pendidikan.

3. Ns. I Wayan Sukawana, S.Kep, M.Pd sebagai pembimbing utama yang telah

memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini

tepat waktu.

4. Ns. Ni Gusti Ayu Putu Triyani, S.Kep, M.Fis sebagai pembimbing

pendamping yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

5. Bapak I Wayan Suarnyana, selaku Perbekel Desa Jagapati yang telah

(7)

vi

6. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan dalam

penyelesaian skripsi ini.

7. Rekan seperjuangan dan sahabat-sahabat penulis yang telah membantu dalam

penyelesaian skripsi ini.

8. I Putu Yudhi Ari Astawa, S.H, selaku rekan yang selalu memberikan

dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian proposal ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan

masukan yang membangun.

Denpasar, Juni 2015

(8)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PERNYATAAN LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.1Rumusan Masalah ... 6

1.2Tujuan Penelitian ... 6

1.3Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1Kontrasepsi Hormonal ... 9

2.1.1 Definisi ... 9

2.1.2 Jenis dan Kandungan Kontrasepsi Hormonal ... 10

2.1.3 Pengaruh Kandungan Kontrasepsi Hormonal Terhadap Sistem Tubuh ... 12

2.2Obesitas Sentral ... 13

2.2.1 Definisi ... 13

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Obesitas Sentral 13 2.2.3 Mekanisme Terjadinya Obesitas Sentral ... 15

2.2.4 Pengaruh Obesitas Sentral Terhadap Sistem Tubuh ... 17

2.2.5 Pengukuran Obesitas Sentral ... 19

2.3Kadar Glukosa Darah ... 21

2.3.1 Definisi ... 21

2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Glukosa Darah ... 22

2.3.3 Mekanisme Pengaturan Glukosa Darah ... 25

(9)

x

BAB III KERANGKA KONSEP ... 32

3.1Kerangka Konsep ... 32

3.2Variabel Penelitian ... 33

3.2.1 Variabel Terikat (Dependent) ... 33

3.2.2 Variabel Bebas (Independent) ... 33

3.3Definisi Operasional... 34

3.4Hipotesis Penelitian ... 35

BAB IV METODE PENELITIAN ... 36

4.1Rancangan Penelitian ... 36

4.2Kerangka Kerja ... 36

4.3Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

4.3.1 Tempat Penelitian... 37

4.3.2 Waktu Penelitian ... 37

4.4Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Penelitian... 37

4.4.1 Populasi Penelitian ... 37

4.4.2 Teknik Sampling ... 37

4.4.3 Sampel Penelitian ... 38

4.4.4 Besar Sampel ... 39

4.5Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 39

4.5.1 Jenis Data yang Dikumpulkan ... 39

4.5.2 Cara Pengumpulan Data ... 40

4.5.3 Alat dan Bahan ... 41

4.5.4 Etika Penelitian ... 41

4.6Pengolahan dan Analisa Data... 43

4.6.1 Teknik Pengolahan Data ... 43

4.6.2 Teknik Analisis Data ... 44

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

5.1 Hasil Penelitian ... 46

5.1.1 Kondisi Lokasi Penelitian ... 46

5.1.2 Karakteristik Subyek Penelitian ... 46

5.1.3 Hasil Pengukuran Responden Sesuai Variabel Penelitian ... 47

5.1.4 Hasil Analisis Pengaruh Kontrasepsi Hormonal dan Obesitas Sentral terhadap Kadar Glukosa Darah pada Wanita Dewasa Di Desa Jagapati ... 50

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 55

5.2.1 Kontrasepsi Hormonal ... 55

5.2.2 Obesitas Sentral (Lingkar Pinggang) ... 56

5.2.3 Kadar Glukosa Darah Puasa ... 57

(10)

xi

5.2.5 Pengaruh Kontrasepsi Hormonal dan Obesitas Sentral Terhadap Kadar

Glukosa Darah pada Wanita Dewasa Di Desa Jagapati ... 60

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 66

BAB VI PENUTUP ... 67

6.1 Simpulan ... 67

6.2 Saran ... 68

(11)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kadar glukosa darah puasa ... 21

Tabel 2 Kadar glukosa darah 2 Jam PP... 22

Tabel 3 Kadar glukosa darah sewaktu ... 22

Tabel 4 Definisi Operasional Variabel... 34

Tabel 5 Analisis Statistik Obesitas Sentral ... 48

Tabel 6 Analisis Statistik Kadar Glukosa Darah Puasa ... 49

Tabel 7 Analisis Statistik Kadar Glukosa Darah 2 Jam Post Prandial ... 49

Tabel 8 Analisis Statistik Korelasi Silang Kontrasepsi Hormonal terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa dan Kadar Glukosa Darah 2 Jam PP ... 50

(12)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka Konsep ... 32

Gambar 2 Kerangka Kerja ... 37

Gambar 3 Distribusi Frekuensi Riwayat Pemakaian Kontrasepsi Hormonal 47

Gambar 4 Diagram Pencar Korelasi Silang Obesitas Sentral terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa ... 51

(13)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Penelitian

Lampiran 2 Rincian Anggaran Penelitian

Lampiran 3 Penjelasan Penelitian

Lampiran 4 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 5 Lembar Wawancara

Lampiran 6 Sampling Frame

Lampiran 7 SOP Pengukuran Antropometri: Lingkar Pinggang

Lampiran 8 SOP Pengukuran Kadar Glukosa Darah Puasa

Lampiran 9 SOP Pengukuran Kadar Glukosa Darah 2 Jam PP

Lampiran 10Master Tabel

Lampiran 11Gambaran Riwayat Pemakaian Kontrasepsi Hormonal

Lampiran 12 Analisis Statistik Obesitas Sentral, Glukosa Darah Puasa dan Glukosa Darah 2 Jam Post Prandial

Lampiran 13Analisis Statistik Korelasi Silang Kontrasepsi Hormonal, Obesitas Sentral terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa dan 2 Jam Post Prandial

Lampiran 14Uji Prasyarat Anakova

Lampiran 15Uji Anakova (Analisis Kovarian)

Lampiran 16Ijin Penelitian

Lampiran 17Lembar Konsultasi

(14)

xv

DAFTAR SINGKATAN

DM : Diabetes Melitus

PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

PP : Post Prandial

PAI-1 : Plasminogen Activator Inhibitor-1

TNF-α : Tumor Necrosis Factor-α

IL-6 : Interleukin 6

ATP : Adenosin Trifosfat

ADP :Adenosin Difosfat

NAPP+ : Nikolinamide Adenine Dinucleotide Phospate

mRNA : messenger Ribonulceic Acid

VLDL : Very Low Density Lipoprotein

MRI : Magnetic Resonance Imaging

CT : Computed Tomography

DEXA : Dual-Energi X-ray Absorptiometry

WHO : World Health Organization

MPA : Medroksi Progesteron Asetat

KB : Kontrasepsi Hormonal

HDL : High Density Lipoprotein

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi

lemak pada jaringan adiposa (Brooker, 2008). Obesitas dibedakan menjadi dua

jenis, yakni obesitas sentral dan obesitas general (WHO, 2000 dalam Sugiyanti,

2009). Dampak obesitas sentral lebih tinggi risikonya terhadap kesehatan

dibandingkan dengan obesitas general (Sugiyanti, 2009). Di Indonesia, prevalensi

obesitas sentral pada tahun 2007 sebesar 18.8% dan meningkat menjadi 26.6%

pada tahun 2013 (Kamso, 2007). Penelitian Wildman (2005) dalam sugiyanti

(2009) menemukan bahwa obesitas sentral meningkatkan risiko terjadinya

hipertensi, dislipidemia, diabetes melitus, dan sindrom metabolik pada laki-laki

dan perempuan.

