• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PENERAPAN MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL MENURUT PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA DI IRNA B RSUP FATMAWATI JAKARTA SKRIPSI INDAH SOLIHATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN PENERAPAN MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL MENURUT PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA DI IRNA B RSUP FATMAWATI JAKARTA SKRIPSI INDAH SOLIHATI"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

GAMBARAN PENERAPAN MODEL PRAKTIK

KEPERAWATAN PROFESIONAL MENURUT

PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA DI IRNA B

RSUP FATMAWATI JAKARTA

SKRIPSI

INDAH SOLIHATI

1006823293

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI SARJANA

UNIVERSITAS ONDONESIA

DEPOK

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

GAMBARAN PENERAPAN MODEL PRAKTIK

KEPERAWATAN PROFESIONAL MENURUT

PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA DI IRNA B

RSUP FATMAWATI JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

INDAH SOLIHATI

1006823293

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI SARJANA

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skipsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

(1) Dewi Irawati, M.A., Ph.D. sebagai dekan Fakultas Ilmu Keperawatan. (2) Kuntarti, SKp., M.Biomed. sebagai koordinator mata ajar Tugas Akhir,

dan seluruh dosen pengajar yang memberikan banyak ilmu dan informasi di setiap perkuliahan.

(3) Debie Dahlia, SKp., MHSM. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran untuk mengarahkan dan membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini

(4) Rr. Tutik S. Hariyati, S.Kp., MARS, selaku dosen penguji sidang skripsi (5) RSUP Fatmawati, dan seluruh staf IRNA B, yang telah banyak membantu

dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan

(6) Suami tercinta Yodi anugraha, anak-anakku tersayang (Zhafara Olinda M.N, dan Benita Irma.N.), serta ibunda tercinta dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral

(7) Sahabat di FIK angkatan 2010 yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Saya menyadari penyusunan skipsi ini masih jauh dari sempurna dan kesalahan. Segala kritik dan saran diharap dapat menyempurnakan skripsi ini. Saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Depok, 10Juli 2012

Penulis

(6)
(7)

ABSTRAK

Nama : Indah Solihati Program Studi : Ilmu Keperawatan

Judul : Gambaran Penerapan Model Praktik Keperawatan Profesional Menurut Persepsi Perawat Pelaksana di IRNA B RSUP Fatmawati Jakarta

Model Praktik Keperawatan Profesional merupakan suatu penataan dalam pemberian asuhan keperawatan,yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran penerapan MPKP menurut persepsi perawat pelaksana di RSUP Fatmawati Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Sampel penelitian berjumlah 102 responden yang diambil menggunakan teknik Disproportionate

Stratified Random Sampling. Hasil penelitian menunjukkan persepsi perawat

mengenai ketenagaan masih kurang, jenis tenaga keperawatan tidak efektif, standar rencana perawatan efektif , pengelolaan metode pemberian askep tidak efektif, nilai- nilai profesional baik, hubungan profesional baik, pendekatan manajemen baik, serta sistem kompensasi dan penghargaan seimbang.

(8)

ABSTRACT Name : Indah Solihati

Majoring : Nursing science

Title : The Application of the Image PNPM Perceived by he Nurse in Fatmawati Hospital Jakarta.

Professional Nursing Practice Model is an arrangement in the provision of nursing care, the purpose is to improve the quality of health services. The research was held to determine the application of the image PNPM perceived by the nurse in Fatmawati Hospital Jakarta. This research used descriptive method and

disproportionate Stratified Random Sampling. This research used 102

respondents. The results of nurses perception showed nurses are lacking, this type of nursing personnel is non effective almost balanced, management of plan of care is uneffective, the values of professional is good, the professional relationship is good, management approach is good, and compensation and reward systems is balance.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL...

LEMBAR PERNYATAAN ORISINILITAS ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... iii iv KATA PENGANTAR ……... ABSTRAK... v vi DAFTAR ISI... viii

DAFTAR SKEMA... DAFTAR GAMBAR... ix xi DAFTAR LAMPIRAN …..…..………... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Rumusan Masalah ………... 6

1.3 Tujuan Penelitian ………...….………..……. 6

1.4 Manfaat Penelitian ……….………. 7

BAB 2 .TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian MPKP………... 8

2.2 Karakteristik MPKP... 8

2.2.1 Tenaga keperawatan... 8

2.2.2 Jenis tenaga keperawatan... 13

2.2.3 Standar rencana keperawatan... 14

2.2.4 Metode pemberian Asuhan keperawatan... 15

2.3 Sub sistem MPKP... 20

2.3.1 Nilai profesional... 20

2.3.2 Hubungan profesional... 21

2.3.3 Pendekatan Manajemen... 22

2.3.4 Metode asuhan keperawatan... 25

2.3.5 Kompensasi dan penghargaan... 25

2.4 Kerangka teori... 27

BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep... 30

3.2 Definisi Operasional... 32

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ………. 34

4.2 Populasi dan Sampel ……….... 34

4.3 Tempat Penelitian ...……….. 36

4.4 Waktu Penelitian ……….. 36

(10)

4.6 Alat Pengumpulan Data ……….... 37

4.7 Prosedur Pengumpulan Data ……….... 39

4.8 Pengolahan dan Analisis Data ………... 39

BAB 5 HASIL PENELITIAN

5.1 Distribusi berdasarkan karakteristik responden ... 5.2 Distribusi responden berdasarkan perpepsi perawat pelaksana...

BAB 6 Pembahasan

6.1 Interpretasi dan Diskusi hasil... 6.2 Keterbatasan Penelitian... 6.3 Implikasi bagi pelayanan, Pendidikan, dan Penelitian...

BAB 7 Penutup 7.1 Kesimpulan... 7.2 saran... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 41 42 44 53 53 54 55 DAFTAR SKEMA Halaman

Skema 2.1 Kerangka Teori...28 Skema 3.1 Kerangka Konsep...29

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Definisi operasional... ...30

Tabel 4.1 Populasi dan sampel responden...33

Tabel 5.1 Distribusi karakteristik responden... 37

Tabel5.2 Distribusi responden berdasarkan gambaran persepsi.perawat ...41 perawat pelaksana.

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Persetujuan Tertulis untuk Partisipasi dalam Penelitian Lampiran 2 Lembar Persetujuan Untuk responden

Lampiran 3 Kisi- kisi kuesioner Lampiran 4 Kuesioner

Lampiran 5 Hasil uji validitas dan reabilitas Lampiran 6 Jadwal Kegiatan

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Rumah Sakit merupakan sarana kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, yang memiliki peran dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan, standar pelayanan meliputi; pelayanan medik, pelayanan penunjang, pelayanan keperawatan, yang terdiri dari manajemen sumber daya manusia, keuangan, sistem informasi Rumah sakit, sarana prasarana dan manajemen mutu pelayanan (Dep Kes, 2002).

Lamri (1997) dalam hasil penelitiannya di RS Islam Samarinda mengatakan bahwa pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien dan pengaruh kepuasan terhadap minat untuk menggunakan kembali RS Islam Samarinda adalah kuat dan positif. Hal ini memberikan gambaran untuk kita semua, bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit akan memberikan pengaruh yang besar bagi kepuasan pasien, sehingga untuk memberikan kepuasan bagi pasiennya setiap rumah sakit harus memberikan pelayanan yang memuaskan.

Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar pelayanan dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1996). Tingkat kepuasan masyarakat ini dipengaruhi oleh seberapa besar layanan yang telah mereka terima saat berobat ke suatu Rumah sakit. Perawat mempunyai andil besar dalam memberikan layanan kesehatan, yaitu dengan bersikap profesional, salah satunya dengan menunjukkan kemampuan dan kecakapan, sehingga akan memberikan kepuasaan kepada masyarakat.

Hasil beberapa survei menunjukkan bahwa kepuasan pasien banyak dipengaruhi secara langsung oleh mutu pelayanan yang diberikan rumah sakit terutama yang berhubungan dengan fasilitas Rumah sakit, proses pelayanan dan sumber daya

(14)

yang bekerja di rumah sakit. Suryawati, dkk. 2008, mengatakan bahwa sebagian besar keluhan pasien dalam suatu survei kepuasan menyangkut tentang keberadaan petugas yang tidak profesional.