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

yang timbul pada seseorang akibat tubuh mengalami gangguan dalam mengontrol

kadar glukosa darah (Anani 2012). Hal ini terjadi akibat perubahan tingkat

kesejahteraan yang diikuti oleh pergeseran epidemiologi penyakit yang

menimbulkan transisi pola penyakit dari penyakit menular (communicable

disease) ke penyakit tidak menular (non communicable disease), dan salah

satunya adalah peningkatan jumlah pasien DM (Depkes RI, 2011).

Menurut hasil prediksi World Health Organization (WHO) tahun 2000

(16)

2

dunia dan dalam waktu 25 tahun kemudian, diperkirakan jumlah tersebut akan

meningkat pada tahun 2025 menjadi 300 juta orang. Di Indonesia pun diprediksi

terkena pengaruh dari peningkatan jumlah pasien DM ini dari 8,4 juta pada tahun

2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Sudoyo, 2006). Hingga saat ini

Indonesia telah menempati urutan keempat tertinggi di dunia (Nita, 2012). Dari

banyaknya kasus DM yang terjadi di dunia, paling banyak terjadi pada pasien

yakni DM Tipe dua dengan persentase dari 90-95% yang termasuk diabetes

dengan tidak tergantung insulin (Smeltzer & Bare, 2008). Menurut data Riset

Kesehatan Dasar (2013) prevalensi DM berdasarkan jenis kelamin cenderung

lebih tinggi pada wanita sebesar 1,7% sedangkan pada laki-laki sebesar 1,4%.

Dalam penelitian Mihardja (2009) didapatkan bahwa glukosa darah pada wanita

cenderung lebih tinggi daripada laki-laki yakni glukosa darah dua jam PP ≥180

mg/dL banyak ditemukan pada 114 wanita.

Peningkatan jangka panjang kadar glukosa darah diatas rentang normal

berakibat pada peningkatan risiko terkena DM, serangan jantung, stroke dan gagal

ginjal (Guyton, 2007). Upaya yang dilakukan selama ini untuk menurunkan kadar

glukosa darah agar kembali dalam rentang normal yakni dengan program

menurunkan berat badan, diet sehat dan latihan jasmani (PERKENI, 2011). Dari

upaya-upaya tersebut terdapat kelemahan akibat dari tidak terdapatnya

pengendalian faktor-faktor yang dapat mengakibatkan peningkatan kadar glukosa

darah (Anani, 2012).

Peningkatan tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni

(17)

3

pengaruh jaringan adiposa, dan keseimbangan fisiologis beberapa hormon

(Ganong, 2008). Jaringan adiposa sebagai sel yang aktif, selain berperan dalam

pencadangan dan penggunaan energi juga berperan sebagai organ endokrin.

Sel adiposa secara aktif menghasilkan beberapa hormon dan sitokin,

seperti Adiponektin, Leptin, Angiotensin, Resitin, PAI –1, TNF-α, dan IL-6.

Adipositokin akan meningkatkan sensitivitas insulin diantaranya adiponektin dan

leptin. Sedangkan yang meningkatkan resistensi insulin diantaranya resistin, IL-6

dan TNF-α. Dengan demikian, sel adiposa berperan dalam perkembangan terjadi

resistensi insulin (Fruhbeck, 2001 dalam Permana, 2007).

Sekresi insulin pada penyakit DM mengalami penurunan yang dipengaruhi

oleh faktor genetik dan non genetik. Manusia memiliki 23 pasang kromosom,

diantaranya 22 pasang kromosom autosomal dan 1 pasang kromosom sex. Pada

penderita DM kromosom 19 paling sering mengalami masalah pemutasi gen.

Mutasi gen ini akan menurunkan sifat pada keturunan berikutnya (Boer, 2009).

Selain faktor genetik, terdapat faktor lain yakni usia, jenis kelamin, aktivitas fisik,

gaya hidup, riwayat hipertensi, stress dan kadar kolesterol (Setyorogo, 2013).

Pada penelitian Wicaksono (2011) didapatkan hasil bahwa riwayat hipertensi,

stress dan kolesterol tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

peningkatan kadar glukosa darah. Usia menjadi salah satu faktor risiko

peningkatan kejadian DM. Kelompok usia yang paling banyak menderita DM

adalah kelompok usia 45-52 (47,5%).

Peningkatan risiko DM seiring dengan peningkatan usia, khususnya pada

(18)

4

peningkatan intoleransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan

berkurangnya kemampuan sel β pankreas dalam memproduksi insulin. Selain itu

pada individu yang berusia lebih tua terjadi penurunan aktivitas mitokondria di

sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di

otot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin. Selain faktor usia,

faktor jenis kelamin juga mempengaruhi peningkatan risiko tersebut (Setyorogo,

2013).

Penelitian Trisnawati (2013) faktor jenis kelamin dengan prevalensi

kejadian DM pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki karena secara fisik wanita

memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar dan seiring

dengan mendekatnya masa menopause membuat distribusi lemak tubuh menjadi

mudah terakumulasi akibat proses hormonal. Aktivitas fisik dapat mengontrol

glukosa darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik.

Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar glukosa

darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang

masuk kedalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak

dan glukosa (Betteng, 2014). Gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi

makanan yang berisiko dan kurangnya aktivitas fisik dapat menimbulkan

kegemukan atau obesitas (Betteng, 2014).

Peningkatan massa lemak dipengaruhi oleh beberapa hormon yakni

testosteron pada laki-laki dan estrogen pada wanita (Rachmawati, 2014). Selama

menopause, terjadi perubahan sekresi hormon estrogen yang menyebabkan

(19)

5

sehingga menyebabkan obesitas sentral. Selain pengaruh hormon estrogen yang

disekresi oleh tubuh, penumpukan lemak juga dipengaruhi oleh riwayat

penggunaan kontrasepsi hormonal (Ambarwati, 2012). Penggunaan kontrasepsi

hormonal pada wanita menyebabkan tingginya kadar estrogen dan progesteron

dalam darah (Amelia, 2009).