Hasil penelitian ini didukung pula oleh penelitian Wirawan tahun 2000, yang melakukan penelitian tentang tingkat kepuasan pasien rawat inap terhadap asuhan keperawatan di sebuah rumah sakit di Jawa Timur, hasilnya menunjukkan hanya 17% dari seluruh pasien rawat inap yang mengatakan puas terhadap asuhan keperawatan, sedangkan 83% menyatakan tidak puas. Hal ini dapat diketahui bahwa layanan keperawatan yang diberikan belum sesuai yang diharapkan oleh masyarakat. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dikatakan bahwa pelayanan keperawatan yang ada di rumah sakit masih dianggap kurang baik oleh masyarakat, maka diperlukan suatu perbaikan dalam sistem pemberian asuhan keperawatan, salah satunya dengan mengembangkan Model praktik keperawatan profesional (Sitorus,2006)

Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) merupakan suatu tatanan dalam struktur, proses, dan nilai profesional, yang bertujuan untuk meningkatkan asuhan keperawatan (Sitorus, 2006). Aspek struktur adalah adanya penetapan jumlah tenaga keperawatan, penetapan jenis tenaga keperawatan, penetapan standar rencana keperawatan (renpra), dan aspek proses yaitu penggunaan metode pemberian asuhan keperawatan. Melalui penataan struktur dan proses pemberian asuhan keperawatan, diharapkan hubungan perawat- klien berkesinambungan. Hubungan perawat- klien inilah yang akan memfasilitasi penerapan nilai- nilai profesional yang meliputi: otonomi, kesinambungan, dan akuntabilitas untuk mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan. Rumah sakit dalam mengembangkan suatu model keperawatan akan menata mengenai tenaganya, jenis tenaga yang diperlukan, adanya standar rencana perawatan yang sudah baku, dan ditentukannya metode pemberian asuhan keperawatan sesuai dengan kondisi ruangan.

Pemberian asuhan keperawatan dalam satu ruangan sangat dipengaruhi oleh tercukupinya jumlah tenaga keperawatan, ruangan perawatan menentukan berapa banyak tenaga perawat yang dibutuhkan, karena bila tenaganya kurang akan

(15)

menghambat pemberian asuhan keperawatan pada klien. Hal ini didukung oleh hasil penelitian kualitatif Rohmiyati (2009) di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang, didapatkan bahwa sumber daya manusia atau tenaga perawatnya masih kurang, sehingga menjadi kendala dalam pemberian asuhan keperawatan. Untuk pengaturan tenaga perawatan, harus ditentukan dalam satu struktur, siapa yang memegang tanggung jawab dalam pengelolaan asuhan keperawatan.

Dalam satu ruang rawat inap yang menggunakan metode MPKP ada tingkatan jenis tenaga keperawatan, secara struktur adanya kepala ruangan, Clinical Care

Manager, perawat primer (PP/PN), dan perawat asosiet (Sitorus, 2006). Peran

dan fungsi masing- masing tenaga ini sangat menentukan bagaimana pengelolaan pemberian asuhan keperawatan. Pengaturan peran masing- masing perawat untuk mencegah terjadinya tumpang tindih dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Perawat primer atau perawat asosiet dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien harus berdasarkan pada suatu rencana perawatan yang telah ditentukan.

Standar keperawatan adalah sebagai pedoman dalam proses keperawatan mulai pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan intervensi, implementasi, dan evaluasi ( Potter & Perry, 2005). Standar rencana keperawatan merupakan acuan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Hasil penelitian Kemala Rita (1998), disebutkan bahwa perawat tidak mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan lengkap. Standar rencana perawatan hendaknya dibuat seefektif mungkin sehingga tidak menyita waktu perawat. Dengan tidak banyak menulis, perawat akan lebih banyak waktunya untuk memberikan asuhan keperawatan.

Pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan yang diberikan pada klien, ada beberapa cara yang diterapka yaitu; metode kasus, metode fungsional, metode tim, manajemen kasus, dan metode keperawatan primer (Gillies, 1994 dalam Sitorus (2011). Dalam satu ruang yang menerapkan metode MPKP, yang diterapkan adalah modifikasi keperawatan primer dan tim. Penerapan setiap model bergantung pada analisis tentang kondisi keperawatan yang ada. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Deti & Lusi (2004), didapatkan hasil sebanyak

(16)

88,58 % merasa puas terhadap metode pemberian asuhan keperawatan yang diberikan, dalam ruangan yang menerapkan MPKP.

Komponen lain dari MPKP menurut Hoffart & Woods 1996 dalam Sitorus (2011), bahwa MPKP terdiri dari lima subsistem yaitu pengembangan nilai profesional, hubungan profesional, metode pemberian asuhan keperawatan, pendekatan manajemen, serta sistem kompensasi dan penghargaan. Elemen- elemen tersebut merupakan hal penting dalam mengembangkan MPKP, karena bila dilakukan dengan baik hasilnya dapat dirasakan oleh perawat ataupun klien. Ini didukung oleh penelitian M. Afandi tahun 2008, di ruang Dahlia RSUD Djojonegoro Temanggung, disebutkan bahwa semua komponen yang diterapkan di ruang MPKP hasilnya diatas 80 %. Hasil pemaparan penelitian tersebut, dapat dikatakan berarti seluruh staf mempunyai profesionalitas yang tinggi dalam memberikan layanan perawatan.

Nilai profesional merupakan inti dari Model Praktik Keperawatan Profesional, yang meliputi: otonomi, kendali dan tanggunggugat dari perawat primer ( Sitorus, 2011). Dalam pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan, perawat berpedoman pada keselamatan klien, menghormati hak klien, bekerja berdasarkan analisa, sehingga terhindar dari malpraktik. Nilai profesional merupakan suatu standar bagaimana perawat memperlakukan klien dalam memberikan asuhan keperawatan. berdasarkan kode etik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ali (2001), dinyatakan bahwa perawat tidak membedakan status ekonomi, sosial, suku, dan ramah. Dalam melakukan pemberian asuhan yang berorientasi pada klien, tidak terlepas adanya satu koordinasi antar tim dalam menyelesaikan permasalahan klien.

Hubungan profesional adalah bagaimana perawat melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam menyelesaikan masalah kesehatan kliennya (Ismani, 2010). Hubungan profesional merupakan hal penting dalam satu tim kerja, karena perawat tidak bisa berdiri sendiri dalam mengambil satu keputusan, dalam pelaksanaanya diharapkan tidak ada konflik, karena semua fokus untuk kesehatan

(17)

klien. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tri Agus (2006), bahwa hubungan kolaborasi antara perawat dan tim kesehatan lain berjalan baik.

Sistem kompensasi/ penghargaan, perawat akan mendapat kompensasi dan penghargaan sesuai dengan sifat profesionalnya, penilaian kinerja (Notoatmodjo, 2009). Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Rohmiyati (2009) di RSJD Dr. Amino Gondohutomo, bahwa dari penerapan MPKP yang dilakukan di rumah sakit tesebut, belum ada reward. Kompensasi dan penghargaan pada dasarnya merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan motivasi staf dalam bekerja, bila beban kerja tinggi tanpa diikuti suatu imbalan akan mempengaruhi kinerja staf.

RSUP Fatmawati tahun 2002, telah menerapkan metode pemberian asuhan keperawatan MPKP, dengan tujuan ingin meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Hasil pengamatan peneliti di RSUP Fatmawati ditemukannya fenomena bahwa penataan struktur dan proses dalam komponen penerapan MPKP belum optimal. Peneliti melihat dalam pengadaan ketenagaan dirasakan masih kurang, dari jumlah kapasitas tempat tidur sebanyak 275 bed, di tempat yang peneliti lakukan, hanya ada 188 tenaga perawat. Penetapan jenis ketenagaan diruang MPKP seharusnya PN adalah seorang perawat berpendidikan Ners, tapi di RSUP Fatmawati masih ada yang berpendidikan DIII Keperawatan, dan metode penugasan pemberian asuhan keperawatan kelihatan tidak jelas metode apa yang diadopsi. Peneliti melihat, pihak manajemen belum melakukan evaluasi terhadap metode pemberian asuhan keperawatan, sehingga perawat kurang tersosialisasi dalam menerapkan metode MPKP ini.

Penelitian Arum Pratiwi dan Abi Muhlisin (2005), dalam penelitiannya tentang kajian penerapan MPKP di RSU Surakarta disebutkan bahwa pelaksanaan MPKP di RS tersebut belum menggambarkan model MPKP yang normatif, pembinaan bangsal percontohan dengan evaluasi yang terus menerus belum dilakukan, selain itu pimpinan rumah sakit sebagai pembuat kebijakan masih kurang dalam pengelolaan manajemen keperawatan.

(18)

Berdasarkan data-data tersebut sayangnya belum pernah ada penelitian ilmiah yang mengeksplorasi pelaksanaan penerapan MPKP di rumah sakit Fatmawati, Peneliti merasa tertarik untuk mengetahui “Gambaran Penerapan Model Praktik Keperawatan Profesional menurut persepsi perawat pelaksana di IRNA B RSUP Fatmawati” yang ingin dibuktikan dengan melakukan penelitian, hasilnya diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap pemberian asuhan keperawatan di RSUP Fatmawati.

1.2. Rumusan Masalah

Model praktik keperawatan profesional (MPKP), merupakan metode pemberian asuhan keperawatan dengan tujuan untuk meningkatkan keprofesionalan perawat dan mutu layanan Rumah Sakit secara umum. Penerapan Model praktik Keperawatan Profesional di RSUP Fatmawati saat ini bila dilihat dari empat karakteristik model MPKP masih harus ditata sesuai konsepnya. Harapan RSUP Fatmawati kedepannya adalah ingin memberikan asuhan keperawatan yang optimal. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mempelajari dan mengetahui gambaran MPKP di Rumah sakit Fatmawati menurut persepsi perawat pelaksana khususnya IRNA B, adapun pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana gambaran penerapan MPKP menurut persepsi perawat pelaksana di IRNA B RSUP Fatmawati?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran penerapan model praktik keperawatan profesional menurut persepsi perawat pelaksana di RSUP Fatmawati Jakarta.

1.3.2 Tujuan khusus:

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah teridentifikasi:

1.3.2.1 Karakteristik responden: usia responden, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan lama bekerja

1.3.2.2 Komponen MPKP; yaitu tenaga keperawatan, jenis tenaga keperawatan, standar asuhan keperawatan, dan metode pemberian asuhan keperawatan di IRNA B RSUP Fatmawati.

(19)

1.3.2.2 Subsistem MPKP: nilai-nilai professional, hubungan professional, manajemen keperawatan, serta sistem penghargaan dan kompensasi

1.4. MANFAAT PENELITIAN 1.4.1 Bagi peneliti

Sebagai pengalaman dalam melakukan penelitian dan menambah pengetahuan peneliti terkait penerapan metode MPKP.

1.4.2 Bagi lahan penelitian

Mendapatkan gambaran penerapan model praktik keperawatan profesional menurut persepsi perawat pelaksana di RSUP Fatmawati, sehingga dapat memberikan masukan pada pihak Rumah sakit, dalam mengoptimalkan penerapan MPKP

1.4.3 Pengembangan keilmuan Keperawatan

Memberikan masukan tentang hasil penelitian sebagai acuan khususnya tentang Model praktik keperawatan profesional

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Model Praktik keperawatan Profesional (MPKP)

Model Praktik Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996). Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan (Sitorus & Yulia, 2006). Kedua pengertian yang dikemukakan menyatakan bahwa model praktik keperawatan profesional merupakan suatu sistem dalam memberikan asuhan keperawatan dengan melalui suatu penataan lingkungan keperawatan.

2.2 Karakteristik model dalam penataan struktur dan proses pemberian asuhan keperawatan, terdiri dari empat unsur:

2.2.1 Penetapan jumlah tenaga keperawatan

Perencanaan tenaga merupakan salah satu fungsi utama seorang pemimpin organisasi keperawatan, keberhasilan suatu organisasi salah satunya ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Langkah perencanaan dalam penghitungan tenaga keperawatan menurut Druckter dan Gillies (1994): mengidentifikasi bentuk dan beban pelayanan keperawatan yang akan diberikan, menentukan kategori perawat yang akan ditugaskan untuk melaksanakan pelayanan keperawatan, menentukan jumlah masing-masing kategori perawat yang dibutuhkan, menerima dan menyaring untuk mengisi posisi yang ada, menentukan tenaga perawat sesuai dengan ruang/ unit atau shift, melakukan seleksi pada calon-calon pegawai, serta memberikan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas pelayanan keperawatan disetiap unit.

Penetapan jumlah tenaga keperawatan harus disesuaikan dengan kategori yang akan dibutuhkan untuk asuhan keperawatan klien disetiap unit. Kategori

(21)

keperawatan klien terdiri dari: perawatan mandiri (self care) yaitu klien yang memerlukan bantuan minimal dalam melakukan tindakan keperawatan dan pengobatan. Klien melakukan aktifitas perawatan dini secara mandiri. Perawatan sebagian (partial care) yaitu: klien memerlukan bantuan sebagian dalam tindakan keperawatan dan pengobatan tertentu. Perawatan total (total care) yaitu: klien memerlukan bantuan secara penuh dalam keperawatan diri dan memerlukan obsevasi secara ketat. Perawatan intensif (intensive care) yaitu klien memerlukan observasi dan tindakan keperawatan yang terus menerus. Penghitungan kebutuhan ketenagaan menurut metode Gillies (1994), menjelaskan rumus kebutuhan tenaga keperawatan di suatu unit perawatan adalah sebagai berikut :

2.2.1.1 Metode Gillies (1994)

Jumlah jam keperawatan rata rata rata- rata

Yang dibutuhkan klien/hari x klien/hari jumlah x klien/ tahun Jumlah hari/ tahun _ Hari libur masing2x x jumlah jam kerja

Perawat tiap perawat

jumlah keperawatan yang dibutuhkan /tahun =

jumlah jam keperawatan yang di berikan perawat/tahun

= jumlah perawat di satu unit

Prinsip perhitungan rumus Gillies :

Jumlah Jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari adalah :

1) Waktu keperawatan langsung (rata rata 4-5 jam/klien/hari) dengan spesifikasi pembagian adalah : keperawatan mandiri (self care) = ¼ x 4 = 1 jam , keperawatan partial (partial care ) = ¾ x 4 = 3 jam , keperawatan total (total

care) = 1-1.5 x 4 = 4-6 jam, dan keperawatan intensif (intensive care) = 2 x 4

jam = 8 jam.

2) Waktu keperawatan tidak langsung

Menurut RS Detroit (Gillies, 1994) = 38 menit/klien/hari

Menurut Wolfe & Young ( Gillies, 1994) = 60 menit/klien/hari = 1

(22)

3) Waktu penyuluhan kesehatan lebih kurang 15 menit/hari/klien = 0,25 jam/hari/klien

4) Rata rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatu unit berdasarkan rata rata biaya atau menurut Bed Occupancy Rate (BOR) dengan rumus :

Jumlah hari perawatan RS dalam waktu tertentu x 100 % Jumlah tempat tidur x 365 hari

Jumlah hari pertahun yaitu : 365 hari.

Hari libur masing-masing perawat per tahun, yaitu : 73 hari ( hari minggu/libur = 52 hari ( untuk hari sabtu tergantung kebijakan rumah sakit setempat, kalau ini merupakan hari libur maka harus diperhitungkan , begitu juga sebaliknya ), hari libur nasional = 13 hari, dan cuti tahunan = 8 hari).

Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (kalau hari kerja efektif 6 hari maka 40/6 = 6.6 = 7 jam per hari, kalau hari kerja efektif 5 hari maka 40/5 = 8 jam per hari). Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan disatu ruangan/ unit harus ditambah 20% (untuk antisipasi kekurangan /cadangan ).

Perbandingan profesional berbanding dengan vocasional = 55% : 45 % Contoh :

Rata rata jam perawatan klien per hari = 5 jam/hari

Rata rata = 17 klien / hari (3 orang dengan ketergantungan minimal, 8 orang dengan ketergantungan partial dan 6 orang dengan ketergantungan total)

Jumlah jam kerja tiap perawat = 40 jam/minggu ( 6 hari/minggu ) jadi jumlah jam kerja perhari 40 jam dibagi 6 = 7 jam /hari

Jumlah hari libur : 73 hari ( 52 +8 (cuti) + 13 (libur nasional)

Jumlah jam keperawatan langsung

- Ketergantungan minimal = 3 orang x 1 jam = 3 jam - Ketergantungan partial = 8 orang x 3 jam = 24 jam - Ketergantungan total = 6 orang x 6 jam = 36 jam Jumlah jam = 63 jam

(23)

Jumlah keperawatan tidak langsung 17 orang klien x 1 jam = 17 jam

Pendidikan Kesehatan = 17 orang klien x 0,25 = 4,25 jam Sehingga Jumlah total jam keperawatan /klien/hari : 63 jam + 17 jam + 4,25 jam = 4,96 Jam/klien/hari 17 orang

Jumlah tenaga yang dibutuhkan :

4,96 x 17 x 365 = 30.776,8 = 15,06 orang ( 15 orang ) (365 – 73) x 7 2044

Untuk cadangan 20% menjadi 15 x 20% = 3 orang

Jadi jumlah tenaga yang dibutuhkan secara keseluruhan 15 + 3 = 18 orang /hari Perbandingan profesional berbanding dengan vocasional = 55% : 45 % = 10 : 8 orang.