Efek dari penggunaan kontrasepsi hormonal akan menetap dalam jangka

waktu 10 tahun setelah penghentian pemakaian (Hannaford, 2010 dalam Widodo,

2013). Kontrasepsi hormonal tersebut memiliki efek samping yakni terjadinya

perubahan berat badan. Estrogen sendiri akan bertambah sehingga dapat

meningkatkan deposit lemak dijaringan subkutan. Semakin banyak lipid yang

terbentuk, maka cadangan energi didalam jaringan adiposa akan semakin

meningkat, biasanya terdapat didaerah abdomen. Sedangkan progesteron

mempermudah penumpukan karbohidrat dan glukosa menjadi lemak dan

merangsang nafsu makan serta menurunkan aktivitas fisik. Progesteron

merangsang pusat pengendalian nafsu makan di hipotalamus yang menyebabkan

akseptor makan lebih banyak dari biasanya (Clark, 2005). Progesteron juga

mengakibatkan penurunan jumlah dan afinitas reseptor insulin terhadap glukosa

serta meningkatkan jumlah kortisol bebas sehingga kadar glukosa darah akan

meningkat (Amelia, 2009).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Jagapati pada tanggal 18

– 19 Nopember 2014, didapatkan informasi dari Puskesmas Pembantu Desa

Jagapati bahwa desa ini belum pernah dilakukan penyuluhan ataupun deteksi dini

(20)

6

deteksi dini DM di Puskesmas yang memiliki wilayah kerja di desa ini. Dari hasil

pengamatan secara visual juga menunjukkan proporsi tubuh sebagian besar

penduduk wanita mengalami obesitas. Dari wawancara dan pengukuran terhadap

20 orang penduduk wanita yang berusia 40-45 tahun yang sedang atau dengan

riwayat memakai kontrasespsi hormonal, didapat 13 orang mempunyai lingkar

pinggang ≥ 80 cm dan 7 orang mempunyai lingkar pinggang ≤ 80 cm.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengkaji lebih lanjut adakah pengaruh kontrasepsi hormonal dan obesitas sentral

terhadap kadar glukosa darah pada wanita dewasa di Desa Jagapati.

1.2 Rumusan Masalah

Pada penelitian ini rumusan masalah yang digunakan adalah adakah

pengaruh kontrasepsi hormonal dan obesitas sentral terhadap kadar glukosa darah

pada wanita dewasa di Desa Jagapati.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh kontrasepsi hormonal dan obesitas sentral terhadap

(21)

7

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi gambaran riwayat pemakaian kontrasepsi hormonal

pada wanita dewasa di Desa Jagapati.

2) Mengidentifikasi gambaran obesitas sentral pada wanita dewasa di

Desa Jagapati.

3) Mengidentifikasi gambaran kadar glukosa darah puasa pada wanita

dewasa di Desa Jagapati.

4) Mengidentifikasi gambaran kadar glukosa darah 2 jam PP pada wanita

dewasa di Desa Jagapati.

5) Menganalisis pengaruh kontrasepsi hormonal dan obesitas sentral

terhadap kadar glukosa darah pada wanita dewasa di Desa Jagapati.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam bidang

keperawatan khususnya keperawatan medikal, komunitas dan maternitas tentang

pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal dan obesitas sentral terhadap kadar

glukosa darah.

1.4.2 Manfaat praktis

1) Bagi Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh tenaga

kesehatan untuk memberikan pendidikan kesehatan mengenai pengaruh

(22)

8

sehingga dapat memberikan masukan dalam upaya promotif dan preventif

khususnya pada penyakit diabetes mellitus tipe 2.

2) Bagi Pemerintah dan Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah

(23)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kontrasepsi Hormonal 2.1.1 Definisi

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah kehamilan. Upaya itu bersifat

sementara, dapat pula bersifat permanen (Murti, 1996 dalam Amelia, 2009).

Kontrasepsi hormonal adalah kontrasepsi yang menggunakan hormon steroid

(estrogen, progesteron dan derivatnya) yang dimasukkan dalm tubuh sehingga

mencegah terjadinya ovulasi pada seorang wanita. Untuk mencapai tujuan

tersebut, kontrasepsi hormonal dapat dilakukan dalam berbagai cara, antar lain

penggunaan obat per oral, suntikan, intra-vaginal atau implantasi subkutan. Pil

hormonal yang dipakai sekarang adalah tidak terbuat dari estrogen dan

progesteron alamiah, melainkan dari steroid sintetik (Rohman, 2003 dalam

Amelia 2009). Estrogen yang terkandung pada kontrasepsi hormonal

menyebabkan retensi air dan edema. Estrogen sendiri akan bertambah sehingga

dapat meningkatkan deposit lemak dijaringan subkutan. Sedangkan progesteron

mempermudah penumpukan karbohidrat dan gula menjadi lemak dan merangsang

nafsu makan serta menurunkan aktivitas fisik. Progesteron merangsang pusat

(24)

10

2.1.2 Jenis dan Kandungan Kontrasepsi Hormonal

1) Kontrasepsi Oral

Dikenal empat tipe kontrasepsi oral yakni tipe kombinasi, tipe sekuensial,

pil mini, dan pil pascasenggama (morning after pill). Tetapi yang banyak

digunakan sampai saat ini tipe kombinasi dan pil mini. Tipe kombinasi ialah yang

mula-mula dikenal dan efektifitasnya paling tinggi karena itu tipe inilah yang

sampai sekarang paling banyak digunakan (Hartanto, 2004) :

a) Tipe Kombinasi

Tipe ini terdiri dari 21-22 pil dan setiap pilnya berisi derivat estrogen

50-150 mcg dan progestin dosis kecil 1-10 mcg, untuk penggunaan satu siklus.

Pil pertama mulai diminum pada hari 1 pendarahan haid, selanjutnya setiap

hari 1 pil selama 21-22 hari. Umumnya 2-3 hari sesudah pil terakhir diminum,

akan timbul pendarahan haid yang sebenarnya merupakan pendarahan putus

obat (withdrawal bleeding). Penggunaan pada siklus berikutnya sama seperti

siklus sebelumnya, yaitu pil pertama ditelan pada hari ke 1 pendarahan haid

(Hartanto, 2004).

b) Tipe Sekuensial

Tipe ini terdiri dari 14-15 pil yang hanya berisi derivat estrogen dan 7 pil

berikutnya berisi kombinasi estrogen dan progestin. Cara penggunaannya

sama dengan tipe kombinasi. Efektifitasnya sedikit lebih rendah dan lebih

sering menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan bila dibandingkan dengan

tipe kombinasi. Oleh karena itu, di beberapa Negara tipe ini ditarik dari

(25)

11

c) Tipe Pil Mini

Tipe ini hanya berisi derivat progestin dosis rendah yakni 0.5 mg atau

lebih kecil, noretindron, atau norgestrel dosis kecil yang terdiri dari 21-22

tablet. Cara pemberiannya sama dengan tipe kombinasi (Hartanto, 2004).

d) Pil Pasca senggama

Tipe ini berisi dietilstilbestrol 25 mg, diminum 2 kali sehari dalam waktu

kurang dari 72 jam pasca senggama selama 5 hari berturut-turut. Pil ini dapat

mengurangi risiko kehamilan setelah hubungan intim yang tidak dijaga dengan

efek samping mual dan gangguan siklus menstruasi (Herman, 2008).