2.2.1 2 Metode Swansburg

Pada suatu unit dengan 24 tempat tidur dan 17 klien rata rata perhari . Jumlah jam kontak langsung perawat – klien = 5 jam /klien/hari.

1) Total jam perawat /hari : 17 x 5 jam = 85 jam jumlah perawat yang dibutuhkan : 85 / 7 = 12,143 ( 12 orang) perawat/hari

2) Total jam kerja /minggu = 40 jam

jumlah shift perminggu = 12 x 7 (1 minggu) = 84 shift/minggu jumlah staf yang dibutuhkan perhari = 84/6 = 14 orang

(jumlah staf sama bekerja setiap hari dengan 6 hari kerja perminggu dan 7 jam/shift)

Menurut Warstler dalam Swansburg dan Swansburg (1999), merekomendasikan untuk pembagian proporsi dinas dalam satu hari → pagi : siang : malam = 47 % : 36 % : 17 %. Sehingga jika jumlah total staf keperawatan /hari = 14 orang

- Pagi : 47% x 14 = 6,58 = 7 orang - Sore : 36% x 14 = 5,04 = 5 orang - Malam : 17% x 14 = 2,38 = 2 orang

(24)

2.2.1.3 Metode Douglas

Douglas (1984, dalam Swansburg & Swansburg, 1999), menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan berdasarkan klasifikasi klien, dimana masing- masing kategori mempunyai nilai standar per shift nya, yaitu sebagai berikut : Klasifikasi Klien Minimal, Parsial, dan Total care

Jumlah Klasifikasi klien

Klien Minimal Parsial Total

Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam

1 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20

2 0,34 0,28 0,14 0,54 0,30 0,20 0,72 0,60 0,40

3 0,51 0,42 0,21 0,81 0,45 0,30 0,80 0,90 0,60

Dst

Klasifikasi pasien berdasarkan derajat ketergantungan (douglas, 1984) Perawatan minimal (1 – 2 jam / 24 jam), adalah kegiatan yang bisa dilakukan oleh klien meliputi: Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian di lakukan sendiri, makan dan minum di lakukan sendiri, ambulasi dengan pengawasan, observasi tanda – tanda vital di lakukan setiap pergantian jaga, pengobatan minimal, status psikologis stabil, perawatan luka sederhana.

Perawatan intermediet / partial (3 – 4 jam / 24 jam), kegiatan yang dilakukan adalah memenuhi kebersihan diri klien, makan minumnya dibantu, observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam, ambulasi dibantu, pengobatan dengan injeksi, pasien dengan katheter urine, pasien dengan infus, observasi balance cairan ketat. Perawatan maksimal / total (5 – 6 jam / 24 jam), semua kebutuhan klien dibantu, hal yang dilakukan adalah: melakukan perubahan posisi, observasi tanda – tanda vital setiap 2 jam, makan diberikan melalui selang lambung, beberapa pengobatan melalui intra vena, pemakaian suction pada klien yang slymnya banyak, gelisah / disorientasi, perawatan luka kompleks.

(25)

2.2.2 Penetapan jenis tenaga keperawatan

Pelaksanaan MPKP dalam satu ruangan harus ditetapkan jenis tenaga keperawatannya, beberapa jenis tenaga yang ada meliputi kepala ruang rawat,

Clinical care manager (CCM), perawat primer (PP), serta perawat asosiet (PA).

Peran dan fungsi antara PP dan PA harus jelas dan sesuai dengan tanggung jawabnya. Pada ruang rawat MPKP pemula, kepala ruangan adalah perawat dengan kemampuan DIII keperawatan dengan pengalaman, dan pada MPKP tingkat I adalah perawat dengan kemampuan S Kep/Ners dengan pengalaman (Sitorus, 2011).

Tugas dan tanggung jawab setiap jenis tenaga adalah sebagai berikut: a. Kepala Ruangan

Pada ruang rawat dengan MPKP pemula, kepala ruang adalah perawat dengan kemampuan DIII keperawatan dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun. b. Clinical care manager (CCM)

Clinical Care Manager adalah seseorang dengan pendidikan S1 keperawatan/

Ners, dengan pengalaman kerja lebih dari 3 tahun c. Perawat Primer (PP)

Perawat primer pada MPKP pemula adalah seorang yang berpendidikan DIII, Tugas perawat primer adalah, memimpin dan bertanggung jawab pada elaksanaan asuhan dan pelayanan keperawatan serta pendokumentasian dan administrasi pada sekelompok pasien yang menjadi tanggung jawabnya. Berpartisifasi dalam visite dokter, mengatasi permasalahan/ konflik pasien, penunggu dan petugas di areanya, mengkoordinasikan proses pelayanan kepada kepala ruangan mengatur dan memantau semua proses asuhan

keperawatan di area kelolaan,dan memastikankelengakapan

pendokumentasian dan administrasi dari klien masuk sampai pulang. d. Perawat Asosiet (PA)

Pada MPKP pemula perawat Asosiet adalah yang berpendidikan DIII keperawatan, dan tidak menutup kemungkinan masih ada yang berpendidikan SPK. Tugas PA adalah bertanggung jawab dan melaksanakan asuhan keperawatan keperawatan pada klien yang menjadi tanggungjawabnya. Melaksanakan dokumentasi keperawatan, dan berkoordinasi dengan perawat

(26)

primer untuk pelaksanaan asuhan keperawatan. Pengaturan tanggung jawab PP lebih ditekan kan pada pelaksanaan terapi keperawatan karena bentuk tindakannya lebih pada interaksi, adapatasi,yang memerlukan konsep dan analisa yang tinggi, tindakan yang tidak memerlukan analisis dapat dilakukan oleh PA.

2.2.3 Penetapan standar rencana asuhan keperawatan

Proses keperawatan merupakan proses pengambilan keputusan yang dilakukan perawat dalam menyusun kegiatan asuhan secara bertahap. Kebutuhan dan masalah pasien merupakan titik sentral dalam pengambilan keputusan. Pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan adalah 1). Identifikasi masalah 2) menyusun alternatif penyelesaikan masalah, 3) pemilihan cara penyelesaian masalah yang tepat dan melaksanakannya, dan 4) evaluasi hasil dari pelaksanaan alternatif penyelesaian masalah.

Seluruh langkah pengambilan keputusan ini tertuang pada langkah-langkah proses keperawatan yaitu 1) pengkajian fokus pada keluhan utama dan eksplorasi lebih holistik, 2) diagnosis yaitu menetapkan hubungan sebab akibat dari masalah masalah keperawatan, 3) rencana tindakan untuk menyelesaikan masalah, 4) implementasi, dan 5) evaluasi hasil tindakan (Potter & Perry, 2005). Dalam pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan, perawat di ruangan / unit akan mengacu pada standar rencana perawatan yang telah ada.

Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem pelayanan keperawatan, karena melalui pendokumentasian yang baik, maka informasi mengenai keadaan kesehatan pasien dapat diketahui secara berkesinambungan. disamping itu, dokumentasi merupakan dokumen legal tentang pemberian asuhan keperawatan. Secara lebih spesifik, dokumentasi berfungsi sebagai sarana komunikasi antar profesi kesehatan, sumber data untuk pemberian asuhan keperawatan, sumber data untuk penelitian, sebagai bahan bukti pertanggung jawaban dan pertanggung gugatan asuhan keperawatan. (Potter & Perry, 2005).

(27)

2.2.4 Metode Pemberian Asuhan Keperawatan.

Terdapat beberapa metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu metode kasus, metode fingsional, metode tim, dan metode keperawatan primer, serta manajemen kasus ( Gillies, 1994). Dalam pelaksanaanya setiap ruang/ unit akan berbeda, tergantung dari analisis ruangan, metode mana yang akan dipakai.