2) Kontrasepsi Suntikan

Kontrasepsi suntikan yang banyak digunakan ialah Medroksi Progesteron

Asetat (MPA) 150 mg dalam bentuk depo dan noretindron enantat 200 mg. kedua

jenis suntikan ini diberikan pada hari kelima pendarahan haid, secara IM (Intra

Muskular) dan harus cukup dalam di daerah gluteus. Untuk jenis pertama

disuntikkan setiap 12 minggu dan jenis yang kedua diberikan setiap 8 minggu.

Pada 3 tahun terakhir ini suatu kontrasepsi suntikan bulanan yang berisi

kombinasi 50 mg MPA (Medroksi Progesteron Asetat) dan 5 mg estradiolsipionat

sedang diteliti di lapangan. Nampaknya jenis kontrasepsi ini mempunyai harapan

yang baik karena dapat mengurangi keluhan gangguan siklus haid yang mungkin

disebabkan adanya penambahan estradiol (Syarif dkk, 1995 dalam Amelia, 2009).

3) Kontrasepsi Implantasi

Kontrasepsi jenis ini diperkenalkan oleh Population Council tahun 1985

(26)

12

bahwa metode ini dapat digunakan dalam program Keluarga Berencana. Di

Indonesia cara ini digunakan pada tahun 1986, yaitu implant yang terdiri dari 6

tube silastik yang berisi 36 mg levonorgestrel (norplant), yang ditanam subkutan

di lengan atas kiri dan digunakan untuk 5 tahun. Kemudian yang akan beredar

adalah jenis implant yang terdiri atas satu tube silastik berisi 3-keto-desogestrel

merupakan metabolit aktif dari desogestrel yang telah lama digunakan sebagai

kontrasepsi oral. Kedua jenis implant ini rata-rata akan mengeluarkan 30 µg/hari

zat aktifnya. Setelah habis masa kerjanya kedua jenis implant tersebut harus

dikeluarkan dari tubuh (Hartanto, 2004).

2.1.3 Pengaruh Kandungan Kontrasepsi Hormona Terhadap Sistem Tubuh Khususnya Pada Metabolisme Karbohidrat Dan Lemak

1) Pada metabolisme karbohidrat

Pemakaian pil KB antara lain dapat menyebabkan gangguan toleransi

glukosa, dan resistensi insulin. Efek ini biasanya untuk sementara, dan hanya

3-11% pemakai yang mengalami peningkatan gula darah menetap. Pemakai pil KB

yang mengalami gangguan metabolisme karbohidrat ini umumnya mempunyai

keluarga yang menderita diabetes mellitus khususnya orang tua dan saudara

kandung, pernah mengalami diabetes mellitus waktu hamil, dan obesitas. yang

berpengaruh secara nyata terhadap metabolisme karbohidrat ini adalah

progesteron, sedangkan estrogen tidak menyebabkan pengaruh secara berarti.

Pengaruh progesteron terhadap metabolisme karbohidrat antara lain menurunkan

(27)

13

kortisol bebas, sehingga hasil akhirnya adalah meningkatnya kadar gula darah

(Amelia, 2009).

2) Pada metabolisme lemak

Perubahan metabolisme lemak pada pemakaian pil KB disebabkan oleh

estrogen dan progesteron, yang masing-masing mempunyai efek berbeda.

Estrogen bersifat kardioprotektif (melindungi jantung) dan anti-aterogenik (anti

pembentukan lemak), sedangkan progesteron bersifat anti-estrogen. Pemakaian

estrogen tunggal antara lain akan menurunkan aktivitas enzim lipoprotein lipase,

meningkatkan kadar kolesterol HDL dan menurunkan kadar kolesterol LDL. Efek

progesteron justru berbanding terbalik dengan efek estrogen tersebut, dan efek ini

tergantung pada potensi androgen-nya. Makin kuat potensi androgen-nya, main

besar efek buruknya pada metabolisme lemak. Usaha untuk mengurangi efek ini

antara lain dengan memakai pil KB kombinasi estrogen dengan kadar progesteron

yang bervariasi (pil kombinasi sekuensial) (Amelia, 2009).

2.2 Obesitas Sentral 2.2.1 Definisi

Obesitas sentral merupakan timbunan lemak dalam jaringan visceral (intra

abdomen), yang tergambar sebagai penambahan ukuran lingkar pinggang sebagai

indek masa lemak dalam perut (Arisman, 2011).

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Obesitas Sentral

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya obesitas

(28)

14

1) Faktor Genetik

Seseorang yang dikeluarganya memiliki riwayat obesitas sentral, maka

terjadinya obesitas akan meningkat dua sampai tiga kali. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Allison (2003), ketika gen dimutasi secara partikel yang

diujicobakan pada tikus, menunjukkan hal yang bermakna bahwa gen

mempengaruhi obesitas sentral (Suastika, 2006). Disamping mengendalikan

massa lemak, gen juga mengatur distribusi lemak tubuh dan peran gen dalam

pemunculan sifat yang berkaitan dengan obesitas mencapai 50% bahkan lebih

(Comuzzie & Anthony, 2003 dalam Indra, 2006).

2) Faktor Jenis Kelamin

Jenis kelamin wanita lebih cenderung mengalami masalah berat badan

dikarenakan oleh hormon estrogen. Estrogen adalah sekelompok senyawa steroid

yang berfungsi terutama sebagai hormon sex wanita. Selain estrogen yang

diproduksi sendiri oleh tubuh, penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kadar

estrogen yang tinggi juga mengakibatkan pengendapan lemak pada jaringan

tubuh. Estrogen menyebabkan peningkatan pengendapan lemak pada jaringan

subkutis. Sebagai akibatnya berat jenis tubuh wanita keseluruhan, seperti dinilai

oleh pengembangan dalam air, jauh lebih kurang daripada tubuh pria yang

mengandung lebih banyak protein dan lebih sedikit lemak (Guyton, 2007). Selain

hormon estrogen yang terkandung dalam kontrasepsi hormonal, juga terdapat

hormon progesteron yang dapat merangsang pusat pengendali nafsu makan di

hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak dari biasanya,

(29)

15

kemudian terjadi peningkatan berat badan. Progesteron mempermudah

penumpukan karbohidrat dan gula menjadi lemak (Clark, 2005).

3) Faktor Lingkungan

Para ahli berpendapat bahwa asupan makanan merupakan hal yang paling

berpengaruh pada faktor lingkungan yang menyebabkan obesitas sentral.

Pergeseran makanan tradisional ke makanan cepat saji yang mengandung tinggi

kalori, tinggi lemak, dan rendah serat menyebabkan obesitas di seluruh penjuru

kota dunia, termasuk Indonesia (Suastika, 2006).

2.2.3 Mekanisme Terjadinya Obesitas Sentral

Kelebihan asupan karbohidrat dapat mengakibatkan kelebihan glukosa

dalam darah yang kemudian disimpan dalam bentuk glikogen di hepar dan otot.

Karena glikogen merupakan cadangan energi yang relaatif kecil, bentuk ini hanya

dapat memenuhi kebutuhan energi kurang dari sehari. Setelah gudang glikogen di

hepar dan otot terisi penuh, glukosa lain diubah menjadi asam lemak dan gliserol

yang digunakan untuk membentuk trigliserida terutama di jaringan adiposa dan

sedikit di otot (Sherwood, 2011).

Kelebihan asupan protein akan diubah menjadi asam amino dan hanya

sedikit menjadi polipeptida atau seluruh molekul protein diabsorpsi dari saluran

pencernaan masuk ke dalam darah. Setelah masuk ke dalam darah, kelebihan

asam amino diabsorpsi oleh sel diseluruh tubuh terutama oleh hepar. Hepar dapat

menyimpan sejumlah besar protein yang dapat berubah dengan cepat sedangkan

ginjal dan mukosa usus dapat menyimpan protein dalam jumlah kecil.

(30)

16

Setelah semua sel mencapai batas penyimpanan, asam amino yang berlebih dalam

sirkulasi dipecah menjadi produk lain dan dipergunakan untuk energi. Kelebihan

asam amino tersebut diubah menjadi lemak atau glikogen dan disimpan dalam

bentuk ini (Guyton, 2007). Kelebihan asam amino dalam sirkulasi darah yang

tidak diperlukan untuk sintesa protein tidak disimpan sebagai protein tambahan

tetapi diubah menjadi glukosa dan asam lemak yang pada akhirnya disimpan

sebagai trigliserida (Sherwood, 2011).

Lipid pada nutrisi atau makanan berupa triasligliserol kemudian

dihidrolisis menjadi monogliserida dan asam lemak di dalam intestinum,

kemudian di reesterifikasi dalam mukosa intestinum (Sudoyo, 2007). Setelah

pembentukan kilomikron dari permukaan basolateral eritrtosit perjalanannya ke

dalam laktal sentral vili dan dari sini di dorong bersama dengan limfe, oleh pompa

limfatik naik keatas melalui duktus tarasikus untuk dimasukkan ke dalam vena

pada pertemuan vena jugularis dan subklavia. Kebanyakan kilomikron

dikeluarkan dari sirkulasi darah sewaktu melalui kapiler jaringan adiposa dan

hepar yang banyak enzim lipoprotein lipase. Enzim ini menghidrolisis trigliserida

dari kilomikron yang melekat pada dinding endotel, melepaskan asam lemak dan

gliserol. Asam lemak yang sangat menyatu dengan membran sel dengan segera

berdifusi ke dalam lemak jaringan adiposa dan sel hepar lipase juga menyebabkan

hidrolisis fosfolipid, proses ini juga melepaskan asam lemak yang disimpan

(Guyton, 2007).

Akumulasi lemak ditentukan oleh keseimbangan antara sintesis lemak

(31)

17

adalah proses deposisi lemak dan meliputi proses sintesis asam lemak dan

kemudian sintesis trigliserida yang terjadi di hepar pada daerah sitoplasma dan

mitokondria dan jaringan adiposa. Sedangkan lipolisis merupakan suatu proses

dimana terjadi dekomposisi kimiawi dan pelepasan lemak dari jaringan lemak.

Bilamana diperlukan energi tambahan maka lipolisis merupakan proses yang

prodominan terhadap proses lipogenesis (Sudoyo, 2007).

2.2.4 Pengaruh Obesitas Sentral Terhadap Sistem Tubuh

Konsentrasi adiponektin akan meningkat jika individu tersebut mengalami

penurunan berat badan. Pada individu yang mengalami obesitas visceral dengan

diabetes mellitus tipe dua, diketahui bahwa ekspresi adiponektin mengalami

penurunan secara signifikan. Adiponektin ditemukan memegang peranan penting

pada terjadinya resistensi insulin. Kadar sitokin ini di dalam sirkulasi

berhubungan secara positif terhadap toleransi glukosa dan sensitivitas insulin

(Aryana, 2011).

Leptin adalah hormon yang berhubungan dengan lipolisis. Leptin

membatasi penyimpanan lemak tidak hanya dengan mengurangi masukan

makanan, tetapi juga mempengaruhi jalur metabolik yang spesifik di adiposa dan

jaringan lainnya. Leptin merangsang pengeluaran gliserol dari adiposit, dengan

menstimulasi oksidasi asam lemak dan menghambat lipogenesis (Sudoyo, 2007).

Kadar leptin plasma meningkat pada orang gemuk dengan gen leptin normal

sebanding dengan persentase lemak tubuh, dan terdapat korelasi positif serupa

antara konsentrasi mRNA leptin di jaringan lemak dan persentase lemak tubuh

(32)

18

Resistin merupakan salah satu protein adipositokinin yang diproduksi oleh

jaringan adiposa, kadarnya meningkat pada penderita dengan obesitas dan erat

kaitannya dengan kejadian resistensi insulin. Resistin diduga sebagai penghubung

antara adiposit dan resistensi insulin dengan cara inhibisi insulin stimulated

glucoseuptake dan membloking diferensiasi adiposit. Kadar resistin tinggi

menginduksi resistensi insulin berkontribusi pada kegagalan sensitivitas insulin.

Resistin memperlihahtkan perannya dalam menggagalkan homeostasis glukosa

dan aksi insulin serta antagonis terhadap efek insulin. Resistin menurunkan

glukoneogenesis dan menurunkan kemampuan otot skelet dan adiposa dalam

ambilan glukosa (Marfianti, 2006).

Obesitas (kegemukan) sentral salah satu ciri sindrom metabolik,

merupakan dasar hipotesis portal/visceral bahwa peningkatan lemak visceral

menyebabkan fokus asam lemak bebas yang lebih besar dan menghambat kerja

insulin melalui efek handle di jaringan sensitive insulin ketersediaan asam lemak

bebas yang tinggi menyebabkan penurunan penggunaan glukosa di otot, dan akan

merangsang produksi glukosa hepar dan very low density lipoprotein (VLDL) dan

memperkuat sekresi insulin terstimulasi glukosa. Efek lipotoksik jangka panjang

asam lemak terhadap sel beta pankreas merupakan bagian dari keterkaitan antara

obesitas, resistensi insulin dan terjadinya diabetes mellitus tipe dua (Suastika,

2008).

Pada obesitas terjadi pelepasan asam lemak bebas ke dalam sirkulasi.

Asam lemak bebas berasal dari lipolisis trigliserida jaringan adiposa. Makin

(33)

19

meningkat. Pada obesitas tetap terjadi pelepasan asam lemak bebas berlebih,

meskipun kadar insulin juga meningkat. Hal ini disebabkan meski kadar insulin

tinggi dapat menekan lipolisis jaringan adiposa namun tetap tidak mampu

menekan pelepasan asam lemak hingga mencapai normal pada obesitas. Asam

lemak bebas merupakan sumber utama energi bagi sel pada keadaan puasa, pada

obesitas masuknya asam lemak bebas ke jaringan melebihi dari kebutuhan.