2.2.4.1 Metode kasus

Metode kasus keperawatan memberikan asuhan keperawatan berdasarkan rasio satu perawat kepada seorang klien secara total dalam satu periode dinas, jumlah klien yang dirawat oleh satu perawat bergantung pada kemampuan perawat itu dan kompleknya kebutuhan klien, metode ini yang pertama kali di gunakan dalam pemberian asuhan keperawatan ( Sitorus, 2011). Metode kasus ini biasanya dipergunakan di ruangan intensif, karena perawat diberi tanggung jawab untuk mengelola klien secara penuh.

2.2.4.2 Metode Fungsional.

Metode fungsional, merupakan metode penugasan yang menekankan pada penyelesaian tugas dan prosedur keperawatan ( Sitorus, 2011). Setiap perawat diberikan satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu ruangan. Seorang perawat mungkin bertanggung jawab dalam pemberian obat, mengganti balutan, monitor infus dan sebagainya. Prioritas utama yang dikerjakan adalah pemenuhan kebutuhan fisik sesuai dengan kebutuhan pasien dan kurang menekankan kepada pemenuhan kebutuhan pasien secara holistik, sehingga dalam penerapannya kualitas asuhan keperawatan sering terabaikan, karena pemberian asuhan yang terfragmentasi.

Komunikasi antara perawat sangat terbatas, sehingga tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali kepala ruangan. Hal ini sering menyebabkan klien kurang puas dengan pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan, karena seringkali klien tidak mendapat jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan, dan kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.

(28)

Kepala Ruangan bertanggung jawab untuk mengarahkan dan mensupervisi. Pada model ini kepala ruangan menentukan apa yang menjadi tugas setiap perawat dalam suatu ruangan dan perawat akan melaporkan tugas-tugas yang dikerjakan kepada kepala ruangan. Kepala ruangan yang bertanggung jawab dalam membuat laporan pasien.

Koordinasi antar perawat sangat kurang sehingga seringkali pasien harus mengulang berbagai pertanyaan atau permintaan kepada semua petugas yang datang kepadanya, dan kepala ruangan yang memikirkan setiap kebutuhan pasien secara komprehensif. Informasi yang disampaikan bersifat verbal, yang seringkali terlupakan karena tidak didokumentasikan dan tidak diketahui oleh staf lain yang memberikan asuhan keperawatan.

Kepala Ruangan kurang mempunyai waktu untuk membantu stafnya untuk mempelajari cara yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan pasien atau dalam mengevaluasi kondisi pasien dan hasil asuhan keperawatan, kecuali terjadi perubahan yang sangat mencolok. Orientasi model ini hanya pada penyelesaian tugas, bukan kualitas, sehingga pendekatan secara holistik sukar dicapai. Model fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas bila jumlah staf sedikit, namun pasien selalu tidak mendapat kepuasan dari asuhan keperawatan yang diberikan.

2.2.4.3 Metode Tim

Model Tim merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 1992). Model Tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap staf mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi, sehingga setiap anggota tim merasakan kepuasan karena diakui kontribusinya di dalam mencapai tujuan bersama yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu.

(29)

Model Tim menurut Kron & Gray (1987) terkandung dua konsep utama yang harus ada, yaitu: Kepemimpinan dan komunikasi yang efektif. Kemampuan kepemimpinan harus dipunyai oleh Ketua Tim, yaitu perawat profesional

(Registered Nurse). Registered Nurse ditunjuk oleh Kepala Ruangan untuk

bertanggung jawab terhadap sekelompok pasien dalam merencanakan asuhan keperawatan, merencanakan penugasan kepada anggota tim, melakukan supervisi dan evaluasi pelayanan keperawatan yang diberikan. Proses komunikasi harus dilakukan secara terbuka dan aktif melalui laporan, pre atau post conference atau pembahasan dalam penugasan, pembahasan dalam merencanakan dan menuliskan asuhan keperawatan dan mengevaluasi hasil yang telah dicapai.

Pelaksanaan model tim tidak dibatasi oleh suatu pedoman yang kaku. Model tim dapat diimplementasikan pada tugas pagi, sore, dan malam. Apakah terdapat 2 atau 3 tim tergantung pada jumlah dan kebutuhan serta jumlah dan kualitas tenaga keperawatan. Umumnya satu tim terdiri dari 3-5 orang tenaga keperawatan untuk 10-20 pasien.

Hasil penelitian Lambertson seperti dikutip oleh Douglas (1984), menunjukkan bahwa model tim bila dilakukan dengan benar merupakan model asuhan keperawatan yang tepat dalam meningkatkan pemanfaatan tenaga keperawatan yang bervariasi kemampuannya dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini berarti bahwa model tim dilaksanakan dengan tepat pada kondisi dimana kemampuan tenaga keperawatan bervariasi. Kegagalan penerapan model ini, jika penerapan konsep tidak dilaksanakan secara menyeluruh/ total dan tidak dilakukan pre atau post konferens dalam sistem pemberian asuhan keperawatan untuk pemecahan masalah yang dihadapi pasien dalam penentuan strategi pemenuhan kebutuhan pasien.

2.2.4.4 Metode Primer

Keperawatan primer, penekanannya terletak pada penugasan seorang perawat profesional atau registered nurse, yang disebut sebagai perawat primer sebagai penanggung jawab utama pemberi asuhan keperawatan kepada pasien tertentu.

(30)

Metode primer memberi dampak positif terhadap peningkatan profesionalisme, peningkatan autonomi profesi dan kepuasan bekerja bagi perawat, peningkatan kepuasan pasien akan mutu layanan dan asuhan keperawatan, dan efisiensi penggunaan sumberdaya (Huber, 2000).

Tujuan utama dari Model Primer adalah terdapatnya kontinuitas keperawatan yang dilakukan secara komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan. Penugasan yang diberikan kepada perawat primer atas pasien yang dirawat dimulai sejak pasien masuk ke rumah sakit yang didasarkan kepada kebutuhan pasien atau masalah keperawatan yang disesuaikan dengan kemampuan perawat primer. Setiap perawat primer mempunyai 4-6 pasien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama pasien dirawat.

Perawat primer akan melakukan pengkajian secara komprehensif dan merencanakan asuhan keperawatan. Selama bertugas ia akan melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien. Demikian pula pasien, keluarga, staf medik dan staf keperawatan akan mengetahui bahwa pasien tertentu merupakan tanggung jawab perawat primer tertentu. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan dia juga akan merencanakan pemulangan pasien atau rujukan bila diperlukan.

Perawat primer mendelegasikan kepada perawat lain yang disebut perawat associate jika berhalangan hadir atau tidak menjalankan tugas. Perawat primer/

primary nurse bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang diterima

pasien dan menginformasikan tentang keadaan pasien kepada Kepala Ruangan, dokter dan staf keperawatan lainnya. Kepala Ruangan tidak perlu mengecek satu persatu pasien, tetapi dapat mengevaluasi secara menyeluruh tentang aktivitas pelayanan yang diberikan kepada semua pasien.

Perawat primer bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan tetapi juga mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan

(31)

kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat, membuat jadual perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan sebagainya. Seorang perawat primer dituntut akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Perawat primer berperan sebagai advokat pasien terhadap birokrasi rumah sakit.

Kepuasan yang dirasakan pasien dalam model primer adalah pasien terpenuhi kebutuhannya secara individual dengan asuhan keperawatan yang bermutu dan tercapainya pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi. Kepuasan yang dirasakan oleh perawat primer adalah tercapainya hasil berupa kemampuan yang tinggi terletak pada kemampuan supervisi. Keuntungan yang diperoleh pihak rumah sakit adalah rumah sakit tidak perlu mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi tenaga yang ada harus berkualitas tinggi.

Penetapan seorang menjadi perawat primer perlu berhati-hati karena memerlukan beberapa kriteria, diantaranya dalam menetapkan kemampuan asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Penerapan metode primer di negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai perawat primer adalah seorang Clinical Specialist yang mempunyai kualifikasi Master.