Masuknya asam lemak bebas berlebih kedalam otot mengakibatkan resistensi

insulin (Cahjono dkk, 2007).

2.2.5 Pengukuran Obesitas Sentral

Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan

metabolisme termasuk daya tahan terhadap insulin dan meningkatnya produksi

asam lemak bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit atau pada

kaki dan tangan. Perubahan metabolisme ini memberikan gambaran tentang

pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak

tubuh (Sudoyo, 2006).

Saat ini terdapat banyak cara untuk menilai jaringan adiposa untuk

membedakan apakah ukuran lingkar pinggang besar (obesitas sentral) merupakan

hasil dari jaringan lemak yang berasal di bawah kulit (jaringan adiposa subkutan),

jaringan lemak dalam abdomen (visceral) atau kombinasi keduanya (Eekel and

Grundy, 2006 dalam Cahjono, 2007). Untuk itu digunakan Magnetic Resonance

Imaging (MRI), Computed Tomography (CT) setinggi L3/L4, atau dual-energi

x-ray absorptiometry (DEXA) namun teknik dan caranya sulit untuk dipakai pada

(34)

20

pinggang/pinggul untuk menilai obesitas abdominal. Namun demikian WHO lebih

menganjurkan lingkar pinggang dibandingkan rasio lingkar pinggang /pinggul

(WHO, 2002).

Lingkar pinggang dikatakan memiliki korelasi yang tinggi dengan jumlah

lemak intraabdominal dan lemak total dan telah digunakan secara mandiri maupun

bersama-sama tebal lemak subkutan untuk mengembangkan suatu korelasi regresi

untuk mengkoreksi massa lemak intraabdominal. Pengukuran ini telah divalidasi

dalam sebuah penelitian yang telah dilakukan di Belanda. Pengukuran dengan

menggunakan lingkar pinggang saja disesuaikan untuk umur, menunjukkan

prediksi lemak tubuh yang baik pada subyek orang Belanda (r2 = 78%) (Sudoyo,

2006).

Terdapat berbagai cara untuk melakukan pengukuran lingkar pinggang.

Menurut WHO (2000) dalam Cahjono (2007), untuk memperoleh ukuran lingkar

pinggang, subyek berdiri tegak dengan kaki sedikit terbuka berjarak 25-30 cm.

berat badan ditumpukan merata pada kedua kaki. Buat titik tengah garis vertical

antara tulang iga terbawah dengan krista iliaka pada sisi kanan dan kiri. Buat

lingkaran horizontal melalui kedua titik tengah tersebut. Pemeriksa mengukur

keliling lingkar tersebut pada posisi mata sejajar dengan lingkaran tersebut.

Pengukuran dilakukan tanpa melakukan penekanan pada jaringan lunak pinggang

dan dilakukan pada akhir dari ekspirasi normal. Lingkaran diukur dengan

ketelitian 0,1 cm.Kriteria lingkar pinggang Asia Pasifik yakni ≥90 cm untuk laki

(35)

21

2.3 Kadar Glukosa Darah 2.3.1 Definisi

Kadar glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa

di dalam darah. Konsentrasi glukosa darah, atau tingkat glukosa serum, diatur

dengan ketat di dalam tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada

batas-batas yang sempit sepanjang hari (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah

makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang

makan (Henrikson, 2009). Ada beberapa tipe kadar gula darah yakni :

1) Kadar Glukosa Puasa

Kadar glukosa darah puasa yakni jumlah glukosa dalam darah yang

didapatkan setelah melakukan puasa/tidak makan selama delapan sampai 10 jam

(D’adamo, 2006). Glukosa darah dalam keadaan puasa merupakan cerminan

ambilan glukosa oleh jaringan atau glukoneogenesis dan glukogenolisis oleh

hepar. Ketidakpekaan insulin di sel-sel hepar dan jaringan tepi terutama otot

rangka mengakibatkan produksi glukosa oleh hepar tidak terbendung sementara

ambilan dan penggunaan glukosa justru berkurang (Arisman, 2011).

Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Puasa Sebagai Patokan Penyaring Dan Diagnosis DM

HASIL GLUKOSA DARAH PUASA DIAGNOSA

<90 mg/Dl Normal

90 - 109 mg/dL Pre-diabetes

≥110 mg/dL Diabetes

Sumber : Perkeni, 2006

2) Kadar Glukosa Darah Dua jam PP

Pemeriksaan kadar glukosa darah dua jam PP dilakukan setelah

pemeriksaan kadar glukosa darah puasa. Tingkat glukosa darah diukur segera

(36)

22

mengandung 75 gram glukosa yang dilarutkan dalam air. Apabila kadar glukosa

darah dua jam setelah pemberian beban adalah antara 140 dan 199 mg/dL, berarti

seseorang memiliki peningkatan risiko diabetes (Manaf, 2009).

Tabel 2. Kadar Glukosa Darah 2 Jam PP Sebagai Patokan Penyaring Dan Diagnosis DM

HASIL GLUKOSA 2 JAM PP DIAGNOSA

<139 – 139 mg/dL Normal

140 – 199 mg/dL Pre-diabetes

200 - >200 mg/dL Diabetes

Sumber : Manaf, 2009

3) Kadar Glukosa Darah Sewaktu

Disebut juga tes glukosa plasma kasual, mengukur glukosa darah tanpa

memperhatikan apa yang dikonsumsi oleh orang yang sedang diuji. Tes ini

bersamaan dengan penilaian gejala, digunakan untuk mendiagnosis diabetes tetapi

bukan pre-diabetes (Manaf, 2009). Kadar glukosa darah sewaktu adalah salah satu

jenis pemeriksaan kadar glukosa dalam darah yang diambil kapan saja, tanpa

memperhatikan waktu makan (Laboratorium Kesehatan, 2010).

Tabel 3. Kadar Glukosa Darah Sewaktu Sebagai Patokan Penyaring Dan Diagnosis DM

HASIL GLUKOSA DARAH SEWAKTU DIAGNOSA

<90 mg/dL Normal

90 - 199 mg/dL Pre-diabetes

≥200 mg/dL Diabetes

Sumber : PERKENI, 2006

2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Glukosa Darah

Kadar glukosa darah puasa dipengaruhi oleh faktor endogen. Faktor

endogen yaitu humoral faktor seperti hormon insulin, glukagon, kortisol (sistem

reseptor di otot dan sel hati). Insulin puasa bekerja dengan menghambat produksi

glukosa endogen yang berasal dari proses glukogenolisis. Insulin puasa ini

(37)

23

glukosa endogen secara berlebihan. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin,

semakin rendah kemapuan inhibisinya terhadap proses glukoneogenesis dan

glikogenolisis, dan semakin tinggi tingkat kadar glukosa darah puasa (Sudoyo,

2006). Kadar insulin puasa dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Usia dewasa

tengah merupakan rentang usia yang berisiko tinggi terjadinya peningkatan kadar

glukosa darah puasa (PERKENI, 2006).

1) Genetik

Pada beberapa kasus, kecenderungan faktor herediter dapat menyebabkan

degenerasi sel beta. Kerusakan sel beta pankreas mengganggu produksi insulin

yang dapat menyebabkan timbulnya diabetes tipe satu (Guyton, 2007).

2) Usia dan Jenis Kelamin

Usia memegang peranan penting dalam kejadian sindrom metabolik yang

ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah akibat dari resistensi insulin

(Fasli dkk, 2008). Suastika (2008) menyatakan bahwa resistensi insulin diperberat

oleh proses menua. Selain itu kadar insulin juga berbeda berdasarkan jenis

kelamin.

3) Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan salah satu penatalaksanaan DM karena efeknya

dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan

glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Aktivitas fisik yang

melelahkan, konsentrasi glukosa dalam darah seringkali meningkat sebanyak

(38)

24

4) Obat-obatan Hipoglikemik

Beberapa jenis obat-obatan seperti obat hipoglikemik dapat menurunkan

kadar glukosa darah. Obat-obatan yang digunakan adalah pensensitif insulin dan

sulfonilurea. Dua tipe pensensitif yang tersedia adalah metformin dan

tiazolidinedion. Metformin menurunkan produksi glukosa hepar, menurunkan

absorpsi glukosa pada usus, dan meningkatkan kepekaan insulin khususnya di

hepar. Tiazolidinedion meningkatkan kepekaan insulin perifer dan menurunkan

produksi glukosa hepar (Price & Wilson, 2006).

Mempertahankan kadar glukosa puasa normal bergantung pada produksi

glukosa hepar, ambilan glukosa jaringan perifer, dan hormon yang mengatur

metabolisme glukosa. Kegagalan fungsi ini menyebabkan peningkatan atau

penurunan kadar glukosa puasa (Price & Wilson, 2006). Jumlah glukosa yang

diambil dan dilepaskan hati yang digunakan oleh jaringan-jaringan perifer

bergantung pada keseimbangan fisiologis beberapa hormon yaitu hormon yang

menurunkan kadar glukosa darah atau hormon yang meningkatkan kadar glukosa

darah. Insulin merupakan hormon yang menurunkan kadar glukosa darah, di

bentuk oleh sel-sel beta pulau langerhans pankreas (Price & Wilson, 2006).

Penggunaan terapi obat mempengaruhi kadar glukosa darah. Beberapa

hormon secara langsung dapat meningkatkan sekresi insulin atau yang dapat

memperkuat rangsangan glukosa terhadap sekresi insulin meliputi glukagon,

hormon pertumbuhan, kortisol, estrogen dan progesteron. Manfaat efek

perangsangan hormon-hormon ini adalah bahwa pemanjangan sekresi dari salah

(39)

25

sel-sel beta pulau langerhans menjadi kelelahan dan karenanya akan

mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah dan meningkatkan risiko untuk

terkena diabetes (Guyton, 2007).

2.3.3 Mekanisme Pengaturan Glukosa Darah

Pengaturan besarnya konsentrasi glukosa darah pada orang normal sangat

sempit, biasanya antara 80 sampai 90 mg/100 ml darah pada orang yang sedang

berpuasa yang diukur sebelum makan pagi. Konsentrasi ini meningkat menjadi

120 sampai 140 mg/100 ml darah selama kira-kira satu jam pertama setelah

makan, namun sistem umpan balik yang mengatur kadar glukosa darah dengan

cepat mengembalikan konsentrasi glukosa kenilai kontrolnya, biasanya terjadi

dalam waktu dua jam sesudah absorpsi karbohidrat yang terakhir. Sebaliknya,

pada keadaan kelaparan fungsi glukoneogenesis dari hepar menyediakan glukosa

yang dibutuhkan untuk mempertahankan kadar glukosa darah puasa (Guyton,

2007).

Saat glukosa darah meningkat hingga konsentrasi yang tinggi, yaitu

sesudah makan, dan kecepatan sekresi insulin juga meningkat, sebanyak dua

pertiga dari seluruh glukosa yang diabsorbsi dari usus dalam waktu singkat akan

disimpan di hepar dalam bentuk glikogen. Selama beberapa jam berikutnya, bila

konsentrasi glukosa darah dan kecepatan sekresi insulin berkurang, hepar akan

melepaskan glukosa kembali ke dalam darah. Dengan cara ini, hepar mengurangi

fluktuasi konsentrasi glukosa darah sampai kira-kira sepertiga dari fluktuasi yang

(40)

26

Bila konsentrasi glukosa darah meningkat sangat tinggi, sekresi insulin

akan terjadi, insulin selanjutnya akan mengurangi konsentrasi glukosa darah

kembali ke nilai normalnya. Sebaliknya, penurunan kadar glukosa darah akan

merangsang sekresi glukagon yang berfungsi secara berlawanan, yakni

meningkatkan kadar glukosa darah agar kembali ke nilai normalnya (Guyton,

2007).

Pada keadaan hipoglikemia berat, timbul suatu efek langsung akibat kadar

glukosa darah yang rendah terhadap hipotalamus, yang akan merangsang sistem

saraf simpatis. Selanjutnya, hormon epinefrin yang disekresi oleh kelenjar adrenal

menyebabkan pelepasan glukosa lebih lanjut dari hepar. Epinefrin juga membantu

melindungi agar tidak timbul hipoglikemia yang berat. Setelah beberapa jam,

sebagai respon terhadap keadaan hipoglikemia yang lama, akan timbul sekresi

hormon pertumbuhan dan kortisol, dan kedua hormon ini mengurangi kecepatan

pemakaian glukosa oleh sebagian besar sel tubuh, dan sebaliknya akan menambah

jumlah pemakaian lemak. Hal ini juga akan mengembalikan kadar glukosa darah

menjadi normal (Guyton, 2007).

Mempertahankan kadar glukosa dalam nilai normalnya bergantung pada

produksi glukosa hepar, ambilan glukosa jaringan perifer, dan hormon yang

mengatur metabolisme glukosa. Kegagalan fungsi ini menyebabkan peningkatan

atau penurunan kadar glukosa darah (Price &Wilson, 2006). Insulin adalah suatu

polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan oleh

jembatan disulpida. Insulin di bentuk di retikulum endoplasma kasar sel B. Insulin

(41)

27

dalam granula berlapis membran. Granula ini bergerak ke membran plasma

melalui suatu proses yang melibatkan mikrotubulus dan isi granula dikeluarkan

melalui eksositosis. Insulin kemudian melintasi lamina basalis sel B serta kapiler

didekatnya dan endotel kapiler yang berpori untuk mencapai aliran darah. Insulin

mempunyai peranan di jaringan adiposa, otot (otot rangka, otot jantung, otot

polos), serta hati (Ganong, 2008).