Penerapan metode primer di Inggris (Lydia hall, 1963) menyatakan bahwa Model Primer dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan bila dibandingkan dengan Model Tim, karena: hanya satu perawat yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat dalam perencanaan dan koordinasi asuhan keperawatan, Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 pasien bila dibandingkan dengan 10-20 orang pada setiap tim, perawat rrimer bertanggung jawab selama 24 jam, rencana pulang pasien dapat diberikan lebih awal, dan rencana keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel.

(32)

2.2.4.5 Manajemen kasus

Manajemen kasus merupakan sistem pemberian asuhan keperawatan secara multidisiplin yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan fungsi berbagai anggota tim kesehatan ( kolaborasi) dan sumber- sumber yang ada sehingga dapat dicapai hasil akhir asuhan keperawatan yang optimal. Manajemen kasus merupakan proses pemberian asuhan keperawatan, mengurangi fragmentasi, meningkatkan kualitas hidup klien, dan efesiensi pembiayaan ( Marquis & Huston, 2000). Tujuan utama manajemen kasus adalah tercapainya hasil akhir asuhan keperawatan yang sudah ditetapkan dengan mengoptimalkan layanan yang dibutuhkan (clinical pathways). Metode manajemen kasus terdiri dari lima elemen yaitu (1) pendekatam berfokus pada klien, (2) koordinasi asuhan dan layanan antar institusi, (3) berorientasi pada hasil, (4 ) efisiensi sumber, dan (5) kolaborasi. ( Sitorus, 2011).

2.3 Lima subsistem MPKP menurut Hoffart & Woods (1996) yaitu: 2.3.1 Nilai-nilai professional

Nilai professional merupakan inti dari Model Praktik Keperawatan Profesional, yang meliputi : nilai intelektual, komitmen moral, otonomi, kendali dan tanggung gugat (Sitorus,2011). Nilai intelektual terdiri dari tiga komponen yang sangat terkait; body of knowledge, pendidikan spesialisasi, dan penggunaan pengetahuan dalam berfikir kritis serta kreatif. Komitmen moral, perilaku perawat harus dilandasi aspek moral yang meliputi; beneficience/ tidak membahayakan klien, adil, fidelity/ meminimalkan risiko. Otonomi berarti adanya kebebasan dan wewenang melakukan tindakan secara mandiri, kendali merupakan implikasi pengaturan/ pengarahan terhadap orang lain.

Tanggung gugat merupakan tanggung jawab terhadap tindakan yang telah diberikan. Dalam pemberian asuhan perawatan harus ada kesinambungan, serta perawat harus mengembangkan pengetahuan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2005). Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak terlepas dari aspek- aspek nilai profesional dan kode etik keperawatan. Dalam standar profesi kode etik perawat, terdiri dari akuntabilitas,

(33)

menerima tanggung jawab, menerapkan prinsip etik, menghormati hak klien, menjaga kerahasiaan, memberikan asuhan keperawatan berdasarkan peraturan (Sumijatun, 2011).

2.3.2 Hubungan profesional

American Nurses Association (ANA): Baggs & Schmitt,1988; Evans &

Carlson,1992; Shortridge, McLain, & Gillis1986, (cit. Siegler & Whitney, 1994).

et al., (cit. Siegler & Whitney, 1994) menyebutkan kolaborasi sebagai hubungan

timbal balik dimana (pemberi pelayanan) memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka. Praktik kolaborasi menekankan tanggung jawab bersama dalam menajemen perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masing pendidikan dan kemampuan praktisi.

Hubungan perawat dengan profesi kesehatan lain, menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu, adalah mengenai kebersamaan, berbagi tugas, kerja sama, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat dalam bekerja. Dalam memberikan pelayanan kesehatan, perawat dituntut sejajar untuk berkolaborasi dengan dokter. Pada kenyataannya profesi keperawatan masih kurang berkembang dibandingkan dengan profesi yang berdampingan erat dan sejalan dengan profesi lain.

Kerjasama dan kolaborasi dengan dokter perlu pengetahuan, ketrampilan, dan kemauan, maupun sikap yang professional mulai dari komunikasi, dengan mitra kerjanya, sampai pada keterampilan dalam mengambil keputusan. Hubungan perawat-dokter atau dengan tim kesehatan lain adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perspektif yang berbeda dalam memandang pasien, dalam prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses kolaborasi.

(34)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul jika hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American Nurses

Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 Rumah Sakit

melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berlangsung pada hasil yang dialami pasien (Kramer dan Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan kolerasi positif antara kualitas hubungan dokter, tim kesehatan lain, dan perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.

Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh perturan suatu negara dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter, serta tim kesehatan lain merencanakan dan mempraktekkan sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkonstribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat (Ismani Nila, 2001).

.

2.3.3 Pendekatan manajemen keperawatan

Manajemen keperawatan merupakan proses menyelesaikan pekerjaan melalui anggota staf perawat dibawah tanggung jawabnya, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan profesional kepada klien dan keluarganya (Huber 1996, dalam Sitorus 2011). Manajemen keperawatan terdiri dari empat unsur, yang pertama tentang perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian.

2.3.3.1 Perencanaan

Perencanaan adalah suatu keputusan untuk masa yang akan datang. artinya , apa, siapa, kapan, dimana, berapa, dan bagaimana yang akan dan harus dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu (Suarli, 2010). Perencanaan adalah hal-hal yang akan dan tidak akan dilakukan pada menit, jam atau waktu yang akan datang. Perencanaan merupakan proses intelektual yang didasarkan pada fakta dan

(35)

informasi, bukan emosi dan harapan (Dauglas. 1992, Gillies 1994 dalam manajemen keperawatan). Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen dan merupakan tugas utama setiap manajer. Perencanaan harus sistematik, dapat diukur, dapat dicapai, realistik dan berorientasi pada waktu. Perencanaan yang dipakai di ruang MPKP meliputi perumusan visi, misi, filosofi, kebijakan dan rencana jangka pendek ; harian,bulanan,dan tahunan. Perencanaan merupakan dasar bagaimana kinerja manajemen untuk menciptakan suatu keadaan agar pengelolaan berjalan baik.

2.3.3.2 Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas- aktivitas untuk mencapai objektif, penugasan suatu kelompok manajer dengan otoritas pengawasan setiap kelompok, dan menentukan cara dari pengkoordinasian aktivitas yang tepat dengan unit lainnya, baik secara vertikal maupun horizontal, dan bertanggung jawab untuk mencapai objektif organisasi (Swanburg, 2000).

Ciri- ciri organisasi terdiri dari sekelompok orang, ada kegiatan yang berbeda tapi saling berkaitan, tiap anggota mempunyai sumbangan usaha, adanya kewenangan, koordinasi, dan pengawasan serta adanya suatu tujuan. Suatu organisasi akan berjalan baik bila sekelompok orang mempunyai komitmen yang sama untuk mencapai satu tujuan (Suarli,2010)

Kepala ruangan bertanggung jawab untuk mengorganisasikan kegiatan asuhan keperawatan di unit kerjanya untuk mencapai tujuan pengorganisasian. Pelayanan keperawatan di ruangan meliputi stuktur organisasi, jadwal dinas dan daftar alokasi pasien. Struktur organisasi dinyatakan sebagai suatu susunan skematis yang menunjukkan fungsi-fungsi, atau posisi-posisi dalam organisasi, serta bagaimana mereka saling berhubungan. Struktur organisasi menunjukkan pembagian pekerjaan, merumuskan metode penugasan yang akan digunakan, membuat rincian tugas antara PN dan PA, membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi PN/ Ka tim, mengatur dan mengendalikan tenaga perawatan, mengatur logistik ruangan, mendelegasikan tugas bila karu tidak ada di tempat, identifikasi masalah, dan cara penanganan.

(36)

2.3.3.3 Pengarahan

Pengarahan adalah pengeluaran penugasan, pesanan, dan intruksi yang memungkinkan pekerja memahami apa yang diharapkan darinya, dan pedoman serta pandangan pekerja sehingga ia dapat berperan secara efektif dan efesien untuk mencapai objektif organisasi (Douglas, dalam Swanburg 2000).

Dalam pengarahan terdapat kegiatan supervisi, memberikan pengarahan tentang penugasan pemberian asuhan keperawatan, menciptakan iklim motivasi, memberikan pujian kepada anggota yang melaksanakan tugas dengan baik, menginformasikan hal yang dianggap penting yang berhubungan dengan asuhan keperawatan, manajemen waktu, komunikasi efektif yang mencakup pre dan post konferens, meningkatkan kolaborasi dengan tim kesehatan lain, dan bagaimana menyelesaikan manajemen konflik, serta memberikan bimbingan kepada staf dibawahnya.