Peranan insulin di jaringan adiposa adalah meningkatkan pemasukan

glukosa, meningkatkan sintesis asam lemak, meningkatkan sintesis gliserol

pospat, meningkatkan pengendapan trigliserida, mengaktifkan lipoprotein lipase,

mengahmbat lipase peka hormon, dan meningkatkan ambilan kalium. Sedangkan

peranan insulin di hati adalah menurunkan ketogenesis, meningkatkan sintesis

protein, meningkatkan sintesis lemak, menurunkan pengeluaran glukosa akibat

penurunan glukoneogenesis dan peningkatan sintesis glikogen dan peningkatan

glikolisis (Ganong, 2008).

Efek pada karbohidrat. Insulin memiliki empat efek yang dapat

menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan penyimpanan karbohidrat

sebagai berikut (Sherwood, 2011):

1) Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sebagian besar sel.

Insulin meningkatkan mekanisme difusi terfasilitasi kedalam sel-sel

tergantung insulin tersebut melalui fenomena transporter rekrutmen.

2) Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa,

(42)

28

3) Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi

glukosa.

4) Insulin selanjutnya menurunkan pengeluaran glukosa oleh hepar dengan

menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa

di hepar.

Efek pada lemak. Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan kadar

asam lemak darah dan mendorong pembentukan simpanan trigliserida sebagai

berikut (Sherwood, 2011):

1) Insulin mendorong transportasi aktif asam-asam amino dari darah ke

dalam otot dan jaringan lain.

2) Insulin meningkatkan kecepatan penggabungkan asam amino ke dalam

protein dengan merangsang prangkat pembuat protein di dalam sel.

3) Insulin menghambat penguraian protein.

Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hepar dan digunakan

oleh jaringan-jaringan perifer bergabung pada keseimbangan fisiologi beberapa

hormon yaitu hormon yang merendahkan kadar glukosa darah, atau hormon yang

meningkatkan kadar glukosa darah. Insulin merupakan hormon yang menurunkan

kadar glukosa darah, di bentuk oleh sel-sel beta pulau langerhans pankreas

(Sherwood, 2011).

2.3.4 Pengukuran Kadar Glukosa Darah

Menurut metode pemeriksaan kadar glukosa darah terdapat beberapa

(43)

29

1) Metode Kimia atau Gula Reduksi

Sebagian besar pengukuran dengan metode kimia yang didasarkan atas

kemampuan reduksi sudah jarang dipakai karena spesifitas pemeriksaan kurang

tinggi. Prinsip pemeriksaan, yaitu proses kondensasi glukosa dengan akromatik

amin dan asam asetat glasial pada suasana panas, sehingga terbentuk senyawa

berwarna hijau kemudian diukur secara fotometri. Beberapa kelemahan atau

kekurangan dari metode kimia adalah memerlukan langkah pemeriksaan yang

panjang dengan pemanasan, sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan besar.

Reagen-reagen pada metode kimiawi ini bersifat korosif pada alat laboratorium

(Kaplan, 1989 dalam Anik & Bernard, 2009).

2) Reagen Kering (Glukosa meter)

Prinisp dari metode ini tes strip menggunakan enzim glukosa oksidase dan

didasarkan pada teknologi biosensor yang spesifik untuk pengukuran glukosa, tes

strip mempunyai bagian yang dapat menarik darah utuh dari lokasi

pengambilan/tetesan darah ke dalam zona reaksi. Glukosa oksidase dalam zona

reaksi akan mengoksidasi glukosa di dalam darah. Intensitas arus elektron akan

terukur oleh alat dan terbaca sebagai konsentrasi glukosa dalam darah (Kaplan,

1989 dalam Anik & Bernard, 2009).

3) Metode Enzimatik

Metode enzimatik pada pemeriksaan glukosa darah memberikan hasil

dengan spesifitas yang tinggi, karena hanya glukosa yang akan terukur. Cara ini

(44)

30

metode enzimatik yang digunakan yaitu glucose oxidase dan metode hexokinase

(Kaplan, 1989 dalam Anik & Bernard, 2009).

a. Metode glukosa oksidase

Prinsip dari metode enzimatik adalah enzim glukosa oksidase

mengkatalis reaksi glukosa menjadi glukonolakton dan hydrogen peroksida.

Enzim glukosa oksidase yang digunakan pada reaksi pertama menyebabkan

reaksi spesifik untuk glukosa, sedangkan reaksi kedua tidak spesifik karena

zat yang bisa teroksidase menyebabkan hasil pemeriksaan rendah. Asam

urat, asam askorbat, bilirubin, dan glutation akan menghambat reaksi karena

zat-zat ini akan berkompetisi dengan kromogen bereaksi dengan hydrogen

peroksida sehingga hasil pemeriksaan akan lebih rendah (Kaplan, 1989

dalam Anik & Bernard, 2009).

b. Metode heksokinase

Prinsip dari metode ini adalah enzim heksokinase akan mengkatalis

reaksi fosforilasi glukosa dengan ATP membentuk glukosa 6-fosfat dan

ADP. Enzim kedua yaitu glukosa 6-fosfat dehydrogenase akan mengkatalis

oksidasi glukosa 6-fosfat dengan nikolinamide adenine dinucleotide

phosphate (NAPP+) (Kaplan, 1989 dalam Anik & Bernard, 2009).

Pengukuran kadar gula darah terdapat beberapa pemeriksaan, menurut

jenis pemeriksaan kadar gula darah ada beberapa jenis (Kaplan, 1989 dalam Anik

& Bernard, 2009):

1) Glukosa darah puasa, pemeriksaan glukosa darah dimana pasien sebelum

(45)

31

2) Glukosa darah sewaktu, pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan tanpa

memperhatikan waktu terakhir pasien makan.

3) Glukosa darah Dua jam PP,pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan tepat

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa nilai &gt; yaitu 7,131 &gt; 2,021, dan nilai Sig sebesar 0,000 &lt; α = 0,05, dan nilai koefisien

Lain halnya dengan kelompok kontrol yang sama sekali tidak diberikan perlakuan berupa teknik problem solving ternyata tidak menunjukkan peningkatan yang berarti atau

Sistem ini juga mengacu pada skala bobot yang dimiliki oleh setiap wisatawan dalam memilih objek wisata dan juga nilai profile dari setiap objek wisata yaitu

social learning as a life issue with Veronika ’s life as seen in the

Penggantian Penggantian Ransum Ransum Ransum Ransum Komersil Komersil Komersil Komersil dngan dngan dngan dngan Empelur Empelur Sagu Empelur Empelur Sagu Sagu Sagu yang yang yang

KREDIT KREDIT KREDIT CICILAN CICILAN CICILAN CICILAN UANG UANG UANG UANG PADA PADA PADA PADA PT PT PT PT BANK BANK BANK BANK NAGARI NAGARI NAGARI NAGARI CABANG CABANG CABANG

Pulau kenanga atau pulau Cemeti ini adalah sebuah bangunan tinggi/ yang berfungsi sebagai tempat untuk beristirahat/ dan tempat untuk mengintai apabila musuh datang// Sumur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) implementasi pendidikan karakter yang terintegrasi dalam mata pelajaran terdiri dari Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)