2.3.3.4 Pengendalian

Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan yang meliputi penilaian tentang pelaksanaan rencana yang telah dibuat, pemberian instruksi dan menetapkan prinsip-prinsip melalui penetapan standar, membandingkan penampilan dengan standar dan memperbaiki kekurangan.

kepala ruangan melakukan survey kepuasan, dan audit dokumentasi (Swanburg,2000).

Pengendalian merupakan proses akhir dari proses manajemen, dimana dalam pelaksanaannya proses pengawasan dan pengendalian saling keterkaitan dengan proses-proses yang lain terutama dalam perencanaan. Dalam proses manajemen ditetapkan suatu standar yang menjadi acuan, diantaranya yaitu : visi-misi, standar asuhan, penampilan kinerja, keuangan, dan lain sebagainya. Dengan demikian dalam pelaksanaannya perlu dilakukan pengawasan apakah setiap tahapan proses manajemen telah sesuai dengan standar atau tidak dan jika ditemukan adanya penyimpangan maka perlu dilakukan pengendalian sehingga kembali sesuai standar yang berlaku.

(37)

2.3.4 Metode Pemberian Asuhan Keperawatan.

Kepala ruangan mempunyai tanggung jawab untuk menetapkan metode pemberian asuhan keperawatan apa yang tepat dan diaplikasikan di unit kerjanya untuk mencapai tujuan sesuai dengan jumlah kategori tenaga yang ada di ruangan serta jumlah klien yang menjadi tanggung jawabnya ruang rawat. Metode penugasan keperawatan yang digunakan pada umumnya modifikasi keperawatan primer dan tim.

2.3.5 Sistem kompensasi dan penghargaan.

Adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja atau pengabdiannya. Pemberian kompensasi dan penghargaan kepada karyawan harus mempunyai dasar yang logis dan rasional, besarnya kompensasi merupakan pencerminan atau ukuran nilai pekerjaan karyawan.

Tujuan kompensasi dan penghargaan yaitu a) menghargai prestasi kerja karyawan, dengan pemberian kompensasi akan mendorong perilaku karyawan sesuai dengan yang diinginkan organisasi. b) menjamin keadilan, masing- masing karyawan memperoleh imbalan sesuai dengan fungsi, tugas, jabatan, dan prestasi kerjanya, c) mempertahankan karyawan, para karyawan akan betah bekerja, sehingga mencegah keluarnya karyawan. d) pengendalian biaya, dengan sistem kompensasi, akan mengurangi seringnya melakukan rekuitmen, akibat keluarnya karyawan. e) Memperoleh karyawan yang bermutu, dengan sistem kompensasi , akan banyak pelamar, sehingga banyak peluang untuk memilih karyawan yang berprestasi. dan f) Memenuhi peraturan pemerintah. Suatu organisasi yang baik dituntut adanya sistem administrasi kompensasi yang baik pula (Notoatmodjo, 2009).

Teori manajemen sumber daya manusia ( Cenzo dan Robbins, 1996 ), menyatakan bahwa lembaga menggunakan penghargaan untuk memotivasi sumber daya manusia. Secara garis besar ada dua macam penghargaan, yaitu (a) intrinsik yang merupakan penghargaan diri sendiri terhadap pekerjaannya, dan (b) ekstrinsik yang berasal dari lembaga tempat bekerja. Penghargaan dari tempat bekerja ini terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: penghargaan uang dan penghargaan

(38)

non uang. Contoh penghargaan ekstrinsik adalah kepuasan bekerja diperusahaan, mendapat tanggung jawab lebih besar, kesempatan mengembangkan pribadi dan bekerja sesuai dengan keyakinan pribadi. Penghargaan keuangan antara lain gaji, insentif berdasarkan kinerja pekerjaan, berbagai program perlindungan sosial dan kesehatan, dan sebagainya.

Sistem kompensasi dan penghargaan diberikan kepada staf keperawatan dalam satu institusi bergantung pada kebijakan manajemen masing- masing. Perawat baik PP/ PN dan PA berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan keperawatan yang telah mereka berikan kepada kliennya. Kompensasi dan penghargaan dapat berupa jasa dapat diberikan kepada PP dan PA dalam satu tim berupa kesempatan untuk mempelajari asuhan keperawatan lebih lanjut.

2.4 Karakteristik responden 2.4.1 Usia

Masa dewasa awal adalah individu mempunyai pendidikan yang memadai, kebiasaan berfikir rasional, memiliki pengalaman hidup serta secara psikososial dianggap lebih mampu dalam memecahkan tugas pribadi dan sosial (Potter dan Perry, 2005). Pada usia dewasa awal dan pertengahan, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisonal mengenal jalannya perkemangan selama hidup. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.

Perawat sebagai pemberi pelayanan kepada klien, diharapkan pada rentang usia dewasa awal ini tentunya mempunyai analisis yang tinggi dalam memecahkan setiap masalah kesehatan klien. Usia berpengaruh terhadap bagaimana perawat menunjukkan rasa empati, care, sabar, dan menghormati kliennya.

(39)

2.4.2 Jenis kelamin

Perawat perempuan lebih besar kemungkinan memiliki kinerja yang lebih baik, dibandingkan dengan perawat laki- laki namun hal ini bisa saja karena jumlah perawat laki- laki lebih sedikit dan kebanyakan dalam menghadapi pekerjaan. Perempuan sebagai perawat membutuhkan keterampilan, keuletan dan kesabaran dengan insting keibuannya, menunjukkan rasa kasih, empati. Hal ini sejalan dengan teori bahwa sedikit sekali perbedaan yang dianggap penting antara karyawan laki- laki dan perempuan dalam prestasi kerja.

2.4.3 Pendidikan

Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses balajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi suatu proses perkembangan kearah yang lebih dewasa/ matang pada diri individu tersebut (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan merupakan dasar seseorang untuk mengembangkan diri dan kemampuan dalam melakukan sesuatu. Semakin meningkat pendidikan orang akan mampu untuk memahami dan menyesuaikandiri dalam lingkungan kerjanya. Menurut Avianto 1995 (dalam Osok 1998), faktor pendidikan berhubungan dengan produktitivitas. Bila pendidikannya tinggi maka pekerja tersebut produktif karena mempunyai kemampuan intelektual.

2.4.3 Lama kerja

Pengalaman kerja seseorang, seringkali ditentukan oleh lamanya kerja,karena makin banyak pengalaman yang ditemukan di lahan, akan meningkatkan keterampilan perawat. lama kerja seseorang dapat dikaitkan dengan produktifitasnya. Semakin lama masa kerjanya, maka penngalaman kerja itu sangat penting peranannya bagi peningkatan etos kerja dan produktifitas kerja. Untuk mengukur kontribusi lama kerja dilakukan dengan a) kelayakan pegawai merupakan kriteria menyangkut bagaimana kondisi pegawai, apakah layak dipekerjakan sesuai dengan kapasitasnya, kedudukan dan tugas.b) Karakteristik perseorangan menyangkut senioritas dan yunioritas. Asumsi yang sering berlaku dan diyakini adalah pegawai yang cukup senior. Kualitas kinerja pegawai sebagai kriteria penting dalam penentuan struktur gaji. Melalui kinerja perawat dapat

(40)

diketahui bahwa sesungguhnya analisis dan penilaian pegawai tidak sekedar berdasarkan lama masa kerja. Dapat terjadi sesorang yang berstatus sebagai pegawai baru lebih dapat bekerja dengan menunjukkan kinerja yang baik daripada pegawai yang telah lama bekerja. Evaluasi kerja dapat menentukan alokasi sumber daya (Arfrida, 2003).

(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan uraian dan gambaran mengenai hubungan antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel satu dengan yang lainnya dari masalah yang akan diteliti. Sebuah sintesis, dengan kemampuan kreatif dan inovatif (Supriyanto, 2008 dalam Hidayat 2010).

Kerangka konsep merupakan kerangka pikir peneliti dalam mengkaitkan konsep- konsep berupa hubungan antara variabel yang satu dengan yang lainnya.

Kerangka konsep digambarkan dalam penelitian ini dalam bentuk bagan yang dapat dilihat pada skema 3.1.

(42)

Skema 3.1 Kerangka konsep Penelitian Output Proses Input Karakteristik MPKP: 1.jumlah tenaga keperawatan 2.Jenis tenaga keperawatan 3.Standar renpra 4..Metode pemberian Askep Optimal Penerapan MPKP Subsistem MPKP: 1.Nilai profesional 2.Hubungan profesional 3.Pendekatan manajemen 4.Penghargaan/ sistem kompensasi Belum optimal 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan 4. Lama Kerja

(43)

3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional, cara ukur, hasil ukur, dan skala ukur dari masing- masing variabel diuraikan, dan dapat dilihat pada tabel 3.1

Penelitian ini menguraikan sub variabel dalam penerapan MPKP.

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Definisi

Operasional

Cara ukur Hasil Ukur Skala ukur Tenaga keperawat Seseorang yang bekerja dalam memberikan pelayanan kesehatan Berdasarkan data yang diisi oleh responden pada kuesioner no 1,2,3,4 1. Cukup, > mean 2. Kurang, < mean (Mean,10,11) Ordinal Jenis tenaga keperawatan Seseorang yang mempunyai tugas sesuai perannya Berdasarkan data yang diisi oleh responden pada kuesioner no 5,6,7,8 1. Efektif, > mean 2. Tidak efektif, < mean (Mean, 11,47) Ordinal Rencana perawatan Pedoman tertulis untuk memberikan asuhan keperawatan Berdasarkan data yang diisi oleh responden pada kuesioner no 9,10,11,12 1. Efektif, > mean 2. tidak efektif,< mean (Mean 12,59) Ordinal Metode pemberian asuhan keperawatan Suatu metode pemberian asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dalam satu ruangan

Berdasarkan data yang diisi oleh responden pada kuesioner no 13,14 . 1. Efektif, > mean 2. tidak efektif,< mean (Mean, 6,6) Ordinal Nilai- nilai profesional Keyakinan yang yang mendasari perilaku perawat dalam melakukan tindakan Berdasarkan data yang diisi oleh responden pada kuesioner no 15, 16,17,18 1. Baik, > mean 2. kurang, < mean (Mean, 12) Ordinal Hubungan profesional Kolaborasi yang dilakukan perawat dengan tim kesehatan lain Berdasarkan data yang diisi oleh responden pada kuesioner no 19,20 1. Baik, > mean 2. kurang < mean (Mean, 6,59) Ordinal

(44)

Variabel Definisi Operasional

Cara ukur Hasil Ukur Skala ukur Manajemen keperawatan Proses menyelesaikan pekerjaan melalui anggota staf dibawah tanggung jawabnya Berdasarkan data yang diisi oleh responden pada kuesioner no 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30. 1. Efektif, >mean 2. tidak efektif, < mean (Mean 31,64) Ordinal Kompensasi dan penghargaan Imbalan/ jasa yang diberikan kepada staf yang bekerja pada satu institusi

Berdasarkan data yang diisi oleh responden pada kuesioner no 31,32,33 1. puas,> mean 2. tidak puas < mean (Mean 7,33) Ordinal

Umur Selisih sejak

responden lahir sampai dengan kuesioner dibagikan

Berdasarkan data yang diisi oleh responden pada kuesioner lampiran 1 1. Dewasa awal 2. Dewasa Tengah Ordinal

Jenis kelamin Identitas biologis responden yang dapat dilihat dari penampilan fisik

Berdasarkan data yang diisi oleh responden pada kuesioner lampiran 1 1. Pria 2. Wanita Nominal Pendidikan Penambahan ilmu yang dijalani responden Berdasarkan data yang diisi oleh responden pada kuesioner lampiran I SPK, DIII Kep, S1 Kep, dan Ners. Ordinal

Lama bekerja Jawaban responden mengenai jumlah tahun yang sudah dilalui selama bekerja Berdasarkan data yang diisi oleh responden pada kuesioner lampiran 1 0- 5 tahun 6- 10 tahun 11- 15 tahun 16- 30 tahun Ordinal

(45)

2.1. Kerangka Teori

Sumber: Sitorus (2006), Hoffart & Woods (1996). MPKP Sistem pengelolaan dalam pemberian askep Struktur: Jumlah tenaga Jenis Ketenagaan Standar renpra Metode pemberian askep Penerapan di ruangan: 1.Optimal 2.Belum optimal Mutu asuhan keperawatan Subsistem MPKP: 1.Nilai- nilai profesional 2.Hubungan profesional 3.Pendekatan manajemen 4.Kompensasi dan penghargaan

(46)

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif sederhana,dengan desain penelitian Cross Sectional. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran penerapan Model Praktik Keperawatan Profesional menurut persepsi perawat pelaksana di RSUP Fatmawati.

4.2 Populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel 4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian di dalam pengamatan yang akan dilakukan (Hastono & Sabri,2010). Penelitian ini yang menjadi populasi adalah perawat yang bertugas di ruangan yang sudah menerapkan MPKP, berdasarkan data Rumah sakit diketahui populasi perawat berjumlah 137 orang, yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi

4.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang dipilih dengan dengan cara tertentu, hingga dianggap mewakili populasi dalam penelitian (Sastroasmoro, 2011). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Disproportionate

Stratified Random Sampling ( Sugiyono, 2010) yaitu mengambil sampel dengan

populasi berstrata tetapi kurang proporsional. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 102 orang

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua perawat yang bekerja di ruangan yang menerapkan MPKP dan bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria eksklusinya yaitu; perawat yang sedang cuti tahunan/ cuti melahirkan, sedang sakit, dan sedang ikut pelatihan saat pengambilan data dilakukan.

(47)

4.2.3 Besar Sampel

Rumus pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini menurut Slovin (Umar, 2000 ), untuk populasi yang kurang dari 10.000 yang digunakan adalah :

=

101,96 ≈ 102 orang n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi

e : derajat ketepatan yang direfleksikan oleh kesalahan yang dapat ditoleransi (e = 0,05 ).

Diketahui jumlah populasi ( N = 137), kesalahan yang dapat ditoleransi ( d= 0,05), maka jumlah sampel (n) yang akan dijadikan responden untuk penelitian ini untuk sebesar 102 perawat.

Tabel 4.1 Populasi dan sampel responden

No Unit N n 1 VI Selatan 31 perawat 23 2 V Utara 23 perawat 17 3 V Selatan 31 perawat 23 4 IV Utara 29 perawat 22 5 IV Selatan 23 perawat 17 Total 137 perawat 102

Gambar

Tabel 3.1  Definisi Operasional  Variabel  Definisi
Tabel 4.1 Populasi dan sampel responden
Tabel 5.1 Distribusi Responden berdasarkan Karaktersitiknya, Juli 2012  (n=102)
Tabel  5.2  Distribusi  responden  berdasarkan  gambaran  persepsi  perawat  pelaksana di IRNA B RSUP Fatmawati Jakarta Juli 2012 (n=102)
+2

Referensi

Dokumen terkait

K ARYA AGUNG MELAYU ialah karya yang melambangkan keunggulan daya cipta seniman, penulis dan pemikir bangsa Melayu dahulu kala dalam menggambarkan idealisme, nilai, pandangan

 Membuat rancangan dalam bentuk gambar/tertulis kegiatan modifikasi media dan wadah tanam tanaman sayuran yang meliputi sarana produksi, teknik

Ibid ., hal.. sederhana sampai masalah yang rumit. Pembelajaran matematika di sekolah diharapkan tidak hanya sebatas membuat catatan dan meragukan kebenarannya, tetapi

Berdasarkan keterangan di atas maka unsur khusus yang memberatkan yang terdapat di dalam Pasal 374 KUHP telah terpenuhi karena terdakwa dengan menggunakan jabatan yang dimiliknya

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeta- hui hasil jadi manipulating fabric stuffing half- round pada tas casual wanita dengan ketebalan denim bahan tipis, sedang,

Harta yang abadi terbuka bagi mereka yang telah ditebus, tetapi 144.000 orang ini, sebagai pengantin, akan merasakan sebuah kedekatan istimewa dengan Sang Juruselamat..

Sebagai tahap-tahap persiapan teknis ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: 1) Penelitian penjajagan dan orientasi lapangan dimulai tanggal 24 Juli 1999 antara lain

Kuesioner yang disebarkan untuk mengetahui persepsi mereka terhadap perpustakaan dan pustakawan, sedangkan untuk mengetahui bahan pustaka yang diperlukan mereka, DAFTAR BACAAN